Insomnia adalah suatu gangguan tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur dengan gejala-gejala selalu merasa letih sepanjang hari.
Ada beberapa jenis insomnia, yaitu insomnia transient yang bersifat sementara, insomnia jangka pendek yang dapat berlangsung selama beberapa minggu, insomnia kronis yang dapat diderita selama lebih dari empat minggu.
Pengertian insomnia dan sebab-sebabnya:
Mengingat begitu banyaknya gangguan tidur yang dialami manusia, seperti sulit tidur, sering terbangun dalam tidur, dan gangguan tidur lainnya, maka sulit untuk memberikan definisi yang tepat tentang apa itu insomnia. Namun, secara umum, insomnia dapat diartikan sebagai gangguan tidur yang dialami seseorang yang menyebabkan ia sulit untuk tidur atau sering terbangun dalam tidur.
Insomnia dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu primordial dan secundum. Primordial insomnia adalah jenis insomnia yang tidak disebabkan oleh gangguan kesehatan atau penyakit tertentu, sedangkan secundum insomnia adalah jenis insomnia yang disebabkan oleh gangguan kesehatan atau penyakit tertentu.
Penyebab primordial insomnia biasanya adalah stres, kecemasan, atau perubahan gaya hidup. Penyebab secundum insomnia, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, adalah gangguan kesehatan atau penyakit tertentu, misalnya gangguan tiroid, gangguan saraf, atau penyakit jantung.
Tidak semua orang yang mengalami gangguan tidur akan mengalami insomnia. Gangguan tidur yang dialami seseorang harus menyebabkan ia sulit untuk tidur selama minimal satu minggu dan gangguan tersebut harus menimbulkan gejala seperti mudah lelah, mudah iriham (iritabilitas), susah konsentrasi, dan gangguan daya ingat untuk dapat dikatakan sebagai insomnia.
Insomnia disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya faktor fisik karena menderita penyakit tertentu, faktor lingkungan, faktor psikologis dan faktor prikiatris. Untuk mengatasi gangguan ini kita dapat menggunakan teknik-teknik relaksasi, pemrograman bawah sadar dan terapi obat-obatan.
Tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang. Untuk dapat berfungsi secara optimal, maka setiap orang memerlukan tidur yang cukup. Tidur merupakan suatu keadaan bawah sadar yang di alami seseorang, yang dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup.
Fungsi dan tujuan masih belum diketahui secara jelas. Meskipun demikian, tidur diduga bermanfaat untuk menjaga keseimbangan mental, emosional, dan kesehatan. Selain itu, stres pada paru, sistem kardiovaskuler, endokrin, dan lain-lainnya juga menurun aktivitasnya. Energi yang tersimpan selama dari tidur diarahkan untuk fungsi-fungsi seluler yang penting.
Secara umum terdapat dua efek fisiologis tidur, pertama efek pada sistem saraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan di antara berbagai susunan saraf.
Kedua, efek pada struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi organ dalam tubuh, mengingat terjadinya penurunan aktivitas organ-organ tubuh tersebut selama tidur. Selama tidur seseorang akan mengulang kembali kejadian-kejadian sehari-hari, memproses dan menggunakan untuk masa depan[1].
Fisiologi Tidur
Hipotalamus mempunyai pusat-pusat pengendalian untuk beberapa jenis kegiatan tak-sadar dari badan, yang salah satu diantaranya menyangkut tidur dan bangun. Cedera pada hipotalamus dapat mengakibatkan seseorang tidur dalam jangka waktu yang luar biasa panjang atau lama.
Formasi retikuler terdapat dalam pangkal otak. Formasi itu menjulang naik menembus medulla, pons, otak bagian tengah, lalu ke hipotalamus. Formasinya tersusun dari banyak sel syaraf dan serat syaraf. Serat-seratnya mempunyai hubungan-hubungan yang meneruskan impuls-impuls ke kulit otak dan ke tali sumsum tulang belakang.
Formasi retikular itu memungkinkan terjadinya gerakan-gerakan refleks serta yang disengaja dengan mudah, maupun kegiatan-kegiatan kortikal yang bertalian dengan keadaan waspada.
