Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan

Putri Nathasya dkk / Itepa 12 (1) 2023 56-65

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Suhu Perendaman Dalam Larutan Garam Terhadap Kandungan Kalsium Oksalat Tepung Keladi (Xanthosoma Sagittifolium

The Effect of Salt Solution Temperature on Calcium Oxalate of Corms (Xanthosoma Sagitifolium) Flour

Putri Nathasya br Lahi 1*, I Putu Suparthana1, I Nengah Kencana Putra1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana

*Penulis korespondensi: I Putu Suparthana, Email: [email protected]

Abstract

The potential for the use of taro as a food ingredient and raw material for the food industry has enormous opportunities, given the very affordable price of taro and its processing into flour which is quite simple for the community and industry to do. This study aims to determine the effect of salt (NaCl) solution temperature which used for immersion of the corms (Xanthosoma sagitifolium) to decrease the oxalate compound. The experiment was designed as a Completely Randomized Design with 28°C (room temp.), 60°C, 70°C, 80°C and 90°C as the treatments. All treatments were repeated 3 times so that 15 experimental units were obtained. The data were analyzed by using a variance analysis tool, and for the treatment showing significant effect was continued to be analyzed by using Duncan Multiple Range Test. The results indicated that temperature of salt solution has a significant effect on water content, calcium oxalate, yield and color of the flour which proceed from the corms. The flour produced from the corm which previously immersed in salt solution with temperature of 90°C has calcium oxalate content of 0.38%.

Keywords : Corms, flour, calcium oxalate, immersion temperature, salt

PENDAHULUAN

Penganekaragaman pangan terutama dari bahan umbi-umbian lokal merupakan bagian dari program pemerintah RI dalam bidang ketahanan pangan. Umbi-umbian lokal yang diolah menjadi tepung merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan dan bahan baku industri pangan dan untuk mengurangi import terigu yang memakan devisa negara (Aptindo, 2009). Salah satu umbi lokal yang banyak terdapat di Bali

dan daerah lain di Indonesia adalah keladi (Xanthosoma sagittifolium).

Potensi pemanfaatan keladi sebagai bahan pangan dan bahan baku industri pangan memiliki peluang yang sangat besar, mengingat harga keladi yang sangat terjangkau dan pengolahannya menjadi tepung cukup sederhana untuk dilakukan masyarakat maupun industri. Keuntungan dari pengolahan keladi menjadi tepung adalah memiliki umur simpan yang lebih lama, efisien dalam penggunaan serta penyimpanannya, juga praktis dalam proses

pendistribusiannya. Selain keuntungan tersebut, tepung keladi juga mudah diaplikasikan dalam bahan pangan sebagai pensubstitusi bahan dasar. Produk yang dapat dikembangkan dengan substitusi tepung keladi antara lain adalah cookies, cake, roti, dan olahan tepung lainnya.

Kendala pengolahan keladi sebagai bahan pangan dan bahan baku industri pangan adalah adanya kandungan oksalat sebesar 1.740 mg/100 g (Hardiati, 2014). Kondisi ini juga terdapat pada umbi-umbian lainnya seperti talas bogor yang mengandung oksalat sebesar 11,2292 mg/100 gr (Purwaningsih dan Kuswiyanto, 2016) atau 8578,28 ppm (Mayasari, 2010). Batas aman konsumsi kalsium oksalat bagi orang dewasa adalah 0,60-1,25 g per hari selama 6 minggu berturut-turut (Knudsen et al., 2008). Senyawa oksalat ini menimbulkan sensasi gatal pada mulut saat memakan keladi. Konsumsi berlebihan senyawa oksalat dapat mengakibatkan masalah pada ginjal sehingga perlu mendapat perhatian dalam pemanfaatan keladi sebagai bahan pangan.

Berbagai penelitian telah dilakukan dalam upaya untuk mengurangi atau menurunkan kandungan senyawa oksalat pada umbi-umbian. Ridal (2003) telah mencoba menurunkan senyawa oksalat pada tepung talas bogor yang dilakukan dengan cara merendam talas pada larutan asam khlorida 0,25% (b/v) dan asam sitrat konsentrasi 0,15% selama 4 menit.

