Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kualitas fisik daging babi dari bangsa yang berbeda yaitu babi bali dan babi landrace persilangan. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap, selanjutnya data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Two Independent Sample Test. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah warna daging, susut masak, susut mentah, daya ikat air daging.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa warna daging babi bali 39,47% nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada daging babi landrace persilangan. Susut masak daging babi lokal tidak nyata 1,19% lebih kecil daripada daging babi landrace persilangan.
Susut mentah daging babi bali 5,64% nyata lebih kecil daripada daging babi landrace persilangan. Daya ikat air daging babi bali tidak nyata, 1,09% lebih besar daripada daging babi landrace. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kualitas fisik daging babi bali lebih baik daripada daging babi landrace persilangan dilihat dari variabel warna, dan susut mentah.
Kata kunci: kualitas fisik daging, babi bali, babi landrace
Abstract
The aims of this study was to determine differences in the physical quality of meat are different bread, local (bali) pig and landrace crosses. The design of this study is a completely randomized design, data recorded were analyzed using analysis of two independent sample test. The variables were observed in this study is color meat, cooking loss, drip loss, and water holding capacity of meat.
Result of the study indicated that the color of meat bali pig 39.47% was highly significant (P<0.05) than meat landrace crosses. Cooking loss of bali meat pig 1.19% smaller but not significantly (P>0.05) than the meat landrace crosses.. Drip loss of meat bali pig significantly 5.64% smaller (P<0.05) than meat landrace crosses. Water holding capacity of meat bali pig, 1.09% not significant highly (P>0.05) than meat landrace crosses. It was concluded that the physical quality of meat bali pig is a better than meat landrace crosses from a variable color meat and drip loss.
Keywords: quality meat, bali pig, landrace crosses
PENDAHULUAN
Kota Denpasar dan di pulau Bali pada umumnya, sebagian besar masyarakat mengkonsumsi daging babi. Hal ini bisa di maklumi karena sebagian besar dari masyarakatnya adalah penganut agama Hindu yang tidak mengharamkan daging babi untuk di konsumsi.
Daging babi yang beredar di pasar tradisional pada umumnya berasal dari daging babi dari bangsa babi landrace persilangan. Sangat sedikit ditemukan bahkan hampir tidak ditemukan daging babi yang berasal dari breed babi bali (lokal). Babi Landrace persilangan mempunyai ciri-ciri berwarna putih, daun telingan jatuh,tubuh panjang, kaki pendek. Babi landrace memiliki perdagingan yang lebih banyak serta perlemakan yang lebih sedikit ternak babi lainnya (Anom,1985) dalam Sudana 1997.
Babi bali ciri-cirinya warna bulu hitam agak kasar ada pula yang belang putih bagian perut, punggungnya melengkung dan telinga tegak. Babi bali memiliki perlemakan daging yang lebih tinggi dibandingkan dengan babi landrce, karena secara genetik bangsa babi bali ini termasuk dalam bangsa babi tipe lemak (lard type).
Beberapa permasalahan pada pemeliharaan babi bali antara lain kecepatan produksi yang relatif lebih rendah daripada bangsa babi landrace dan penyediaan bibit yang terbatas menjadi penyebab langkanya peredaran daging babi bali (lokal) di pasar-pasar tradisional.
Akan tetapi daging babi bali (lokal) memiliki segmen pasar/ konsumen yang khusus terutama bagi konsumen yangmenggunakan babi bali sebagai sarana upacara misalnya untuk pembuatan guling babi dan kuliner lainnya yang berasal dari daging babi. Beberapa konsumen yang masih setia terhadap daging babi bali menyatakan pendapatnya bahwa daging babi bali memiliki cita rasa yang jauh lebih gurih/enak daripada daging babi landrace.
Beberapa faktor menjadi pertimbangan konsumen memilih jenis daging tertentu, untuk dikonsumsi antara lain cita rasa, budaya, kepercayaan kandungan nutrien dan kualitas fisik daging. Kualitas fisik daging seekor ternak dipengaruhi oleh faktor bangsa, umur, jenis kelamin,kasrasi dan pakan.
