Elastisitas Permintaan Komoditas Strategis di Indonesia

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis elatisitas harga barang itu sendiri, harga barang lain, dan pendapatan rumah tangga terhadap permintaan komoditas strategis di Indonesia.Penelitian ini dilakukan di Indonesia. Ukuran sampel yang diambil sebanyak 355 observasi atau rumah tangga, dengan metode Non Participant Observation. Data bersumber dari IFLS (Indonesia Family Life Survey).

Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda.Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa harga beras, daging ayam, dan rokok bersifat inelastis dan negatif terhadap permintaan setiap komoditas tersebut. Hasil kedua menunjukkan bahwa pengeluaran beras bersifat inelastis dan positif terhadap pengeluaran mie, telur ayam, cabai, bawang merah, dan bawang putih.

Hasil ketiga menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga bersifat inelastis dan negatif terhadap permintaan beras, sedangkan pendapatan rumah tangga bersifat inelastis dan positif terhadap permintaan rokok dan pengeluaran telur ayam. Beras merupakan barang inferior, sedangkan rokok dan telur ayam merupakan barang normal.

Kata kunci: elastisitas, permintaan, harga, pendapatan, komoditas strategis

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze the elasticity of the price of the goods themselves, the prices of other goods, and household income to demand for strategic commodities in Indonesia. This research was conducted in Indonesia. The size of samples taken was 355 observations or households, with the Non Participant Observation method. Data is sourced from IFLS (Indonesian Family Life Survey). The analysis technique used is multiple linear regression. Based on the results of the analysis, the price of rice, chicken and cigarettes is inelastic and negative towards the demand of each commodity. The second result shows that rice expenditure is inelastic and positive towards the expenditure of noodles, chicken eggs, chili, shallots, and garlic. The third result shows that household income is inelastic and negative for rice demand, while household income is inelastic and positive for cigarette demand and expenditure of chicken eggs. Rice is an inferior item, while cigarettes and chicken eggs are normal goods.

Keywords: elasticity, demand, price, income, strategic commodities

PENDAHULUAN

Menurut Keynes, faktor utama yang menentukan prestasi ekonomi suatu negara adalah pengeluaran agregat yang merupakan pembelanjaan masyarakat terhadap barang dan jasa. Manuati(2015) mengatakan bahwa konsumsi merupakan determinan utama dari permintaan agregat perekonomian suatu negara.

Keputusan konsumsi rumah tangga mempengaruhi keseluruhan perilaku perekonomian baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Dalam jangka pendek fluktuasi konsumsi memiliki pengaruh signifikan terhadap fluktuasi ekonomi dan dalam jangka panjang keputusan konsumsi rumah tangga akanberpengaruh pada variabel-variabel makroekonomi lainnya (Persauliandkk., 2013).

Rafiq(2016) mengemukan bahwa pengeluaran konsumsi rumah tanggamerupakan nilai pembelajaan yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeliberbagai jenis kebutuhannya dalam satu tahun tertentu. Rumah tangga merupakan salah satu pelaku ekonomi yang paling dominan dalam suatu perekonomian di semua Negara (Saraswati, 2018). Rumah tangga dapat berkisar dalam skala individu hingga kelompok besar (Sobal et al., 1998).

Konsumsi merupakan salah satu kegiatan untuk memenuhi berbagaikebutuhan barang dan jasa yang bertujuan memuaskan keinginan tersendiri.Barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat selalu berubah seiring denganpertumbuhan dan perkembangan zaman.

Secara garis besar alokasi penggunaan pengeluaran konsumsimasyarakat dapat digolongkan dalam dua kelompok penggunaan yaitu pengeluaran untuk pangan dan pengeluaran untuknon pangan (Yuliana dkk., 2013).Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup berbagai pengeluaran konsumsiakhir atas barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari individu ataukelompok.

Di Indonesia, konsumsi memiliki peran yang sangat dominan dalam perekonomian dimana kontribusi konsumsi terhadap perekonomian Indonesia sangat besar dan dominan yaitu antara 57,7% sampai dengan 73,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Fluktuasi besaran konsumsi terjadi selama kurun waktu 1999-2008. Pada tahun 2001 kontribusi konsumsi mengalami penurunan cukup signifikan yaitu sebesar 16,2% dari PDB, tetapi pada tahun berikutnya terus mengalami kecenderungan peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia dimana kebutuhan masyarakat atas barang dan jasa juga menunjukkan peningkatan (Persaulian dkk., 2013).

Gambar 1.

Word Image 3375 1 52

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

50

48

46 44

M Makanan B Bukan Makanan

Sumber:Statistik Indonesia, Badan Pusat Statistik, 2018

Gambar 1 menunjukkan persentase rata-rata pengeluaran per kapita sebulan di Indonesia yang dilihat menurut kelompok barang yaitu makanan dan bukan makanan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2017 yang mengalami fluktuasi.

Pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010, pengeluaran yangdilakukan oleh masyarakat di Indonesia yang digunakan untuk konsumsi makanan memiliki persentase lebih tinggi daripada pengeluaran untuk bukan makanan. Kemudian pada tahun 2011, pengeluaran untuk bukan makanan memiliki persentase lebih tinggi. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama dimana pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2017 pengeluaran yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia terus berfluktuasi.

Naik dan turunnya pendapatan yang diikuti penurunanan kemampuan daya beli masyarakat secara tidak langsung akan berimplikasi pada perubahan pola konsumsi baik konsumsi makanan maupun bukan makanan (Kahar, 2010). Pada umumnya, pendapatan rumah tangga tangga di daerah perkotaan lebih tinggi daripada pendapatan rumah tangga di daerah pedesaan (Sigit, 1985).

Adanya upaya yang dilakukan yaitu dengan meningkatkan sumber daya manusia menjadi salah satu upaya untuk dapat meningkatkan pendapatan di masa mendatang (Yusuf dan Andi, 2015).Kontribusi pendapatan dari satu jenis kegiatan terhadap total pendapatan rumah tangga tergantung pada produktivitas faktor produksi yang digunakan dari jenis kegiatan yang bersangkutan (Handayani dan Artini, 2009).

Agustika dan Surya Dewi (2017) menjelaskan bahwa pendapatan menunjukkan jumlah uang yang diterima oleh rumah tangga selama kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun). Penghasilan keluarga atau uang masuk sebagian besar dibelanjakan lagi untuk membeli yang diperlukan untuk hidup. Dalam ilmu ekonomi dikatakan: dibelanjakan untuk dikonsumsi.

Konsumsi tidak hanya mengenai makanan, tetapi mencakup pemakaian barang dan jasa untuk memenuhikebutuhan hidup (Gilarso, 1992). Menurut Mankiw (2003), konsumsi adalah pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah tangga. Barangmencakup pembelanjaan rumah tangga pada barang yang tahan lama, seperti kendaraan danperlengkapan, dan barang tidak tahan lama seperti makan dan pakaian. Jasa mencakup barang yang tidakwujud konkrit, seperti potong rambut dan kesehatan. Pembelanjaan rumah tangga atas pendidikan juga dimasukkan sebagai konsumsi jasa (Ariani, 2014).

Perubahan dari harga dan pendapatan menyebabkan timbulnya kepekaan terhadap permintaan suatu komoditi yang disebut elastisitas. Elastisitas adalah besarnya perubahan jumlah barang yang diminta yang diakibatkan oleh perubahan pendapatan.

Derajat kepekaan atau elastisitas dari pendapatan akan menunjukkan status suatu barang antara barang mewah, barang normal atau barang inferior, sedangkan perubahan dari harga barang lain akan menunjukkan sifat kedua barang yang saling melengkapi atau saling menggantikan (Lubis, 2016). Tandoh dan Devi (2016) mengatakan bahwa pertambahan pendapatan per kapita akan meningkatkan permintaan. Pedapatan yang lebih tinggi dikatakan juga dapat meningkatkan kontribusi pada permintaan terhadap suatu barang yang lebih bernilai tinggi (Widarjono dan Sarastri, 2016).

Firmansyah (2009) mengatakan bahwa salah satu karakteristik penting dalam dari fungsi permintaan pasar adalah derajat kepekaan jumlah permintaan terhadap perubahan salah satu faktor yang mempengaruhinya. Pada umumnya apabila suatu harga barang naik maka permintaan akan barang tersebut akan menurun atau sebaliknya. Kejadian inilah yang disebut dengan elastisitas.