Penggunaan senyawa kuat seperti asam dapat mempengaruhi cita rasa tepung yang juga akan berpengaruh pada produk pangan yang dihasilkan terutama pada aspek rasa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widya (2011) diketahui pengurangan senyawa oksalat pada tepung keladi dapat dilakukan dengan merendam keladi pada suhu ruang dalam larutan garam (NaCl) dengan konsentrasi 15% selama 30 menit. Cara ini cukup sederhana dan mudah dalam aplikasinya, namun demikian tepung yang dihasilkan memiliki kandungan total senyawa oksalat yang tinggi sebesar 726,3989 mg/100g. Selain itu, penurunan kandungan oksalat pada tepung keladi belum bisa mendekati nilai kandungan oksalat pada penelitian Maulina (2012) sebesar 1.096,2 mg/100g dan pada penelitian Chotimah (2013) sebesar 1.258 mg/100g.

Metode perendaman dengan larutan garam lebih mudah untuk diaplikasikan dan bahannya lebih mudah didapat. Aplikasi larutan garam menggunakan prinsip saltingout. Vakuola yang membungkus kristal-kristal oksalat dalam sel-sel keladi bisa pecah oleh konsentrasi larutan garam yang menyebabkan kristal-kristal oksalat keluar dan berikatan dengan garam, kemudian mengendap dalam larutan garam tersebut (Widya et al, 2011). Endapan kristal oksalat ini akan terbuang pada tahap pembilasan.

Pada penelitian ini akan diteliti pengaruh suhu perendaman keladi dalam larutan garam, karena perendaman dengan aplikasi panas/suhu dalam pembuatan tepung diduga dapat mempercepat atau memperbanyak berkurangnya senyawa oksalat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu perendaman terhadap kalsium oksalat tepung keladi dan suhu perendaman yang tepat untuk mendapatkan tepung keladi dengan kandungan kalsium oksalat terendah.

METODE

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Cawan stainless, AAS Atomic Absorption Spectrophotometry (Shimadzu AA-7000), oven (Cole-Parmer), desikator, cawan porselin, destilator (Behrotest S3), erlenmeyer (Pyrex), kertas saring, tabung reaksi (Pyrex), labu takar (Pyrex), aluminium foil, gelas ukur (Pyrex), timbangan analitik (Shimadzu ATY224), colorymeter (Accu Probe HH06), pipet volume, pipet tetes, ayakan 60 mesh, eksikator, beaker glass (Pyrex), dan kertas label, Water bath (Thermology), stirer, ruang penyimpanan dingin, pisau, slicer, baskom, blender.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan baku berupa keladi yang dibeli langsung dari petani di Payangan, Kabupaten Gianyar , garam (Dolpin) dan bahan kimia. Bahan kimia

yang digunakan adalah NaCl teknis, HCl 4 N, pp (phenol ptelein), NaOH 50%, NaOH 1 N, anthrone, H2SO4 20%, KI 20% , Na-thiosulfat, HNO3, Ca, Etanol 95%, Asam asetat 1 N, Larutan iod, Standar Glukosa, Standar Amilosa.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan suhu perendaman yang terdiri dari 5 taraf. Taraf perlakuan dalam pembuatan tepung keladi pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Suhu ruang (P0), 60°C (P1), 70°C (P2), 80°C (P3) dan 90°C (P4). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 15 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisi dengan sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan nyata terhadap variabel yang diamati dilanjutkan dengan uji Duncan (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan bahan

Bahan yang digunakan adalah keladi yang berkualitas baik atau tidak mengalami cacat secara fisik. Keladi dibeli dari petani di Payangan, Kabupaten Gianyar. Keladi dicuci bersih, dikupas, lalu diiris tipis-tipis dengan ketebalan kurang lebih 1-2 mm, dengan tujuan untuk mempercepat proses pengeringan. Pembuatan Larutan NaCl

Larutan NaCl yang dibuat adalah konsentrasi NaCl 5% dibuat dengan cara menimbang 50 g NaCl, dilarutkan dengan

aquades dalam labu takar 1000 ml, ditambahkan aquades sampai tanda tera.