Di waktu tidur, sistem retikular mendapat hanya sedikit rangsangan dari korteks serebral (kulit otak) serta permukaan luar tubuh. Keadaan bangun terjadi apabila sistem retikular dirangsang dengan rangsangan-rangsangan dari korteks serebral dan dari organ-organ serta sel-sel pengindraan di kulit[2].
Teori Dasar Tidur
Diduga penyebab tidur adalah proses penghambatan aktif. Ada teori lama yang menyatakan bahwa area eksitatori pada batang otak bagian atas, yang disebut “sistem aktivasi retikular”, mengalami kelelahan setelah seharian terjaga dan karena itu, menjadi inaktif. Keadaan ini disebut teori pasif dari tidur.
Percobaan penting telah mengubah pandangan ini ke teori yang lebih baru bahwa tidur barangkali disebabkan oleh proses penghambatan aktif. Hal ini terbukti dari suatu percobaan dengan cara melakukan pemotongan batang otak setinggi regio midpontil, dan berdasarkan perekaman listrik ternyata otak tak pernah tidur.
Dengan kata lain, ada beberapa pusat yang terletak dibawah ketinggian midpontil pada batang otak, diperlukan untuk menyebabkan tidur dengan cara menghambat bagian-bagian otak lainnya.
Perangsangan pada beberapa daerah spesifik otak dapat menimbulkan keadaan tidur dengan sifat-sifat yang mendekati keadaan tidur alami.
Daerah-daerah tersebut adalah :
- Nuklei rafe, yang terletak di separuh bagian bawah pons dan medula.
- Nukleus traktus solitarius, yang merupakan regio sensorik medula dan
- pons yang dilewati oleh sinyal sensorik viseral yang memasuki otak melalui syaraf-syaraf vagus dan glossofaringeus, juga menimbulkan keadaan tidur.
Beberapa regio diensefalon, yaitu bagian rostral hipotalamus, terutama area suprakiasma dan adakalanya suatu area di nuklei difus pada talamus. Gelombang Otak
Sejak adanya alat EEG (Electro Encephalo Graph), maka aktivitas-aktivitas di dalam otak dapat direkam dalam suatu garafik .
Alat ini juga dapat memperlihatkan fluktuasi energi (gelombang otak) pada kertas grafik. Sifat gelombang otak bergantung pada besarnya korteks serebri, dan gelombang otak mengalami perubahan pada saat siaga, tidur dan koma[3].
EEG saat terjaga ditandai oleh gelombang alfa dengan frekuensi 8-12 siklus perdetik. Dijumpai saat terjaga dalam keadaan tenang, dalam keadaan istirahat pikiran. Saat orang jatuh tertidur, akrifitas alfa mulai menghilang. Gelombang beta timbul pada frekuensi lebih dari 14 putaran perdetik dan dapat setinggi 80 putaran perdetik.
Stadium I ditandai oleh aktifitas teratur , tegangan rendah, dan frekuensi 3-7 siklus perdetik. Stadium II ditandai dengan pola gelombang yang menunjukkan pencatatan berbentuk pilin (spindle-shaped) dengan frekuensi 12-14 siklus perdetik (sleep spindle), lambat dan trifasik yang dikenal sebagai komplek K.
Stadium III ditandai dengan gelombang delta yang menunjukkan aktifitas tegangan tinggi dengan frekuensi 0,5-2,5 siklus perdetik. Gelombang delta terjadi pada saat tidur nyenyak, pada bayi dan pada penyakit organik otak yang parah.
Gelombang teta mempunyai frekuensi antara 4 dan 7 putaran perdetik. Gelombang ini terjadi pada keadaan stres emosi pada orang dewasa , terutama saat mengalami kekecewaan dan frustasi serta pada gangguan 1,2 otak terutama keadaan otak yang berdegenerasi.
Macam / Pola / Tahapan Tidur
Ada 2 pola/macam/tahapan tidur, yaitu :
Pola Tidur Biasa atau NREM
Pola / tipe tidur biasa ini juga disebut NREM (Non Rapid Eye Movement = Gerakan mata tidak cepat). Pola tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam tidur gelombang pendek karena gelombang otak selama NREM lebih lambat daripada gelombang alpha dan beta pada orang yang sadar atau tidak dalam keadaan tidur. Tanda-tanda tidur NREM adalah: mimpi berkurang, keadaan istirahat (otot mulai berelaksasi), tekanan darah turun, kecepatan pernafasan turun, metabolisme turun, gerakan mata lambat.