Perubahan harga berperan penting dalam menentukan jumlah permintaan akansuatu barang. Analisis elastisitas ini dapat digunakan untuk menaksir perubahan yang akan terjadi pada permintaan suatu komoditas di pasar (Agustin dkk., 2015).

Harga merupakan salah satu faktor penentu pembeli dalam menentukan suatu keputusan pembelian terhadap suatu produk maupun jasa. Apalagi bila produk atau jasa yang akan dibeli tersebut merupakan kebutuhan sehari-hari seperti makanan, minuman dan kebutuhan pokok lainnya, pembeli akan sangat memperhatikan harganya (Ghanimata, 2012).

Harga merupakan salah satu faktor utama yang sangat diperhatikan oleh konsumen untuk mengambil keputusan dalam pembelian suatu barang. Oleh karena itu,apabila di dalam suatu pasar menjual sejenis barang yang mempunyai manfaat atau kegunaan yang sama, maka konsumen akan lebih memilih untuk membeli barang yang harganya lebih murah (Deviana dkk., 2014).

Permintaan konsumen individual atassuatu jenis barang yaitu berbagai jumlahbarang yang hendak dibeli konsumen padaberbagai kemungkinan harga pada setiapwaktu tertentu. Pada prinsipnya yang mendasari permintaan individualtersebut manakala harga semua barang lain (terutamabarang substitusi maupun barang komplementer)tidak berubah, termasuk pendapatandan selera juga tidak berubah. Sehinggapermintaan merupakan fungsi dari sistem harga (Muchlis, 2011).

Hubungan antara permintaan barangdengan harga adalah sangat erat. Hubungantersebut dijelaskan dalam suatu hukum permintaan, yaitu semakintinggi harga suatubarang maka semakin sedikit permintaanterhadap barang tersebut. Begitu pulasebaliknya, semakin rendah harga suatubarang maka semakin banyak permintaanterhadap barang tersebut (Muchlis, 2011).

Raza (2015) mengatakan bahwa harga dapat mempengaruhi permintaan seseorang. Konsumsi dan permintaan terhadap suatu komoditi atau kelompok komoditi antara lain sangat dipengaruhi oleh tingkat harga komoditi yang bersangkutan, harga komoditi lain yang memiliki hubungan dengan komoditi tersebut, tingkat pendapatan, dan selera (Rachman, 2001).

Setiap pertambahan jumlah penduduk dalam suatu wilayah memiliki arti bahwa kebutuhan akan suatu barang di wilayah tersebut mengalami peningkatan. Peningkatan kebutuhan ini cenderung akan mendorong meningkatnya permintaan terhadap suatu barang.

Selain pertambahan penduduk, peningkatan pendapatan masyarakat juga akan meningkatkan daya belinya, jika pendapatan rata-rata masyarakat meningkat, maka permintaan akan suatu barang akan meningkat pula, atau sebaliknya. Tinggi rendahnya jumlah permintaan suatu barang akan dipengaruhi pula oleh harga barang lain yang berhubungan dengannya, yaitu barang pengganti atau subtitusi atau pelengkap (Agustin dkk., 2015).

Pada umumnya, masyarakat menginginkan biaya kebutuhan hidup yang stabil dari waktuke waktu, serta menginginkan pendapatan yang meningkat dari waktu ke waktu atau secara makroterjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi yang disertai stabilitas ekonomi yang mantap.

Stabilitasekonomi diperlukan agar dapat menjaga pendapatan masyarakat tersebut tidak tergerus oleh kenaikan harga (Saputra dan Nugroho, 2014).Dasar pemikiran model inflasi dari Keynesmengatakan bahwa inflasi terjadi karenamasyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya yang menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaanagregat) melebihi jumlah barang yang tersedia (penawaran agregat),akibatnya akan terjadi inflationary gap (Atmadja, 1999).Maggi dan Birgitta (2013) mengatakan bahwa inflasi merupakan suatu kondisi dimana tingkat harga meningkat secara umum dan dari berbagai macam barang secara umum dan terus-menerus.

Inflasi yang tinggi akan menyebabkan keresahan masyarakat dan instabilitas politik. Selain itu inflasi yang tinggi akan kontra produktif terhadap pertumbuhan ekonomi. Inflasi adalah meningkatnya harga-harga umum dan terus- menerus yang berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang (Sujai, 2011).

Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi penawaran (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi (Sujai, 2011). Rukini (2014) mengatakan bahwa penyebab inflasi dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu Ekspektasi Inflasi, Volatilitas NilaiTukar dan Output Gap yang berupa ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan.

Penentuan laju inflasi di Indonesia dilakukan terhadap perubahan harga- harga seluruh komoditas yang dikelompokkan ke dalam 7 kelompok komoditas, yaitu kelompok bahan makanan, makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar, sandang, kesehatan, pendidikan, rekreasi dan olahraga, dan transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan.

Dari tujuh kelompok komoditas tersebut, kelompok bahan makanan yang biasanya sering mengalami kenaikan harga, baik disebabkan oleh tekanan permintaan (demand side) ataupun karena berkurangnya penawaran (supply side), bukan saja semata- mata fenomena moneter (Santoso, 2011).

Pangan atau makanan merupakan komoditas yang dianggap penting dan menjadi komoditas strategis merupakan kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia (Suyastiri, 2008). Dalam Kajian Ekonomi dan Keuangan Ekonomi Regional, Bank Indonesia menyebutkan beberapa komoditas strategis yang dikatakan sebagai penyumbang inflasi di Indonesia yaitu beras, daging ayam, telur ayam, cabai, bawang merah, bawang putih, dan rokok.

Pola hidup sehat saat ini sudah menjadi kebutuhan bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia. Salah satu bahan makanan yang mendasar adalah beras (Cut dkk., 2013).Beras merupakan salah satu komoditas strategis yang memiliki sensitivitas politik, ekonomi, dan kerawanan sosial yang tinggi (Sudaryanto dan Adang, 2003).

Beras merupakan komoditi yang sangat penting bagi bangsaIndonesia karena merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia (Sari, 2014).Kebutuhan pangan pokok perlu diupayakan ketersediannya dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman dikonsumsi, dan mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat (Nurmalina, 2008).

Di Indonesia, jagung merupakan komoditas pangan utama setelah padi yang mempunyai peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian (Panikkai dkk., 2017). Agustian dan Sri (2012) mengatakan bahwa jagung merupakan komoditas tanaman pangan sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras yang sangat berperan dalam menunjang ketahanan pangan.Habib (2013) mengatakan bahwa jagung termasuk komoditas unggul dibandingkan komoditas pangan lain. Jagung dianggap cukup memadai untuk dijadikan pangan pengganti beras atau dicampur dengan beras.

Artikel Jurnal Terkait  Prediksi Harga Jagung Menggunakan Metode Fuzzy Time Series Dengan Atau Tanpa Menggunakan Markov Chain

Selain jagung, mie juga telah digunakan sebagai salah satu pangan alternatif pengganti nasi (beras). Sifat mie yang praktis dan rasanya enak merupakan daya tarik, juga harganya yang relatif murah, membuat produk mie dapat dijangkau oleh banyak lapisan masyarakat.

Di Indonesia, mie digemari berbagai kalangan, mulai anak-anak hingga lanjut usia. Alasannya, sifat mie yang enak, praktis dan mengenyangkan. Kandungan karbohidrat yang tinggi, menjadikan mie digunakan sebagai sumber karbohidrat pengganti nasi (Katmawanti dan Nurnaningsih, 2016).Khususnya mie instan yang merupakan komoditas makanan siap saji yang sangat akrab dalam menu hidangan keluarga maupun pada berbagai aktivitas sosial masyarakat (Nasir, 2005).

Konsumsi merupakan tindakan yang dilakukan setiap hari oleh siapapun dengan tujuan untuk memperoleh kepuasan setinggi-tingginya dan mencapai tingkat kemakmuran, dalam arti terpenuhi berbagai macam kebutuhan, baik kebutuhan pokok maupun sekunder, barang mewah maupun kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani.

Pada umumnya semakin besar pengeluaran konsumsi rumah tangga yang digunakan untuk pembelian bukan makanan akan menunjukkan tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut cenderung semakin baik dan sebaliknya (Wahyuni dkk., 2016).

