ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui fermentasi rumen dan sintesia protein mikroba pada kambing Peranakan Ettawa (PE) melalui pemberian tiga jenis ransum. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga perlakuan dan tiga kelompok kambing berdasarkan berat badan.
Ransum disusun berdasarkan bahan kering (BK) : (A) rumput gajah 15% + jerami padi 20% + gamal 25% + kaliandra 10% + konsentrat 30%; (B) rumput gajah 30% + gamal 30% + konsentrat 40% dan (C) rumput gajah 20% + gamal 20% + konsentrat 60%. Peubah yang diukur adalah fermentasi rumen dan sintesis protein mikroba.
Data dianalisa dengan sidik ragam. Hasil penelitian menunjukkan, pH cairan rumen, Non Glucogenik Ratio (NGR), dan N-NH3 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) di antara semua perlakuan. Produksi asam asetat nyata (P<0,05) tertinggi pada kambing yang mendapat perlakuan A dibandingkan pada kambing yang mendapat perlakuan B dan C yaitu berturut-turut: 31,89; 23,44 dan 22,49 mMol.
Kambing yang mendapat perlakuan A memproduksi asam propionat nyata (P<0,05) tertinggi dibanding kambing yang mendapat perlakuan B dan C yaitu masing-masing: 12,82; 8,74; dan 10,04 mMol. Sintesis protein mikroba nyata (P<0,05) tertinggi pada kambing yang mendapat perlakuan A yaitu 6,66 g/e/h, sementara kambing yang mendapat perlakuan B dan C masing-masing 5,37 dan 5,60 g/e/h. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum dengan hijauan beragam akan meningkatkan produksi asam asetat, propionat dan sintesis protein mikroba kambing PE
Kata kunci: hijauan beragam, fermentasi rumen, sintesis protein mikroba
PENDAHULUAN
Hijauan sebagai sumber serat, merupakan komponen terbesar (60-70%) penyusun pakan ternak ruminansia. Hijauan pakan, walaupun mengandung energi rendah, namun merupakan sumber serat terbesar. Serat pakan memainkan peranan mendasar pada ruminansia untuk memaksimalkan dry matter intake (DMI), merangsang aktivitas mengunyah dan proses fermentasi di dalam rumen.
Komposisi hijauan pakan sangat mempengaruhi respon ternak baik terhadap pertumbuhan maupun produksinya. Bahan pakan hijauan segar yang umum diberikan kepada ternak menurut Chuzaemi et al. (1997) adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum), gamal (gliricidia) dan kaliandra (Caliandra callothyrsus). Selanjutnya dikatakan kaliandra dikatagorikan sebagai by-pass protein untuk ternak ruminansia tercermin dari kandungan rumen undegradable protein (RUP) sebesar 25,35% dan kandungan intestine digestible protein (IDP) 63,04%.
Gamal mengandung 18-30% PK, degradabilitas bahan kering (BK) dan N gamal sangat tinggi masing-masing 73,8% dan 88,7% (Nitis, 2007), sehingga protein gamal digolongkan kedalam rumen degradable protein (RDP). Rumput gajah mengandung Total Digestible Nutrient (TDN) 51% sehingga sangat potensial sebagai sumber energi.
Di musim kemarau, tidak jarang peternak memberikan jerami padi. Karakteristik jerami padi ditandai dengan Total Digestible Nutrient (TDN) rendah, protein kasar (PK) rendah, kecernaan rendah, dan serat kasar (SK) tinggi, bersifat mengembang (bulky) dan mengandung selulose dan hemiselulose yang tinggi (Lamid et al., 2013). Untuk mendapatkan hasil yang optimal dari pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak, maka perlu ditambahkan dengan bahan pakan sebagai sumber RDP.
Mikroba di dalam rumen sangat penting dalam menentukan produksi ternak ruminansia, karena memungkinkan ternak ruminansia memanfaatkan pakan serat, pakan limbah yang tidak bermanfaat bagi manusia menjadi bahan makanan yang bermutu tinggi. Amonia adalah sumber nitrogen utama dan sangat penting untuk sintesis protein mikroba rumen.