Pada fase ini biasanya orang masih bisa mendengarkan suara di sekitarnya, sehingga dengan demikian akan mudah terbangun dari tidurnya. Tidur NREM ini mempunyai 4 (empat) tahap.
- Tahap I Tahap ini merupakan tahap transisi, berlangsung selama 5 menit yang mana seseorang beralih dari sadar menjadi tidur. Seseorang merasa kabur dan relaks, mata bergerak ke kanan dan ke kiri, kecepatan jantung dan pernafasan turun secara jelas. Gelombang alfa sewaktu seseorang masih sadar diganti dengan gelombang beta yang lebih lambat. Seseorang yang tidur pada tahap I dapat di bangunkan dengan mudah.
- Tahap II Tahap ini merupakan tahap tidur ringan, dan proses tubuh terus menurun. Mata masih bergerak-gerak, kecepatan jantung dan pernafasan turun dengan jelas, suhu tubuh dan metabolisme menurun. Gelombang otak ditandai dengan “sleep spindles” dan gelombang K komplek. Tahap II berlangsung pendek dan berakhir dalam waktu 10 sampai dengan 15 menit.
- Tahap III Pada tahap ini kecepatan jantung, pernafasan serta proses tubuh berlanjut mengalami penurunan akibat dominasi sistem syaraf parasimpatik. Seseorang menjadi lebih sulit dibangunkan. Gelombang otak menjadi lebih teratur dan terdapat penambahan gelombang delta yang lambat. 1
- Tahap IV Tahap ini merupakan tahap tidur dalam yang ditandai dengan predominasi gelombang delta yang melambat. Kecepatan jantung dan pernafasan turun. Seseorang dalam keadaan rileks, jarang bergerak dan sulit dibangunkan. Siklus tidur sebagian besar merupakan tidur NREM dan berakhir dengan tidur REM.
Pola Tidur Paradoksikal atau REM
Pola / tipe tidur paradoksikal ini disebut juga (Rapid Eye Movement = Gerakan mata cepat). Tidur tipe ini disebut “Paradoksikal” karena hal ini bersifat “Paradoks”, yaitu seseorang dapat tetap tertidur walaupun aktivitas otaknya nyata. Ringkasnya, tidur REM / Paradoks ini merupakan pola/tipe tidur dimana otak benar-benar dalam keadaan aktif. Namun, aktivitas otak tidak disalurkan ke arah yang sesuai agar orang itu tanggap penuh terhadap keadaan sekelilingnya kemudian terbangun. Pola / tipe tidur ini, ditandai dengan :
- Mimpi yang bermacam-macam, Perbedaan antara mimpi-mimpi yang timbul sewaktu tahap tidur NREM dan tahap tidur REM adalah bahwa mimpi yang timbul pada tahap tidur REM dapat diingat kembali, sedangkan mimpi selama tahap tidur NREM biasanya tak dapat diingat. Jadi selama tidur NREM tidak terjadi konsolidasi mimpi dalam ingatan.
- Mengigau atau bahkan mendengkur
- Otot-otot kendor (relaksasi total)
- Kecepatan jantung dan pernafasan tidak teratur, sering lebih cepat
- Perubahan tekanan darah
- Gerakan otot tidak teratur
- Gerakan mata cepat
- Pembebasan steroid
- Sekresi lambung meningkat
- Ereksi penis pada pria
Syaraf-syaraf simpatik bekerja selama tidur REM. Dalam tidur REM diperkirakan terjadi proses penyimpanan secara mental yang digunakan sebagai pelajaran, adaptasi psikologis dan memori. Fase tidur REM (fase tidur nyenyak) ini berlangsung selama ± 20 menit. Dalam tidur malam yang berlangsung selama 6-8 jam, kedua pola tidur tersebut (REM dan NREM) terjadi secara bergantian sebanyak 4-6 siklus.
Definisi Dari Insomnia
Insomnia sendiri didefinisikan sebagai suatu persepsi dimana seseorang merasa tidak cukup tidur atau merasakan kualitas tidur yang buruk walaupun orang tersebut sebenarnya memiliki kesempatan tidur yang cukup, sehingga mengakibatkan perasaan yang tidak bugar sewaktu atau setelah terbangun dari tidur.
