Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan dengan tingkat energi protein bertingkat terhadap total eritrosit, kadar haemoglobin, dan nilai hematokrit sapi bali lepas sapih.
Perlakuan yang diberikan adalah A = sapi lepas sapih yang diberi pakan dengan PK 12% dan ME 2000 kkal; B = sapi lepas sapih yang diberi pakan PK 13% dan ME 2100 kkal; C = sapi lepas sapih yang diberi pakan PK 14% dan ME 2200 kkal; dan D = sapi lepas sapih yang diberi pakan PK 15%, dan ME 2300 kkal.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Pengambilan darah dilakukan melalui vena jugularis menggunakan venoject. Total eritrosit, kadar haemoglobin dan nilai hematokrit dihitung menggunakan metode pemeriksaan hematologi rutin dengan mesin Hematologi Analyzer.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan pemberian pakan dengan energi dan protein yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap total eritrosit, kadar haemoglobin, dan nilai hematokrit sapi bali lepas sapih.
Kata-kata kunci: sapi bali; ransum; eritrosit; haemoglobin; hematokrit
PENDAHULUAN
Ternak sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus (zebu sapi berpunuk), Bos taurus yaitu bangsa sapi yang kenurunan bangsa sapi potong dan perah di Eropa, Bos sondaicus (Bos bibos), yang dikenal dengan nama sapi bali, sapi madura, sapi jawa dan sapi lokal.
Sapi bali adalah jenis sapi lokal yang memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru. Kemampuan tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan budi daya sapi bali.
Keberhasilan usaha peternakan tidak terlepas dari faktor genetik 30% dan faktor lingkungan 70% (Astuti et al., 2015). Pakan memiliki peranan penting dalam keberhasilan usaha peternakan, karena 60-80% total biaya produksi digunakan untuk biaya pakan (Siregar, 2008).
Pemberian pakan pada level yang berbeda akan menyebabkan kondisi fisiologis seperti frekuensi pernafasan, denyut nadi, suhu tubuh dan jumlah darah yang berbeda akibat perbedaan proses fermentasi atau metabolisme yang terjadi dalam tubuh, sehingga akan berpengaruh terhadap respon produksi suatu ternak (Astuti et al., 2015).
Darah memiliki peranan yang sangat kompleks agar terjadinya proses fisiologis berjalan dengan baik, sehingga produktivitas ternak dapat optimal. Ada beberapa faktor yang memengaruhi konsentrasi eritrosit, hematokrit (PCV), dan konsentrasi unsur-unsur pokok darah.
Darah adalah cairan tubuh yang tersusun atas sel-sel cairan interseluler yang disebut plasma. Darah mempunyai unsur seluler terdiri atas eritrosit (sel-sel darah merah), leukosit (sel-sel darah putih) dan trombosit (keping darah).
Ransum merupakan bahan yang penting untuk metabolisme darah sebab dibutuhkan protein, vitamin dan mineral untuk pembentukan sel darah merah. Pemeriksaan eritrosit dilakukan untuk mengetahui keadaan anemia dan polisitemia.
Hematokrit adalah ukuran persentase volume darah yang terdiri dari sel darah merah. Ini digunakan untuk membantu mendiagnosis dan memantau berbagai kondisi, seperti anemia, eritrositosis, dan polisitemia.
Tes hematokrit biasanya dilakukan sebagai bagian dari hitung darah lengkap (CBC). Ini adalah tes sederhana, cepat, dan tanpa rasa sakit yang hanya membutuhkan sampel darah kecil.
Tingkat hematokrit normal bervariasi tergantung pada usia dan jenis kelamin. Secara umum, pria memiliki tingkat yang lebih tinggi daripada wanita. Bayi baru lahir juga memiliki kadar yang lebih tinggi dibandingkan orang dewasa.