Seid (2011) mengatakan bahwa penentu utama pengeluaran konsumsi makanan rumah tangga adalah karakteristik demografi rumah tangga dan faktor ekonomi, termasuk ukuran rumah tangga, umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan utama kepala rumah tangga.

Sebuah rumah tangga di daerah perkotaan cenderung meningkatkan konsumsi berdasarkan peningkatan pendapatan untuk meningkatkan gaya hidup mereka (Rashid et al., 2011).Pedapatan yang lebih tinggi dikatakan juga dapat meningkatkan kontribusi pada permintaan terhadap suatu barang yang lebih bernilai tinggi (Widarjono dan Sarastri, 2016).

Ogaraku et al(2016) mendefinisikan konsumsi sebagai pembelanjaan barang dan jasa seperti pakaian, makanan, hiburan, layanan kesehatan, dan perolehan aset.Menurut Ezeji dan Emmanuel(2015) mengatakan bahwa konsumsi adalah tindakan menggunakan barang dan jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan manusia yang tak terhitung banyaknya.

Pola konsumsi dapat dikatakan sebagai turunan dari proses perilaku konsumen yang didasarkan pada preferensi dan pilihan konsumen dan tunduk pada interaksi sosial (Devi et al., 2015).Radulescudkk.(2012) mengatakan bahwa faktor-faktor yang dapat memengaruhi perilaku konsumen yaitu budaya, sosial, pribadi, dan psikologis.

Perilaku pembelian seseorang dapat dikatakan sesuatu yang unik, karena preferensi dan sikap terhadap obyek setiap orang berbeda. Selain itu konsumen berasal dari bebagai segmen, sehingga apa yang diinginkan dan dibutuhkan juga berbeda. Peranan penetapan harga akan menjadi sangat penting terutama pada keadaan persaingan yang semakin tajam dan perkembangan permintaan yang terbatas (Rizky dan Hanifa, 2014).Hardiani dkk.(2017) mengemukakan bahwa konsumen memilih konsumsi barang kebutuhan pokok dengan mempertimbangkan nilai guna dari barang tersebut.

Hukum permintaan yang mendasari perilaku konsumsi dikatakan bahwa apabila harga dari suatu barang naik maka jumlah yang diminta untuk barang tersebut berkurang dan sebaliknya (Wahyuni dkk., 2016). Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan makin rendah harga suatu barang, maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut (Tisnawati, 2015). Permintaan pasar suatu komoditas merupakan agregasi dari permintaanindividu-individu konsumen (Ilham dkk., 2002).

Elastisitas permintaan menggambarkan derajat kepekaan perubahan permintaan karena adanya perubahan dalam variabel bebasnya sebesar 1 persen. (Wahyuni dkk., 2016). Antara dan Yono(2013) mengatakan secara umum bila harga suatu komoditas tinggi, maka hanya sedikit orang yang mau dan mampumembelinya. Akibatnya, jumlah komoditas yang dibelinya hanya sedikit saja. Jika harga komoditas tersebut diturunkan, maka lebih banyak orang yang mau dan mampu membeli, sehingga komoditas yang dibeli semakin banyak.

Barang substitusi dan komplementer dapat didefinisikan dalam hal bagaimana perubahan harga suatu komoditas mempengaruhi permintaan akanbarang yang berkaitan. Jika kenaikan harga suatu barang menyebabkan kenaikan permintaan barang lain maka kedua barang tersebut merupakan barang substitusi. Sebaliknya jika kenaikan harga suatu barang menyebabakan permintaan terhadap barang lain mengalami penurunan maka kedua barang tersebut merupakan barang komplemen (Salma dan Indah, 2004).

Dalam penelitian Wahyuni dkk (2016), diperoleh hasil bahwa harga ikan, daging sapi, dan daging ayam memiliki nilai negatif terhadap permintaan dan elastisitas permintaan yang inelastis. Muchlis (2011) memperoleh hasil yang menunjukkan bahwa harga beras memiliki nilai negatif dan berisifat inelastis. Sifat elastisitas permintaan yang inelastis tersebut dapat dimengerti karena barang-barang tersebut merupakan bahan makanan yang menjadi barang atau produk produk yang penting atau pokok untuk memenuhi kebutuhan konsumen, sehingga perubahan harga tidak terlalu direspon konsumen dengan mengurangi atau menambah jumlah yang diminta secara signifikan.

Permintaan oleh masyarakat terhadap barang tidak hanya dipengaruhi oleh harga, pendapatan seseorang juga mempengaruhi besar kecilnya permintaan terhadap suatu barang. Salma dan Indah(2014) mengatakan bahwa kenaikan akan pendapatan akan mengarah pada kenaikan dalam permintaan. Hal tersebut dapatdikatakan bahwa pendapatan memiliki arah positif terhadap permintaan. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Lubis (2016) yang menyatakan bahwa pendapatan memiliki sifat yang elastis dan bernilai positif terhadap permintaan daging sapi. Namun, permintaan suatu barang dapat dianggap sebagai pendapatan yang inelastis jika peningkatan pendapatan menghasilkan kenaikan konsumsi yang kurang proporsional (Petry, 2000).

Dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian secara komprehensif tentang elastisitas permintaan komoditas strategis di Indonesia. Penelitian ini meneliti variabel- variabel yang menjadi pengaruh dalam elastisitas permintaan tersebut.

Seorang konsumen umumnya mengkonsumsi lebih dari satu jenis barang. Jika U merupakan kepuasan konsumen dan yi merupakan kuantitas jenis barang yang dikonsumsi, maka fungsi utilitas dapat dinyatakan sebagai berikut (Wirawan, 2016).

U = f(yi = f(yι, y2, y3, ,yn) (1)

Bila seorang konsumen hanya mengkonsumsi dua jenis barang yaitu barang yi dan yj maka fungsi utilitas tersebut berbentuk sebagai berikut.

U = f(yi, yj) (2)

Turunan parsial pertama dari fungsi U terhadap yi dan yj masing – masing disebut utilitas marjinal dari yidan utilitas marjinal dari yj.

Namun dalam realita memaksimalkan fungsi utilitasnya konsumen memiliki berbagai kendala, salah satunya dalam hal budget atau pendapatankonsumen (I). Budget line atau anggaran pendapatan adalah suatu garis anggaran pengeluaran yg memperlihatkan hubungan berbagai titik kombinasi dari dua macam barang yg dikonsumsi dengan batas anggaran tertentu yg sama. Konsumen hanya mampu membeli sejumlah barang yang terletak pada atau sebelah kiri garis anggaran . Persamaan garis anggaran adalah sebagai berikut:

B = Pi yi + Pj yj (3)

Dimana:

B = Budget atau pendapatan yang tersedia

Pi = harga barang utama

yi = kuantitas barang utama

Pj = harga barang lain

yi = kuantitas barang lain

Jika dilihat dari fungsi utilitas dan fungsi persamaan budget atau pendapatan konsumen maka fungsi permintaan kuantitas barang utama dan barang lain dapat dinyatakan dalam bentuk multivariabel sebagai berikut:

yi = f(Pi, Pj, B) (4)

yj = f(Pi, Pj, B) (5)

Dalam bentuk multivariable tersebut, yi menyatakan kuantitas barang utama, Pi menyatakan harga per unit barang utama, Pj menyatakan harga per unit barang lain (barang yang penggunaannya berhubungan dengan barang utama), dan B menyatakan penghasilan atau pendapatan konsumen.

∆Pi → Ei

Apabila terjadi perubahan pada harga barang utama apakah berpengaruh terhadap permintaaan barang utama?

∆Pj → Eij

Apabila terjadi perubahan pada harga barang lain, apakah berpengaruh terhadap permintaan barang utama?

∆B→ EB

Apabila terjadi perubahan pada pendapatan konsumen, apakah berpengaruh terhadap permintaan barang utama?

Maka ketiga elastisitas yang berupa respon variabel terikat terhadap perubahan variabel bebasnya secara berurutan dapat dirumuskan sebagai berikut.

Elastisitas Permintaan (Elastisitas Permintaan terhadap Harga) Indonesia yang mengalami fluktuasi. Pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada tahun terakhir yaitu 2017 dimana kontribusi pengeluaran untuk makanan lebih tinggi dibandingkan kontribusi pengeluaran untuk bukan makanan. Pengeluaran makanan masih menjadi hal yang paling utama dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Harga barang makanan yang sering berfluktuasi bahkan cenderung meningkat yang mengakibatkan terjadinya inflasi menjadikan permintaan oleh masyarakat terhadap komoditas tersebut yang dibeli pun ikut berubah seiring dengan perubahan harga yang terjadi di pasaran.