Sebenarnya insomnia bukan merupakan suatu penyakit. Terkadang insomnia hanya merupakan manifestasi dari suatu kondisi fisik seperti kelelahan yang menumpuk karena kurangnya tidur dalam jangka lama atau gejala dari 3 ketidakseimbangan emosional yang sedang dialami seseorang.
Pembagian Insomnia Berdasarkan Waktu
Penderita insomnia berbeda dengan orang yang memang waktu tidurnya pendek (short sleepers), dimana pada short sleepers meskipun waktu tidur mereka pendek, mereka tetap merasa bugar sewaktu bangun tidur, berfungsi secara normal di siang hari, dan mereka tidak mengeluh tentang tidur mereka di malam 3 hari. Berdasarkan waktu terjadinya, insomnia dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:
- Transient insomnia: insomnia yang berhubungan dengan kejadian-kejadian tertentu yang berlangsung sementara dan biasanya menimbulkan stress dan dapat dikenali dengan mudah oleh pasien sendiri. Diagnosis transient insomnia biasanya dibuat setelah keluhan pasien sudah hilang. Keluhan ini kurang lebih ditemukan sama pada pria dan wanita dan episode berulang juga cukup sering ditemukan, faktor yang memicu antara lain akibat lingkungan tidur yang berbeda, gangguan irama sirkadian sementara akibat jet lag atau rotasi waktu kerja, stress situasional akibat lingkungan kerja baru, dan lain-lainnya. Transient insomnia biasanya tidak memerlukan terapi khusus dan jarang membawa pasien ke dokter. [4]
- Short-term insomnia: Berlangsung kurang dari 3 minggu dan biasanya disebabkan oleh kejadian-kejadian stress yang lebih persisten, seperti kematian salah satu anggota keluarga.
- Cyclical insomnia (recurrent insomnia): Kondisi ini lebih jarang daripada transient insomnia. Kondisi ini terjadi akibat ketidakseimbangan antara tidur dan bangun. Ketidakseimbangan ini dapat terjadi sementara ataupun seumur hidup. Kejadian berulang ini bisa terjadi akibat perubahan fisiologis seperti siklus premenstrual ataupun perubahan psikologik seperti manik depresif, anorexia nervosa, atau kambuhnya perubahan perilaku tertentu seperti kecanduan obat, dan lain sebagainya.
- Chronic insomnia (persistent insomnia) : Berlangsung lebih dari 3 malam setiap minggunya yang terus berlangsung selama lebih dari satu bulan.
Dibagi menjadi 2, yaitu insomnia primer dan sekunder. [5]
faktor resiko insomnia
Ada beberapa faktor resiko insomnia, yaitu[6]:
- Emosi. Transient dan recurrent insomnia biasanya disebabkan oleh gangguan emosi. Memendam kemarahan, cemas, ataupun depresi bisa menyebabkan insomnia.
- Kebiasaan. Penggunaan kafein, alkohol yang berlebihan, tidur yang berlebihan, merokok sebelum tidur dan stress kronik bisa menyebabkan insomnia.
- Faktor lingkungan seperti bising, suhu yang ekstrim, dan perubahan lingkungan atau jet lag bisa menyebabkan transient dan recurrent insomnia.
- Usia di atas 50 tahun
- Jenis kelamin. Insomnia lebih banyak menyerang wanita (20-50% lebih tinggi daripada pria). Wanita lebih sering menderita insomnia karena siklus mentruasinya. 50% wanita dilaporkan menderita kembung yang mengganggu tidurnya 2-3 hari di setiap siklusnya. Peningkatan kadar progesteron menyebabkan rasa lelah pada awal siklus.
- Episode insomnia sebelumnya.
- Penyakit kronis yang menyebabkan nyeri (misalnya arthritis), terbatasnya pergerakan (misalnya Parkinson), atau kesulitan bernapas (misalnya COPD).