Perendaman irisan keladi pada larutan NaCl

Perendaman     irisan     keladi

dilakukan dengan perbandingan 1:4. Jadi dalam setiap 1 liter larutan NaCl terdapat 250 g irisan keladi. Ini dilakukan pada larutan NaCl konsentrasi 5%, dengan suhu perendaman suhu ruang, 60°C, 70°C, 80°C, dan 90°C dan perendaman dilakukan dengan waktu 30 menit.

Pembuatan tepung keladi

Irisan keladi direndam dalam larutan NaCl konsentrasi 5% dalam waktu 30 menit dan perbedaan suhu yang ditetapkan. Selanjutnya setiap perlakuan dicuci dengan air bersih lalu ditiriskan, kemudian dikeringkan dalam oven pengering dengan suhu ±60°C selama 6 jam sampai benar-benar kering dengan tanda irisan keladi

bisa dipatahkan dengan tangan, selanjutnya bahan diblender sampai halus, dan diayak menggunakan ayakan tepung dengan ukuran 60 mesh.

Parameter yang diamati

Parameter yang diamati yaitu kadar air dengan metode oven (AOAC, 1995), kadar abu dengan metode oven (AOAC, 1995), kadar pati dengan metode Anthrone-Sulfat (Anonim, 1999), kadar kalsium oksalat dengan metode AAS (AOAC,1984), kadar amilosa metode IRRI (AOAC, 1995), kadar amilopektin (Apriyantoni, 1989), rendemen (Aksan, 2000), dan warna (Fabre et al., 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Bahan Baku

Hasil analisis bahan baku dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar pati, kadar kalsium oksalat, kadar

amilosa, kadar amilopektin, dan warna dari keladi mentah

Perlakuan

Kadar

Air (%)

Kadar

Abu (%)

Kadar

Pati (%)

Kadar Kalsium Oksalat (%)

Kadar Amilosa (%)

Kadar Amilopektin (%)

Warna (L*)

Keladi Mentah

66,55

0,02

90,30

0,73

8,45

81,84

58,98

Hasil analisis bahan baku pada penelitian menunjukkan kadar air dari keladi sebesar 66,55%. Kadar abu yang diperoleh dari keladi adalah sebesar 0,02%. Kadar abu menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan. Kadar pati yang diperoleh adalah sebesar 90,30%, kadar kalsium oksalat yang

diperoleh sebesar 0,73%, kadar amilosa yang diperoleh sebesar 8,45%, kadar amilopektin yang diperoleh sebesar 81,84 dan tingkat kecerahan warna L* yang diperoleh adalah 58,98.

Hasil Analisis Tepung Keladi

Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar pati, dan kadar kalsium oksalat

tepung keladi dapat dilihat pada Tabel 2.

Kadar Air

Analisis sidik ragam didapatkan hasil bahwa suhu perendaman berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air tepung keladi. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa

kadar air tepung keladi berkisar antara 6,25% sampai dengan 8,27%. Kadar air tepung keladi tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (60°C) dan kadar air tepung keladi terendah pada perlakuan P0 (Suhu ruang).

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar pati, kadar kalsium oksalat tepung keladi

Perlakuan

Kadar Air (%

Kadar Abu (%

Kadar Pati (%

Kadar Kalsium Oksalat (%

P0 (Suhu Ruang

6,25 ± 0,18a

7,21 ± 2,50a

84,43 ± 6,27a

0,48 ± 0,00a

P1 (60°C

8,27 ± 0,23d

6,62 ± 0,90a

76,78 ± 3,07a

0,44 ± 0,00b

P2 (70°C

8,11 ± 0,34cd

6,71 ± 2,62a

80,85 ± 1,40a

0,42 ± 0,01c

P3 (80°C

7,72 ± 0,28bc

6,83 ± 0,91a

81,02 ± 3,71a

0,41 ± 0,00c

P4 (90°C

7,53 ± 0,36b

7,07 ± 0,14a

83,56 ± 4,21a

0,38 ± 0,00d

Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3). Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05).

Semakin rendah kadar air suatu tepung maka daya simpannya akan semakin lama karena mikroba dan bakteri sulit untuk berkembang biak (Winarno, 2004). Kadar air pada tepung keladi ini sudah memenuhi SNI tepung secara umum, pada SNI 3751:2009 tentang terigu kandungan kadar air tepung yang diharapkan adalah tidak lebih dari 14,5%.