Amonia hasil perombakan protein pakan di dalam rumen akan digunakan sebagai sumber nitrogen utama untuk sintesis protein mikroba. Konsentrasi N-NH3 dalam rumen merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan. Menurut McDonald et al., (2002) bahwa kisaran konsentrasi NH3 yang optimal untuk sintesis protein mikroba rumen berkisar 6 – 21 mMol.
Selanjutnya dikatakan, faktor utama yang mempengaruhi penggunaan N-NH3 adalah ketersediaan karbohidrat dalam ransum yang berfungsi sebagai sumber energi untuk pembentukan protein mikroba. Oleh karena itu, untuk memperoleh efisiensi sintesis protein mikroba yang maksimal, maka ketersediaan N dan energi di dalam rumen harus seimbang. Keseimbangan ini akan diperoleh dengan pemberian pakan yang cermat dengan memperhitungkan hijauan sebagai sumber protein dan sumber energi.
Peningkatan populasi mikroba terutama bakteri, selain meningkatkan kecernaan pakan serat, juga merupakan sumber protein berkualitas tinggi bagi ternak ruminansia. Protein mikroba dapat menyumbangkan sampai 90% kebutuhan asam amino, dan asam amino ini sangat konsisten dan sangat ideal untuk memenuhi kebutuhan ternak ruminansia (Russell et al., 2009).
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian komposisi hijauan dan level konsentrat yang berbeda terhadap fermentasi rumen dan sintesis protein mikroba kambing PE.
MATERI DAN METODE
Materi
Penelitian dilaksanakan di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Bukit Jimbaran. Kambing yang dipergunakan adalah kambing jantan pertumbuhan dengan berat badan berkisar 10-15 kg sebanyak 9 ekor. Kambing percobaan ini ditempatkan dalam kandang individu.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 jenis ransum sebagai perlakuan dan 3 kelompok berat badan sebagai ulangan. Ransum perlakuan tersebut adalah :
- A : 15% rumput gajah + 20% jerami padi + 25% gamal + 10% kaliandra + 30% konsentrat
- B : 30% rumput gajah + 30% gamal + 40% konsentrat
- C : 20% rumput gajah + 20% gamal + 60% konsentrat
Ransum yang diberikan berupa ransum komplit dalam bentuk mash. Komposisi dan kandungan nutrien konsentrat tercantum pada Tabel 1 dan kandungan nutrien ransum pada Tabel 2.
Tabel 1. Komposisi dan Kandungan Nutrien Pakan Konsentrat
Bahan Penyusun | Komposisi (% BK) | PK | TDN | SK | LK | Ca | P |
(%) | (%) | (%) | (%) | (%) | (%) | ||
Bungkil kelapa | 42,50 | 9,18 | 31,03 | 5,14 | 4,34 | 0,09 | 0,28 |
Polard | 6,00 | 0,90 | 4,20 | 0,94 | 0,25 | 0,01 | 0,08 |
Tepung ikan | 1,50 | 0,92 | 1,04 | 0,04 | 0,12 | 0,10 | 0,07 |
Gaplek | 45,50 | 1,10 | 33,40 | 1,34 | 0,36 | 0,05 | 0,02 |
NaCl | 2,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
Multivitmineral | 0,50 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
Molasis | 2,00 | 0,17 | 1,26 | 0 | 0 | 0 | 0 |
Jumlah | 100,00 | 12,10 | 69,67 | 7,46 | 5,07 | 0,25 | 0,45 |
Kandungan Nutrien Ransum (%BK) | Perlakuan | Standar
Kearl (1982) |
||
A | B | C | ||
Energi (kkal/kg) | 4099 | 4002 | 4164 | |
Protein Kasar (%) | 13,23 | 12,23 | 14,14 | 12,32 |
Lemak Kasar (%) | 2,09 | 2,99 | 2,51 | |
Serat Kasar (%) | 20,91 | 18,34 | 14,74 | |
TDN (%) | 61,99 | 65,97 | 67,20 | 66,07 |
Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Percobaan
