Perbedaan Karakteristik Kotoran Cacing Tanah dari Lahan Sayuran Organik dan Konvensional

Avatar of jurnal
Cacing Tanah 2

Kesuburan tanah merupakan potensi suatu tanah untuk menyediakan unsur hara demi menjamin pertumbuhan tanaman yang maksimum dan memberikan hasil yang maksimum (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Kesuburan tanah memberikan gambaran tidak saja mengenai jenis unsur hara tetapi juga jumlah unsur hara yang tersedia di dalam tanah.

Cacing tanah adalah organisme yang merupakan indikator kesuburan tanah yang berperan penting dalam memperbaiki produktivitas tanah (Lee, 1985). Cacing dapat mengubah sifat fisik dan kimia tanah, memperlancar proses mineralisasi bahan organik, dan menstabilkan siklus hara (Parkin dan Berry, 1999).

Cacing tanah membuat liang di dalam tanah dan mendekomposisi bahan organik dengan cara memakan serasah daun dan sisa tumbuhan yang mati menjadi partikel-partikel kecil, selanjutnya dirombak oleh organisme tanah lainnya, hasil dekomposisi dari mikroorganisme disebarkan ke lapisan tanah yang lebih dalam (Kosman dan Subowo, 2010).

Cacing tanah mampu mengubah bahan organik yang dimakan menjadi kotoran cacing tanah dan urin, kandungan urea di dalam urin cacing tanah merupakan pupuk alami yang baik (Suwastika et al., 2018).

Kotoran cacing tanah mengandung nitrogen, fosfor, kalium, magnesium, dan kalsium yang penting untuk pertumbuhan tanaman (Suwastika et al., 2018).

Kotoran cacing dapat berguna untuk pupuk, kotoran cacing mengandung partikel-partikel kecil dari bahan organik, Kandungan kotoran cacing tergantung pada bahan organik yang dimakan oleh cacing tanah dan dari jenis cacing tanahnya (Warsana, 2009).

Karakteristik kotoran cacing dengan karakteristik tanah yang berada di lahan yang sama, memiliki karakteristik yang berbeda. Menurut Husin, (1994) kotoran cacing tanah lebih banyak mengandung mikroorganisme dan bahan organik dalam bentuk tersedia, sehingga dapat diserap secara langsung oleh tanaman dibandingkan tanah yang tidak terdapat kotoran cacing.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan karakteristik kotoran cacing yang dilihat dari sifat fisika, kimia dan biologi dari lahan sayuran organik dan konvensional di Kecamatan Baturiti.

2. Bahan dan Metode

2.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini diaksanakan dari bulan Oktober 2018 hingga bulan April 2019. Penelitian dilaksanakan pada lahan sayuran organik dan konvensional, dengan pengambilan sampel pada lahan konvensional bertempat pada Dusun Bukitcatu, Dusun Batusesa di Desa Candikuning dan Dusun Titigalar di Desa Bangli sedangkan pengambilan sampel pada lahan organik bertempat di Dusun Taman Tanda, Desa Batunya di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Analisis kotoran cacing tanah akan dilakukan di Laboratorium Tanah Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

2.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah cangkul, ayakan berdiameter 2 mm, kertas label, alat tulis, sarung tangan, wadah transparan, timbangan analitik, kantong plastik, pH meter, spektrofotometer, makro kjeldahl, peralatan gelas dan oven.

Alat dokumentasi menggunakan kamera dan penyusunan hasil penelitian menggunakan komputer. Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sampel kotoran cacing serta bahan-bahan kimia untuk analisis sifat fisika, kimia, biologi pada kotoran cacing di laboratorium.

2.3 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi pada penggunaan lahan sayuran organik dan konvensional di Kecamatan Baturiti. Lokasi sampling dilakukan pada lahan sampel yang dilakukan sebelumnya, yang dilakukan pada lahan dengan pemupukan yang berbeda dalam jangka waktu panjang (Kesumadewi et al., 2015).

2.4 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan tahapan penelitian, survei penentuan lokasi penelitian dipilih secara purposif pada lahan sayuran organik dan konvensional di Kecamatan Baturiti.