Rendahnya kadar air disebabkan karena dalam proses perendaman keladi menggunakan larutan NaCl dan suhu perendaman yang tinggi. Larutan NaCl dapat menurunkan kadar air bahan karena garam NaCl merupakan zat yang memiliki tingkat osmotik tinggi. Dengan tingginya tingkat osmotik garam NaCl, jika dilarutkan dalam air maka air tersebut akan memiliki tingkat atau konsentrasi yang tinggi. Semakin tinggi suhu perendaman yang

dilakukan, maka kadar air yang ada di dalam bahan tersebut semakin menurun. Hal ini disebabkan terjadi penguapan air yang sangat besar pada suhu perendaman yang tinggi sehingga potongan keladi dapat kering dengan sempurna dan kadar air yang dihasilkan akan lebih rendah (Candra & Yuwono, 2014). Semakin rendah kadar air semakin baik karena dapat memperpanjang umur simpan bahan pangan.

Kadar Abu

Dari analisis sidik ragam didapatkan hasil bahwa suhu perendaman berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu tepung keladi. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar abu tepung keladi berkisar antara 6,62% sampai dengan 7,21%. Kadar abu tepung keladi tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (Suhu ruang) dan kadar abu tepung keladi terendah pada

perlakuan P1 (60°C). Kadar abu pada tepung keladi ini jauh lebih tinggi dari kadar abu yang ditetapkan oleh SNI 3751:2009 tentang terigu. Tingginya kadar abu pada tepung keladi secara umum disebabkan oleh mineral yang tinggi pula pada bahan mentahnya (Sudarmadji, dkk., 1997).

Kadar Pati

Dari analisis sidik ragam didapatkan hasil bahwa suhu perendaman berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar pati tepung keladi. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar pati tepung keladi berkisar antara 76,78% sampai dengan 84,43%. Kadar pati tepung keladi tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (Suhu ruang) dan kadar pati tepung keladi terendah pada perlakuan P1 (60°C). Kadar pati pada tepung keladi ini sudah memenuhi SNI tepung secara umum, pada SNI 3751:2009 tentang terigu kandungan kadar pati tepung yang diharapkan adalah minimal 75%.

Kadar Kalsium Oksalat

Dari analisis sidik ragam didapatkan hasil bahwa suhu perendaman berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar kalsium oksalat tepung keladi. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar kalsium oksalat tepung keladi berkisar antara 0,38% sampai dengan 0,48%. Kadar kalsium oksalat tepung keladi tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (Suhu ruang) dan kadar kalsium oksalat tepung keladi terendah pada perlakuan P4 (90°C). Hal ini

disebabkan karena semakin tinggi suhu perendaman yang diberikan maka nilai kadar kalsium oksalat tepung keladi semakin rendah. Hal ini diduga karena pemanasan dapat merusak dinding sel dan menyebabkan kalsium oksalat keluar yang kemudian larut dalm air panas. Dari nilai rata-rata tersebut semua tepung keladi yang dibuat dalam penelitian ini aman untuk dikonsumsi, karena jumlah kalsium oksalat yang dapat bersifat meracuni adalah 4-5 g, dan yang berakibat fatal pada jumlah 10-15 g (Noonan and Savage, 1999). .

Penurunan kadar kalsium oksalat karena suhu perendaman terkait dengan kelarutan oksalat dalam air yang meningkat pada suhu tinggi. Perendaman dengan suhu tinggi juga menyebabkan kerusakan pada kulit umbi keladi dan memudahkan keluarnya oksalat terlarut dari dalam umbi ke air perendaman (Albihn and Savage, 2011).