Metode
Fermentasi rumen
Peubah yang diamati adalah fermentasi rumen yang terdiri dari: pH cairan rumen, konsentrasi N-NH3 dan VFA. Pengambilan cairan rumen dilakukan 4 jam setelah ternak kambing diberi makan, menggunakan pompa vakum. Cairan rumen yang diperoleh langsung diukur tingkat keasamannya (pH) dengan menggunakan pH meter. Kadar N-NH3 ditentukan dengan metode phenolhypochlorite melalui pembacaan dengan Spectrofotometer. Pengukuran kadar asam lemak atsiri (VFA) Total dilakukan dengan cara penyulingan uap dengan rumus sebagai berikut:
Analisis VFA Parsial (asam asetat, propionat dan butirat) dilakukan dengan teknik gas kromatografi. VFA parsial dihitung dengan rumus:
$$
\text { VFA Parsial }(\mathrm{mM})=\frac{\text { Areal sampel }}{\text { Areal standard }} \times \text { konsentrasi standard }
$$
Analisis Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat hasil yang berbeda nyata (P<0,05) antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal pada taraf 5% (Steel dan Torrie, 1991). HASIL DAN PEMBAHASAN Fermentasi rumen Kondisi bagi mikroba rumen agar dapat melakukan aktivitas secara optimal apabila pH rumen berada pada kondisi normal yaitu 6-6,9 (Kamra, 2005).
Penelitian ini mendapatkan pH cairan rumen kambing berkisar antara 6,21 – 6,25 (Tabel 3) dan secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Ini berarti kondisi rumen kambing pada semua perlakuan berada pada suasana ideal bagi mikroba rumen. Derajat keasaman atau pH cairan rumen merupakan keseimbangan antara kapasitas penyangga dengan sifat basa atau asam dari produk fermentasi. Jenis pakan yang diberikan pada ternak akan mempengaruhi pH rumen.
Peubah | Ransum Perlakuan1) | SEM3) | ||
A | B | C | ||
pH cairan rumen | 6,22a | 6,21a | 6,25a | 0,0997 |
NGR | 3,06a | 3,47a | 3,06a | 0,1642 |
N-NH3 (mMol) | 6,66a | 5,37a | 5,60a | 0,3205 |
Asam asetat (mMol) | 31,89a | 23,44b | 22,49b | 3,2761 |
Asam Propionat (mMol) | 12,82a | 8,74c | 10,04b | 0,6041 |
Asam Butirat (mMol) | 4,36a | 3,42a | 4,15a | 0,2295 |
Tabel 3. Produk Fermentasi Rumen
Keterangan :
1) A = rumput gajah 15% + jerami padi 20% + gamal 25% + kaliandra 10% + konsentrat 30%
B = rumput gajah 30% + gamal 30% + konsentrat 40%
C = rumput gajah 20% + gamal 20% + konsentrat 60 %
2) Superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05) 3) SEM = “Standard Error of the Treatment Means”
Nilai Non Glucogenic Ratio (NGR) menunjukkan ketersediaan energi bagi ternak. Semakin randah nilai NGR berarti semakin banyak energi yang tersedia untuk dimanfaatkan oleh ternak kambing baik untuk pertumbuhan maupun peningkatan berat badan. Hasil penelitian ini, nilai NGR kambing yang mendapat ransum A sama dengan kambing yang mendapat ransum C. Ini artinya kualitas ransum A yang mengandung limbah jerami padi dan 30% konsentrat mampu menyamai ransum yang mengandung 60% konsentrat yang sama ditinjau dari nilai NGR.
Kadar amonia (N-NH3) cairan rumen secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) pada semua perlakuan. Walau demikian, terjadi kecenderungan kadar N-NH3 pada kambing yang mendapat ransum A lebih tinggi masing-masing 24,02% dan 18,93% dibanding kambing yang mendapat ransum B dan C (Tabel 3).