Pembagian Insomnia Berdasarkan Etimologi
Dari sisi etiologi, ada 2 macam insomnia, yaitu:
- Insomnia primer. Pada insomia primer, terjadi hyperarousal state dimana terjadi aktivitas ascending reticular activating system yang berlebihan. Pasien bisa tidur tapi tidak merasa tidur. Masa tidur REM sangat kurang, sedangkan masa tidur NREM cukup, periode tidur berkurang dan terbangun lebih sering. Insomnia primer ini tidak berhubungan dengan kondisi kejiwaan, masalah neurologi, masalah medis lainnya, ataupun penggunaan obat-obat tertentu. Istilah ini ditujukan bagi gangguan tidur yang muncul begitu saja tanpa ada latar belakang suatu kondisi yang spesifik, yang biasanya akibat dari ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri dengan pola tidur yang baik. 3,6
- Insomnia sekunder. Insomnia sekunder merupakan gangguan tidur yang disebabkan karena gangguan irama sirkadian, kejiwaan, masalah neurologi atau masalah medis lainnya, atau reaksi obat. Insomnia ini sangat sering terjadi pada orang tua. Insomnia ini bisa terjadi karena psikoneurotik dan penyakit organik. Pada orang dengan insomnia karena psikoneurosis, sering didapatkan keluhan-keluhan non organik seperti sakit kepala, kembung, badan pegal yang mengganggu tidur. Keadaan ini akan lebih parah jika orang tersebut mengalami ketegangan karena persoalan hidup. Pada insomnia sekunder karena penyakit organik, pasien tidak bisa tidur atau kontinuitas tidurnya terganggu karena nyeri organik, misalnya penderita arthritis yang mudah terbangun karena nyeri yang timbul karena perubahan sikap tubuh. 6
Manifestasi insomnia bisa berupa[4] :
- Kesulitan untuk jatuh tertidur pada waktu yang normal (initial insomnia) Didefinisikan sebagai kesulitan tertidur yang lebih dari 30 menit. Biasanya disebabkan karena tingkat kesadaran yang tinggi yang berhubungan dengan anxietas atau faktor lain.
- Kesulitan untuk mempertahankan tidur / sering terbangun dari tidur lalu sulit tertidur kembali. Keadaan ini bisa muncul secara ireguler dalam 1 malam atau muncul pada waktu-waktu tertentu, seperti selama fase tidur REM.
- Terbangun lebih cepat di pagi hari. (terminal insomnia)Kondisi ini cukup sering ditemukan pada orang tua. Merasa tetap lelah dan mengantuk meskipun durasi tidur sudah cukup. Merasa cemas jika sudah mendekati waktu tidur.
- paling tidak meliputi satu atau lebih dari gejala berikut: terasa letih atau mengantuk di waktu siang menyebabkan kerap tidur di siang hari; gangguan atensi atau perhatian, konsentrasi atau memori; gangguan mood, iritabilita atau sensitif; kurang energi atau motivasi; sakit kepala atau gangguan pencernaan.
faktor psikologis yang menyebabkan Insomnia
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-IV (DSM-IV), menunjukkan beberapa gejala dimana seseorang didiagnosis menderita insomnia [7] karena faktor psikologis yaitu:
- 1. Kesulitan untuk memulai, mempertahankan tidur, dan tidak dapat memperbaiki tidur selama sekurangnya satu bulan merupakan keluahan yang palingbanyakterjadi.
- 2. Insomnia ini menyebabkan penderita menjadi stres sehingga dapat mengganggu fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi penting yang lain.
- 3. Insomnia karena faktor psikologis ini bukan termasuk narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan, gangguan ritme sirkadian atauparasomnia.
- 4. Insomnia karena faktor psikologis tidak terjadi karena gangguan mental lain seperti gangguan depresi, delirium.
- 5. Insomnia karena faktor psikologis tidak terjadi karena efek fisiologis yang langsung dari suatu zat seperti penyalahgunaan obat atau kondisi medis yang umum.
Dampak Dan Efek Yang Ditimbukan Akibat Insomnia
Insomnia dapat memberi efek pada kehidupan seseorang, antara lain :
- Efek fisiologis. Karena kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stress, terdapat peningkatan noradrenalin serum, peningkatan ACTH dan kortisol, juga penurunan produksi melatonin.
- Efek psikologis. Dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi , irritable, kehilangan motivasi, depresi, dan sebagainya.
- Efek fisik/somatik. Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi, dan sebagainya.
- Efek sosial. Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah mendapat promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmati hubungan sosial dan keluarga.