Perlakuan perendaman dengan NaCl, senyawa oksalat yang berkurang akan lebih banyak, hal in disebabkan oleh terurainya ion-ion NaCl di dalam air menjadi Na+ dan Cl- yang bersifat magnetik. Kalsium oksalat (CaC2O4) dalam air akan terurai menjadi Ca2+ dan C2O42-. Ion-ion positif garam Na+ akan mengikat ion negatif kalsium oksalat C2O42- yang akan membentuk natrium oksalat (Na2C2O4), ion negatif pada garam yaitu Cl- akan mengikat ion positif kalsium oksalat Ca2+ yang akan membentuk endapan putih kalsium

diklorida CaCl2 yang mudah larut dalam air. Mekanisme reaksi pengikatannya adalah sebagai berikut (Anonimus, 2010d): CaC2O4 + 2 NaCl Na2C2O4 + CaCl2

Setelah proses perendaman maka natrium oksalat dan kalsium klorida akan

hanyut saat proses pembilasan bahan mentah. Jadi perlakuan terbaik untuk mendapatkan tepung keladi dengan kalsium oksalat terendah adalah P4 (90°C). Nilai rata-rata kadar amilosa, kadar amilopektin, rendemen dan warna tepung keladi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai rata-rata kadar amilosa, kadar amilopektin, rendemen dan warna tepung keladi.

Perlakuan        Kadar Amilosa

(%)

Kadar       Rendemen (%)         Warna

Amilopektin (%)                             (L*)

P0 (Suhu Ruang)     20,45 ± 2,03a

P1 (60°C)        23,44 ± 4,71a

P2 (70°C)        23,30 ± 3,86a

P3 (80°C)         21,40 ± 1,37a

P4 (90°C)        20,59 ± 2,30a

63,97 ± 7,52a 14,72 ± 0,10a 69,69 ± 0,47a 53,33 ± 4,25b 11,23 ± 0,33b 68,80 ± 0,14b 57,55 ± 4,33ab 10,28 ± 0,22c 68,66 ± 0,13b 59,60 ± 2,34ab 10,06 ± 0,44c 68,75 ± 0,40b 62,96 ± 2,79a 9,93 ± 0,34c 68,28 ± 0,40b

Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3). Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05).

Kadar Amilosa

Dari analisis sidik ragam didapatkan hasil bahwa suhu perendaman berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar amilosa tepung keladi. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar amilosa tepung keladi berkisar antara 20,45% sampai dengan 23,44%. Kadar amilosa tepung keladi tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (60°C) dan kadar amilosa tepung keladi terendah pada perlakuan P0 (Suhu ruang). Kadar amilosa menurun setelah perendaman dengan suhu panas. Penurunan disebabkan permeabilitas membran sel bahan terganggu selama proses perendaman dalam suhu panas dan larutan NaCl sehingga amilosa yang bersifat larut akan keluar dari bahan bersama dengan air (Puspasari, 2012).

Kadar Amilopektin

Dari analisis sidik ragam didapatkan hasil bahwa suhu perendaman berpengaruh nyata terhadap kadar amilopektin tepung keladi. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar amilopektin tepung keladi berkisar antara 53,33% sampai dengan 63,97%. Kadar amilopektin tepung keladi tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (Suhu Ruang) dan kadar amilopektin tepung keladi terendah pada perlakuan P1 (60°C). Rendemen

Dari analisis sidik ragam didapatkan hasil bahwa suhu perendaman berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rendemen tepung keladi. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa rendemen tepung keladi berkisar antara 9,93% sampai dengan 14,72%. Rendemen tepung keladi tertinggi terdapat

pada perlakuan P0 (Suhu Ruang) dan rendemen tepung keladi terendah pada perlakuan P4 (90°C). Perlakuan P0 memberikan hasil rendemen yang lebih tinggi, hal ini disebabkan karena perendaman dengan suhu ruang (kontrol) sehingga kandungan dalam keladi tidak banyak yang hilang. Semakin tinggi suhu perendaman maka akan semakin rendah pula rendemen pada tepung keladi, hal tersebut diduga karena selama proses perendaman terdapat senyawa larut dalam air yang keluar sehingga mengurangi massa tepung akhir yang dihasilkan dan ada bagian dari keladi yang terlarut dan terdegredasi dengan suhu panas sehingga mempengaruhi berat keladi.