Ei

dyi dPi

Pi yi

(6)

Elastisitas Harga silang (Elastisitas permintaan terhadap harga barang lain)

Eij

dyi dPj

Pj yi

(7)

Elastisiatas Pendapatan (Elastisitas permintaan terhadap pendapatan)

EB

dyi

B

(8)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Indonesia. Alasan pemilihan lokasi penelitian

ini adalah karena berdasarkan persentase rata-rata pengeluaran per kapita di

Titik pengamatan dalam penelitian ini adalah di Indonesia dengan menggunakan data hasil IFLS (Indonesia Family Life Survey) atau SAKERTI (Survei Aspek Kehidupan Rumah Tangga Indonesia) tahun 2014 dengan jumlah 335 observasi atau rumah tangga dan menggunakan data cross section.

Analisis regresi linier berganda dilakukan untuk mengetahui ketergantungan variabel dependen (variabel terikat) terhadap lebih dari satu variabel independen (variabel penjelas/bebas). Analisis regresi linear berganda dapat dirumuskan sebagai berikut.

Qi = βo+βPi+βι+ei (9)

Keterangan:

Qi = permintaan komoditas i

β = intersep/konstanta

βP = harga komoditas i

β = pendapatan rumah tangga

ei = perkiraan kesalahan/pengganggu

Eberas = β0-β1Eι-β2E2 + β3E3+β4E4 +β5E5+β6E6+ei (10)

Keterangan:

Eberas β0 β1,,,,,β6 E1 E2 E3 E4 E5 E6 ei= pengeluaran beras

= intersep/konstanta

= koefisien regresi

= pengeluaran jagung

= pengeluaran mie

= pengeluarantelur ayam

= pengeluaran cabai

= pengeluaran bawang merah

= pengeluaran bawang putih

= perkiraan kesalahan/pengganggu

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1.

Hasil Regresi Elastisitas Harga Beras, Daging Ayam, dan Rokok Terhadap
Permintaan Masing-masing Komoditas Tersebut di Indonesia

ln (Harga Beras)-0,650***-6,752**
(0,187)(2,737)
ln (Harga Daging-0,639***-3,720***
Ayam)(0,0927)(0,303)
ln (Harga Rokok)
ln-0,336*-2,0350,0395-0,00963
(Pendapatan)(0,200)(2,931)(0,130)(0,427)
Konstanta10,16***88,48***6,093***39,47***
(2,162)(31,72)(1,290)(4,222)
Observasi335335335335
R-squared0,0430,0200,1250,312
-0,387***-16,92***
(0,0596)(2,442)
0,375***18,62***
(0,0672)(2,754)
2,816***6,150
(0,594)(24,36)
335335
0,1760,214
lnBeras (kg)lnDaginglnRokok
(Permintaan(PermintaanAyam (kg)(Permintaan(batang)
Beras, kg)DagingRokok,
Ayam, kg)batang)
VARIABEL123456

Sumber: Data diolah, 2019

Dari Tabel 1 hasil regresi dari elastisitas harga beras, daging ayam, dan rokok terhadap permintaan masing-masing komoditas tersebut di Indonesia dapat disimpulkan dan dijelaskan sebagai berikut.

Tabel 2.

Kesimpulan Hasil Regresi Elastisitas Harga Beras, Daging Ayam, dan Rokok

Terhadap Permintaan Masing-masing Komoditas Tersebut di Indonesia

VariabelNilai KoefisienSifat Elastisitas
ln (Permintaan Beras, kg)-0,650***Inelastis (EP < 1)
Beras (kg)-6,752**
ln (Permintaan Daging Ayam, kg)-0,639***Inelastis (EP < 1)
Daging Ayam (kg)-3,720***
ln (Permintaan Rokok, batang)-0,387***Inelastis (EP < 1)
Rokok (batang)-16,92***

Sumber: Data diolah, 2019

Permintaan beras merupakan persentase perubahan permintaan beras, sedangkan beras merupakan jumlah beras yang diminta. Koefisien elastisitas sebesar -0,650 memiliki arti bahwa permintaan beras memiliki nilai negatif dan inelastis (Ep < 1) terhadap harga beras dengan tingkat keyakinan 99 persen, atau dengan kata lain, kenaikan harga beras sebesar 1 persen akan menurunkan permintaan beras tersebut sebesar 0,650 persen dan perubahan harga beras tersebut tidak direspon secara berlebihan oleh masyarakat. Nilai koefisien sebesar- 6,752 memiliki arti bahwa apabila harga beras naik 1 persen maka jumlah permintaan beras akan turun sebesar 6,752 kilogram.

Permintaan daging ayam merupakan persentase perubahan permintaan daging ayam, sedangkan daging ayam merupakan jumlah daging ayam yang diminta.Koefisien elastisitas sebesar-0,639 memiliki arti bahwa permintaan daging ayam memiliki nilai negatif dan inelastis (Ep < 1) terhadap harga daging ayam dengan tingkat keyakinan 99 persen, atau dengan kata lain, kenaikan hargadaging ayam sebesar 1 persen akan menurunkan permintaan daging ayam tersebut sebesar 0,639 persen dan perubahan harga daging ayam tersebut tidak direspon secara berlebihan oleh masyarakat.Nilai koefisien sebesar-3,720 memiliki arti bahwa apabila harga daging ayam naik 1 persen maka jumlah permintaan daging ayam akan turun sebesar 3,720 kilogram.

Permintaan rokok merupakan persentase perubahan permintaan rokok, sedangkan rokok merupakan jumlah rokok yang diminta. Koefisien elastisitas sebesar-0,387 memiliki arti bahwa permintaan rokok memiliki nilai negatif dan inelastis (Ep < 1) terhadap harga rokok dengan tingkat keyakinan 99 persen, atau dengan kata lain, kenaikan harga rokok sebesar 1 persen akan menurunkan permintaan rokok tersebut sebesar 0,387 persen dan perubahan harga rokok tersebut tidak direspon secara berlebihan oleh masyarakat. Nilai koefisien sebesar- 16,92 memiliki arti bahwa apabila harga rokok naik 1 persen maka jumlah permintaan rokok akan turun sebesar 16,92 batang.

Hasil regresi tersebut menunjukkan bahwa hasil dari analisis sesuai dengan hipotesis awal bahwa berdasarkan teori permintaan, apabila harga dari suatu barang naik maka permintaan barang tersebut turun dan sebaliknya, apabila harga dari suatu barang turun maka permintaan barang tersebut naik.

Dapat dikatakan bahwa nilai dari barang tersebut menurut teori permintaan yaitu negatif. Sifat elastisitas dari harga beras, harga daging ayam, dan harga rokoksesuai dengan hipotesis awal, dimana pada hipotesis sebelumnya dikatakan bahwa harga beras, daging ayam, dan rokok bersifat inelastis terhadap permintaan masing-masing komoditas tersebut di Indonesia.

Dalam suatu perekonomian terdapat banyak barang yang dapat digantikan dengan barang-barang lain yang sejenis dengannya, tetapi adapula yang susah mencari penggantinya. Perbedaan ini menimbulkan perbedaan elastisitas diantara berbagai macam barang.

Suatu barang yang memiliki banyak barang penggantimaka permintaan cenderung bersifat elastis, sehingga perubahanharga yang kecil saja akan menimbulkan perubahan yang besar atas permintaan.Pada waktu harga naik, para pembeli akan merasa enggan membeli barangtersebut, mereka lebih suka menggunakan barang-barang lain yang menjadipenggantinya dengan harga yang tetap.

Sebaliknya pada waktuharga turun, para pembeli melihat bahwa barang tersebut lebih murah daripadabarang-barang penggantinya dan beramai-ramai membeli barang tersebut, inimenyebabkan permintaannya bertambah dengan cepat. Permintaan barang-barangyang tidak mempunyai barang pengganti bersifat inelastis, karena kalauharga naik para pembelinya susah memperoleh barang pengganti, sehingga harus tetap membeli barang tersebut (Deviana dkk., 2014).

Tabel 3.