- Kematian. Orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka harapan hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam. Hal ini mungkin disebabkan karena penyakit yang menginduksi insomnia yang memperpendek angka harapan hidup atau karena high arousal state yang terdapat pada insomnia mempertinggi angka mortalitas atau mengurangi kemungkinan sembuh dari penyakit. Selain itu, orang yang menderita insomnia memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk mengalami kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan dengan orang normal.
Obat-obatan yang tersedia untuk mengatasi insomnia
Gangguan tidur seperti Insomnia seringkali menyebabkan penderita merasa lesu dan tidak bergairah sepanjang hari. Untuk mengatasi insomnia, banyak obat-obatan yang tersedia di apotek. Berikut adalah beberapa obat-obatan yang bisa digunakan untuk mengatasi insomnia:
1. Obat Antidepresan
Obat antidepresan adalah obat yang biasanya digunakan untuk mengatasi gangguan tidur seperti insomnia. Obat ini bekerja dengan meningkatkan neurotransmiter serotonin dan mengurangi neurotransmiter norepinefrin sehingga dapat membantu penderita untuk tertidur dengan nyenyak. Beberapa obat antidepresan yang sering dijual di apotek adalah fluoxetine, sertraline, dan paroxetine.
2.Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah kelas obat psikoaktif yang bertindak sebagai depresan sistem saraf pusat (SSP). Mereka adalah beberapa obat yang paling sering diresepkan di dunia, dan digunakan untuk mengobati berbagai kondisi, termasuk kecemasan, insomnia, dan kejang.
Benzodiazepin bekerja dengan mengikat subtipe tertentu dari reseptor GABA, yaitu neurotransmitter yang berperan dalam menghambat aktivitas neuron. Tindakan ini menyebabkan neuron menjadi kurang aktif, yang menyebabkan efek sedatif, ansiolitik, dan antikonvulsan benzodiazepin.
Benzodiazepin umumnya aman dan efektif jika digunakan sesuai petunjuk, tetapi dapat membuat ketagihan dan dapat menyebabkan efek samping yang serius jika dikonsumsi dalam dosis besar atau dalam jangka waktu lama. Penting untuk mendiskusikan risiko dan manfaat benzodiazepin dengan dokter Anda sebelum memulai pengobatan.
5.Doxepine
Doxepine adalah obat yang digunakan untuk mengobati gangguan tidur seperti insomnisia. Doxepine bekerja dengan cara mengatur neurotransmiter di otak yang bertanggung jawab untuk mengatur mood dan perilaku. Doxepine juga dapat digunakan untuk mengobati gejala depresi, anxiety, dan pruritus.
6.Lemborexant (Dayvigo)
Lemborexant (Dayvigo) adalah obat yang baru dikembangkan untuk mengobati gangguan tidur. Ini bekerja dengan menghambat zat kimia di otak yang menyebabkan gangguan tidur. Lemborexant dapat membantu Anda untuk tidur lebih lama dan lebih nyenyak.
Lemborexant telah diteliti dalam beberapa penelitian klinis. Penelitian telah menunjukkan bahwa obat ini dapat membantu orang dewasa dengan gangguan tidur untuk tidur lebih lama dan lebih nyenyak. Lemborexant juga dapat mengurangi gangguan tidur pada orang dewasa dengan Alzheimer.
Lemborexant masih dalam tahap penelitian. Obat ini belum tersedia secara resmi di Indonesia. Namun, beberapa apotek di Indonesia mungkin menjual obat ini secara online.
7.Ramelteon
Ramelteon adalah obat yang digunakan untuk mengobati gangguan tidur. Obat ini bekerja dengan menenangkan sistem saraf pusat sehingga Anda dapat tertidur dengan lebih mudah. Ramelteon juga dapat digunakan untuk mengobati gangguan tidur seperti insomnia.
8.Suvorexant (Belsomra):
Suvorexant (Belsomra) adalah obat yang digunakan untuk mengobati gangguan tidur. Ini bekerja dengan menghambat neurotransmiter orexin yang berperan dalam mengatur ritme tidur-bangun seseorang.
Suvorexant dapat diberikan sebagai pil yang ditelan, atau dalam bentuk tablet sublingual (dimasukkan di bawah lidah). Efeknya biasanya terlihat setelah beberapa minggu penggunaan rutin.
Meskipun suvorexant umumnya aman dan efektif, beberapa efek samping yang pernah dilaporkan meliputi mual, diare, konstipasi, gangguan lambung, dan masalah pencernaan lainnya. Karena itu, obat ini tidak boleh dikonsumsi oleh mereka yang sedang menjalani pengobatan dengan obat-obatan lain, atau mereka yang menderita penyakit kronis.
9.Zaleplon (Sonata):
Zaleplon, yang dijual dengan nama dagang Sonata, adalah obat yang digunakan untuk menangani gangguan tidur. Zaleplon bekerja dengan cara menurunkan aktivitas otak sehingga Anda dapat tertidur dengan lebih mudah.
Zaleplon termasuk kelompok obat yang disebut obat penenang. Obat penenang bekerja dengan cara menurunkan aktivitas saraf pusat sehingga Anda dapat merasa lebih rileks dan tidak stres.
Zaleplon dapat digunakan untuk mengatasi gangguan tidur seperti insomnia. Zaleplon biasanya digunakan untuk waktu yang singkat (maksimum 10 hari) karena efeknya yang cepat.
10.Zolpidem (Ambien, Edluar, Intermezzo):
Zolpidem, yang dikenal sebagai Ambien, Edluar, dan Intermezzo di Amerika Serikat, adalah obat yang digunakan untuk mengobati gangguan tidur. Zolpidem bekerja dengan menenangkan saraf pada otak, yang membuat Anda merasa lebih nyenyak dan dapat tertidur dengan lebih mudah.
Zolpidem dapat dibeli dengan resep dokter di Amerika Serikat. Zolpidem tersedia dalam tablet, kapsul, dan tablet sublingual (tablet yang dapat dicerna di bawah lidah). Zolpidem juga tersedia dalam bentuk sirup, yang digunakan untuk pengobatan gangguan tidur pada anak-anak.
Zolpidem dapat menimbulkan efek samping seperti pusing, mual, dan diare. Zolpidem juga dapat menyebabkan ketergantungan, yang berarti Anda akan merasa sulit untuk tidur tanpa obat ini. Jika Anda menghentikan pengobatan dengan zolpidem secara tiba-tiba, Anda mungkin akan mengalami withdrawal, yang dapat menyebabkan gejala seperti mual, diare, dan pusing.
Berikut ini beberapa Cara mengatasi insomnia dengan terapi:
Untuk mengatasi insomnia, beberapa orang mencoba terapi. Terapi ini dapat membantu mengurangi gangguan tidur dan meningkatkan kualitas tidur. Terapi ini biasanya dilakukan oleh dokter atau psikolog yang berpengalaman dalam mengatasi gangguan tidur.
1. Melakukan terapi relaksasi
Terapi relaksasi adalah salah satu Cara mengatasi insomnia yang cukup efektif. Melalui terapi ini, seseorang dapat merelaksasikan seluruh tubuh dan pikirannya sehingga dapat menenangkan saraf-saraf yang tegang.
2. Melakukan terapi hypnotherapy
Hypnotherapy merupakan salah satu bentuk terapi yang dilakukan dengan menggunakan teknik hipnoterapi. Melalui terapi ini, seseorang dapat membantu mengatasi gangguan tidur seperti insomnia.
3. Melakukan terapi aromatherapy
Terapi aromatherapy adalah terapi penyembuhan dengan menggunakan essential oil (minyak atsiri). Aromatherapy dapat membantu meningkatkan kualitas tidur seseorang dan mengurangi gangguan tidur seperti insomnia.
4. Melakukan terapi meditasi
Meditasi merupakan salah satu Cara mengatasi insomnia yang cukup efektif. Melalui meditasi, seseorang dapat menenangkan pikirannya sehingga dapat membantu mengurangi gangguan tidur seperti insomnia.
5. Melakukan terapi yoga
Yoga merupakan salah satu bentuk terapi relaksasi yang dapat membantu mengatasi gangguan tidur seperti insomnia. Melalui yoga, seseorang dapat merelaksasikan seluruh tubuh dan pikirannya sehingga dapat mengurangi gangguan tidur seperti insomnia.
Tips untuk mengatasi insomnia:
Untuk mengatasi insomnia, Anda perlu mencari tahu sebab-sebabnya dan mencoba berbagai tips dan trik untuk meningkatkan kualitas tidur Anda.
Berikut adalah beberapa tips untuk mengatasi insomnia:
- Buat rutinitas tidur yang konsisten
- Tempatkanlah tidur Anda di tempat yang dingin, gelap, dan tenang
- Matikan televisi, ponsel, dan perangkat lain sebelum tidur
- Hindari konsumsi kafein, alkohol, dan obat-obatan sebelum tidur
- Olahraga secara teratur, namun hindari olahraga sebelum tidur
- Buat daftar kekhawatiran Anda sebelum tidur untuk membantu Anda merelakannya
- Tidur selama 7-8 jam setiap malam
- Periksa apakah Anda menderita penyakit yang dapat menyebabkan insomnia, seperti gangguan tiroid, gangguan penyakit Alzheimer, atau gangguan Parkinson.
Kesimpulan
Tidur merupakan salah satu kebutuhan manusia. Dengan tidur yang cukup yaitu sekitar 6-8 jam perhari, seseorang dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik dan segar. Selain itu tidur juga memberikan dampak yang positif terhadap tubuh.
Pada saat tidur, terdapat gelombang otak yang terekam melalui EEG. Masing-masing fase tidur mempunyai gambaran khas gelombang otak, mulai dari dalam keadaan terjaga hingga memasuki fase NREM dan REM. Setiap orang mempunyai sikus bangun terjaga atau disebut irama sirkadian[8].
Dimana pada saat siang hari seseorang berada dalam kondisi terjaga sedangkan pada malam hari seseorang mungkin akan mulai merasakan mengantuk kemudian tidur. Kondisi yang mengganggu siklus ini dalam beberapa saat akan membuat terganggunya atau berubahnya siklus bangun terjaga seseorang.
Insomnia merupakan suatu kondisi dimana terdapat gangguan tidur. Manifestasinya berupa sulit utuk mengawali tidur, sulit untuk mempertahankan tidur atau sering terbangun dari tidur dan tidak bisa tidur kembali , sering bangun awal dan karena hal itu seseorang akan merasakan ngantuk di siang hari.
Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena kondisi fisik tertentu, misal menderita penyakit tertentu seperti flu, asma, dan lain-lain; kondisi lingkungan seperti, pencahayaan, suhu, kebisingan, dan lain-lain; faktor mental seperti cemas, depresi, dan lain-lain; konsumsi substansi tertentu, seperti obat-obatan, alkohol, kafein, dan lain-lain.
Menurut lama terjadinya, insomnia dibagi menjadi:
- transient insomnia,
- short-term insomnia,
- cyclical insomnia (recurrent insomnia),
- chronic insomnia (persistent insomnia).
Insomnia kronik dibagi menjadi dua yaitu: insomnia primer yang tidak disebabkan oleh kondisi medis atau hal lain, melainkan muncul tanpa ada hal yang melatarbelakangi dan insomnia sekunder yang disebabkan oleh kondisi medis tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Guyton Arthur C, MD & Hall John E, Ph.D . Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1996. P. 945-950.
[2] Kaplan Harold I, MD et al. Sinopsis Psikiatri jilid 2. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher, 2010. P. 210-217.
[3] Buysse Daniel J., M.D et al. Insomnia: the Journal of Lifelong Learning in Psychiatry. Fall 2005 Vol. III No.4 : 568-584.
[4] Summers Michael, MD et al. Recent Developments in the Classification, Evaluation, and Treatment of Insomnia: Contemporary Review in Sleep Medicine. 2011: 276-286.
[5] NIH State of the Science. Conference Statement on Manifestations and Management of Chronic Insomnia in Adults: the Journal of Lifelong Learning in Psychiatry. Fall 2009 Vol. VII No.4 : 538-546.
[6] Doghramji Karl, M.D et al. Evaluation and Management of Insomnia in the Psychiatric Setting: the Journal of Lifelong Learning in Psychiatry. Fall 2009 Vol. VII No.4 : 441-451.
[7] Mai Evelyn, M.D et al. Insomnia: Prevalence, Impact, Pathogenesis, Differential Diagnosis, and Evaluation: the Journal of Lifelong Learning in Psychiatry. Fall 2009 Vol. VII No.4 : 491-498.
[8] Drake Christopher L,Ph.D et al. Insomnia Causes, Consequences, and Therapeutics: An Overview. Depression and Anxiety. 2003; 18 : 163-176.
Last Updated on 21 November 2022