PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA HARIAN LEPAS DAN PEKERJA DENGAN SATUAN WAKTU JAM DALAM UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA

  • Shenti Agustini Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam
DOI: https://doi.org/10.24843/KS.2021.v09.i10.p15

Abstract

Tujuan penulisan ini untuk memberikan pemahaman terkait dengan perlindungan hukum pekerja harian dan pekerja satuan waktu dan mengidentifikasi langkah hukum yang konkret yang dapat dilakukan oleh pekerja harian dan pekerja satuan waktu jika haknya tidak terpenuhi. Dengan metode penelitian hukum normatif, penelitian bermaksud untuk mengkaji ketentuan hukum mengenai perlindungan hukum bagi pekerja harian dan pekerja dengan satuan waktu jam yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Sebagai hasil penelitian dalam artikel ini akan membahas perubahan hukum yang ada di bidang ketenagakerjaan terkait dengan perlindungan hukum bagi pekerja harian dan pekerja dengan satuan waktu jam.

The purpose of this paper is to provide an understanding related to the legal protection of daily workers and daily workers and time unit workers and to determine concrete legal steps that can be taken by daily workers and time unit workers if their rights are not fulfilled. With normative legal research method, the research intends to examine the legal provisions regarding legal protection for daily worker and worker with the unit of time regulated in the Job creation Act. As a result of research, this article will discuss change in existing laws in the practical of employment related to legal protection for daily worker and worker with the unit hours.

Downloads

Download data is not yet available.
Published
2021-08-27
How to Cite
AGUSTINI, Shenti. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA HARIAN DAN PEKERJA DENGAN SATUAN WAKTU JAM DALAM UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA. Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum, [S.l.], v. 9, n. 10, p. 1907-1916, aug. 2021. ISSN 2303-0569. Available at: <https://jurnal.harianregional.com/index.php/kerthasemaya/article/view/72394>. Date accessed: 09 june 2023. doi: https://doi.org/10.24843/KS.2021.v09.i10.p15.
Citation Formats
  • ABNT
  • APA
  • BibTeX
  • CBE
  • EndNote – EndNote format (Macintosh & Windows)
  • MLA
  • ProCite – RIS format (Macintosh & Windows)
  • RefWorks
  • Reference Manager – RIS format (Windows only)
  • Turabian
Issue
Vol 9 No 10 (2021)
Section
Articles

 

Tujuan penuliSan ini untuk memberikan pemahaman terkait dengan perlindungan hukum pekerja harian dan pekerja Satuan waktu dan mengidentifikaSi langkah hukum yang konkret yang dapat dilakukan oleh pekerja harian dan pekerja Satuan waktu jika haknya tidak terpenuhi. Dengan metode penelitian hukum normatif, penelitian bermakSud untuk mengkaji ketentuan hukum mengenai perlindungan hukum bagi pekerja harian dan pekerja dengan Satuan waktu jam yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Sebagai haSil penelitian dalam artikel ini akan membahaS perubahan hukum yang ada di bidang ketenagakerjaan terkait dengan perlindungan hukum bagi pekerja harian dan pekerja dengan Satuan waktu jam.

Kata Kunci: Pekerja harian, Pekerja Satuan Waktu, Cipta Kerja

ABSTRACT

The purpose of this paper is to provide an understanding related to the legal protection of daily workers and daily workers and time unit workers and to determine concrete legal steps that can be taken by daily workers and time unit workers if their rights are not fulfilled. With normative legal research method, the research intends to examine the legal provisions regarding legal protection for daily worker and worker with the unit of time regulated in the Job creation Act. As a result of research, this article will discuss change in existing laws in the practical of employment related to legal protection for daily worker and worker with the unit hours.

Keywords: Changes, Labor Law, and Job Creation.