Warna L*

Nilai L* (Lightness dalam uji warna menggunakan chromameter menunjukkan intensitas terang atau gelap suatu bahan pangan. Nilai yang dihasilkan dari alat chromameter yaitu interval angka 0 sampai 100 dimana semakin kecil nilai yang dihasilkan, maka warna dari bahan pangan akan semakin gelap atau hitam, sedangkan semakin tinggi nilai yang dihasilkan akan semakin terang atau putih (Maureen S.B. et al., 2016). Dari analisis sidik ragam didapatkan hasil bahwa suhu perendaman berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna tepung keladi. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa warna tepung keladi berkisar antara 68,28 sampai dengan 69,69. Semakin tinggi suhu perendaman maka akan

semakin rendah pula tingkat kecerahan warna L* pada tepung keladi. Perlakuan P4 (90°C) yang memberikan warna L* dengan tingkat kecerahan paling rendah, hal itu diduga karena perendaman dengan suhu panas mengakibatkan warna tepung keladi lebih rendah.

KESIMPULAN Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa suhu perendaman tepung keladi berpengaruh nyata terhadap kadar air, kalsium oksalat, kadar amilopektin, rendemen dan warna tepung keladi, namun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu, kadar pati, dan kadar amilosa tepung keladi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu perendaman 90°C merupakan suhu terbaik untuk menghasilkan kadar kalsium oksalat terendah pada tepung keladi yaitu sebesar 0,38%.

DAFTAR PUSTAKA

Albhin, P. B. E. dan Savage, G. P. 2001. The Effect of Cooking on The Location and Concentration of Oxalate in Three Cultivar of New Zealand-Grown Oca (Oxalis tuberose Mol , Journal of The Science of Food and Agriculture, 81, 1027-103.

AOAC. 1984. Official Methods of Analysis. 12th edition. Association of Official Analytical Chemists. Washington, DC.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. Fifteenth Edition. Published by the AOAC, Inc., Suite 400, 2200 Wilson

Boulevard, Arlington, Virginia 2220, USA.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budijanto. 1989. Analisis Pangan. Bogor : IPB Press.

Aptindo. 2009. Laporan informasi Perkem bangan Industri Terigu di Indonesia. Jakarta: Asosiasi Produsen Terigu                      Indonesia.

http://www.aptindo.or.id/grafik_5.php. [27 Juni 2022].

Ayu, Disafitri Candra dkk. 2014. Pengaruh Suhu Blansing dan Lama Perendaman terhadap Sifat Kimia Tepung Kimpul (Xanthosoma Sagottifolium . Jurnal Pangan dan Agroindustri Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang. 2(2 : 110-120.

Badan Standarisasi Nasional 2009. Terigu sebagai Bahan Makanan. SNI 3751:2009, Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.

Bonner, J. & J. E. Varner. 1976. Plant Biochemistry. Academic Press, Inc. New York.

Chotimah, S dan Fajarini, D. T. 2013. Reduksi Kalsium Oksalat dengan Perebusan Menggunakan Larutan NaCl dan Penepungan untuk Meningkatkan Kualitas Sente (Alocasia macrorrhiza sebagai Bahan Pangan. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2(2 :76-83.

Danimihardja, S. 1981. Hubungan antara kandungan senyawa oksalat dan tingkat kegatalan pada um bi talas (Colocasia esculenta (L Schott . Lembaga Biologi Nasional – LIPI. Bogor.

Departemen Perindustrian Pusat Penelitian & Pengembangan Aneka Industri dan Kerajinan. 1977. Pembuatan asam oksalat dari sekam. Balai Penelitian Kimia. Surabaya.

Dewi, K, S., Bambang, D.,& Bhakti, E, S. 2017. Pengaruh Kadar Oksalat pada Um bi Talas dengan Penambahan Arang Aktif pada Metode Pengukusan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Universitas

Diponegoro Semarang. 6(2 : 1-4.

Dianty, A. 2017. Pengaruh Jenis Pengeringan dan Lama Pengeringan terhadap Karakteristik Tepung Umbi Ganyong (Canna edulis ker.). Artikel. Bandung : Universitas Pasudan.

Esau, K. 1965. Plant anatomy. John Willey and Sons, Inc. New York. London.

Fabre, C.E., G. Goma, and P.J. Blanc. 1993. Production and food applications of the red pigmens of Monascus ruber. Journal of Food Science 58 (5 :1099-1102.

Franceschi, V.R., and Horner, H.T. 1980. Calcium oxalate crystals in plants. Bot. Rev. 46, 361–427.

