Dalam analisis ini, kami akan melihat lebih dekat tentang Pasal 362 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang mengatur tentang pencurian. Secara khusus, kami akan meneliti unsur “Melawan Hukum” dalam Pasal 362 KUHP. Sebelum masuk ke analisis ini, penting untuk memberikan beberapa informasi latar belakang tentang sistem hukum di Indonesia dan bagaimana hal ini berlaku untuk tindak pidana pencurian. Di Indonesia, KUHP adalah sumber utama hukum pidana dan pasal-pasalnya menentukan sanksi hukum untuk berbagai tindak pidana.
Melawan hukum dalam rumusan tindak pidana pencurian pada Pasal 362 KUHP memberikan arti bahwa setiap perbuatan mengambil barang milik orang lain dapat disebut sebagai melawan hukum jika perbuatan yang dilakukan berdasarkan pada kehendak atau niat jahat.
Pasal pencurian adalah suatu Undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana pencurian. Tindak pidana pencurian diatur dalam Pasal 362 KUHPidana. Pasal ini mengatur tentang orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendapatkan atau mengambil barang milik orang lain.
Untuk menyatakan bahwa perbuatan tersebut melawan hukum, harus dibuktikan terlebih dahulu bahwa orang yang mengambil barang yang bukan haknya memiliki kesadaran akan perbuatannya yang melawan hukum dan berniat jahat untuk memiliki barang tersebut sebelum dijatuhkannya suatu ancaman pidana.
Metode penulisan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan hasil pembahasan disajikan secara deskriptif yaitu menggambarkan dan menganalisa permasalahan.
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasal 362 KUHP menyatakan bahwa setiap perbuatan mengambil barang milik orang lain dapat dianggap sebagai “Melawan Hukum” jika perbuatan tersebut dilakukan dengan niat jahat. Sebagai contoh, dalam kasus dimana seseorang masuk ke rumah orang lain dan mencuri perhiasan, perbuatan tersebut dianggap sebagai “Melawan Hukum” karena orang tersebut masuk ke rumah tanpa ijin dan mengambil perhiasan dengan niat untuk memilikinya secara pribadi.
Untuk membuktikan bahwa suatu perbuatan adalah “Melawan Hukum”, harus dibuktikan bahwa orang yang melakukan perbuatan tersebut sadar bahwa perbuatan tersebut melanggar hukum dan memiliki niat jahat sebelum melakukan perbuatan tersebut. Ini berarti bahwa seseorang yang mencuri sesuatu dengan kecelakaan atau tanpa sadar tidak melakukan “Melawan Hukum”.
Untuk mengetahui seberapa berat tindak pidana ini, perlu diingat bahwa sanksi hukum untuk pencurian seperti yang diatur dalam Pasal 362 KUHP dapat sangat keras. Hukuman untuk pencurian dapat berupa penjara minimal 3 tahun hingga maksimal 15 tahun dan denda.
Menurut Moeljatno [1], yang dimaksud dengan perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum dengan disertai ancaman (sanksi) berupa pidana bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut. Roeslan Saleh berpendapat, perbuatan pidana merupakan perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang [2].
Dilihat dari uraian pendapat diatas, maka perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan bagi siapa yang melakukan perbuatan terlarang tersebut akan mendapatkan sanksi berupa pidana.
Unsur-unsur perbuatan pidana menurut Moeljatno [3] adalah:
- Adanya perbuatan
- Keadaan yang menyertai perbuatan
- Keadaan tambahan yang memberatkan pidana
- Unsur melawan hukum yang objektif
- Unsur melawan hukum yang subjektif
Salah satu unsur yang harus dimiliki agar suatu perbuatan disebut sebagai perbuatan pidana adalah unsur melawan hukum. Seperti yang dikatakan oleh Andi Zainal Abidin [4], bahwa sifat melawan hukum adalah salah satu unsur esensial tindak pidana yang dinyatakan secara tegas atau tidak dalam suatu pasal undang-undang pidana karena akan menjadi sangat aneh apabila seseorang dipidana ketika melakukan perbuatan yang tidak melanggar hukum.
Pasal 362 KUHP tentang pencurian merumuskan, “Barangsiapa mengambil seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.
Di dalam rumusan Pasal 362 KUHP diatas, unsur “melawan hukum” dirumuskan secara tegas dan eksplisit. Dengan dicantumkannya kata “melawan hukum” dalam rumusan tindak pidana pada Pasal 362 KUHP, menegaskan bahwa perbuatan mengambil barang milik orang lain secara melawan hukum merupakan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan bersanksi pidana.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memahami konsep melawan hukum dalam hukum pidana dan menemukan maksud diaturnya secara tegas unsur melawan hukum dalam Pasal 362 KUHP tentang tindak pidana pencurian.
2. PEMBAHASAN
A. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan berdasarkan norma dan kaidah dari peraturan perundangan [5].
Pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif dengan pengkajian hukum dengan sumber utamanya adalah bahan hukum primer yaitu KUHP dan bahan hukum sekunder yaitu literatur ilmu hukum, jurnal ilmu hukum, artikel ilmiah hukum dan sebagainya. Hasil pembahasan disajikan secara deskriptif.
B. Unsur Melawan Hukum Dalam Hukum Pidana
Dalam bahasa Belanda, melawan hukum adalah wederrechtelijk berasal dari kata weder = bertentangan dengan atau melawan; recht = hukum jadi wederrechtelijk adalah bertentangan dengan hukum atau melawan hukum [6]. Untuk menjatuhkan suatu pidana, unsur-unsur tindak pidana pada suatu pasal harus dipenuhi.