I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Pekerja merupakan aSpek yang Sangat penting di dalam peruSahaan. Hal ini dikarenakan pekerja memberikan kontribuSi dalam berjalannya peruSahaan. PeruSahaan tidak dapat berjalan tanpa adanya pekerja oleh Sebab itu penguSaha haruS melakukan kerjaSama dengan pekerja. KerjaSama inilah yang pada umumnya diSebut Sebagai hubungan kerja. Hubungan kerja antara pekerja dan penguSaha Sendiri haruS didaSarkan dengan adanya perjanjian Sehingga hak dan kewajiban maSing-maSing pihak dapat terjamin. Perjanjian ini diSebut dengan perjanjian kerja.

Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan penguSaha atau pemberi kerja yang memuat Syarat-Syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak1. Perjanjian Kerja hubungan kerja pada pada umumnya terbagi ke dalam hubungan kerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWTT).

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pemberi kerja untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu2. Dalam perjanjian ini hubungan terjadi dikarenakan adanya pekerjaan yang harus diselesaikan dengan jangka waktu yang tidak lama bisanya dalam hitungan bulan maupun tahun.

Namun ada beberapa pekerjaan yang jangka waktunya tidak tetap yang hanya berdasarkan dari adanya pekerjaan atau tidak. Pada umumnya jenis pekrjaan tersebut disebut sebagai pekerja harian,Pekerja harian lepas adalah pekerja yang bekerja pada pengusaha untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dan dapat berubah-ubah dalam hal waktu maupun volume pekerjaan dengan menerima upah yang didasarkan atas kehadiran pekerja secara harian. Sedangkan pekerja dengan satuan waktu ditentukan dari berapa jam ia bekerja.

Adanya ketentuan tentang pekerja harian dan pekerja satuan waktu disebabkan oleh adanya keadaan dimana pengusaha membutuhkan pekerja namun dalam jangka waktu yang singkat dan pekerja juga bersedia untuk bekerja dalam jangka waktu yang singkat tersebut.

Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja memiliki aturan turunannya seperti Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan Dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja. Peraturan tersebut masih baru dan belum dipahami oleh banyak orang.

Mengingat pekerja merupakan salah satu pihak yang berpotensi dilanggar haknya karena perubahan aturan hukum yang terjadi karena dibentuknya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja beserta aturan pelaksananya, sehingga Penulis memandang untuk perlu melakukan kajian terkait dengan pekerja, khususnya hak-hak pekerja harian dan pekerja dengan satuan waktu.

Adapun hal ini juga didasarkan bahwa pemenuhan hak pekerja terutama dalam pembuatan perjanjian kerja waktu tertentu seringkali dilanggar oleh pihak perusahaan.3 Selain itu, pekerja sebagai warga negara mempunyai persamaan kedudukan dalam hukum sehingga juga berhak untuk mendapatkan perlindungan yang layak pula.4

Oleh karena itu, suatu artikel yang dikhususkan untuk membahas bagaimana peraturan pemerintah mengambil andil dalam memberikan perlindungan hukum kepada pekerja harian dan pekerja satuan waktu sehingga penulis mengambil inisiatif untuk membuat artikel ini agar didapatkan pemahaman yang lebih baik.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam artikel ini sesuai dengan latar belakang permasalahan tersebut diatas adalah :

  • a. Bagaimana perlindungan hukum bagi pekerja harian dan pekerja satuan waktu menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja?
  • b. Bagaimana perlindungan hukum bagi pekerja satuan waktu menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan artikel ini adalah :

  • 1. Untuk memberikan pemahaman terkait dengan perlindungan hukum pekerja harian dan pekerja satuan waktu
  • 2. Memberikan penjelasan bagaimana langkah hukum yang konkret yang dapat dilakukan oleh pekerja harian dan pekerja satuan waktu jika haknya tidak terpenuhi.