Sumber N-NH3 rumen selain berasal dari degradasi protein pakan, juga berasal dari degradasi protoplasma mikroba terutama protozoa. Protozoa mempunyai kemampuan memangsa molekul-molekul besar dari protein, karbohidrat, bahkan bakteri rumen. Dengan demikian, protozoa berperan dalam mengatur laju pergerakan N di dalam rumen dan memasok protein mudah larut untuk mempertahankan pertumbuhan bakteri.
Protein protozoa lebih banyak tertahan di dalam rumen, hanya sekitar 20 – 40% (Jouany, 1996) sel protozoa yang menuju intestinum. Itulah sebabnya peningkatan jumlah protozoa pada kambing yang mendpat perlakuan A (Tabel 4) turut menyumbangkan peningkatan konsentrasi N-NH3 rumen pada kambing yang mendapat ransum A.
Paengkoum et al., (2006) menyatakan bahwa, konsentrasi N-NH3 yang dibutuhkan mikroba rumen untuk mencerna pakan secara maksimal adalah 5-20 mg/ dL, setara dengan 3,57-14,28 mM. Konsentrasi 5 mg/ dL N-NH3 setara dengan 3,57 mM (Satter dan Slyter, 1974).
Asam lemak terbang (VFA) total antara lain terdiri dari asam asetat, asam propionat dan asam butirat. Di antara ketiga asam lemak terbang ini, asam propionat yang paling bersifat glukogenik. Konsentrasi asam propionat hasil penelitian ini nyata tertinggi (P<0,05) pada cairan rumen kambing yang mendapat ransum A yaitu 12,82 mM, kemudian diikuti cairan rumen kambing yang mendapat ransum C 10,04 mM dan terkecil adalah cairan rumen kambing yang mendapat ransum B 8,74 (Tabel 3).
Tabel 4. Sintesis Protein Mikroba dan Populasi Protozoa
Peubah | Ransum Perlakuan1) | SEM3) | ||
A | B | C | ||
Bahan Organik Tercerna (g/e/h) | 184,34a | 123,09b | 162,09a | 8,5642 |
Mikrobial nitrogen (g/e/h) | 5,90a | 3,94b | 5,19ab | 0,3730 |
Sintesis Protein Mikroba (g/e/h) | 6,66a | 5,37b | 5,60b | 0,1899 |
Populasi Protozoa (104sel/ml) | 5,13a | 2,56b | 2,21b | 0,5100 |
Keterangan :
1) A = rumput gajah 15% + jerami padi 20% + gamal 25% + kaliandra 10% + konsentrat 30%
B = rumput gajah 30% + gamal 30% + konsentrat 40%
C = rumput gajah 20% + gamal 20% + konsentrat 60 %
2) Superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05)
3) SEM = “Standard Error of the Treatment Means”
Perbedaan komposisi ransum seperti pada A, B dan C tidak menyebabkan perbedaan dalam konsentrasi asam butirat. Namun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsentrasi asam asetat dimana tertinggi terdapat pada cairan rumen kambing yang mendapat ransum A. Produksi asam asetat berkorelasi positip dengan kandungan hijauan (serat) dalam ransum. Ransum A mengandung 70% hijauan, sementara ransum B mengandung 60% hijauan dan ransum C mengandung 40% hijauan.
Bannink et al. (2008) menyatakan bahwa, komposisi VFA yang terbentuk di dalam rumen dipengaruhi oleh substrat yang difermentasi, populasi mikroba dan ekologi rumen. Asam propionat merupakan substrat untuk glukoneogenesis dan sumber glukose utama bagi ternak. Asam asetat dan butirat berperan dalam sintesis asam lemak rantai panjang (Morvay et al., 2011).
