POLA KEPEKAAN Methicillin-Resistant Staphylococcus aureusTERHADAP ANTIBIOTIKA DI RSUP SANGLAH

PADA AGUSTUS 2013 - OKTOBER 2013

I Kadek Jaya Santika1, Komang Januartha Putra Pinatih2, Ni Nengah Dwi Fatmawati2

  • 1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

2

  • 2Bagian/SMF Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RS Sanglah

ABSTRAK

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang dapat menyebabkan beragam penyakit mulai dari yang ringan seperti infeksi kulit hingga penyakit yang dapat membahayakan nyawa seperti pneumonia, meningitis dan toxic shock syndrome. Kemampuan adaptasi S.aureus terhadap antibiotika menimbulkan peningkatan resistensi antibiotika oleh S. aureus. Pada masa kini, prevalensi Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) cenderung meningkat tidak hanya di lingkungan rumah sakit, yang disebut hospital-associatedMRSA (HA-MRSA),tetapi juga di komunitas, yang disebut dengan community-acquired MRSA (CA-MRSA).Uji kepekaan isolat MRSA terhadap antibiotikadibutuhkan untuk menyediakan suatu pola kepekaan yang dapat digunakan sebagai referensidalampemilihan antibiotika yang lebih rasional.Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dimana sampel penelitian adalah isolat MRSAyang diidentifikasi dengan Vitek 2 (Biomérieux) di Laboratorium Instalasi Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah. Dari 41 isolatS. aureusyang terisolasi pada periode Agustus hingga Oktober 2013, terdapat 6 sampel (14,6%) yang merupakan MRSA. MRSA terisolasilebih sensitifterhadap antibiotika quinupristin/dalfopristin, linezolide, vancomycin, tigecycline dan nitrofurantoin, namun resisten terhadap antibiotika penicillin, cephalosporin dan carbapenems. Penelitian seperti ini penting untuk dilaksanakan secara berkelanjutan di masa yang akan datang dengan sampel dan metode identifikasi MRSA yang lebih baik seperti latex agglutination test atau dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).

Kata kunci: MRSA, uji kepekaan, pola kepekaan

SUSCEPTIBILITY PATTERNOFMethicillin-Resistant Staphylococcus aureusTO ANTIBIOTICS AT RSUP SANGLAH FROM AUGUST 2013 TO OCTOBER 2013

ABSTRACT

Staphylococcus aureus is a gram positive bacterium which may cause multiple diseases with wide spectrum from mild diseases like skin infection to severe diseases which may be life-threatening like pneumonia, meningitis and toxic shock syndrome. The adaptability of S. aureus to antibiotics increase the prevalence of S. aureusthat are resistant to antibiotics. Nowadays, Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) prevalence tends to increase not only in hospital setting, which is known as hospital-associated MRSA (HA-MRSA),but also in the community setting, also known as community-acquired MRSA (CA-MRSA). Antimicrobial susceptibility testing of MRSA is needed to provide the susceptibility pattern which can be used as a guideline to choose the rational antibiotics against MRSA. This research wasa cross-sectional study where the samples wereMRSA isolates, which wereidentified by Vitek 2 (Biomérieux) in Clinical Microbiology Laboratory of Sanglah Hospital. From 41 S. aureusisolated from August to October 2013, there were 6 samples or 14.6% identified as MRSA. MRSA showed more susceptible to quinupristin/dalfopristin, linezolide, vancomycin, tigecycline and nitrofurantoin. However, it was less susceptible to penicillin, cephalosporin and carbapenems. This kind of research is important to be performed continuously in the future with better sample and detection method such as latex agglutination testorPolymerase Chain Reaction (PCR).

Keywords: MRSA, susceptibility test, susceptibility pattern

PENDAHULUAN

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang memiliki bentuk bulat bergerombol menyerupai buah anggur (staphylococcus) dan koloni keemasan (aureus). Bakteri ini hidup secara komensal pada sekitar 25 hingga 50 persen orang sehat dan lebih tinggi tingkat kolonisasinya pada pasien pengidap penyakit diabetes, HIV dan pasien yang rutin melakukan cuci darah.1S. aureus dapat menyebabkan beragam penyakit mulai dari yang ringan seperti infeksi kulit hingga penyakit yang dapat membahayakan nyawa seperti pneumonia, meningitis dan toxic shock syndrome.

Antibiotika beta-laktam yang telah lama digunakan dalam mengobati infeksi yang disebabkan oleh S. aureus kini kurang efektif lagi mengingat adanya kemampuan adaptasi S.aureus terhadap antibiotika beta-laktam sehingga kepekaan S. aureus terhadap antibiotika jenis ini berkurang. Hal ini menimbulkan peningkatan resistensi antibiotika oleh S. aureus.