Bangsa ternak babi yang berbeda akan memperlihatkan kualitas fisik daging yang berbeda pula. Mengacu dari hal tersebut diatas maka penelitian ini dilaksanakan untuk memberikan informasi kepada konsumen daging babi tentang perbedaan kualitas fisik daging dari dua bangsa babi yang berbeda yaitu daging babi bali dan babi landrace. Daging yang diambil bersumber dari daging babi yang dipotong di Rumah Potong Hewan Tradisional.
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan sampel dilaksanakan di Rumah Potong Tradisional Babi yang berlokasi di Desa Pegending Menguwi Kabupaten Badung. Pemilik rumah potong ini adalah pengusaha babi guling yang mendapatka pesanan dari konsumen untuk keperluan konsumsi maupun upacara. Jenis bangsa babi yang dipotong adalah babi bali yang di datangkan dari pengepul babi bali wilayah Kecamatan Gerokgak Bali Utara, sementara untuk babi landrace berusumber dari peternakannya sendiri. Analisis kualitas fisik daging dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan.
Materi
Materi penelitian yang di gunakan adalah sampel daging segar yang diambil pada otot longisimmus dorsi (LD) dari dua jenis bangsa babi yaitu babi bali dan babi landrace persilangan. Daging babi bali yang diambil sebagai sampel adalah babi bali yang dipelihara dengan tradisional, yaitu babi dipelihara secara ektensip/ diumbar dengan pakan seadanya yang berupa sisa dapur, batang pisang, daun umbi jalar/dagdag kadang di tambah bungkil kelapa dan lain- lain. Sementara daging babi landrace yang diambil diambil dari babi landrace yang dipelihara secara intensif dengan pakan komersial.
Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, pisau, talenan, timbangan, meat color, water butt, keras saring, plat kaca, pemberat dengan berat 35 kg, alat masak dan spidol permanen.
Skor warna daging
Pengukuran skor warna dilakukan dengan memakai chart warna daging dari 6 foto berwama otot-otot sapi (m. longissimus dorsi) yang dibuat oleh Fapple dan Bond (Western Australian Department of Agriculture, unpublished).
Terlebih dahulu otot dipotong melintang pada 3 tempat, berjarak sama dan ±30 menit kemudian, penilaian skor warna dilakukan dengan cara membandingkan warna otot di ketiga permukaan potongan melintang otot tersebut dibawah penyinaran alam dengan dengan enam skala warna yaitu : warna 1= pucat pink, 2 = pink, 3 = merah muda, 4 = merah cerah 5 = merah, 6 = merah tua.
Susut masak (cooking loss) daging
Sebelum dimasak sampel daging ditimbang sebanyak 50 g, sebagai berat awal, kemudian direbus pada air mendidih. Kemudian daging-daging masak tersebut ditaruh dan dibiarkan terbuka di atas piring- piring ceper beralaskan kertas buram di dalam ruangan sehingga air daging dapat menguap dengan bebas dan sebagian diserap oleh alasnya. Sementara daging-daging tersebut airnya mengalami penguapan dan suhunya menurun maka dilakukan beberapa kali penimbangan sampai beratnya relatif konstan sehingga berat akhir daging dapat diketahui. Persentase susut berat daging dihitung sebagai berikut:
Berat awal daging — Berat akhir daging
% Susut Masak = x 100
Berat daging awal
Daya ikat air ( WHC = water holding capacity)
Pengukuran daya ikat air (DIA) sampel-sampel daging yang diamati menggunakan metode Ham (1972, dikutip oleh Swatland, 1984). Untuk pengukuran ini sampel-sampel daging diiris sebanyak 0,3 g, lalu ditaruh di tengah-tengah di antara 2 kertas saring Whatman (Whatman International Ltd., Maidstone, England) dan kemudian dipres diantara 2 pelat kaca diberikan bebab seberat 35 kg selama 5 menit.
Segera setelah itu sampel diambil dan luas daerah yang ditutupi oleh sampel daging yang terpesekkan oleh noda (daerah basah) yang berasal dari sampel daging ditandai. Setelah itu dilakukan pengukuran luas daerah basah tersebut untuk menentukan banyaknya air yang keluar dari daging dengan mengukur lingkaran dalam yaitu berupa sampel daging yang ditekan dan lingkaran lingkaran luar berupa air yang keluar dari daging. Jumlah air yang keluar dari daging (luas areabasah) adalah lingkaran luar dikurangi lingkaran dalam. Kemudian hasil pengukuran dihitung dengan mengunakan rumus Hamm (1974) maka akan didapat jumlah air bebas yang keluar.
