ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek Trias anestesi ekstrak daun kecubung (Dhatura metel) pada tikus putih (Rattus norvegicus). Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih jantan dengan menggunakan penelitian eksperimental.
Sampel penelitian dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan dosis ekstrak daun kecubung yakni 0 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, 150 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, 250 mg/kgBB. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap yang dilanjutkan dengan metode Anova.
Hasil penelitian memperlihatkan dari semua perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Dosis 0 mg/kg BB tidak menunjukkan respon 100 mg/kg BB menunjukkan respon analgesia rata-rata durasi 22 menit, sedasi rata-rata 22 menit, 150 mg/kg BB respon analgesia rata-rata 57 menit, sedasi rata-rata 56 menit, 200 mg/kg BB respon analgesia rata-rata 56 menit, sedasi rata-rata 53 menit, dan 250 mg/kg BB respon analgesia rata-rata 72 menit, sedasi rata-rata 73 menit.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun kecubung dapat memberikan efek analgesia dan sedasi pada tikus putih (Rattus norvegicus).
Kata kunci : Trias anestesi, ekstrak daun kecubung, tikus putih
Tumbuhan telah menjadi sumber obat sejak dahulu (Monira dan Shaik, 2012). Penggunaan tanaman sebagai obat sudah digunakan di Indonesia, dan telah diterapkan meluas secara turun-temurun. Obat tradisional umumnya digunakan untuk pencegahan, pengobatan, dan menambah daya tahan tubuh (Nurhuda et al., 1995).
Salah satu tumbuhan di Indonesia adalah kecubung. Kecubung (Dhatura metel L) diketahui berasal dari alam liar (Maheshwari et al. 2013). Kecubung tumbuh di tempat-tempat terbuka, dengan tanah yang terdapat pasir dan tidak lembab dengan iklim yang kering.
Kecubung dapat ditemukan di Asia Timur atau India, dan digunakan sebagai obat herbal di Bangladesh (Wang et al., 2008). Kecubung lebih menyukai suhu yang hangat dan banyak tumbuh di belahan dunia (Drake et al., 1996).
Kecubung mungkin berasal dari Amerika dan banyak dibudidayakan di semua daerah tropis dan subtropis karena bunganya yang indah (Glotter et al., 1973). Di Brazil, kecubung digunakan untuk pembuatan teh yang akan berfungsi sebagai obat penenang dan bunga yang kering sebagai rokok (Agra et al., 2007).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Adeola (2014) membuktikan bahwa perbedaan dosis ekstrak kecubung yang diberikan kepada tikus Wistar. Dosis tersebut yaitu 7 g/kg dan 9 g/kg tikus menunjukkan gejala ketidakseimbangan tubuh dan mulai gelisah disertai tidak peduli dengan lingkungan sekitar, dan juga menggigit kandang yang berlangsung selama 30 menit.
Pada dosis 11 g/kg dan 15 g/kg tikus menunjukkan gejala ketidakseimbangan tubuh selama 40 menit dan gejala mulai tertidur selama 60 menit. Pada dosis 20 g/kg tikus menunjukkan gejala ketidakseimbangan tubuh selama 30 menit dan mulai tertidur selama 6570 menit. Pada dosis 25 g/kg tikus menunjukkan gejala ketidakseimbangan tubuh pada 5 menit pertama disusul dengan gejala tertidur pada 7 menit selanjutnya. Keadaan tertidur ini berlangsung sampai 80 menit.
Banyak penelitian yang dapat mengurangi nyeri yang timbul pada saat pembedahan. Tetapi kurang banyak penelitian yang mendasarkan tanaman sebagai anestesi. Hingga saat ini penggunaan dan pemanfaatan tanaman Kecubung sangat kurang terutama dalam bidang Anestesi Kedokteran hewan. Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efek daun kecubung sebagai tanaman yang berpotensi analgesia, sedasi dan relaksasi.