2. Metode Penelitian

Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Dengan kata lain, ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Oleh karena itu, bagi Bambang Sunggono, “penelitian dan metode ilmiah sebenarnya mempunyai hubungan yang sangat erat, jika tidak dikatakan sama.5

Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran. Dengan cara bekerja ini, maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan memiliki karakteristik tertentu yang dituntut oleh pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusunnya merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan.6

Metode penelitian memuat jenis penelitian, pendekatan penelitian, sumber bahan hukum maupun sumber data, Teknik pengumpulan bahan hukum, teknik pengumpulan data, serta metode analisis bahan hukum maupun analisis data.

Tulisan yang menggunakan metode penelitian hukum normatif berangkat dari adanya Problem Norma, yaitu adanya kekaburan norma, norma konflik, maupun norma kosong. Menggunakan pendekatan: statute approach, conceptual approach, serta analytical approach. Teknik penelusuran bahan hukum menggunakan teknik studi dokumen, serta analisis kajian menggunakan analisis kualitatif.

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal tersebut dapat disimpulkan karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten. Sehingga melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan kontruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.7

Fungsi penelitian adalah mendapatkan kebenaran. Kebenaran dalam hal ini bukan kebenaran secara religious dan metafisis, melainkan dari segi epistemologis, artinya kebenaran harus dilihat dari epistemologi.8 Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam melaksanakan penelitian ini adalah penelitian hukum secara normatif.

Penelitian hukum secara normatif atau penelitian hukum secara kepustakaan9 merupakan penelitian yang dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bahan-bahan pustaka lainnya yang lazimnya dinamakan data sekunder, untuk diterapkan terhadap suatu permasalahan hukum tertentu.10

Ilmu hukum memiliki karakter khas yang direfleksikan dalam sifat normatifnya.11 Fokus perhatian ilmu hukum normatif sebagai ilmu praktis adalah mengubah keadaan serta menawarkan penyelesaian terhadap permasalahan kemasyarakatan yang konkret maupun potensial.12 Menurut Sudikno Mertokusumo,13 dalam pembentukan hukum adalah merupakan proses konkretisasi dan individualisasi peraturan hukum yang bersifat umum dihubungkan dengan peristiwa konkret.14 Usia suatu peraturan perundang-undangan seringkali menyebabkan kekosongan dalam pengaturan subtansi hukum. Dalam aspek penegakan hukum terhadap peraturan perundang-undangan tersebut tentu tetap harus memperhatikan kaedah-kaedah hukum yang telah ada.15

Dalam penulisan artikel ini, Penulis menggunakan suatu metode agar artikel ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dalam membahas rumusan masalah tersebut. Penulis akan menggunakan metode penelitian hukum normatif dikarenakan adanya problem norma yaitu kekaburan norma, norma konflik maupun norma kosong. Pendekatan yang dilakukan juga melalui pendekatan koseptual, dan pendekatan analisis. Bahan hukum yang digunakan yaitu studi dokumen serta analisis kajian menggunakan analisis kualitatif.

3. Hasil dan Pembahasan

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.16

Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.17

Pekerja merupakan salah satu pihak yang berpotensi dilanggar haknya karena perubahan aturan hukum yang terjadi karena dibentukanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja beserta aturan pelaksananya, sehingga Penulis memandang untuk perlu melakukan kajian terkait dengan pekerja, khususnya hak-hak pekerja harian dan pekerja dengan satuan waktu.

Adapun hal ini juga didasarkan bahwa pemenuhan hak pekerja terutama dalam pembuatan perjanjian kerja waktu tertentu seringkali dilanggar oleh pihak perusahaan.18 Selain itu, pekerja sebagai warga negara mempunyai persamaan kedudukan dalam hukum sehingga juga berhak untuk mendapatkan perlindungan yang layak pula.19

Perlindungan hukum dalam dunia ketenagakerjaan mempunyai subjek pengusaha dan pekerja. Dalam tulisan ini kita akan lebih membahas perlindungan kerja pekerja. Beberapa perlindungan hukum bagi pekerja harian dan pekerja dengan satuan waktu per jam adalah sebagai berikut :