Pengambilan cacing tanah dengan tanah dilakukan secara acak dengan sistem diagonal dan dikompositkan, Jumlah sampel diambil masing-masing yaitu 5 titik sampel, dengan cara menggali tanah dengan cangkul di 5 titik sampel setiap dusun, cacing tanah beserta tanahnya ditempatkan di dalam wadah kemudian dikompositkan.

Sampel cacing tanah dengan tanahnya di tempatkan pada wadah / ember secara terpisah antara masing-masing dusun di setiap lahan sayuran konvensional dan sayuran organik. Pengambilan sampel tanah dengan cacing tanah disesuaikan dengan dusun masing-masing selanjutnya dilakukan proses aklimatisasi.

Proses aklimatisasi adalah proses mengembangbiakan cacing tanah dengan mempertahankan kondisi optimal sehingga cacing tanah mampu bertahan dan dapat beradaptasi dengan lingkungan baru.

Pakan yang diberikan potogan sayuran yang telah sedikit layu, dan sayuran sesuai dengan yang ada di lahan tersebut. Proses aklimatisasi dilakukan agar cacing tanah dapat menghasilkan kotoran cacing yang akan dianalisis sifat fisika, kimia dan biologi di Laboratorium tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana dan data hasil penelitian disimpulkan.

Pengukuran parameter tekstur, kadar air, derajat kemasaman, N-total, Amonium, Nitrat, P-tersedia, total mikroorganisme (bakteri dan jamur) dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.

Metode yang digunakan untuk mengukur tekstur dengan menggunakan metode pipet. Kadar air menggunakan metode gravimetri, derajat kemasaman dengan konduktometer, pengukuran N-total menggunakan metode kjeldahl. P-tersedia menggunakan metode Bray 1 dan Amonium, Nitrat menggunakan metode spektrometri. Total bakteri dan jamur menggunakan metode cawan tuang.

2.5 Analisis Data

Analisis data penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Data yang diperoleh dari masing-masing parameter pada lahan organik dan lahan konvensional ditabulasi kemudian dibandingkan secara deskriptif.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Hasil Karakteristik (Fisika, Kimia, Biologi Kotoran cacing)

Hasil pengukuran karakteristik (fisika, kimia, biologi) kotoran cacing tanah pada lahan sayuran organik dan konvensional di Kecamatan Baturiti disajikan dalam Tabel 1. Kotoran cacing tanah mampu menyediakan unsur hara di dalam tanah yang dapat langsung diserap oleh tanaman. Nilai karakteristik kotoran cacing tanah pada lahan sayuran organik lebih tinggi dibandingkan lahan sayuran konvensional.

Tabel 1. Karakteristik Kotoran Cacing Tanah pada Lahan Budidaya Sayuran Organik dan Konvensional di Kecamatan Baturiti

Parameter Lokasi

cacing 2

Pembahasan

Sifat Fisika Kotoran Cacing Tanah

Hasil analisis tekstur kotoran cacing tanah menunjukan bahwa kotoran cacing pada lahan sayuran organik dan konvensional di semua dusun sama, menghasilkan kotoran cacing bertekstur lempung liat berpasir.

Fraksi kotoran cacing tanah di dominasi oleh fraksi pasir dengan kisaran antara 56,26-59,02% diikuti, fraksi liat dengan kisaran 22,92-24,16%, dan terakhir fraksi debu dengan kisaran 15,8920,82%. Tekstur kotoran cacing pada lahan sayuran organik dan konvensional dipengaruhi oleh jenis tanah pada lahan tersebut yang dimakan oleh cacing selanjutnya menghasilkan kotoran cacing.

laporan 2
Gambar 1. Tekstur Kotoran Cacing Tanah di Lahan Sayuran Organik dan Konvensional di Kecamatan Baturiti

Tekstur tanah di lahan sayuran organik dan konvensional di Kecamatan Baturiti memiliki tekstur tanah lempung liat sampai berpasir, cacing tanah memakan tanah dan bahan organik yang selanjutnya di proses dalam pencernaan cacing tanah dan dikeluarkan dalam bentuk kotoran cacing yang menghasilkan tekstur lempung liat berpasir.