METODE PENELITIAN
Objek penelitian pada penelitian ini adalah tikus (Rattus norvegicus) yang akan diberikan ekstrak daun kecubung. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Kecubung yang diperoleh di Jalan Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar.
Hewan uji yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) berumur 2 bulan dengan bobot badan 150 gram sampai 250 gram dengan jenis kelamin jantan, dengan bahan yang digunakan yaitu tween 80 dan aquabides. Penelitian ekperimental ini menggunakan 25 ekor tikus jantan dengan masing-masing 5 ekor tikus dalam tiap perlakuan.
Pemberian ekstrak daun kecubung akan dilakukan dengan dosis yang bervariasi. Kelompok A digunakan sebagai kontrol dosis 0 mg/kg BB; kelompok B diberikan ekstrak daun kecubung dengan dosis 100 mg/kg BB; kelompok C diberikan ekstrak daun kecubung 150 mg/kg BB; kelompok D diberikan ekstrak daun kecubung 200 mg/kg BB; dan kelompok E diberikan ekstrak daun kecubung 250 mg/kg BB.
Penelitian ini akan membutuhkan waktu selama satu minggu. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah waktu yang diperlukan untuk menunjukkan munculnya dan hilangnya efek analgesia, sedasi, dan relaksasi dari ekstrak kecubung yang diberikan pada tikus percobaan. Variabel kontrol yaitu umur tikus, berat tikus, jenis kelamin, pakan yang diberikan dan lingkungan kandang.
Daun Kecubung digiling lalu dikeringkan dengan diangin-anginkan menggunakan kipas angin selama satu minggu. Daun kecubung yang telah kering digiling sekali lagi untuk mendapatkan bentukan serbuk. Selanjutnya Daun Kecubung yang berbentuk serbuk direndam dengan etanol 90% dengan volume tiga kali lipat dari volume serbuk daun kecubung selama 3 hari, kemudian dilakukan penyaringan untuk mendapatkan cairan dari hasil perendaman, langkah selanjutnya yaitu ampas yang dihasilkan direndam kembali dengan etanol 90% selama 3 hari dengan perbandingan yang sama dan disaring kembali.
Hasil penyaringan diuapkan dengan evaporator untuk mendapatkan ekstrak daun kecubung. Ekstrak daun kecubung yang didapat akan berbentuk cair dan selanjutnya disimpan pada suhu -20oC sebelum diaplikasikan pada hewan coba. Dilanjutkan dengan pemberian tween 80 pada ekstrak Daun Kecubung sebagai pelarut agar diperoleh sediaan larutan yang siap untuk diinjeksikan pada tikus.
Sebelum diinjeksikan pada tikus putih, ditambahkan aquabides steril untuk sterilisasi larutan. Masing-masing kelompok diberikan perlakuan ekstrak daun kecubung secara intra peritoneal. Obat yang diinjeksikan secara intraperitoneal diharapkan akan diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat.
Pembuatan sediaan ekstrak daun kecubung (Dhatura metel L.) dilakukan dengan pelarut 2% tween 80 dibuat dengan cara mencampur 1 ml tween 80 ke dalam 49 ml aquades. Pelarut 2% tween 80 selanjutnya digunakan untuk membuat ekstrak daun kecubung (Dhatura metel L.) 10% dengan cara melarutkan 5 gram ekstrak daun kecubung ke dalam 45 ml larutan 2% tween 80. Ekstrak daun kecubung (Dhatura metel L.) dibuat dalam sediaan larutan untuk pemberian secara oral dan injeksi dengan konsentrasi sediaan 100 mg/ml.
Dosis yang diberikan diperoleh dari (dosis x kgBB) dibagi sediaan. Penghitungan waktu induksi dari ekstrak daun kecubung yang diberikan secara injeksi peritoneal pada tikus percobaan dalam menunjukkan efek analgesia, sedasi, relaksasi menggunakan stopwatch. Penghitungan yang dilakukan berdasarkan menit ke-berapa tubuh tikus percobaan merespon ekstrak daun kecubung. Pasien yang sudah terkena anestesi umum, biasanya akan tertidur dengan otot yang berelaksasi (Rani, et al 2015).