Sintesis Protein Mikroba dan Populasi Protozoa Kambing yang diberi pakan ransum dengan komposisi berbeda menghasilkan bahan organik tercerna di dalam rumen tertinggi pada kambing yang mendapat ransum A yaitu 184 g/e/h Tabel 4). Jumlah ini 49,76% nyata (P<0,05) lebih tinggi dibanding kambing yang mendapat ransum B yang mengandung 40% konsentrat dan ransumnya tidak mengandung jerami padi dan kaliandra. Apabila dibandingkan dengan kambing yang mendapat ransum C yang mengandung 60% konsentrat, bahan organik tercerna dalam rumen pada kambing yang mendapat ransum A 13,73% lebih tinggi, akan tetapi secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).
Tingginya bahan organik tercerna pada kambing yang mendapat ransum A menyebabkan kebutuhan mikroba terhadap nutrien untuk meningkatkan pertumbuhan tercukupi, sehingga menghasilkan sintesis protein mikroba tertinggi pula. Mikroba rumen adalah protein sehingga mikrobial nitrogen menjadi tinggi pada kambing yang mendapat ransum A.
Meningkatnya sintesis protein mikroba disebabkan oleh meningkatnya konsumsi BK maupun konsumsi PK. Menurut Karsli dan Russell (2001), meningkatnya konsumsi BK mengakibatkan peningkatan passage rate (laju alir) digesta rumen menuju intestinum demikian juga dengan bakteri. Semakin cepat bakteri menuju intestinum semakin sedikit energi dibutuhkan oleh bakteri untuk maintenan dan sebagai kompensasi, energi ini bisa dipergunakan untuk pertumbuhan bakteri lainnya.
Gosselink et al. (2003) menyatakan bahwa, PK merupakan komponen yang sangat menentukan untuk produksi sintesis protein mikroba karena PK mengindikasikan ketersediaan unsur N bagi mikroba rumen sepanjang nitrogen konsentrasinya tidak kurang dan protein tidak digunakan sebagai sumber energi.
Hasil penelitian ini mendapatkan populasi protozoa dalam 104 sel/ml cairan rumen. Populasi protozoa nyata (P<0,05) tertinggi pada kambing yang mendapat ransum A dibanding dengan kambing yang mendapat ransum B dan C. Tingginya populasi protozoa pada kambing yang mendapat ransum A disebabkan karena konsumsi PK pada ransum A nyata (P<0,05) tertinggi di antara semua perlakuan.
Konsumsi PK kambing yang mendapat perlakuan A, B dan C berturut-turut: 55,13; 39,48; dan 53,56 g/e/h (Suryani et al., unpublish) Selain memangsa bakteri untuk memenuhi kebutuhan proteinnya, protozoa juga mamakan protein pakan yang masuk ke dalam rumen sehingga kondisi pada cairan rumen kambing yang mendapat ransum A memungkinkan bagi protozoa untuk tumbuh.
Fermentasi di dalam rumen merupakan interaksi yang sangat komplek di antara mikroba tersebut (Ozut-sumi et al. 2005) dan dipengaruhi oleh struktur nutrien pakan dimana ini akan berpengaruh terhadap populasi protozoa (Brown et al., 2006).
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum mengandung 70% hijauan dengan komposisi beragam dan 30% konsentrat menghasilkan asam propionat sebagai sumber energi yang lebih tinggi pada kambing PE. Selain itu, kandungan hijauan yang lebih banyak dengan komposisi beragam juga mampu meningkatkan sintesis protein mikroba sebagai sumber protein bagi hewan inang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Rektor universitas Udayana dan ketua Lembaga Penelitian dan pengabdian kepada Masyarakat atas pendanaan penelitian ini. Kepada Dekan Fakultas Peternakan penulis sampaikan terima kasih atas fasilitas yang disediakan demi kelancaran penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ketua Laboratorium Nutrisi Fakultas Peternakan Universitas Udayana atas fasilitas untuk menganalisis data penelitian. Terima kasih juga kepada mahasiswa yang telah membantu pengambilan data. Akhirnya kepada semua pihak yang berperan, penulis sampaikan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Bannink, A., France, J., Lopez, S., Gerrits, W.J.J., Kebreab, E., Tamminga, S., and Dijkstra, J.. 2008. Modelling the implications of feeding strategy on rumen fermentation and functioning of the rumen wall. Anim. Feed Sci. Technol. 143:3-26.