3.1 Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Harian Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

Aturan mengenai pekerja harian sudah diatur sebelumnya di Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 yang berbunyi sebagai berikut :

3.1.1 Perlindungan Upah

Perlindungan mengenai upah pekerja harian diatur tidak diatur dengan jelas di Undang-undnag Nomor 13 tahun 2003. Perhitungan upah bagi pekerja harian hanya disebutkan di dalam pasal 57 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi

(2) Dalam hal penghasilan pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan harian, maka penghasilan sebulan adalah sama dengan 30 kali penghasilan sehari.”

Dari ayat tersebut maka dapat diketahui bahwa upah pekerja harian dibayarkan dengan pembagian 30 hari dimana hal ini kuranglah tepat dikarenakan karyawan pada umumnya hanya bekerja sampai hari sabtu dimana dalam sebulan pekerja bekerja selama 25 hari, namun pembagian gajinya dibagi 30 hari. Hal ini tentunya menyebabkan gaji yang didapatkan oleh pekerja harian menjadi sedikit.

Kita beri contoh jika Upah sebulan karyawan adalah UMK dengan nominal sebesar Rp. 3.000.000 maka jika menurut pasal 157 Undang-Undang no. 13 tahun 2003 upah yang didapatkan perhari : Rp. 3.000.000 : 30 = Rp. 100.000 sedangkan pekerja pada umumnya bekerja 25 hari dalam sebulan sehingga upah yang di dapatkan dalam sebulan : 25 x Rp. 100.000 = Rp. 2.500.000. Upah ini tentunya lebih rendah daripada UMK sedangkan Upah Minimum adalah upah terkecil yang diberikan kepada karyawan.

Oleh sebab itu maka pemerintah mengeluarkan aturan dalam Pasal 19 Permenaker 15/2018 yang berbunyi :

Upah Pekerja/Buruh harian lepas ditetapkan secara bulanan yang dibayarkan berdasarkan jumlah hari kehadiran dengan perhitungan upah sehari:

  • a. bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja 6 (enam) hari dalam seminggu, upah bulanan dibagi 25 (dua puluh lima);
  • b. bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja 5 (lima) hari dalam seminggu, upah bulanan dibagi 21 (dua puluh satu)”

Maka berdasarkan pasal tersebut pekerja harian mendapatkan perhiitungan upah yang lebih baik. Kemudian Undang-Undang No. 11 tahun 2021 tentang Cipta Kerja melalui aturan turunannya memberikan penegasan mengenai upah pekerja harian harus tertulis. Hal ini tentunya melindungi pekerja harian dikarenakan upah yang diberikan menjadi jelas dan tidak akan berubah sewaktu-waktu tanpa sepengetahuan pekerja.

Pasal 11 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja menyatakan :

(1) Pengusaha yang mempekerjakan Pekerja/Buruh pada pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) membuat Perjanjian Kerja harian secara tertulis dengan Pekerja/ Buruh. (21 Perjanjian Kerja harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuat secara kolektif dan paling sedikit memuat:

  1. a. nama alamat Perusahaan atau pemberi kerja;
  2. b. nama alamat Pekerja/Buruh;
  3. c. jenis pekerjaan yang dilakukan; dan
  4. d. besarnya Upah.”

3.1.2 Perlindungan Status Pekerja

Perlindungan status pekerja harian memiliki perbedaan dari aturan yang sebelumnya dan aturan yang ditetapkan oleh Undang-undang cipta kerja dan aturan turunannya. Perlindungan status pekerja harian lepas sebelumnya diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Dalam pasal 10 dinyatan bahwa :

“Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian lepas. (2) Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan. (3) Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT.”