Giacometti, D.C. and J. León. 1994. Tannia,     Yautia     (Xanthosoma

sagittifolium ,   p253-258.   In J.E.

Hernándo Bermejo and J. León (eds. , Neglected Crops: 1492 from a Different Perspective. FAO, Rome.

Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. (Terjemahan . E. Syamsudin dan J.S. Baharsjah. UI Press. Jakarta. 698 hal.

Hadriati, D. 2016. Karakteristik Fisik, Kimia dan Fungsional Tepung Kimpul (Xanthosoma   sagittifolium) Hasil

Fermentasi dan Aplikasinya pada Proses Pem buatan Mie Instan. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.

Hadriati, D. 2016. Karakteristik Fisik, Kimia dan Fungsional Tepung Kimpul (Xanthosoma   sagittifolium Hasil

Fermentasi dan Aplikasinya pada Proses Pem buatan Mie Instan. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.

Kay, D. E. 1973. Root Crops. The Tropical Products    Institute,    Foreign    and

Common Wealth Office, London.

Knudsen, I., I. Soborg, F. Eriksen, K. Pilegaard, J. Pederse. 2008. Risk Management and Risk Assesment of Novel Plant Foods: Concepts and

Principles. Food and Chemical Toxicology 46(5 : 1681-1705.

Lingga, P. 1989. Bertanam ubi-ubian. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lowson, J. M. 1962. Teks book of botany. University Tutorial Press. Ltd. London.

Maulina, Fitria DA, Dkk. 2012. Pengurangan Kadar Kalsium Oksalat pada Umbi Talas Menggunakan Nahco3 sebagai Bahan Dasar Tepung. Jurnal Teknik Kimia dan Industri. 1(1 :278.

Mayasari, N. 2010. Pengaruh Garam dan Asam Pada Pembuatan Tepung Talas Bogor (Colocasia esculenta (L. Schott . Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Noonan, S. C., and G. P. Savage., 1999. Oxalat Content of Foods and Its Effect on Humans. Asia Pacific J. Clin. Nutr. Penelitian dan Pengembangan Biologi. 67:64-74.

Purwaningsih, I., Kuswiyanto. 2016. Perbandingan Perendaman Asam Sitrat dan Jeruk Nipis Terhadap Penurunan Kadar Kalsium Oksalat pada Talas. Jurnal Vokasi Kesehatan II(1 : 89-93.

Ridal, S.   2003. Karakterisasi Sifat

Fisikokimia Tepung dan Pati Um bi Talas (Colocasia    esculenta    dan

Kimpul (Xanthosoma sagittifolium . Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sediaoetama, A. D.1976. Ilmu gizi dan ilmu diit di daerah tropik. Balai Pustaka. Jakarta.

Slamet, D.S. dan I. Tarwotjo. 1980. Majalah Gizi dan Makanan. Di dalam: Lingga, P.B. Sarwono, F. Rahardi, P. C. Rahardja, J. J. Anfiastini, Rini, W., W. H. Apriadji. 1986. Bertanam Umbi-Um bian. Penebar Swadaya. Jakarta.

Somantri, M. H. Soenartono A., Machmud T., Agus N. dan Ida N. O. 2002. Seri Mengenal Plasma Nutfah Tanaman Pangan, oleh: Ida Hanarida Somantri, Maharani Hasanah, Komisi Nasional Plasma Nutfah.

Sudarmadji S., B. Haryono, dan Surhadi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Wardani, R. K dan Djamilah, A. 2021. Pengaru Lama Perendaman dan Suhu Larutan Jeruk Nipis terhadap Kadar Kalsium Oksalat pada Umbi Porang. Journal of Research and Technology, Vol. 7, Hal 1-8.

Widya, I. 2011. Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi Larutan Garam (NaCl Terhadap Kandungan Senyawa Oksalat Tepung Keladi     (Xanthosoma

sagittifolium . Skripsi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Udayana.

Zuhro, M., M. Lutfi dan Choviya. 2015. Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Pengeringan Terhadap Sifat Fisik-Kimia Tepung Kimpul (Xanthosoma sagittifolium).    Jurnal Keteknikan

Pertanian, Universitas Brawijaya. 3(2 : 26-32.

65