Tes hematokrit digunakan untuk mendiagnosis dan memantau berbagai kondisi, seperti anemia, eritrositosis, dan polisitemia.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini meggunakan 12 ekor pedet sapi bali lepas sapih milik Pemda Badung yang berlokasi di Stasiun Penelitian Peternakan Sobangan. Masing-masing pedet dipelihara dalam kandang individu. Pakan yang diberikan terdiri atas hijauan dan konsentrat. Pakan konsentrat diberikan pada pagi hari. Sedangkan pakan hijauan diberikan dalam keadaan segar setelah diberikan pakan konsentrat. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Empat jenis ransum yaitu: PK 12% dan ME 2000 kkal/kg; PK13% dan ME 2100; PK 14% dan ME
2200 kkal/kg; PK 15% dan ME 2300 kkal/kg) sebagai perlakuan dengan 4 kelompok pedet lepas sapih dengan berat badan berbeda sebagai ulangan. Adapun bahan dan peralatan yang digunakan dalam pengambilan data penelitian yaitu sebagai berikut: darah sapi pedet lepas sapih, spuit, tabung yang berisi antikoagulan EDTA, dan Hematology Analyzer. Sampel darah diambil dari vena jugularis menggunakan venoject. Darah ditampung menggunakan tabung yang berisi antikoagulan EDTA. Hematologi rutin diperiksa menggunakan Hematology Analyzer.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rataan hasil pemeriksaan total eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit sapi bali lepas sapih yang diberi perlakuan pakan dengan kandungan protein dan energi yang berbeda selama tiga kali pengambilan sampel, disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1.Total Eritrosit, Kadar Hemoglobin dan Nilai Hematokrit Sapi Bali Lepas Sapih yang Diberi Pakan dengan Perlakuan Berbeda | |||||||
Parameter | Pengamatan (ke) | A | Perlakuan | D | Nilai F | Nilai
P |
|
B | C | ||||||
Total Eritrosit | 1 | 8,9 | 7,5 | 8,4 | 8,2 | 0,314 | 0,920 |
(106μl)
Kadar Hemoglobin (g/dL) |
13,5 | 11.0 | 12,8 | 12,3 | 0,349 | 0,899 | |
Nilai Hemato-krit (%) | 34,9 | 28,9 | 34,8 | 34 | 0,532 | 0,776 | |
Total Eritrosit | 2 | 7,1 | 6,7 | 7,6 | 6,9 | 0,314 | 0,920 |
(106μl)
Kadar Hemoglobin (g/dL) |
10,8 | 9,9 | 11,7 | 10,7 | 0,349 | 0,899 | |
Nilai Hemato-krit (%) | 26,9 | 26,0 | 29,4 | 27,9 | 0,532 | 0,776 | |
Total Eritrosit | 3 | 7,0 | 6,6 | 7,0 | 6,7 | 0,314 | 0,920 |
(106μl)
Kadar Hemoglobin (g/dL) |
11,3 | 10,3 | 11,2 | 10,8 | 0,349 | 0,899 | |
Nilai Hemato-krit (%) | 28,8 | 27,6 | 28,6 | 28,2 | 0,532 | 0,776 | |
Keterangan: | |||||||
|
|||||||
F: F hitung, P: Peluang (signifikansi) |
Dari Tabel 1 diketahui bahwa rataan total eritrosit, kadar haemoglobin dan nilai hematrokit sapi bali lepas sapih yang diberi perlakuan pakan dengan kandungan protein dan energi berbeda, secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Perbedaan yang tidak nyata tersebut terlihat antar perlakuan dan antar waktu pengamatan. Ini berarti bahwa pemberian ransum A= PK 12%, ME 2000 kkal; B= PK 13%, ME 2100 kkal; C= PK 14%, ME 2200 kkal; dan D= PK 15%, ME 2300 kkal tidak berpengaruh terhadap total eritrosit, kadar haemoglobin dan nilai hematrokit sapi bali lepas sapih.
Perbandingan total eritrosit sapi bali lepas sapih yang diberikan perlakuan pakan dengan kandungan protein dan energi berbeda tersebut lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1. Sementara itu, perbandingan parameter lainnya yaitu kadar haemoglobin dan nilai hematrokit lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 1. Perbandingan total eritrosit sapi bali lepas sapih yang diberi perlakuaan pakan dengan kandungan protein dan energi yang berbeda.

Gambar 2. Perbandingan kadar haemoglobin sapi bali lepas sapih yang diberi perlakuaan pakan dengan kandungan protein dan energi yang berbeda.