Hasil Regresi Hubungan Pengeluaran Beras Terhadap Pengeluaran Jagung,
Mie, Telur Ayam, Cabai, Bawang Merah, dan Bawang Putih di Indonesia

VARIABELln (Pengeluaran Jagung, Rupiah)

1

ln (Pengeluaran Mie, Rupiah)

2

ln (Pengeluaran Telur Ayam, Rupiah)

3

ln (Pengeluaran Bumbu, Rupiah)

4

ln (Pengeluaran Beras)0,05410,253***0,130***0,0674*
(0,0341)(0,0409)(0,0326)(0,0378)
ln (Harga Beras)-0,0443-0,170-0,166-0,200
(0,116)(0,140)(0,112)(0,129)
ln (Pendapatan)0,0144-0,02190,217*-0,0104
(0,125)(0,149)(0,119)(0,138)
Konstanta9,816***10,10***9,796***12,64***
(1,387)(1,663)(1,328)(1,538)

Observasi

R-squared

Sumber: Data diolah, 2019

335

0,008

335 335 335

0,106 0,055 0,015

Dari Tabel 3 hasil regresi dari hubungan pengeluaran beras terhadap pengeluaran jagung, mie, telur ayam, cabai, bawang merah, dan bawang putih di Indonesia dapat disimpulkan dan dijelaskan sebagai berikut.

Tabel 4.

Kesimpulan Hasil Regresi Hubungan Pengeluaran Beras Terhadap
Pengeluaran Jagung, Mie, Telur Ayam, Cabai, Bawang Merah, dan Bawang
Putih di Indonesia

Hubungan terhadap Pengeluaran

Beras

Hubungan terhadap Harga Beras
Variabel (hubungan thdNilaiSifatJenisNilaiSifatJenis
pengeluaranKoefisienElastisitasBarangKoefisienElastisitasBarang
beras)
ln (PengeluaranInelastisKompleInelastisKomple
Jagung,

Rupiah)

0,0541(EP < 1)menter (positif)-0,0443(EP < 1)menter (negatif)
ln (PengeluaranInelastisKompleInelastisKomple
Mie, Rupiah)0,253***(EP < 1)menter (positif)-0,170(EP < 1)menter (negatif)
ln (PengeluaranInelastisKompleInelastisKomple
Telur Ayam, Rupiah)0,130***(EP < 1)menter (positif)-0,166(EP < 1)menter (negatif)
ln (Pengeluaran0,0674*InelastisKompleInelastisKomple
Bumbu,menter-0,200menter
Rupiah)(EP < 1)(positif)(EP < 1)(negatif)

Sumber: Data diolah, 2019

Pengeluaran jagung tidak memiliki hubungan signifikan dan dengan nilai

koefisien elastisitas sebesar 0,0541 dapat dikatakan bahwa pengeluaran jagung

bernilai positif dan inelastis (Ep < 1) terhadap pengeluaran beras, atau dengankata lain, kenaikan pengeluaran beras sebesar 1 persen akan meningkatkan pengeluaran jagung sebesar 0,0541 persen dan perubahan pengeluaran beras yang terjadi tidak memberi pengaruh besar terhadap pengeluaran jagung oleh masyarakat.

Pengeluaran jagung tidak memiliki hubungan signifikan dan dengan nilai koefisien elastisitassebesar -0,0443 dapat dikatakan bahwa pengeluaran jagung bernilai negatif dan inelastis (Ep < 1) terhadap harga beras, atau dengan kata lain, kenaikan harga beras sebesar 1 persen akan menurunkan pengeluaran jagung sebesar 0,0443 persen dan perubahan harga beras yang terjadi tidak memberi pengaruh besar terhadap pengeluaran jagung oleh masyarakat.

Nilai koefisien elastisitas sebesar 0,253memiliki arti bahwa pengeluaran mie memiliki nilai positif dan inelastis (Ep < 1) terhadap pengeluaran beras dengan tingkat keyakinan 99 persen, atau dengan kata lain, kenaikan pengeluaran beras sebesar 1 persen akan meningkatkan pengeluaran mie sebesar 0,253 persen dan perubahan pengeluaran beras yang terjadi tidak memberi pengaruh besar terhadap pengeluaran mie oleh masyarakat.

Pengeluaranmie tidak memiliki hubungan signifikan dan dengan nilai koefisien elastisitassebesar -0,170 dapat dikatakan bahwa pengeluaran mie bernilai negatif dan inelastis (Ep < 1) terhadap harga beras, atau dengan kata lain, kenaikan harga beras sebesar 1 persen akan menurunkan pengeluaran mie sebesar 0,170persen dan perubahan harga beras yang terjadi tidak memberi pengaruh besar terhadap pengeluaran mie oleh masyarakat.

Koefisien elastisitas sebesar 0,130 memiliki arti bahwa pengeluaran telur ayam memiliki nilai positif dan inelastis (Ep < 1) terhadap pengeluaran beras dengan tingkat keyakinan 99 persen, atau dengan kata lain, kenaikan pengeluaran beras sebesar 1 persen akan meningkatkan pengeluaran telur ayam sebesar 0,130 persen dan perubahan pengeluaran beras yang terjadi tidak tidak memberi pengaruh besar terhadap pengeluaran telur ayam oleh masyarakat.

Pengeluarantelur ayam tidak memiliki hubungan signifikan dan dengan nilai koefisien elastisitas sebesar -0,166 dapat dikatakan bahwa pengeluarantelur ayam bernilai negatif dan inelastis (Ep < 1) terhadap harga beras, atau dengan kata lain, kenaikan harga beras sebesar 1 persen akan menurunkan pengeluaran telur ayam sebesar 0,166 persen dan perubahan harga beras yang terjadi tidak memberi pengaruh besar terhadap pengeluaran telur ayam oleh masyarakat.

Koefisien elastisitas sebesar0,0674 memiliki arti bahwa pengeluaran bumbu (cabai, bawang merah, dan bawang putih) memiliki nilai positif dan inelastis (Ep < 1) terhadap pengeluaran beras dengan tingkat keyakinan 90 persen, atau dengan kata lain, kenaikan pengeluaran beras sebesar 1 persen akan meningkatkan pengeluaran bumbu sebesar 0,0674 persen dan perubahan pengeluaran beras yang terjadi tidak tidak memberi pengaruh besar terhadap pengeluaran bumbu oleh masyarakat.

Pengeluaranbumbu (cabai, bawang merah, dan bawang putih) tidak memiliki hubungan signifikan dan dengan nilai koefisien elastisitas sebesar -0,200 dapat dikatakan bahwa pengeluaranbumbu (cabai, bawang merah, dan bawang putih) bernilai negatif dan inelastis (Ep < 1) terhadap harga beras, atau dengankata lain, kenaikan harga beras sebesar 1 persen akan menurunkan pengeluaran bumbu sebesar 0,200 persen dan perubahan harga beras yang terjadi tidak memberi pengaruh besar terhadap pengeluaran bumbu oleh masyarakat.

Hasil regresi tersebut menunjukkan bahwa dari analisis terhadap tiga hasil yang memiliki hubungan signifikan dengan tingkat keyakinan 99 persen yaitu hubungan pengeluaran beras terhadap pengeluaran mie dan telur ayam, sedangkan pengeluaran bumbu (cabai,bawang merah, dan bawang putih) memiliki tingkat keyakinan 90 persen.

Hubungan pengeluaran beras terhadap pengeluaran telur ayam dan bumbu (cabai, bawang merah, dan bawang putih) yang sesuai dengan hipotesis awal yaitu bahwa pengeluaran beras bersifat inelastis dan positif terhadap pengeluaran telur ayam dan bumbu (cabai, bawang merah, dan bawang putih), atau dengan kata lain sifat kedua barang (beras dengan telur ayam maupun bumbu) sebagai barang komplementer atau saling melengkapi.

Penjelasan mengenai hukum dari sifat antara barang utama dengan barang lain telah dijelaskan di bab 2 pada Kerangka Konseptual. Dari hasil analisis juga menunjukkan bahwa hubungan harga beras terhadap pengeluaran jagung, mie, telur ayam, dan bumbu (cabai, bawang merah, dan bawang putih) tidak ada satu pun yang memiliki hubungan signifikan.