Kotoran cacing tanah memiliki bentuk dan struktur yang sama dengan tanah, tetapi kotoran cacing tanah memiliki ukuran partikel-partikelnya lebih kecil dibandingkan dengan tanah. Tekstur kotoran cacing tanah masih tetap sama dengan tanah yang di diami atau sebagai tempat tumbuh cacing tanah tersebut.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Kariasa, 2018 menyatakan bahwa tekstur tanah di Kecamatan Baturiti Tabanan Bali memiliki tekstur lempung liat sampai berpasir. Tekstur tanah merupakan suatu sifat tanah yang relatif tidak mudah berubah (Soedarmo dan Djojoprawiro, 1986).

3.2.2 Sifat Kimia Kotoran Cacing Tanah

Hasil analisis pH kotoran cacing lahan organik dan konvensional dikategorikan agak masam, nilai pH lahan organik 6,58 dan nilai pH lahan konvensional kisaran 6,48-6,53 dengan nilai rata-rata 6,50. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah, makin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah, semakin masam tanah tersebut (Soewandita, 2008).

laporan1 2
Gambar 2. Kandungan pH Kotoran Cacing Tanah di Lahan Sayuran Organik dan Konvensional di Kecamatan Baturiti

Nilai pH kotoran cacing tanah antara lahan sayuran organik dan konvensional menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda.

Nilai pH kotoran cacing tanah pada lahan sayuran organik menunjukkan adanya sedikit peningkatan yang disebabkan oleh perbedaan perlakuan dalam sistem budidaya organik dan konvensional, salah satu yang dapat mempengaruhi pH kotoran cacing yaitu dengan meningkatnya pH tanah di lahan sayuran organik.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Mayasari, 2018 menyatakan pH tanah pada lahan organik 6,82 dan lahan konvensional 6,47 termasuk kriteria agak masam. Kandungan kotoran cacing tergantung pada bahan organik yang dimakan oleh cacing tanah dan dari jenis cacing tanahnya (Warsana, 2009).

Hasil analisis N-total kotoran cacing lahan sayuran organik dan sayuran konvensional tergolong kriteria tinggi, tetapi pada lahan sayuran organik menempati nilai lebih tinggi sebesar 0,75% dibandingkan lahan sayuran konvensional kisaran 0,66-0,71% dengan nilai rata-rata 0,65% (Gambar 3).

laporan2 2
Gambar 3. Kandungan N-Total pada Kotoran Cacing Tanah di Lahan Sayuran Organik dan Konvensional di Kecamatan Baturiti

Nilai N-total kotoran cacing tanah pada lahan organik lebih tinggi 0,1 % dibandingkan lahan konvensional. Lahan organik dan konvensional tergolong kriteria tinggi, hal ini dapat dijelaskan bahwa pada praktek pengelolaan pertanian pada lahan organik, berasal dari mineralisasi pupuk organik yang diberikan dan dilakukan secara konsisten berupa pupuk kotoran ayam dan pupuk kandang sapi dengan pengelolaan tanah jangka panjang atau berkesinambungan, sedangkan pada pertanian konvensional berasal dari pupuk buatan dan mineral tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Warsana, (2009) menyatakan kandungan kotoran cacing tergantung pada bahan organik yang dimakan oleh cacing tanah dan dari jenis cacing tanahnya.

Nilai amonium kotoran cacing tanah pada lahan sayuran organik berkisar 6,44% sedangkan nilai nitrat berkisar 2,1% dan nilai amonium pada lahan sayuran konvensional berkisar 2,55-5,11% dengan nilai rata-rata 4,35% sedangkan nilai Nitrat berkisar 1,12-3,08% dengan nilai rata-rata 1,92% (Gambar 4).

laporan3 2
Gambar 4. Kandungan Amonium Nitrat pada Kotoran Cacing Tanah di Lahan
Sayuran Organik dan Konvensional di Kecamatan Baturiti

Kandungan amonium, nitrat kotoran cacing tanah pada lahan organik lebih tinggi 2,09% dan Nitrat 0,2% dibandingkan lahan konvensional, hal ini dipengaruhi kandungan N-total pada lahan organik lebih tinggi dibandingkan lahan konvensional (Gambar 4).