Di aturan yang baru dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja Pasal 10 Menyatakan :

  1. (1) PKWT yang dapat dilaksanakan terhadap pekerjaan tertentu lainnya yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) berupa pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta pembayaran upah Pekerja/Buruh berdasarkan kehadiran.
  2. (2) PKWT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan Perjanjian Kerja harian.
  3. (3) Perjanjian Kerja harian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan Pekerja/Buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan.
  4. (4) Dalam hal Pekerja/Buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka Perjanjian Kerja harian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tidak berlaku dan Hubungan Kerja antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh demi hukum berubah berdasarkan PKWTT.

Perbedaannya dapat dilihat bahwa dalam aturan yang baru dikatakan secara langsung bahwa Pekerja Harian Lepas adalah merupakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu sedangkan dalam Kepmen 100 hanya tersirat tapi tidak dinyatakan secara gamblang Selain itu terdapat perbedaan dalam hal status pekerja yang berubah jika pekerja/ buruh harian bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih dari 3 (tiga) bulan.

Dalam aturan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dikatakan bahwa jika buruh harian bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih dari 3 (tiga) bulan maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT namun dalam peraturan ketenagakerjaan yang baru dalam pasal 10 ayat (4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja dinyatakan bahwa perjanjian kerja harian demi hukum tidak berlaku dan status pekerja menjadi pekerja PKWTT.

Hal ini memberikan penjelasan yang jelas kapan status pekerja berubah menjadi PKWTT. Di aturan sebelumnya dikatakan jika pekerja bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT.

Perjanjian kerja harian lepas yang dimaksudkan ini tidak dijelaskan secara rinci karena bisa saja perusahaan mempekerjakan pekerja harian lepas sampai melebihi 3 (tiga) bulan lalu memperbaharuinya sehingga kapan pekerja harian tersebut berubah menjadi PKWTT menjadi kabur.

Sedangkan dalam aturan yang ada saat ini dinyatakan bahwa maka Perjanjian Kerja harian yang melanggar ketentuan menjadi tidak berlaku dan Hubungan Kerja antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh demi hukum berubah berdasarkan PKWTT sehingga yang menjadi dasar kapan pekerja harian menjadi pekerja PKWTT adalah berdasarkan tanggal masuk pekerja harian lepas.

Selain itu pengaturan mengenai perjanjian harian lepas dalam aturan yang baru dijelaskan dengan lebih terperinci dimana di dalam perjanjian kerja memiliki beberapa hal yang harus tertulis seperti nama perusahaan jenis pekerjaan dan besaran upah. Dalam aturan sebelumnya tidak dicantumkan apa saja hal-hal yang perlu ada di dalam perjanjian kerja harian sehingga sangat besar kemungkinan pengusaha dapat bertindak dengan bebas atas pekerjaan pekerja.

Misalnya jenis pekerjaan pekerja, jika tidak diatur perusahaan akan dengan bebas mengatur pekerja tanpa batas seperti mempekerjakan pekerja dibagian pekerjaan dimana karyawan tidak cakap atau memiliki beban kerja yang tinggi yang seharusnya tidak sesuai jika diberi upah sebagai pekerja harian.

Adanya Undang-Undang Cipta kerja dengan aturan turunannya yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja maka pekerja harian mendapatkan perlindungan yang lebih baik. Adapun dasar hukumnya terdapat di pasal 11 yang menyatakan

  • (1) Pengusaha yang mempekerjakan Pekerja/Buruh pada pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) membuat Perjanjian Kerja harian secara tertulis dengan Pekerja/ Buruh.
  • (2) Perjanjian Kerja harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuat secara kolektif dan paling sedikit memuat:

a. nama alamat Perusahaan atau pemberi kerja;
b. nama alamat Pekerja/Buruh;
c. jenis pekerjaan yang dilakukan; dan
d. besarnya Upah.”