Gambar 3. Perbandingan nilai hematrokit sapi bali lepas sapih yang diberi perlakuaan pakan dengan kandungan protein dan energi yang berbeda.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa tidak terdapat adanya kondisi anemia yang menunjukan turunnya total eritrosit, kadar haemoglobin dan nilai hematrokit. Selain itu dari hasil penelitian ini juga tidak menunjukan adanya polisitemia sebagai petunjuk peningkatan total eritrosit, kadar haemoglobin dan nilai hematrokit. Hasil penelitian ini mengindikasikan keempat ransum pakan yang dicobakan adalah aman diberikan pada sapi bali lepas sapih.
Total eritrosit pada sapi penelitian ini masih berada pada kisaran nilai normal yaitu terendah adalah 6,6 x 106μl dan tertinggi adalah 8,9 x 106μl. Demikian halnya dengan kadar haemoglobin pada penelitian ini dengan nilai terendah adalah 9,9 g/dL dan tertinggi adalah 13,5 g/dL. Nilai hematrokit terendah 26,0% dan tertinggi adalah 34,9%. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) total eritrosit sapi adalah 5,8-10,4 x 106μl, kadar haemoglobin 8,6-14,4 g/dL, dan nilai hematrokit 33-47%. Dharmawan (2002) melaporkan nilai normal total eritrosit, kadar haemoglobin dan nilai hematrokit sapi berturut-turut adalah 5,0-10,0 x 106μl, 8,0-15,0 g/dL, dan 24-46,0%. Sementara itu Roland et al. (2014) melaporkan kisaran normal total eritrosit sapi adalah 4,9-10 x 106μl, kadar haemoglobin 8,4-14 g/dL, dan nilai hematrokit 21-38 %.
Total eritrosit yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Adam et al. (2015) yang melaporkan bahwa rataan total eritrosit sapi bali betina 4,89±0,53 x 106μl. Hal ini kemungkinan karena perbedaan metode yang digunakan dan lingkungan asal sapi yang diteliti. Pada penelitian Adam et al. (2015) menggunakan alat hemositometer terhadap sapi yang dipelihara di Kabupaten Aceh Besar, sementara pada penelitian ini menggunakan metode hematology analyzer secara otomatis yang dilakukan terhadap sapi bali yang dipelihara di Kabupaten Badung, Bali.
Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan Widhyari et al. (2014) yang melakukan penelitian tentang efek penambahan mineral Zn terhadap gambaran hematologi pada anak sapi Frisian Holstein (FH). Widhyari et al. (2014) melaporkan bahwa total eritrosit, kadar
haemoglobin dan nilai hematokrit anak sapi FH tersebut masih berada pada nilai kisaran normal dan tidak berbeda secara nyata antar kelompok perlakuan. Selanjutnya, disimpulkan bahwa penambahan mineral Zn sampai 120 ppm dalam pakan relatif aman.
Pada penelitian ini, total eritrosit, kadar haemoglobin dan nilai hematrokit sapi bali lepas sapih yang diberi pakan dengan kandungan protein dan energi berbeda, masih dalam rentang nilai normal. Dengan kata lain, formula pakan yang diberikan tidak menyebabkan perubahan pada parameter di atas. Menurut Roland et al. (2014), keracunan pakan dan ketidakseimbangan elektrolit akan dapat menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Selain itu, disebutkan bahwa penyebab umum terjadinya hemolisis pada sapi, di antaranya adalah karena pakan yang tidak cocok dan keracunan tanaman (Roland et al., 2014).
Faktor nutrisi berpengaruh terhadap total eritrosit sapi. Semakin tercukupi nutrisi dalam pakan akan menunjukkan total eritrosit yang normal dan berada pada kisaran tinggi normal darah sapi (Adam et al., 2015). Nutrisi dalam pakan seperti asam amino, zat besi, vitamin, Cu merupakan komponen penting untuk mempengaruhi total eritrosit (Frandson, 1992). Menurut Adam et al. (2015) beberapa mineral dan vitamin berperan penting dalam proses eritropoiesis. Zat besi diperlukan untuk sintesis heme. Copper dalam bentuk ceruplasmin sangat penting dalam pelepasan zat besi dari jaringan ke plasma. Vitamin B6 dibutuhkan sebagai kofaktor pada tahap sintesis heme enzimatik. Kobalt sangat penting dalam sintesis vitamin B12 oleh ruminansia (Guyton dan Hall, 1997; Adam et al. 2015). Defisiensi vitamin B12 dan asam folat dapat menyebabkan kegagalan pematangan dalam eritropoiesis, sehingga mengakibatkan total eritrosit dalam darah rendah (Guyton dan Hall, 1997). Total eritrosit sapi bali lepas sapih pada penelitian ini dalam kisaran normal, hal ini menandakan bahwa nutrisi dalam pakan tercukupi.