Salah satu unsur yang harus dipenuhi adalah sifat melawan hukum baik secara eksplisit maupun secara implist diatur dalam suatu pasal.[7] 8 Ajaran melawan hukum dalam hukum pidana berdasarkan doktrin dibedakan menjadi dua yaitu ajaran sifat melawan hukum formil dan ajaran sifat melawan hukum materiil.
Ajaran sifat melawan hukum formil menyatakan bahwa suatu perbuatan disebut melawan hukum ketika perbuatan tersebut sudah dirumuskan dalam undang-undang [8]
sebagai tindak pidana dan bersanksi pidana . Menurut ajaran ini, sifat melawan hukumnya perbuatan yang telah dirumuskan dalam undang-undang sebagai suatu tindak pidana, sifat melawan hukumnya hanya dapat dihapuskan oleh undang-undang melalui proses pencabutan oleh undang-undang atau dekriminalisasi.
Ajaran sifat melawan hukum materiil menyatakan suatu perbuatan bersifat melawan hukum apabila bertentangan dengan undang-undang dan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Sifat melawan hukum suatu perbuatan tidak hanya didasarkan pada hukum yang tertulis (undang-undang) saja tetapi juga harus memperhatikan asas-asas hukum yang tidak tertulis [9].
Hapusnya sifat melawan hukum perbuatan yang memang dirumuskan sebagai tindak pidana dalam undang-undang dapat dihapuskan dengan ketentuan dari undang-undang dan dari hukum yang tidak tertulis.
C. Makna Unsur Melawan Hukum Dalam Rumusan Pasal 362 KUHP
Unsur melawan hukum dalam rumusan tindak pidana pencurian Pasal 362 KUHP termasuk sifat melawan hukum khusus karena dicantumkan secara tegas dan eksplisit dalam perumusannya. Selain secara tegas, unsur melawan hukum dalam Pasal 362 KUHP memiliki makna yang berbeda dengan unsur melawan hukum Pasal lainnya.
Melawan hukum dalam rumusan tindak pidana pencurian Pasal 362 berarti tiap perbuatan mengambil milik orang lain dengan maksud memiliki dilakukan dengan cara yang bertentangan dengan hukum dan didasarkan pada niat jahat. Bertentangan dengan hukum maksudnya bertentangan dengan undang-undang dan hak subyektif orang lain.
Diaturnya unsur melawan hukum secara tegas dalam rumusan tindak pidana mempunyai arti penting untuk memberikan perlindungan atau jaminan tidak dipidananya orang yang berhak atau berwenang melakukan perbuatan-perbuatan sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-undang [10].
Selain itu, ditambahkannya unsur melawan hukum dalam rumusan tindak pidana pencurian bertujuan untuk membatasi ruang lingkup rumusan agar tidak terlalu luas karena tidak semua perbuatan mengambil seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki merupakan perbuatan melawan hukum.
Sifat melawan hukum perbuatan dalam Pasal 362 KUHP, tidak dilihat dari perbuatan lahiriah yang telah dilakukan tetapi dilihat dari niat orang yang mengambil barang tersebut.
Oleh sebab itu, dengan dirumuskannya unsur melawan hukum dalam Pasal 362 KUHP tentang Pencurian, memunculkan konsekuensi bagi Jaksa Penuntut Umum mencantumkan unsur melawan hukum dalam surat dakwaan sebagai unsur utama tindak pidana yang harus dapat dibuktikan kebenarannya karena menyangkut hak subjektif seseorang.
3. KESIMPULAN
Secara keseluruhan, Pasal 362 KUHP memegang peran penting dalam menentukan tindak pidana pencurian di Indonesia. Unsur “Melawan Hukum” adalah aspek penting dari pasal ini dan penting untuk memahami arti dan implikasinya. Dengan memberikan contoh dan menjelaskan sanksi hukum yang terkait dengan tindak pidana, kami berharap dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang tindak pidana ini dan aplikasi dari Pasal 362 KUHP.
Dari uraian pembahasan permasalahan diatas, maka kesimpulan yang didapatkan adalah:
- 1. Melawan hukum dalam hukum pidana berasal dari bahasa Belanda yaitu wederrechtelijk yang berarti bertentangan dengan hukum atau melawan hukum. Dalam hukum pidana dikenal dua ajaran yaitu ajaran melawan hukum formil yaitu perbuatan yang melanggar larangan undang-undang dan ajaran melawan hukum materiil yaitu perbuatan yang tidak hanya melanggar hukum tertulis tetapi juga hukum tidak tertulis.
- 2. Unsur melawan hukum dalam rumusan Pasal 362 KUHP mengandung makna sebagai unsur melawan hukum yang subjektif yaitu suatu perbuatan dapat disebut melawan hukum apabila perbuatan mengambil barang milik orang lain dengan maksud memilikinya, telah terbukti dilakukan berdasarkan dengan kehendak atau niat yang jahat dan orang yang melakukannya sadar telah melakukan perbuatan melawan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Ali, Mahrus, 2011, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta.
[2] Abidin, Andi Zainal, 2007, Hukum Pidana 1, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta.
[3] Ali, H.Zainuddin, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
[4] Moeljatno,2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan Kedelapan, Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta.
[5] Prasetyo, Teguh, 2010, Hukum Pidana, Rajawali Pers, Jakarta.
[6] Tongat, 2008, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan. UMM Press, Malang.
[7] Moeljatno, 1958, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), PT. Bina Aksara,Jakarta
Last Updated on 15 Januari 2023