Penghitungan mulai menit timbulnya efek analgesia yang bisa diketahui dengan mencubit interdigiti, telinga dan ekor atau memberikan efek sakit pada tikus, jika sudah tidak merespon pencatatan waktu akan dilakukan. Penghitungan efek sedasi, pencatatan waktu akan dilakukan jika tikus percobaan sudah menujukkan gejala mengantuk dan tertidur dengan cara melihat respon palpebrae dan pupil dari tikus percobaan, jika sudah tidak maka pencatatan dimulai.
Selanjutnya untuk penghitungan efek relaksasi dimulai jika tikus percobaan sudah menunjukkan gejala relaksasi misalnya otot sfingter ani yang sudah loggar, otot rahang dan otot-otot anggota gerak yang sudah berelaksasi (Sudisma et al, 2006).
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang dianlisis dengan Anova dilanjutkan dengan uji beda Duncan pada taraf 5% untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.
Download
DAFTAR PUSTAKA
Adekomi, Damilare A, Tijani AA, Ghazal OK. 2010. Some Effects Of The Aqueous Leaf Extract Of Datura Metel On The Ffrontral Cortex Of Adult Wistar Rats (Rattus norvegicus). Eur J Anat 14(2): 83-89.
Adeola BS. 2014. Datura Metel L: Analgesic or Hallucinogen? “Sharo” Pespective. MiddleEast. Journal of Scientific Research 21(6): 993-997.
Agra MF, Baraco GS, Nurit K, Basilioa IJLD, Coelho VPM. 2007. Medicinal and Poisonous Diversity of The Flora of “Cariri Paraibano” Brazil. J Ethnopharmacol 111: 383395.
Chopra RN, Nayar SI, Chopra IC. 1986. Glossary Indian Medicinal Plant Council of Scientific and Industrial Research. New Delhi, pp : 121(124): 238-240
Drake LR, Lin S, Rayson GD, Jackson P. 1996. Chemical Modification and Metal Binding Studies of Datura innoxia. Environ. Sci. Technol. 30: 110-114.
Glotter E, Kirson I, Abraham A, Lavie D. 1973. Constituents of Withania Somnifera Dun.-XIII The Withanolides of Chemotype III. Tetrahedron 29: 1353-1364.
Maheswari N, Khan A, Chopade BA. 2013. Rediscovering the Medicinal Proprerties of Datura sp.: A review. Journal of Medicinal Plants Research 7(39): 2885-2897.
Mardiana, Supraptini, Aminah NS. 2009. Dhatura metel Linnaeus Sebagai Insektisida dan Larvasida Botani Serta Bahan Baku Obat Tradisional. Media Peneliti dan Pengembang. Kesehatan Volume XIX Tahun 2009. Suplemen II
Monira KM, Shaik MM. 2012. Review On Datura Metel: A Potential Medicinal Plant. GJRMI 1: 123-132.
Nurhuda, Soeradi O, Suhana M, Sodikin M. 1995. Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Pare Terhadap Jumalah dan Motilitas Spermatozoa Tikus Jantan. Jurnal Kedokteran YARSI 3(2).
Rani, Akhyar, Solikin, M. Mirhansyah. 2015. Determine of Airway Efectiveness Between Supine Ekstension Head Postions and Miring Stabil Position Post Appendectomy with General Anesthesia In Recovery Departement In Blud Brigjend H.Hassan Basry Kandangan Hospital In 2012. Caring 1(2).
Roberts MF, Wink M. 1998. Alkaloids: Biochemistry, Ecology and Medicinal Application. New York: Plenum Press.
Sudisma IGN, Putra Pemayun IGAG, Warditha AAGJ, Gorda IW. 2006. Buku Ajar Ilmu Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Denpasar: Pelawa Sari.
Last Updated on 26 Februari 2023