Total eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit memiliki hubungan yang berbanding lurus. Menurut Baldy (2003), komponen utama eritrosit adalah hemoglobin yang mengangkut sebagian besar oksigen dan sebagian kecil fraksi karbondioksida, serta mempertahankan pH darah normal. Sementara hematokrit merupakan persentase eritrosit dalam 100 ml darah yang sangat dipengaruhi oleh total eritrosit (Frandson, 1992; Adam et al., 2015). Berdasarkan hasil pemerikasaan pada penelitian ini terhadap total eritrosit, kadar haemoglobin dan nilai hematrokit, dapat dinyatakan bahwa keempat ransum yang dicobakan relatif aman bagi kesehatan ternak. Selanjutnya ransum pakan A dapat dianjurkan untuk diberikan pada sapi bali lepas sapih yang kelak akan digunakan sebagai calon indukan.
SIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian pakan dengan formula (PK 12% dan ME 2000 kkal); (PK 13% dan ME 2100 kkal); (PK 14% dan ME 2200 kkal); dan (PK 15%, ME 2300 kkal) tidak berpengaruh terhadap total eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi bali lepas sapih yang berarti relatif aman diberikan pada sapi bali lepas sapih.
Formula pakan A dengan kombinasi PK: 12% dan ME 2000 kkal dinilai efektif dan efisien untuk diberikan kepada sapi bali betina lepas sapih sebagai calon indukan sapi bali.
SARAN
Dianjurkan kepada peternak untuk menggunakan formula pakan dengan kandungan PK 12% dan ME 2000 kkal sebagai ransum sapi bali lepas sapih. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui respon total eritrosit, kadar haemoglobin dan nilai hematokrit sapi bali lepas sapih yang diberikan pakan dengan energi dan protein berbeda dengan waktu diperpanjang, sehingga dapat mengetahui lebih lanjut terhadap dampak yang ditimbulkan.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Proyek Hibah Penelitian Strategis Nasional, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Ibu Dr. Ir. Ni Nyoman Suryani, M. Si atas ijin yang diberikan untuk pemeriksaan hematologi terhadap hewan percobaannnya. Terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya saat pengambilan sampel darah di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Adam M, Lubis T M, Abdyad B, Asmilia N, Muttaqien, dan Fakhrurrazi. 2015. Jumlah Eritrosit Dan Nilai Hematokrit Sapi Aceh Dan Sapi Bali Di Kecamatan Leumbah Seulawah Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Medika Veterinaria 9(2).
Astuti A, Erwanto, Santosa PE. 2015. Pengaruh Cara Pemberian Konsentrat-Hijauan terhadap Respon Fisiologis dan Performa Sapi Peranakan Simmental. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 3(4): 201-207.
Baldy CM. 2003. Gangguan Sel Darah Putih dan Sel Plasma. Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Editor: Price SA dan Wilson LM. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Dharmawan NS. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner Hematologi Klinik. Denpasar: Udayana Press.
Frandson RD, Wilke WL, Fails AD. 2009. Anatomy and Physiology of Farm Animals. 7th Edition. Iowa, USA: Wiley-Blackwell.
Guyton AC, Hal JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: Penerbit EGC.
Roland L, Drillich M, Iwersen M. 2014. Hematology as A Diagnostic Tool In Bovine Medicine.
Journal of Veterinary Diagnostic Investigation 26(5): 592-598
Siregar SB. 2008. Penggemukan Sapi. Edisi Revisi. Cetakan XVII. Depok: Penerbit Penebar Surabaya.
Smith J, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan Dan Penggunaan Hewan Percobaan Di Daerah Tropis. International Development Program of Australian Universities And Colleges
Widhyari SD, Esfandiari E, Wijaya A, Wulansari R, Widodo S, Maylina A. 2014. Efek
Penambahan Mineral Zn Terhadap Gambaran Hematologi pada Anak Sapi Frisian
Holstein. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 19(3): 150 155
Last Updated on 31 Oktober 2022