Brown, M. S., Ponce, C. H., and Pulikanti, R. 2006. Adaptation of beef cattle to high-concentrate diets: Performance and ruminal metabolism. J. Anim. Sci. 84:E25-E33.
Chen, X. B. and Gomes, M. J. 1995. Estimation of Microbial Protein Supply to Sheep and Cattle Based on Urinary Excretion of Purine Derivatives. An Overview of The Technical Details. International Feed Resources Unit. Rowett Research Institute, Bucksburn Aberdeen AB2 9SB, UK.
Chuzaemi, S., Hermanto, Soebarinoto, dan Sudarwati, H. 1997. Evaluasi protein pakan ruminansia melalui pendekatan sintesis protein mikrobia di dalam rumen: Evaluasi kandungan RDP dan UDP pada beberapa jenis hijauan segar, limbah pertanian dan konsentrat. Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Hayati (Life Sciences) Vol. 9 No. 1, Juni. 77-89.
Gosselink, J.M.J., Poncet, C., Dulphy, J.P. and Cone, J.W. 2003. Estimation of the duodenal flow of microbial nitrogen in ruminants based on the chemical composition of forages. Anim. Res. 52: 229-243.INRA, IDP Sciences.
Jouany, J. P. 1996. Effect of rumen protozoa on nitrogen utilization by ruminants. JN The J. of Nut. American Institute of Nutrition. 1335S-1346S.
Kamra, D. N. 2005. Rumen microbial ecosystem. Special Section: Microbial Diversity. Current Science, Vol. 89 No. 1:124-135
Karsli, M. A. and Russell, J. R. 2001. Effect of some dietary factors on ruminal microbial protein synthesis. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 25: 681-686.
Lamid, M., Puspaningsih, N.N.T., dan Mangkoedihardjo, S. 2013. Addition of lignocellulolytic enzymes into rice straw improves in vitro rumen fermentation products. J Appl Environ Biol Sci 3(9):166-171.
McDonald, P., Edwards, R.A., Greenhalgh, J.F.D., and Morgan, C.A. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Pretice all, London.
Morvay, Y., Bannink, A., France, J., Kebreab, E., and Dijkstra, J. 2011. Evaluation of models to predict the stoichiometry of volatile fatty acid profiles in rumen fluid of lactating Holstein cows. J. Dairy Sci. 94 (6): 3063-3080.
Nitis, I. M. 2007. Gamal di Lahan Kering. Penerbit Buku Arti. Arti Foundation Denpasar- Bali. Cetakan pertama.
Ogimoto, K. And Imai, S.. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. Japan Scientifict Societies Press, Tokyo.
Ozutsumi, Y., Tajima, K., Takenaka, A. and Itabashi, H.. 2005. The effect of protozoa on the composition on rumen bacteria in cattle using 16 S rRNA gene clone libraries. Biosci. Biotechnol. Biocheme. 69 (3): 499-506.
Paengkoum, P., Liang, J.B., Jelan, Z.A., and Basery, M. 2006. Utilization of Steam-treated Oil Palm Fronds in Growing Saanen Goats: II. Supplementation with Energy and Urea. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 19 (11): 1623-1631.
Russell, J.B., Muck, R.E., and Weimer, P.J. 2009. Quantitative analysis of cellulose degradation and growth of cellulolytic bacteria in the rumen. FEMS Microbiol Ecol 67:183-197.
Satter, L. D. and Slyter. L.L. 1974. Effect of Amonia Concentration Rumen Microbial Protein Production In Vitro. Brit. J. Nutr. 32:194-208
Steel, R. G. D. And Torrie, J. H.. 1986. Principles and Procedures of Statistic. McGraw-Hill Book Co. Inc., New York.
Last Updated on 1 September 2022