Permintaan suatu barang pengganti akan naik bila harga barangsubstitusinya naik. Begitu sebaliknya bila harga barang pengganti turun makapermintaan permintaan akan barang tersebut juga turun. Deviana, 2014mengatakan bahwa elastisitas silangadalah besaran elastisitas yang tidak saja menunjukkan perubahan suatu barangyang diminta saja, tetapi juga terhadap perubahan barang lain yang berkaitandengan barang yang diminta tersebut.

Elastisitas yang bernilai kecil dapat disebabkan karena barang tersebut digunakan dalam kombinasi dengan barang-barang lain dan barang yang bersangkutan relatif terdapat jumlah yang banyak, dan dengan harga-harga yang rendah. Untuk barang tersebut tidak terdapat barang-barang substitusi yang baik dan barang tersebut sangat diperlukan (Firmansyah, 2009).

Pendapatan rumah tangga dalam penelitian ini terdiri dari pendapatan tenaga kerja, usaha pertanian, dan bukan usaha pertanian. Merujuk dari Tabel 1 dan Tabel 3, hasil pengolahan data melalui STATA dapat disimpulkan dan dijelaskan sebagai berikut.

Tabel 5.

Kesimpulan Hasil Regresi Elastisitas Pendapatan Rumah Tangga Terhadap Permintaan Beras, Permintaan Daging Ayam, Permintaan Rokok, Pengeluaran Jagung, Mie, Telur Ayam, Cabai, Bawang Merah, dan Bawang Putih di Indonesia

VariabelNilai KoefisienSifat ElastisitasJenis Barang
In (Permintaan Beras,-0,336*InelastisInferior
Kilogram)(Ep < 1)(Ei < 0)
ln (Permintaan Daging0,0395InelastisNormal
Ayam, Kilogram)(Ep < 1)(Ei > 0)
ln (Permintaan Rokok,0,375***InelastisNormal
Batang)(Ep < 1)(Ei > 0)
ln (Pengeluaran Jagung,0,0144InelastisNormal
Rupiah)(Ep < 1)(Ei > 0)
ln (Pengeluaran Mie,-0,0219InelastisInferior
Rupiah)(Ep < 1)(Ei < 0)
ln (Pengeluaran Telur0,217*InelastisNormal
Ayam, Rupiah)(Ep < 1)(Ei > 0)
ln (Pengeluaran Bumbu,-0,0104InelastisInferior
Rupiah)(Ep < 1)(Ei < 0)

Sumber: Data diolah, 2019

Koefisien elastisitas sebesar-0,336 memiliki arti bahwa permintaan beras

memiliki nilai negatif dan inelastis (Ep < 1) terhadap pendapatan rumah tanggadengan tingkat keyakinan 90 persen, atau dengan kata lain, kenaikan pendapatan sebesar 1 persen akan menurunkan permintaan beras sebesar 0,336 persen dan perubahan pendapatan yang terjadi tidak direspon secara berlebihan oleh masyarakat. Dari hasil juga menyatakan bahwa beras merupakan barang inferior (Ei < 0) yaitu barang yang jumlah permintaannya akan turun seiring dengan peningkatan pendapatan.

Nilai koefisien sebesar-2,035 memiliki arti bahwa kenaikan pendapatan sebesar 1 persen akan menurunkan jumlah permintaan beras sebesar 2,035 kilogram, namun hasil tersebut tidak memiliki hubungan signifikan.

Permintaan daging ayam tidak memiliki hubungan signifikan dan dengan nilai koefisien elastisitas sebesar 0,0395 dapat dikatakan bahwa permintaan daging ayam bernilai positif dan inelastis (Ep < 1) terhadap pendapatan rumah tangga, atau dengan kata lain, kenaikan pendapatan sebesar 1 persen akan meningkatkan permintaan daging ayam sebesar 0,0395 persen dan perubahan pendapatan yang terjadi tidak terlalu direspon oleh masyarakat. Dari hasil juga menyatakan bahwa daging ayam merupakan barang normal(Ei > 0) yaitu barang yang permintaannya akan naik apabila pendapatan juga meningkat.

Nilai koefisien sebesar-0,00963 memiliki arti bahwa kenaikan pendapatan sebesar 1 persen akan menurunkan jumlah permintaan daging ayam sebesar 0,00963 kilogram, namun hasil tersebut tidak memiliki hubungan signifikan.Perbedaan dari kedua hasil tersebut diatas yaitu pengaruh pendapatan rumah tangga terhadap permintaan daging ayam tidak dapat disimpulkan mana yang benar karena kedua hasil sama-sama tidak memiliki hubungan signifikan.

Koefisien elastisitas sebesar0,375 memiliki arti bahwa permintaan rokok memiliki nilai positif dan inelastis (Ep < 1) terhadap pendapatan rumah tangga dengan tingkat keyakinan 99 persen, atau dengan kata lain, kenaikan pendapatan sebesar 1 persen akan meningkatkan permintaan rokok sebesar 0,375 persen dan perubahan pendapatan yang terjadi tidak terlalu direspon oleh masyarakat. Dari hasil juga menyatakan bahwa rokok merupakan barang normal(Ei>0).18,62 memiliki arti bahwa kenaikan pendapatan sebesar 1 persen akan menurunkan jumlah permintaan beras sebesar 18,62 batang rokok dengan tingkat keyakinan 99 persen.

Pengeluaran jagung tidak memiliki hubungan signifikan dan dengan nilai koefisien elastisitas sebesar 0,0144dapat dikatakan bahwa pengeluaran jagung bernilai positif dan inelastis (Ep < 1) terhadap pendapatan rumah tangga, atau dengan kata lain, kenaikan pendapatan sebesar 1 persen akan meningkatkan pengeluaran jagung sebesar 0,0144 persen dan perubahan pendapatan yang terjadi tidak direspon secara berlebihan oleh masyarakat dengan arti bahwa apabila pendapatan meningkat maka pengeluaran jagung juga akan meningkat sedikit lebih banyak dari sebelumnya. Namun, bertambahnya pengeluaran jagung masih lebih kecil daripada pertambahan pendapatan. Dari hasil juga menyatakan bahwa jagung merupakan barang normal(Ei > 0).

Pengeluaran mie tidak memiliki hubungan signifikan dan dengan nilai koefisien elastisitas sebesar -0,0219 dapat dikatakan bahwa pengeluaran mie bernilai negatif dan inelastis (Ep < 1) terhadap pendapatan rumah tangga, atau dengan kata lain, kenaikan pendapatan sebesar 1 persen akan menurunkanpengeluaran mie sebesar 0,0219 persen dan perubahan pendapatan yang terjadi tidak terlalu direspon oleh masyarakat. Dari hasil juga menyatakan bahwa mie merupakan barang inferior (Ei < 0).

Koefisien elastisitas sebesar0,217 memiliki arti bahwa pengeluaran telur ayam memiliki nilai positif dan inelastis (Ep < 1) terhadap pendapatan rumah tangga dengan tingkat keyakinan 90 persen, atau dengan kata lain, kenaikan pendapatan sebesar 1 persen akan meningkatkan pengeluaran telur ayam sebesar 0,217 persen dan perubahan pendapatan yang terjadi tidak direspon secara berlebihan oleh masyarakat. Dari hasil juga menyatakan bahwa telur ayam merupakan barang normal(Ei > 0).

Pengeluaran bumbu (cabai, bawang merah, dan bawang putih) tidak memiliki hubungan signifikan dan dengan nilai koefisien elastisitas sebesar – 0,0104dapat dikatakan bahwa pengeluaran bumbu (cabai, bawang merah, dan bawang putih) bernilai negatif dan inelastis (Ep < 1) terhadap pendapatan rumah tangga, atau dengan kata lain, kenaikan pendapatan sebesar 1 persen akan menurunkan pengeluaran bumbu sebesar 0,0104 persen dan perubahan pendapatan yang terjadi tidak terlalu direspon oleh masyarakat. Dari hasil juga menyatakan bahwa bumbu (cabai, bawang merah, dan bawang putih) merupakan barang inferior (Ei < 0).

Hasil regresi tersebut menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga bersifat inelastis dan negatif terhadap permintaan beras, dan pendapatan rumah tangga bersifat inelastis dan positif terhadap permintaan rokok dan pengeluaran telur, sedangkan pendapatan rumah tangga tidak memiliki hubungan signifikanterhadap permintaan daging ayam, pengeluaran jagung, mie, dan bumbu (cabai, bawang merah, dan bawang putih). Hasil tersebut didukung oleh penelitian Deviana dkk (2014), dimana diperoleh hasil bahwa pendapatan tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan rumah tangga terhadap beras produksi Kabupaten Kubu Raya.