3.1.3 Perlindungan Jaminan Sosial

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak diatur mengenai perlindungan jaminan sosial bagi pekerja harian. Adapun aturan mengenai pekerja diatur di Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja Dan Jaminan Kematian pasal 53 menyatakan :

“Pemberi Kerja selain penyelenggara negara pada skala usaha besar, menengah, kecil dan mikro yang bergerak dibidang usaha jasa konstruksi yang mempekerjakan Pekerja harian lepas, borongan, dan perjanjian kerja waktu tertentu, wajib mendaftarkan Pekerjanya dalam program JKK dan JKM sesuai penahapan kepesertaan. “

Undang-undang tersebut pada umumnya lebih mengatur penyelenggaraan jaminan sosialnya, sedangkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang fokusnya kepada hubungan kerja tidak mengaturnya. Namun di dalam aturan turunan Undang-undang Cipta Kerja yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja Dan Jaminan Kematian pasal 11 menyatakan menyatakan :

“3) Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi hak-hak Pekerja/Buruh termasuk hak atas program jaminan sosial.“

Dapat kita lihat bahwa Undang-undang cipta kerja memberikan gambaran yang jelas bahwa pengusaha wajib memberikan perlindungan jaminan sosial bagi pekerja harian lepas. Hal ini tentunya merupakan hal yang sangat penting sebab meskipun pekerja harian bekerja dalam jangka waktu yang tidak lama namun pekerja harian juga memiliki hal yang sama dengan pekerja PKWT maupun PKWTT karena tetap ada resiko kerja yang dihadapi oleh pekerja.

Kita ketahui bahwa kecelakaan kerja tidak memandang status karyawan dan cukup rawan pada tahun 2020 ada 177.000 kasus kecelakaan kerja. Jumlah ini tentunya jumlah yang sangat besar, oleh sebab itu perlindungan bagi pekerja sangat diperlukan.

3.2 Perlindungan Bagi Pekerja Dengan Satuan Waktu Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

Di dalam Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak diatur mengenai pekerja yang diupah perjam. Padalah dilapangan sering sekali kita temui kasus-kasus pengusaha yang mempekerjakan pekerja harian dikarenakan jenis pekerjaannya tidak ideal untuk mempekerjakan pekerja dengan waktu kerja tertentu. T

erutama di bidang Food & Beverages. Hal ini tentunya membuat pekerja tidak mendapatkan kepastian hukum seperti pekerja dengan status perjanjian waktu tertentu dan pekerja dnegan status perjanjian kerja waktu tertentu. Kepastian ini berupa upah yang bervariasi dan bahkan bisa cukup rendah serta pengakuan status kerja yang tidak jelas.

3.2.1 Perlindungan Status Pekerja

Undang-undang cipta kerja dalam aturan turunannya di Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 tentang pengupahan memberikan perlindungan upah bagi pekerja harian. Hal ini dituangkan secara jelas dalam pasal 15 yang menyatakan :

“Upah berdasarkan satuan waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a ditetapkan secara:

  • a. per Jam;
  • b. harian; atau
  • c. bulanan.

Dalam pasal tersebut sudah dinyatakan secara gamblang bahwa ada sistem kerja pekerja yang upahnya diayarkan per jam, maka dalam hal ini pekerja dengan satuan waktu per jam memiliki status kerjanya yang diakui oleh Undang-Undang. Dengan adanya pengakuan dari undang-undnag otomatis hak dan kewajiban pekerja timbul serta diatur dalam peraturan pemerintah.

3.2.2 Perlindungan Terhadap Upah

Tidak hanya status kerjanya saja yang dilindungi namunUndnag-undnag cipta kerja dalam aturan turunannya juga memberikan perlindungan upah bagi peekrja dengan satuan waktu perjam. Hal ini dijelaskan di dalam Pasal Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang menyatakan:

  1. (1) Penetapan Upah per jam hanya dapat diperuntukkan bagi Pekerja/ Buruh yang bekerja secara paruh waktu.
  2. (2) Upah per Jam dibayarkan berdasarkan kesepakatan antara Pekerja/ Buruh. Pengusaha dan
  3. (3) Kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh lebih rendah dari hasil perhitungan formula Upah per jam.
  4. (4) Formula perhitungan Upah per Jam sebagai berikut:

Upah per jam = Upah SebUlan
126
(5) Angka penyebut dalam formula perhitungan Upah per Jam dapat dilakukan peninjauan apabila terjadi perubahan median Jam kerja Pekerja/ Buruh paruh waktu Secara Signifikan.