Luas daerah basah (cm2) – 0,8
mg H2O =
Luas daerah basah (cm2) – 8,0
0.0948
% Air bebas =
0.0948
Daya mengikat air= Kadar air total (%) – Kadar air bebas (%)
Analisis Statistik
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan T test (Two Independent Sample) Steel and Torrie, 1989 menggunakan SPSS 16.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Warna daging babi bali 3,8 dan warna daging babi landrcae persilangan 2,3 (Tabel 1). Warna daging babi bali 39,74% nyata lebih tinggi daripada warna daging babi landrace persilangan (P<0,05). Dalam penelitian ini, perbedaan bangsa/bread pada ternak babi bepengaruh nyata terhadap warna daging babi segar yang di hasilkan. Nilai warna daging babi bali nyata lebih tinggi daripada daging babi landrace.
Hal ini menunjukkan bahwa warna daging babi bali lebih cerah/merah daripada daging babi landrace persilangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi warna daging adalah nutrisi, spesies, bangsa,umur,jenis kelamin, stress dan oksigen. Faktor penentu utama yang mempengaruhi warna daging yaitu konsentrasi pigmen daging yaitu mioglobin. Konsentrasi mioglobin berbeda setiap spesies, bangsa dan lokasi otot.
Tipe molekul mioglobin, status kimia mioglobin, status kimia dan fisik komponen lain dalam daging mempunyai peranan besar dalam menentukan warna daging (Lawrie, 1995). Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan myoglobin daging babi bali lebih besar daripada kandungan myoglobin daging babi landrace persilangan. Warna daging babi landrace persilangan tanpa penundaan pemotongan 2,8 (Tirta ,2012).
Nilai susut masak daging babi bali 23,70% sedangkan nilai susut masak daging babi landrace 24,89% (Tabel 1). Nilai susut masak daging babi bali 1,19% lebih kecil daripada daging babi landrace akan tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05). Perbedaan bangsa/bread ternak babi tidak memberikan pengaruh pada nilai susut masak daging babi segar/pre rigor. Pendapat Soeparno (1994), bahwa pada umumnya nilai susut masak daging bervariasi antara 1,5-54,5% dengan kisaran 15-40%.
Daging bersusut masak rendah mempunyai kualitas yang relatif baik dibandingkan dengan daging bersusut masak besar, karena resiko kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Susut masak merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar air daging, yaitu banyaknya air yang terikat didalam dan di antara otot.
Daya ikat air (WHC) yang tinggi akan mengakibatkan nilai susut masak yang rendah. Ini ditunjukkan oleh data hasil penelitian, nilai susut masak yang rendah pada daging babi bali diikuti oleh daya ikat air yang tinggi demikian sebaliknya pada daging babi landrcae persilangan. Dalam penelitian ini nilai daya ikat air daging pada kedua perlakuan juga berbeda tidak nyata.
Nilai susut mentah (drip loss) daging babi bali 7,81% sementara nilai drip daging babi landrcae 13,45% (Tabel 1). Nilai drip loss daging babi bali 5,64% lebih kecil daripada nilai drip daging babi landrace secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Perbedaan bangsa/bread pada ternak babi memberikan pengaruh yang nyata pada nilai susut mentah (drip loss) pada daging babi yang di hasilkan.
Susut mentah (drip loss) kehilangan berat daging selama 24 jam post mortem pada penelitian ini sejalan dengan nilai susut masak. Nilai drip atau kehilangan berat pada daging babi bali nyata lebih kecil daripada daging babi landrace. Hal ini disebabkan karena secara kuantitatif daya ikat air daging babi bali lebih besar daripada daging babi landrace.
Perbedaan drip ini juga disebabkan oleh perbedaan tipe dari kedua bangsa ternak babi ini. Babi bali termasuk tipe lemak (lard type) sementara babi landrace termasuk tapi daging (meat type). Menurut Soeparno (2011), kehilangan berat relatif besar pada karkas atau daging yang mempunyai lemak lebih sedikit daripada yang mempunyai kandungan lemak lebih banyak.