Pendapatan dapat berpengaruh negatif terhadap permintaan atau pengeluaran seseorang, khususnya pengeluaran untuk makanan dikarenakan semakin tingginya pendapatan yang diperoleh, maka seseorang akan melakukan pengeluaran lebih besar untuk pengeluaran bukan makanan. Indrianawati dan Yoyok(2013) mengatakan bahwa pada umumnya seseorang dalammenyusun pola konsumsi akan mendahulukan kebutuhan pokok, sedangkankebutuhan sekunder akan dipenuhi saat tingkat pendapatannya meningkat.

Temuan menunjukkan bahwa responden yang mempunyai pendapatan rendahmengeluarkan sebagian besar pendapatannya untuk pangan (makanan). Sebaliknya, ketikapendapatan tinggi pengeluaran untuk pangan (makanan) hanya sebagian kecil saja daritotal pengeluarannya. Kondisi ini menunjukkan adanya hubungan yang terbalikantara persentase kenaikan pendapatan dengan persentase pengeluaran untukpangan (makanan) atau dikenal dengan Hukum Engel (Engel’s Law).

Kaitanantara tingkat pendapatan dengan pola konsumsi sebagaimana hukum Engelmenerangkan bahwa pendapatan disposable yang berubah-ubah pada berbagaitingkat pendapatan, dengan naiknya tingkat pendapatan maka persentase yangdigunakan untuk sandang dan pelaksanaan rumah tangga adalahcenderungkonstan.Sementara persentase yang digunakan untuk pendidikan, kesehatandan rekreasi semakin bertambah (Indrianawati dan Yoyok, 2013).

Pendapatan merupakan faktor yang dalam menentukan variasi permintaanterhadap berbagai jenis barang karena besar kecilnya pendapatan dapatmenggambarkan daya beli konsumen. Bila terjadi perubahan dalam pendapatanmaka akan menimbulkan perubahan dalam mengkonsumsi berbagai jenis barang.Hal ini dapat diterima karena semakin tinggi pendapatan seseorang lebih cendrungmementingkan prestice, artinya dengan pendapatan yang tinggi masyarakat akanberusaha menunjukkan bahwa makanannya tidak hanya beras, melainkanroti,daging, maupun vitamin seperti sayur-sayuran dan buah-buahan (Deviana dkk., 2014).

SIMPULAN

Elastisitas permintaan yang diukur dari perubahan harga beras, daging ayam, dan rokok terhadap perubahan permintaan masing-masing komoditas tersebut menyatakan bahwa harga beras bersifat inelastis dan negatif terhadap permintaan beras, harga daging ayam bersifat inelastis dan negatif terhadap pemintaan daging ayam, dan harga rokok bersifat inelastis dan negatif terhadap permintaan rokok di Indonesia.

Elastisitas permintaan yang diukur dari perubahan pengeluaran beras terhadap pengeluaran jagung, mie, telur ayam, cabai, bawang merah, dan bawang putih menyatakan bahwa pengeluaran beras bersifat inelastis dan positif terhadap pengeluaran mie, telur ayam, cabai, bawang merah, dan bawang putih, sedangkanpengeluaran beras tidak memiliki hubungan signifikan terhadap pengeluaran jagung di Indonesia.

Elastisitas permintaan yang diukur dari perubahanpendapatan rumah tangga terhadap permintaan beras, permintaan daging ayam, permintaan rokok, pengeluaran jagung, mie, telur ayam, cabai, bawang merah, dan bawang putih menyatakan bahwa pendapatan rumah tangga bersifat inelastis dan negatif terhadap permintaan beras, beras merupakan barang inferior, dan pendapatan rumah tangga bersifat inelastis dan positif terhadap permintaan rokok dan pengeluaran telur ayam, rokok dan telur ayam merupakan barang normal, sedangkan pendapatan rumah tangga tidak memiliki hubungan signifikan terhadap permintaan daging ayam, pengeluaran jagung, mie, cabai, bawang merah, dan bawang putih di Indonesia.

Perubahan harga yang terjadi di masyarakat menimbulkan pengaruh terhadap permintaan komoditas-komoditas yang ada di masyarakat, khusunya komoditas beras yang dimana merupakan barang kebutuhan pokok bagi masyarakat dan memiliki pengaruh juga terhadap permintaan komoditas lainnya, sehingga perlunya pemerintah untuk dapat menjaga stabilitas harga-harga komoditas tersebut seperti penetapan HET (harga eceran tertinggi) di setiap wilayah di Indonesia., sedangkan untuk rokok sendiri diharapkan agar pemerintah dapat memberikan kebijakan lain yang dimana diharapkan dari penetapan harga rokok di masyarakat dapat lebih mengurangi konsumsi masyarakat terhadap rokok yang diketahui bahwa rokok merupakan komoditas atau barang yang memiliki pengaruh negatif bagi pemakai maupun orang lain.

REFERENSI

Agustian, Adangdan Sri Hartoyo. 2012. Pendugaan Elastisitas Penawaran Output danPermintaan Input Usahatani Jagung. Jurnal Ekonomi Pembangunan,13(2): 247-259.

Agustika, I Gede Dan Surya Dewi Rustariyuni. 2017. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengiriman Remitan Tenaga Kerja Kapal Pesiar Dan Pemanfaatannya Di Kabupaten Tabanan. Jurnal Piramida, 13(1): 37-50.

Agustin, Hani Febrian, Dadi Suryadi, dan Achmad Firman. 2015.Elastisitas Harga Telur Ayam Ras di Jawa Barat. E-Journals, 4(2): 1-10.

Antara, Made dan I Gd. Yono Wirawan. 2013. Permintaan Buah Pisang Ambon Oleh Rumah Tangga di Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 6(1): 16-29.

Ariani, Dian. 2014. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi di Kabupaten Nagan Raya. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik Indonesia, 1(1): 1-7.

Atmadja, Adwin S. 1999. Inflasi Di Indonesia: Sumber-sumber Penyebab dan Pengendaliannya. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 1(1): 54-67.

Ayu Purnama Margareni, Ni Putu, I Ketut Djayastra, dan I.G.W Murjana Yasa. 2016. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Di Provinsi Bali. Jurnal Piramida, 12(1): 101-110.

Badan Pusat Statistik. 2010. Statistik Indonesia 2010. BPS Indonesia.

Cut Risty T.B, Iskandarini, Dan Rahmanta Ginting. 2013. Elastisitas Permintaan Beras Organik di Kota Medan. Journal of Agriculture and Agribusiness Socioeconomics, 2(2): 1-10.

Devi, Karishma Kavita, Gurmeet Singh, Rafia Naz, and Kim-Shyan Fam. 2015. Cross-Cultural Food Consumption Behavior of Consumers in Fiji.International Journal of Business and Economics, 14(1): 105-126.

Deviana, Ike, Novira Kusrini, dan Adi Suyatno. 2014. Analisis Permintaan Rumah Tangga Terhadap BerasProduksi Kabupaten Kubu Raya.Jurnal Social Economic of Agriculture, 3(2): 53-67.

Ezeji, Chigbu E. and Emmanuel I. Ajudua. 2015. Determinants of Aggregate Consumption Expenditure in Nigeria. Journal of Economics and Sustainable Development, 6(5): 164-169.

Firmansyah, Tofan Lore. 2009. Elastisitas Permintaan Jasa Transportasi Kereta Api di Kota Malang. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 7(2): 137-150.

Ghanimata, Fifyanita. 2012. Analisis Pengaruh Harga, Kualitas Produk, dan Lokasi Terhadap Keputusan Pembelian. Skripsi. Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Universitas Diponegoro.

Gilarso, T. 1992. Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Makro. Kanisius. Yogyakarta.

Habib, Akbar. 2013. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Jagung. Jurnal Ilmu Pertanian, 18(1): 79-87.

Handayani, M.Th. dan Ni Wayan Putu Artini. 2009. KontribusiPendapatan Ibu Rumah Tangga PembuatMakanan Olahan Terhadap Pendapatan Keluarga. Jurnal Piramida, 5(1): 1-9.

Hardiani, Junaidi, dan M. Syurya Hidayat. 2017. Determinan Sosial Ekonomi Pengeluaran Rumah Tangga Untuk Kebutuhan Preventif Kesehatan di Provinsi Jambi. Jurnal Piramida, 13(2): 61-68.