(6) Peninjauan Sebagaimana dimakSud pada ayat (5) dilakukan dan ditetapkan haSilnya oleh Menteri dengan mempertimbangkan haSil kajian yan,g dilakSanakan oleh dewan pengupahan naSional.”

Dalam ayat (4) diberikan perhitungan yang jelaS untuk mengetahui upah pekerja dengan Satuan waktu perjam. Upah ini lebih beSar daripada upah perjam karyawan yang dihitung untuk lembur dikarenakan dalam perhitungan lembur upah perjam didapatkan dengan rumuS :
Upah per jam = Upah SebUlan
173

Dimana jika kita simulasikan seorang pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu memiliki gaji sebesar Rp.3.000.000,00 maka upah perjamnya = Rp.3.000.000,00/ 173 = Rp. 17.341 sedangkan untuk pekerjaan harian maka upah perjamnya yaitu Rp.3.000.000,00/ 126 = Rp. 23.809.
Upah pekerja dengan satuan waktu lebih besar dripada upah PKWT yg dihitung per jam. Hal ini dikarenakan upah pekerja satuan waktu tidak mendapatkan kepastian jangka waktu seperti PKWT yang memiliki jangka waktu yg lama.

Selain itu, berdasarkan pasal tersebut maka kita juga melihat ada ruang negoisasi antara pekerja dengan buruh. Hal ini merupakan hal yang sanget diperlukan disebabkan volume pekerjaan berbeda-beda tergantung jenis pekerjaannya. Oleh sebab itu dengan melakukan negoisasi antara pengusaha dan pekerja maka bisa didapatkan upah yang dianggap layak bagi kedua belah pihak khususnya bagi pekerja dengan satuan waktu perjam.

4. Kesimpulan

Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan juga turunannya memberikan perlindungan hukum yang baik bagi pekerja harian dan pekerja dengan satuan waktu jam. Perlindungan itu berupa perlindungan status pekerja, perlindungan upah, dan juga perlindungan jaminan sosial.

Mengingat bahwa Undang-undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan turunannya masih baru maka diharapkan kepada pemerintah untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat sehingga pekerja dengan status harian dan satuan waktu per jam dapat mengetahui apa saja yang menjadi hak mereka begitu juga bagi pengusaha dapat mengetahui hal-hal yang menjadi kewajibannya.

Daftar Pustaka

Buku

Setiono. Rule of Law (Supremasi Hukum). (Surakarta : Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret,2003).

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. (Jakarta: Rajawali Pers, 2015).

Ananda Arfa, Faisar. “Metodologi Penelitian Hukum Islam”. (Bandung: Cita Pustaka Media Perintis, 2010).

Jurnal

Rahardjo, Satjipto. “Penyelenggaraan Keadilan dalam Masyarakat yang sedang berubah.” Jurnal masalah hukum 2, no. 3 (1993).

Yudiastawan, I Komang, Ni Putu Purwanti, “Perlindungan Hukum Pekerja Kontrak dan Pekerja Harian di Perhotelan Kabupaten Badung”, Jurnal Kertha Semaya 7 No. 11 (2019).

Dewi Mulyani, I Gusti Agung. I Made Sarjana, I Made Dedy Priyanto, “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Harian Lepas Pada Hotel Puri Bagus Candidasa”, Jurnal Kertha Semaya, 1 No. 10, (2013).

PeratUran PerUndang-Undangan

Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Undang-Undang No.11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP.100/MEN/VI/2004

Terakhir Di Perbaharui Pada

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.