N-total pada lahan oganik lebih tinggi dan lebih tersedia dikarenakan adanya penambahan bahan organik secara konsisten dan dalam jangka waktu yang sudah lama, sehingga bahan organik telah terdekomposisi dengan baik menghasilkan N-total secara optimum.

Tanah dan bahan organik akan menjadi tempat tumbuh dan sumber makanan cacing tanah, selanjutnya akan dicerna oleh cacing tanah menghasilkan kotoran cacing tanah yang memiliki N-total tinggi sehingga akan mempengaruhi perubahan nitrogen yang akan terjadi melalui proses nitrifikasi, perubahan bentuk nitrogen dari amonium menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas, kemudian menjadi nitrat oleh Nitrobacter.

Hasil analisis kandungan P-tersedia pada kotoran cacing tanah menunjukkan bahwa P-tersedia pada lahan sayuran organik dan sayuran konvensional tergolong kriteria sangat tinggi, tetapi pada lahan sayuran organik nilai P-tersedia jauh lebih tinggi sebesar 393,40 mg kg-1 dibandingkan lahan sayuran konvensional dengan kisaran 107,03-158,65 mg kg-1 dengan nilai rata-rata 130,22 mg kg-1 (Gambar 5).

laporan4 2
Gambar 5. Kandungan P-tersedia pada Kotoran Cacing Tanah di Lahan Sayuran Organik dan Konvensional di Kecamatan Baturiti

Kotoran cacing tanah pada lahan organik lebih tinggi 49% dibandingkan lahan konvensional. Kadar P-tersedia pada lahan organik dapat terjadi karena adanya pelepasan P dari bahan organik yang ditambahkan di dalam tanah secara konsisten dengan pengelolaan tanah jangka panjang atau berkesinambungan dan terjadinya pengaruh tidak langsung bahan organik terhadap P yang ada dalam kompleks jerapan tanah.

Cacing tanah memakan tanah dan bahan organik yang tercampur dengan mikroorganisme yang hidup di dalam pencernaan cacing, dan selanjutnya dilepaskan kembali yang menghasilkan kotoran cacing tanah.

Kandungan P-tersedia yang ada di dalam tanah sebagai media tempat tumbuh dan sumber makanan sangat mempengaruhi kandungan P-tersedia yang akan diproses dalam saluran pencernaan cacing tanah, didalam saluran pencernaan akan dirombak dan mengalami perubahan kandungan P-tersedia yang dihasilkan oleh cacing tanah berupa kotoran cacing tanah.

3.2.3 Sifat Biologi Kotoran Cacing Tanah

Hasil analisis total populasi bakteri dan jamur pada kotoran cacing menunjukan nilai populasi bakteri dan jamur lebih tinggi pada lahan sayuran organik dibandingkan lahan sayuran konvensional. Total populasi bakteri pada lahan sayuran organik berkisar 20,35 x 108 spk g-1 kotoran cacing tanah dan populasi jamur berkisar 4,44 x 105spk g-1 kotoran cacing tanah sedangkan pada lahan sayuran konvensional berkisar antara 2.44-19,82 x 108 spk g-1 kotoran cacing tanah dengan nilai rata-rata 10,20 x 108 spk g-1 kotoran cacing tanah dan populasi jamur berkisar antara 2,39-3,87 x 105 spk g-1 kotoran cacing tanah dengan nilai rata-rata 2,99 x 105 spk g-1 kotoran cacing tanah (Gambar 6).

laporan5 2
Gambar 6. Total Populasi Mikroorganisme pada Kotoran Cacing Tanah di Lahan Sayuran Organik dan Konvensional di Kecamatan Baturiti

Populasi bakteri kotoran cacing tanah pada lahan organik lebih tinggi 0,33% dibandingkan populasi bakteri di lahan konvensional, dan populasi jamur pada lahan organik lebih tinggi 20%.

Hal ini dikarenakan bahan organik di pertanian organik lebih tersedia, tidak adanya pemakaian pupuk sintetik, jumlah nutrisi serta makanan yang tersedia lebih banyak sehingga populasi cacing tanah lebih tinggi di lahan organik yang akan menghasilkan kotoran cacing tanah lebih banyak.

Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian Mayasari, 2018 menyatakan C-organik pada lahan organik 5,49% dan lahan konvensional 4,73%.

Bahan organik pada lahan organik lebih tinggi sehingga memberikan mikroorganisme mampu berkembang lebih banyak dikarenakan tersedianya sumber makanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ardi (2010) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan mikroorganisme tanah adalah bahan organik.

4. Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan

Nilai karakteristik fisik kotoran cacing tanah pada lahan sayuran organik dan konvensional memiliki tekstur lempung liat berpasir. Fraksi pasir kotoran cacing tanah dengan kisaran antara 56,26-59,02 %, fraksi liat dengan kisaran 22,92-24,16 %, dan terakhir fraksi debu dengan kisaran 15,89-20,82 %.

Nilai Karakteristik kimia kotoran cacing tanah pada lahan organik lebih tinggi dari pada konvensional. Nilai pH kotoran cacing tanah pada lahan organik 6,58 dibandingkan di konvensional dengan nilai 6,50, kandungan N-total kotoran cacing tanah pada lahan organik 0,75% dibandingkan dari lahan konvensional 0,65%, amonium dan nitrat kotoran cacing tanah pada lahan organik 6,44% dan 2,1% dibandingkan dari lahan konvensional 4,35% dan 1,92%, dan nilai P-tersedia kotoran cacing tanah pada lahan organik 393,40 mg kg-1 dibandingkan dari lahan konvensional 130,22 mg kg-1.

Nilai populasi mikroorganisme kotoran cacing tanah pada lahan sayuran organik lebih tinggi dari lahan konvensional. Populasi bakteri dan jamur di lahan sayuran organik 20,35 x 104 * * * 8 spk g-1 kotoran cacing tadan 4,44 x 105 spk g-1 kotoran cacing tanah sedangkan pada lahan konvensional 10,20 x 108 spk g-1 kotoran cacing tanah dan 2,99 x 105 spk g-1 kotoran cacing tanah.

4.2 Saran

Mengingat penelitian ini penelitian dasar, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan cacing tanah dalam menghasilkan kotoran cacing dan berapa persen pengaruhnya terhadap kesuburan tanah.

Daftar Pustaka

Ardi, R. 2009. Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah pada Berbagai Kelerengan dan Kedalaman Hutan Taman Nasional Gunung Leuser.Skripsi. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian. Medan.BPS. 2015. Bali dalam Angka 2015.

Suwastika, A.A.N.G., N.N. Soniari, A.A.I. Kesumadewi. 2018. Biologi Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar.

Hardjowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 288 hal.Delvian. 2006. Dinamika Sporulasi Cendawan Arbuskula. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. 25 Hal.

Husin, E.F. 1994. Mikoriza Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang, 151 hal.

Kesumadewi, A.A.I., M. Sudana, M. Adnyana and W. Suarna. 2015. Prediction ofthe Effect of Deforestation Followed by Intensive Vegetables Cropping Systems on Population Density and invitro Ability of Derajat kemasamanosderajat kemasamanorhizobacteria in Tropical Highland of Bali Island, Indonesia.

Kosman Ea & Subowo G. 2010. Peranan Cacing Tanah Dalam Meningkatkan Kesuburan Dan Aktivitas Hayati Tanah. Bogor.

Lee, K. E. 1985. Earthworms: Their ecology and relationships with soils and land use. Sydney: Academic Press.

Parkin T.B & Berry E.C. 1999 : Microbial nitrogen transformations in earthworm burrows. Soil Biol Biochem 31, 1765 -1771.

Rosmarkam, A. & Yuwono, N.W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta.

Soedarmo, D.H. dan Djojoprawiro, P. 1986. Fisika Tanah Dasar Bagian Konservasi Tanah dan Air Fakultas Pertanian. IPB, Bogor.

Soewandita, H. 2008. Studi kesuburan tanah dan analisis kesesuaian lahan untuk komoditas tanaman perkebunan di kabupaten bengkalis. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia

Last Updated on 6 Mei 2022

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Previous Post
translate jawa ke indonesia

Aplikasi translate jawa ke indonesia Berbasis Android

Next Post
kpk 2

Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (kpk) Dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi