PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA NELAYAN

Avatar of jurnal
dermatitis kontak akibat kerja, prevalensi, karakteristik, nelayan

Dermatitis kontak (Contact dermatitis) adalah jenis peradangan pada kulit. Ini terjadi ketika kulit bersentuhan dengan zat yang mengiritasi atau menyebabkan reaksi alergi. Gejala dermatitis kontak termasuk kemerahan, bengkak, gatal, dan melepuh. Reaksi biasanya terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa jam setelah terpapar zat tersebut. Dalam beberapa kasus, mungkin perlu berhari-hari atau berminggu-minggu untuk gejala berkembang.

Dermatitis kontak berbeda dengan jenis dermatitis lainnya, seperti dermatitis atopik dan dermatitis seboroik, karena disebabkan oleh zat luar. Alergen yang dapat menyebabkan dermatitis kontak termasuk poison ivy, nikel, lateks, dan kosmetik. iritan termasuk sabun, deterjen, dan bahan kimia.

Jika Anda menderita dermatitis kontak, Anda harus menghindari zat yang menyebabkan reaksi. Jika Anda alergi terhadap suatu zat, Anda mungkin perlu mengambil suntikan alergi. Anda juga dapat menggunakan antihistamin dan krim kortikosteroid untuk meredakan gejala.

Dermatitis atopik, juga dikenal sebagai eksim, adalah kondisi peradangan kulit kronis yang menyebabkan kulit kering, gatal, dan meradang. Penyebab pasti dermatitis atopik tidak diketahui, tetapi diduga merupakan kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan. Orang dengan dermatitis atopik lebih cenderung memiliki alergi lain, seperti demam dan asma.

Dermatitis atopik biasanya dimulai pada masa kanak-kanak, dan sebagian besar anak-anak akan mengatasi kondisi tersebut pada masa dewasa. Namun, beberapa orang akan terus mengalami gejala hingga dewasa. Tingkat keparahan dermatitis atopik dapat bervariasi dari ringan hingga berat, dan dapat kambuh (menjadi lebih buruk) setiap saat.

Gejala dermatitis atopik yang paling umum adalah gatal. Rasa gatal bisa ringan atau parah, dan seringkali lebih buruk di malam hari. Kulit mungkin juga kering, merah, dan meradang. Dalam kasus yang parah, kulit bisa pecah dan berdarah.

Dermatitis atopik bisa menjadi kondisi yang sangat melemahkan, baik secara fisik maupun emosional. Rasa gatal bisa mengganggu tidur, dan kulit yang meradang bisa terasa nyeri. Kondisi ini juga dapat menyebabkan isolasi sosial dan depresi.

Tidak ada obat untuk dermatitis atopik, tetapi ada perawatan yang dapat membantu mengendalikan gejalanya. Ini termasuk pelembab, krim anti-gatal, krim kortikosteroid, dan terapi cahaya.

Sedangkan Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) adalah salah satu penyakit kulit yang timbul pada lingkungan kerja akibat adanya kontak langsung dari pekerja dengan bahan iritan maupun alergen. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi dan karakteristik kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada nelayan di Desa Perancak, Jembrana tahun 2018.

Dermatitis kontak merupakan salah satu jenis dermatitis yang paling umum. Dermatitis kontak dapat terjadi karena banyak hal, mulai dari alergi terhadap kosmetik hingga kontak dengan bahan kimia. Dermatitis kontak juga dapat terjadi setelah kontak dengan hewan peliharaan atau tumbuhan.

Dermatitis kontak sering kali dapat dicegah dengan menjaga kulit Anda tetap bersih dan kering. Jika Anda mengalami dermatitis kontak, maka Anda harus segera membersihkan kulit yang terkena dan menghindari kontak dengan apa yang menyebabkan alergi. Untuk mengurangi gatal-gatal, Anda dapat menggunakan hydrocortisone cream atau calamine lotion.

Penelitian ini dirancang sebagai studi deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan dengan teknik total sampling, dan didapatkan 46 orang yang sesuai kriteria. Hasil menunjukan bahwa dari 46 orang nelayan didapatkan kejadian tersering pada rentang usia 45-54 tahun (45,7%), dan didominasi oleh laki-laki (84,8%).

Gejala tersering adalah likenifikasi (76%), sering terjadi di telapak tangan (87%), dan sebagian besar responden tidak melakukan pengobatan (60,9%). Sebagian besar responden tidak memiliki riwayat atopi diri (80,4%), dan pada keluarga (84,8%).

Sebagian besar responden sudah memiliki masa kerja ≥4 tahun(97,8%). Seluruh responden menyatakan mengalami kontak langsung dengan peralatan kerja, dan terkadang mengakibatkan luka.

Penggunaan alat pelindung diri tidak dilakukan oleh 43 orang (93,5%). Lama kontak >4 jam/hari (93,5%), dan frekuensi paparan tersering >5 kali/hari (63%). Diperlukan tindakan pencegahan dengan menggunakan alat pelindung diri saat melakukan proses kerja.

Kata kunci: dermatitis kontak akibat kerja, prevalensi, karakteristik, nelayan.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara maritim salah yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan. Maka dari itu salah satu yang berkembang pada saat ini di Indonesia adalah industri perikanan. Dengan adanya peningkatan perkembangaan dalam segala bidang, Indonesia juga melakukan perubahan-perubahan baik dalam bidang pembangunan, industri maupun teknologi.

Tetapi perkembangan ini tidak hanya memberikan dampak yang baik, namun juga membawa dampak yang buruk terutama pada pekerjanya. Dampak buruk yang dapat terjadi adalah ancaman kesehatan bagi para pekerja, salah satunya adalah kesehatan kulit.

Kulit memiliki fungsi sebagai pelindung karena merupakan bagian terluar dari tubuh. Jika kulit mengalami kerusakan maka fungsi perlindungan tidak dapat berjalan dengan baik, sehingga memudahkan virus, bakteri, bahan alergen dan iritan masuk ke dalam tubuh.

Salah satu penyakit kulit adalah dermatitis. Dermatitis merupakan peradangan pada kulit (epidermis dan dermis), sebagai respon terhadap faktor eksogen maupun endogen yang menimbulkan kelainan klinis pada kulit yang berupa eritema, edema, papul, vesikel dengan keluhan gatal.1

Dermatitis  kontak merupakan dermatitis yang diakibatkan oleh adanya bahan iritan maupun alergen yang menempel pada kulit. Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak alergi (DKA) dan dermatitis kontak iritan (DKI). Kedua jenis ini dapat bersifat akut maupun kronis. Faktor endogen dan eksogen merupakan faktor risiko terjadinya dermatitis kontak akibat kerja.2

Dermatitis kontak merupakan 70-90% dari semua penyakit akibat kerja (PAK). Dermatitis kontak akibat kerja dapat terjadi akibat dari adanya kontak langsung pekerja dengan bahan iritan maupun alergen yang menimbulkan kelainan kulit. Setengah dari pekerja yang mengalami dermatitis kontak akibat kerja menimbulkan efek buruk pada kualitas hidup.3

Dampak yang ditimbulkan dari segi sosial-ekonomi sangat besar, namun sulit untuk ditentukan. Penyakit akibat kerja yang memiliki prevalensi tinggi dan juga memengaruhi kualitas hidup salah satunya adalah dermatitis kontak akibat kerja. Agar dapat merubah prognosis dan kualitas hidup, menemukan agen penyebab merupakan hal yang sangat penting.4

Di Bali masyarakat masih banyak yang memilih untuk bekerja sebagai petani, penggali pasir, penceluban kaos dan juga sebagai negara maritim tak sedikit masyarakat yang memilih melakoni pekerjaan sebagai nelayan. Pekerjaan sebagai nelayan tentunya sering terjadi kontak langsung dengan bahan iritan yang dapat memicu timbulnya risiko dermatitis kontak akibat kerja.

Hal tersebut akan berdampak pada penurunan produktivitas kerja dan juga meningkatkan biaya untuk pengobatan. Selain karena risiko kerja, kurangnya kesadaran akan usaha preventif sangat mempengaruhi tingkat kejadian dermatitis kontak akibat kerja, sehingga sangat diperlukan edukasi kepada pekerja khususnya kepada para nelayan.

Penulis tertarik menulis tentang dermatitis kontak akibat kerja pada nelayan, karena akan sangat membantu masyarakat luas khususnya nelayan dalam mengenali dan mencegah terjadinya dermatitis kontak akibat kerja (DKAK).

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian jenis deskriptif, dirancang dalam bentuk studi bedah lintang   (cross sectional)  yang menggambarkan mengenai distribusi suatu kasus berdasarkan variabel-variabel tertentu. Variabel independen dan dependen diukur bersamaan dalam waktu tertentu dan tidak ditindak lanjuti, diberi intervensi maupun di follow-up setelahnya.

Penelitian ini dilakukan di Desa Perancak, Jembrana, selama 4 bulan. Penelitian dilakukan dari bulan April sampai Juli Tahun 2018.

Sampel pada penelitian ini adalah nelayan di Desa Perancak, Jembrana yang terkena terkena dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) dan memenuhi kriteria. Kriteria inklusi meliputi nelayan penangkap ikan yang masih aktif menjadi nelayan dan menderita dermatitis kontak yang diakibatkan oleh pekerjaan sebagai nelayan yang terbukti dari hasil anamnesis dan gambaran klinis. Kriteria eksklusi meliputi subjek menolak berpartisipasi dan tidak menandatangani informed consent, serta subjek tidak dapat mengikuti proses pengisian kuesioner sepenuhnya karena suatu hal.

Teknik penentuan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah total sampling, dimana seluruh populasi target yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada periode april sampai juli tahun 2018 dimasukan sebagai sampel.

HASIL

Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Juli 2018 di Desa Perancak, Jembrana. Data total jumlah nelayan penangkap ikan di Desa Perancak adalah 238 orang. Data yang didapatkan peneliti adalah 46 responden yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Berdasarkan data tersebut dapat diperoleh prevalensi terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada nelayan di Desa Perancak adalah 19,33%.

Tabel1.Distribusi kelompok Umur

UmUr
Jumlah
Persentase
15-24 tahun
0
0
25-34 tahun
7
15,2
35-44 tahun
12
26,1
45-54 tahun
21
45,7
≥55 tahun
6
13
Total
46
100

Tabel 1 menunjukkan terdapat 21 orang (45,7%) ada pada rentangan usia 45-54 tahun, dan responden paling sedikit ada pada rentangan usia ≥55 tahun yaitu sebanyak 6 orang (13%). Pada responden usia termuda adalah 29 tahundan usia tertua adalah 69 tahun.

Tabel 2. Distribusi jenis kelamin

Jenis kelamin
Jumlah
Persentase
Perempuan
7
15,2
Laki-laki
39
84,8
Total
46
100

Tabel 2 menunjukkan lebih banyak

jumlah responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 39 orang (84,8%), dan jumlah perempuan 7 orang (15,2%). Di Desa Perancak sebagian besar nelayan penangkap ikan memang laki-laki.

Tabel 3. Distribusi tanda dan gejala peradangan kulit________

Tanda dan Gejala
Jumlah
Persentase
Gatal
24
52,2
Kemerahan
20
43,5
Rasa terbakar
1
2,2
Berbintik
17
37
Mengelupas
18
39,1
Kulit kering
10
21,7
Kulit bersisik
0
0
Likenifikasi
35
76

Tabel 3 menunjukkan bahwa paling banyak yaitu 35 orang (76%) mengalami likenifikasi pada kulit, gatal 24 orang (52,2%), kemerahan 20 orang (43,5%).

Gejala tersebut dapat diakibatkan oleh proses kerja nelayan yang cenderung mengalami gesekan. Keluhan gatal dapat diakibatkan karena adanya kontak dengan biota laut terutama ikan layur dan ubur-ubur.

Tabel 4. Distribusi berdasarkan lokasi lesi

Lokasi
Jumlah
Persentase
Telapak tangan
40
87
Punggung
5
10,9
tangan
Lengan tangan
3
6,5
Sela jari tangan
4
8,7
Telapak kaki
1
2,2
Punggung kaki
1
2,2
Kaki
2
4,3

Tabel 4 menunjukkan terdapat 40 orang (87%) dengan lokasi timbulnya lesi tersering pada telapak tangan. Lokasi lesi lain seperti sela jari, punggung tangan dan kaki dapat terkena dermatitis kontak pada sebagian kecil pekerja.

Tabel 5. Distribusi berdasarkan cara

pengobatan
Cara pengobatan Jumlah Persentase
Membiarkan tanpa pengobatan 42 91,3
Melakukan pengobatan 4 8,7
Total 46 100

Tabel 5 menunjukkan bahwa lebih banyak nelayan yaitu sejumlah 42 orang (91,3%) tidak mencari pengobatan terkait lesi akibat kerja. Namun 4 orang (8,7%) nelayan melakukan pengobatan ke dokter terkait gejala, ini dikarenakan responden merasa terganggu dengan gejala yang timbul.

Tabel 6. Distribusi riwayat atopi pada responden ___________

Riwayat atopi Pada responden
Jumlah
Persentase
Ya
9
19,6
Tidak
37
80,4
Total
46
100

Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 46 responden terdapat 9 orang (9,6%) yang memiliki riwayat atopi dan 37 orang (80,4%) tidak memiliki riwayat atopi.

Tabel 7. Distribusi riwayat atopi pada

keluarga responden_______

Riwayat atopi

Pada keluarga

Jumlah
Persentase
Ya
7
15,2
Tidak
39
84,8
Total
46
100

Tabel 7 menunjukkan bahwa dari 46 responden terdapat 7 orang (15,2%) yang memiliki riwayat atopi pada keluarga, dan 39 orang (84,8%) yang tidak memiliki riwayat atopi pada keluarga.

Tabel 8. Distribusi masa kerja

Jangka waktu
Jumlah
Persentase
< 4 tahun
1
2,2
≥ 4 tahun
45
97,8
Total
46
100

Tabel 8 menunjukkan sebagian besar telah bekerja selama ≥ 4 tahun yaitu sebanyak 45 orang (97,8%). Nelayan yang paling lama sudah bekerja selama 25 tahun, dan paling sebentar baru bekerja selama 2 tahun.

Tabel 9. Distribusi berdasarkan adanya kontak langsung dengan peralatan kerja

Kontak dengan peralatan kerja
Jumlah
Persentase
Ya
46
100
Tidak
0
0
Total
46
100

Tabel 9 menunjukkan seluruh responden yang berjumlah 46 orang (100%) menyatakan bahwa pada saat proses kerja selalu mengalami kontak langsung dengan peralatan kerja. Kontak langsung dengan peralatan kerja juga merupakan faktor predisposisi dari kejadian dermatitis kontak akibat kerja.

Tabel 10. Distribusi luka akibat kontak

_____________IangSung

Kejadian luka
Jumlah
Persentase
Ya
46
100
Tidak
0
0
Total
46
100

Tabel 10 menunjukkan seluruh responden menyatakan bahwa mengalami luka akibat dari kontak langsung dengan peralatan kerja. Lesi yang sering terjadi adalah akibat dari gesekan akibat menarik jaring, terkena pancing, dan juga akibat terkena hasil tangkapan itu sendiri.

Tabel11.Distribusi pemakaian APD

Pemakaian

APD

Jumlah
Persentase
Ya
3
6,5
Tidak
43
93,5
Total
46
100

Tabel 11 menunjukkan sebagian besar responden pada saat proses kerja, tidak memakai alat pelindung diri. Sebanyak 43 orang (93,5%) tidak menggunakan pelindung diri, hal tersebut dikarenakan responden merasa kurang nyaman saat bekerja jika menggunakan pelindung diri. Terdapat 3 orang (6,5%) responden memakai alat pelindung diri saat bekerja, hal ini dilakukan untuk mengurangi kontak langsung dengan peralatan kerja.

Tabel12. Distribusi berdasarkan j jenis APD

Jenis APD
Jumlah
Persentase
Sarung
3
100
tangan
Sepatu boot
0
0
Total
3
100

Tabel 12 menunjukkan responden yang memakai alat pelindung diri menyatakan bahwa sarung tangan merupakan alat pelindung diri yang digunakan. Ini disebabkan oleh kontak yang paling sering terjadi pada nelayan adalah pada tangan. Pencegahan risiko dermatitis kontak akibat kerja dapat dilakukan dengan penggunaan alat-alat perlindungan diri.

Tabel 13. Distribusi berdasarkan lama kontak dengan lingkungan kerja

Lama kontak
Jumlah
Persentase
<4 jam/hari
3
6,5
>4 jam/hari
43
93,5
Total
46
100

Tabel 13 menunjukkan bahwa sejumlah 43 orang (93,5%) responden mengalami kontak dengan lingkungan kerja selama >4 jam/hari.

Tabel 14. Distribusi berdasarkan frekuensi

Paparan______________

Frekuensi paparan
Jumlah
Persentase
<5 kali/hari
17
37
>5 kali/hari
29
63
Total
46
100

Tabel 14 diketahui bahwa sejumlah 29 orang (63%) responden mengalami frekuensi paparan >5 kali/hari. Ini disebabkan oleh karena responden rerata memiliki jam kerja yang lama, sehingga menyebabkan banyaknya frekuensi paparan yang terjadi.

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan pada 46 nelayan yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, sebagian besar responden berada pada rentan umur 45-50 tahun.

Penelitian ini memiliki kemiripan dengan penelitian oleh Afifah, yang menyatakan rerata pekerja yang mengalami dermatitis kontak terjadi pada rentang usia 41-50 tahun.5Di Desa Perancak sebagian besar nelayan penangkap ikan adalah laki-laki, hal ini terkait pekerjaan nelayan penangkap ikan terbilang cukup berat jika dibandingkan dengan nelayan yang lain.

Perempuan lebih cenderung menjadi nelayan penjual ikan daripada penangkap ikan karena tenaga yang diperlukan cenderung lebih sedikit.

Berkaitan dengan dermatitis kontak akibat kerja, didapatkan gambaran lesi tersering berupa likenifikasi yang terdapat pada telapak tangan. Likenifikasi dapat diakibatkan oleh proses kerja nelayan yaitu berupa adanya gesekan yang menyebabkan adanya penebalan pada area tersebut.

Hasil ini berbeda dengan yang disampaikan oleh Amado, bahwa bagian telapak tangan lebih resisten terkena dermatitis kontak.6 Hal ini terkait dengan proses kerja pada nelayan yang tentunya pada telapak tangan sering mengalami paparan lingkungan kerja, dan juga kurangnya kesadaran akan pemakaian alat pelindung diri selama proses kerja.

Sebagian besar responden tidak melakukan pengobatan untuk menangani kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Hal ini dapat dipicu oleh sebagian besar dermatitis kontak sudah pada fase kronis yang ditandai dengan lesi likenifikasi, selain itu responden juga meyakini bahwa gejala tersebut akan hilang dengan sendirinya.

Pada penelitian ini, hanya sebagian kecil responden yang memiliki riwayat atopi pada diri sendiri maupun pada keluarga. Tingkat pengetahuan responden terhadap riwayat atopi yang dimiliki dapat menjadi recall bias. Selain itu, riwayat atopi juga bukan merupakan faktor mutlak pada kejadian dermatitis kontak, melainkan sebagai faktor predisposisi.

Pada penelitian ini sebagian besar responden sudah bekerja selama puluhan tahun, ini disebabkan oleh karena para nelayan yang telah puluhan tahun bekerja dahulunya bahkan saat masih menempuh pendidikan, karena tidak mempunyai pilihan lain selain menjadi nelayan untuk membantu perekonomian keluarga.Seperti pernyataan Sularsito dan Djuanda, jika penderita semakin sering kontak maka semakin tinggi kemungkinan pekerja terkena dermatitis kontak akibat kerja.1

Pada penelitian Cahyawati menyatakan bahwa terdapat 85% penderita dermatitis yang tidak memakai alat pelindung diri.6 Hal tersebut sesuai dengan yang ditemukan oleh peneliti di lapangan.

Pemakaian APD sendiri dapat berguna untuk mengurangi paparan langsung dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan lesi pada daerah yang kontak dengan lingkungan dan alat kerja.Kontak langsung dengan peralatan kerja tanpa menggunakan alat pelindung diri dapat menimbulkan abrasi yang menyebabkan kulit menjadi terkikis dan bahan iritan semakin mudah untuk menyebabkan iritasi pada kulit.Lesi yang terjadi dapat merusak barrier kulit pekerja, sehingga dapat mempermudah masuknya bahan iritan maupun alergen penyebab dermatitis kontak pada nelayan.7

Pada penelitian ini kontak responden yang cukup lama mengakibatkan frekuensi paparan yang semakin sering sehingga dapat memicu kejadian dermatitis kontak. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Suryani, yaitu lama kontak dan frekuensi paparan merupakan variabel yang berpengaruh terhadap kejadian dermatitis kontak.8

Pencegahan risiko dermatitis kontak akibat kerja dapat dilakukan dengan penggunaan alat-alat perlindungan diri, misalnya penggunaan sarung tangan dan sepatu boat saat bekerja.9

SIMPULAN

Dari hasil penelitian deskriptif yang dilakukan pada nelayan di Desa Perancak, Jembrana tahun 2018, didapatkan 46 orang yang memiliki dermatitis kontak akibat kerja sesuai dengan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang disesuaikan dengan kriteria Mathias.

Dapat disimpulkan bahwa usia responden paling banyak pada rentang 45-54 tahun, dan didominasi oleh responden laki-laki. Gejala tersering yang dialami adalah penebalan kulit pada telapak tangan, namun sebagian besar responden tidak melakukan pengobatan pada gejala yang ada. Riwayat atopi diri maupun pada keluarga sebagian besar disangkal.

Sebagian besar nelayan sudah bekerja selama ≥4 tahun, dan menyatakan adanya kontak langsung dengan peralatan kerja serta kontak tersebut dapat menyebabkan luka yang diakibatkan oleh rendahnya kesadaran akan pentingnya penggunaan alat pelindung diri. Lama kontak terbanyak adalah >4 jam/hari dan frekuensi paparan tersering adalah >5 kali/hari.

SARAN

Diperlukan tindakan lebih lanjut seperti penyuluhan tentang pentingnya penggunaan alat pelindung diri untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada nelayan di Desa Perancak, Jembrana.

Pada kejadian dermatitis kontak akibat kerja akut disarankan untuk mencari layanan kesehatan untuk melakukan pengobatan agar tidak mengganggu aktivitas kerja.

Peneliti tidak melakukan analisis lebih lanjut, sehingga pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan analisis menggunakan software untuk mengetahui hubungan antar variabel.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sularsito SA, Djuanda S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI, 2011. h.129-137.

2. Hannam S, Nixon R. Occupational contact      dermatitis.      Australia: Australian doctor, 2013.

3. Adisesh A. dkk. U.K. standards of care for occupational contact dermatitis and occupational contact urticaria. British Journal of Dermatology. 2013;168(6): 1167-1175.

4. Martins LEAM, Reis VMS. Immunopathology of allergic contact dermatitis. An Bras Dermatol. 2011; 86(3):419-33.

5. Afifah N. Faktor-Faktor yang Berubungan    Dengan    KejadianDermatitis Kontak pada Pekerja Proses Finishing Meubel Kayu di Wilayah Ciputat Timur Tahun 2012. Jakarta: Universitas   Islam   Negeri   Syarif Hidayatullah, 2012.

6. Cahyawati,    I.    Faktor    yang Berhubungan    dengan    Kejadian Dermatitis pada Nelayan yang Bekerja di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tanjungsari KecamatanRembang. Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2011.

7. Amado A, Sood A, Taylor J. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill, 2012. h. 499-507

8. Suryani F. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian {rocessing dan Filling PT. Cosmar Indonesia Tangerang Selatan Tahun 2011. Jakarta:  Universitas Islam Negeri

Last Updated on 2 November 2022

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Previous Post
sapi

Total Eritrosit, Kadar Hemoglobin, Nilai Hematokrit Sapi Bali Lepas Sapih Diberi Pakan Kandungan Protein dan Energi Berbeda

Next Post
IMPETIGO BULOSA

Penyakit Impetigo Bulosa : SEBUAH LAPORAN KASUS

Related Posts