Perbedaan nilai drip yang besar/nyata pada daging yang di hasilkan oleh kedua bangsa ini diduga disebabkan oleh kekuatan daging mengikat air pada daging babi landrcae pasca rigor jauh lebih kecil daripada daging babi bali, karena nilai akhir penyusutan yang diambil dalam penelitian ini adalah 24 jam (pasca rigor). Hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut pada nilai kualitas fisik daging babi kedua bangsa ini pada saat pasca rigor.
Nilai nilai daya ikat air daging babi bali 60,57% sedangkan nilai daya ikat air daging babi landrcae 59, 48% (Tabel 1). Nilai daya ikat air daging babi bali 1,09% lebih besar daripada nilai daya ikat air daging babi landrace tetapi secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).
Perbedaan bangsa/bread babi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai daya ikat air daging babi segar. Daya ikat air oleh protein daging atau disebut dengan Water Holding Capacity (WHC), didefinisikan sebagai kemampuan daging untuk menahan airnya atau air yang ditambahkan selamaada pengaruh kekuatan, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan.
Daging juga mempunyai kemampuan untuk menyerap air secara spontan dari lingkungan yang mengandung cairan (water absorption).
Tabel 1. Perbedaan kualitas fisik daging babi bali dengan babi landrace yang diptong dirumah potong tradisional
Variabel | Bangsa Babi | SEM 2) | |
Babi Bali | Babi Landrace Persilanngan | ||
Warna (meat colour) | 3,8 ±0,83a | 2,3±0,49b | 0,28 |
Susut Masak % (cooking loss) | 23,70± 6,36a | 24,89±7,16a 1) | 2,76 |
Susut Mentah % (drip loss) | 7,81 ± 0,59b | 13,45±1,04a | 0,35 |
DIA % (water holding capacity) | 60,57±1,47a | 59,48±1,59a | 0,63 |
Keterangan:
1) = nilai dengan huruf yang sama dalam baris yang sama berbeda tidak nyata (P>0,05) 2) SEM = Standar Error of the Treatment Means
Faktor-faktor penyebab variasi daya ikat air oleh protein daging ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan terjadinya variasi pada daya ikat air oleh daging diantaranya: faktor pH, faktor perlakuan maturasi, pemasakan atau pemanasan, faktor biologik seperti jenis otot, jenis ternak, jenis kelamin dan umur ternak.
Demikian pula faktor pakan, transportasi, suhu, kelembaban, penyimpanan dan preservasi, kesehatan, perlakuan sebelum pemotongan dan lemak intramuskuler. Penurunan daya mengikat air dapat diketahui dengan adanya eksudasi cairan yang disebut drip pada daging mentah (Soeparno, 2011).
Warna daging dan nilai susut mentah (drip loss) daging babi bali segar lebih baik daripada daging babi landrace. Perbedaan bangsa/bread babi tidak berpengaruh terhadap nilai susut masak dan daya ikat air daging segar. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kualitas fisik daging babi bali lebih baik daripada daging babi landrace persilangan dilihat dari variabel warna, dan susut mentah.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pan Rini yang telah memberikan rumah potong hewannya untuk pengamatan dan pemotongan sampel penelitian. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada staf laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah membantu mengerjakan variabel kualitas fisik daging.
DAFTAR PUSTAKA
Sudana, I.B. 1997. Desertasi Studi Pengaruh Komposisi Dan Frekwensi Pemberian Ransum Terhadap Kualitas Babi Guling. Desertasi IPB Bogor.
Steel, R.G.D. and Torrie J.H., 1989. Principle and Procedures of Statistics. McGraw Hill Book Co. Inc., New York.
Lawrie, R.A., Ledward. D.A. 2006. Lawrie,s Meat Science.
Seventh edition Padwtow, Cronwall, England : TJ International
Tirta A.I.N. 2012. Pengaruh Penanganan Sebelum Pemotongan Terhadap Produksi Dan Kualitas Karkas Babi Landrace Persilangan. Desetasi Program Pasca Sarjana UNUD.
Soeparno, 2011. Ilmu Nutrisi dan Gizi Daging. Cetakan pertama Gadjah Mada University Press.
Last Updated on 25 Agustus 2022