Ilham, Nyak, Sri Hastuti, dan I Ketut Karyasa. 2002. Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran dan Permintaan Beberapa Jenis Daging di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, 20(2): 1-23.

Indrianawati, Entika dan Yoyok Soesatyo. 2015. Pengaruh Tingkat Pendapatan dan Pengetahuan Ekonomi Terhadap Tingkat Konsumsi Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya. Jurnal Ekonomi Pendidikan dan Kewirausahaan, 3(1): 214-226.

Kahar, Muhardi. 2010. Analisis Pola Konsumsi Daerah Perkotaan dan Pedesaan Serta Keterkaitannya Dengan Karakteristik Sosial Ekonomi di Propinsi Banten. Tesis. Institut Pertanian Bogor.

Katmawanti, Septa dan Nurnaningsih Herya Ulfah. 2016.Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Mi Instant Pada Mahasiswa Di Universitas Negeri Malang. Jurnal Preventia, 1(2): 1-12.

Lubis, Nazly A. 2016. Analisis Elastisitas Pendapatan Konsumen Terhadap Permintaan Terhadap Daging Sapi diKota Medan(Studi Kasus : Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli,Kota Medan). Jurnal Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Maggi, Rio dan Birgitta Dian Saraswati. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia:Model Demand Pull Inflation. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 6(2): 71-77.

Mak, Athena H.N., Margaret Lumbers, Anita Eves, and Richard C.Y. Chang. 2012. Factors Influencing Tourist Food Consumption. International Journal of Hospitality Management, 31(3): 1-25.

Mankiw, N. Gregori. 2012. Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: Salemba Empat. Jakarta.

Manuati Dewi, I Gusti Ayu. 2015. Pengaruh Pendapatan Pada Konsumsi di Indonesia: Pengembangan Model Teoritis dan Pemilihan Model Empiris. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 8(1): 24-33.

Muchlis. 2011. Analisis Elastisitas Permintaan Beras di Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh. Jurnal Ekonomika, 2(3): 16-22.

Nasir, Moechamad. 2005.Analisis Permintaan Mie Instan Indomie Komoditas Terkait di Kota Kecamatan Kabupaten Sukoharjo. Jurnal Manajemen dan Bisnis, 8(1): 100-114.

Nurmalina, Rita. 2008. Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Sistem Ketersediaan Beras di Beberapa Wilayah Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, 26(1): 47-79.

Ogaraku, Mercy Ebere Ndubueze. 2016. Analysis of Household Consumption Expenditure on Selected Staple Foods in Ika North East Local Government Area of Delta State, Nigeria. Direct Research Journal of Agriculture and Food Science, 4(10): 300-307.

Persaulian, Baginda, Hasdi Aimon, dan Ali Anis. 2013. Analisis Konsumsi Masyarakat di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi, 1(2): 1-23.

Petry, Nancy M. 2000. Effects of Increasing Income on Polydrug Use: A Comparison of Heroin, Cocaine and Alcohol Abusers. Journal, 95(5): 705-717.

Panikkai, Sumarni, Rita Nurmalina, Sri Mulatsih, dan Handewi Purwati. 2017. Analisis Ketersediaan Jagung Nasional Menuju Pencapaian Swasembada Dengan Pendekatan Model Dinamik. Jurnal Informatika Pertanian, 26(1): 41-48.

Rachman, Handewi Purwati S. 2001. Kajian Pola Konsumsi dan Permintaan Pangan di Kawasan Timur Indonesia. Disertasi. Institut Pertanian Bogor.

Rafiq, Muhammad. 2016. Pengaruh Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga, Investasi Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 2001:T1-2010:T4. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Radulescu, Violeta, Iuliana Cetina, and Gheorghe Orzan. 2012. Key Factors That Influence Behavior Of Health Care Consumer, The Basis of Health Care Strategies. Contemporary Readings in Law and Social Justice, 4(2): 992­1001.

Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. 2006. Teori Ekonomi Mikro: Suatu Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Rashid, Noorhaslinda Kulub Abd., Aslina Nasir, Nik Hashim Nik Mustapha, and Nik Fuad Kamil. 2011. Analysis of Income and Expenditure of Households In The East Coast Of Peninsular Malaysia.Journal of Global Business and Economics, 2(1): 59-72.

Raza, Syed Asif. The Impact of Differentiation Price and Demand Leakage on a Firm’s Profitability. Journal of Modelling in Management, 10(3): 270-295.

Rizky, Muhammad Fakhru dan Hanifa Yasin. 2014. Pengaruh Promosi dan Harga Terhadap Minat Beli Perumahan Obama PT. Nailah Adi Kurnia Sei Mencirim Medan. Jurnal Manajemen & Bisnis, 14(2): 135-143.

Rukini. 2014. Model ARIMAX dan Deteksi GARCH Untuk Peramalan Inflasi Kota Denpasar Tahun 2014.Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 7(2): 168-182.

Salma, Irma Afia Dan Indah Susilowati. 2004. Analisis Permintaan Objek Wisata Alam Curug Sewu, Kabupaten Kendal Dengan Pendekatan Travel Cost. Jurnal Dinamika Pembangunan, 1(2): 153-165.

Santoso, Teguh. 2011. Aplikasi Model GARCHPada Data Inflasi Bahan Makanan Indonesia. Jurnal Akuntansi Riset, 13(1): 65-76.

Saputra, Kurniawan dan Nugroho SBM. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia: 2007-2012. Diponegoro Journal of Economics, 3(1): 1-15.

Saraswati, Birgitta Dian. 2018. Pengaruh Krisis Ekonomi Terhadap Fungsi Konsumsi Rumah Tangga di Indonesia. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 11(1): 137-144.

Sari, Ratuh Kumala. 2014. Analisi Impor Beras di Indonesia. Economic Development Analysis Journal, 3(2): 320-326.

Seid Y. 2011. Determinants of Food Consumption Expenditure in Ethiopia. International Journal of Economic Research. 2(5): 151-165.

Sigit, Hananto. 1985. Income Distribution and Household Characteristics. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 21(3): 51-68.

Sobal, Jeffery, Laura Kettel Khan and Carole Bisogni. 1998. A Conceptual Model of The Food and Nutrition System. Social Science & Medicine Journal, 47(7): 853-863.

Sudaryanto, Tahlim dan Adang Agustian. 2003. Peningkatan Daya Saing Usahatani Padi: Aspek Kelembagaan. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian, 1(3): 255-274.

Sujai, Mahpud. 2011. Dampak Kebijakan Fiskal Dalam Upaya Stabilisasi Harga Komoditas Pertanian. E-Journal, 9(4): 297-312.

Suyastiri Y.P., Ni Made. 2008. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis Potensi Lokal Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaan di Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 13(1): 51-60.

Tisnawati, Ni Made. 2015. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Konsumen Beras Organik di Kota Denpasar. Jurnal Piramida, 11(1): 13­19.

Tandoh, Francis dan Devi Datt Tewari. 2016. The Income and Price Elasticity of Demand for Housing in Ghana: Empirical Evidence From HouseholdLevel Data. South African Journal of Economic and Management Sciences, 19(2): 160-174.

Viljoen, Laetitia. 1998. Factors That Influence Household and Individual Clothing Expenditure: A Review of Research and Related Literature. Journal ofFamily Ecology and Consumer Sciences, 26(1): 3-14.

Wahyuni, Daru, Losina Purnastuti, dan Mustofa. 2016. Analisis Elastisitas Tiga Bahan Pangan Sumber Protein Hewani di Indonesia. Jurnal Economia, 12(1): 43-53.

Widarjono, Agus dan Sarastri Mumpuni Rucbha. 2016. Household Food Demand in Indonesia:A Two-Stage Budgeting Approach. Journal of Indonesian Economy and Business, 31(2): 163-177.

Yuliana, Y., Bangun, P., & Mardiningsih, M. 2013. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Konsumsi Pangan Rumah Tangga Miskin: Studi Kasus di Kelurahan Sidomulyo Kecamatan Medan. Saintika Matematika, 1(3): 249-259.

Yusuf, Arief Anshory dan Andy Sumner. 2015. Growth, Poverty, and Inequality under Jokowi.Bulletin of Indonesian Economic Studies, 51(3): 323-348.

 

Terakhir Di Perbaharui Pada

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.