Resistensi terhadap antibiotika dipicu banyak faktor terutama oleh penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dengan indikasi. Hal tersebut dikarenakan oleh penjualan antibiotika secara bebas tanpa kontrol langsung dari pemerintah dalam hal peredarannya sehingga orang umum dapat dengan bebas membeli antibiotika secara sembarangan tanpa resep dan tanpa memperhatikan indikasi pengobatan dari antibiotika tersebut.2

Resistensi S. aureus dimulai ketika berkembangnya resistensi terhadap methicillin yang telah menyebabkanwabah infeksi antar rumah sakit pada tahun 1970an yang menyebabkan dibutuhkannya perhatian yang lebih mendalam terhadap infeksi yang didapat di rumah sakit.3Methicillin-Resistant

Staphylococcus aureus (MRSA) tersebut kini telah menjadi kausa infeksi pada kelompok beresiko di lingkungan rumah sakit yang disebut dengan hospital-associated MRSA (HA-MRSA) maupun kelompok tanpa resiko di lingkungan masyarakat yang disebut dengan community-acquired MRSA (CA-MRSA). Dalam hal resistensi atau kepekaan terhadap antibiotika, HA-MRSA secara umum lebih resisten terhadap antibiotika jika dibandingkan dengan CA-MRSA.4 Proporsi HA-MRSA yang resisten terhadap clindamycin lebih tinggi dibandingkan dengan CA-MRSA. Pada tahun 1996, telah teridentifikasi pula MRSA yang resisten terhadap antibiotika golongan vancomycin yang disebut dengan vancomycin resistant S. aureus (VRSA).

Perkembangan resistensi oleh S.aureus menimbulkan suatu peringatan bagi kalangan medis untuk mulai lebih peduli dan berhati-hati dalam hal pemilihan antibiotika yang sesuai. Pada daerah-daerah yang tidak memiliki pusat penelitian yang dapat melaksanakan kultur bakteri, cukup sulit bagi dokter menentukan pengobatan antibiotika yang tepat apabila menemukan kasusMRSA. Uji kepekaan isolat MRSA terhadap antibiotika di suatu rumah sakitdapat digunakan sebagai referensi untuk pemilihan antibiotika yang lebih rasional.

RSUP Sanglah merupakan rumah sakit rujukan utama di Bali, sehingga pada penelitian ini RSUP Sanglah ditetapkan sebagai lokasi penelitian dan sumber informasi dalam rangka mengetahui pola kepekaan MRSA.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik dengan rancangan potong lintang.

Penelitian dilaksanakan di Bagian/SMF Mikrobiologi Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dari bulan Agustus 2013 hingga Oktober 2013. Populasi penelitian yaitu semua spesimen yang datang ke Bagian/SMF Mikrobiologi Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dengan sampel penelitian yaitu isolat dari populasi di atas yang teridentifikasi sebagai Methicillin-Resistant Staphylococcus aureusdengan Vitek 2 (Biomérieux).

Spesimen klinis yang diterima di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah dikultur terlebih dahulu pada agar darah domba dan diinkubasi pada suhu 37° C dalam jangka waktu 18-24 jam dalam suasana aerob. Selanjutnya, koloni tersangka Staphylococcus dites katalase dan koagulase untuk memastikan bahwa spesimen yang terkumpul mengandung bakteri Staphylococcus koagulase positif.

Setelah tes katalase dan koagulase selesai, dibuat suspensi dari hasil kultur berupa bakteri Staphylococcus koagulase positif dengan menggunakan larutan NaCl 0,45% hingga mencapai kekeruhan 0,50,6 Mc Farland.

Suspensi dimasukkan ke dalam Kaset GP Vitek 2 (Biomérieux) untuk identifikasi bakteri dan Kaset AST Vitek 2 (Biomérieux) untuk tes kepekaan antibiotika.Kaset GP Vitek 2 (Biomérieux) dan Kaset AST Vitek 2 (Biomérieux) tersebut kemudian dimasukkan ke alat Vitek 2 (Biomérieux) untuk diproses.

Untuk identifikasi apakah bakteri Staphylococcus koagulase positif tersebut merupakan MRSA atau bukan diperlukan waktu sekitar 5 jam, sementara untuk kepekaan antibiotika sekitar 8 jam.

Dari hasil alat Vitek 2 (Biomérieux), dapat diidentifikasi apakah bakteri tersebut merupakan S. aureus atau tidak dan selanjutnya dari

hasil tes kepekaan terhadap antibiotika cefoxitindapat diidentifikasi apakah bakteri tersebut MRSA atau tidak. Berdasarkan hasil tes kepekaan bakteri terhadap beberapa antibiotika, dapat diidentifikasi kepekaan bakteri tersebut terhadap antibiotika yang dapat digolongkan menjadi sensitif (S), intermediate (I) atau resisten (R).5

HASIL

Dari 41 isolat S. aureus yang terisolasi di Bagian/SMF Mikrobiologi RSUP Sanglah dari bulan Agustus 2013 - Oktober 2013, terdapat 6 sampel yang terbukti merupakan Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA).

Berdasarkan tes kepekaan yang dilakukan terhadap 6 isolat MRSA, diperoleh hasil yaitu 100% sensitif terhadap                     antibiotika

quinupristin/dalfopristin, linezolid, vancomycin, tigecycline dan nitrofurantoin.Sebanyak 83% isolat sensitif            terhadapclindamycin

dantrimethophrim-sulfamethoxazole sedangkan terhadaperythromycindiperoleh hasil 67% sensitif. Grafik pola kepekaan terhadap beberapa jenis antibiotika dapat dilihat pada Gambar 1.

Apabila pola kepekaan didasarkan pada golongan antibiotika, maka dapat dilihat bahwa MRSA 100% resisten terhadap antibiotika golongan penicillin, cephalosporin dan carbapenemssehingga tidak dapat digunakan lagi dalam hal penanganan MRSA. Sementaraitu, 100% isolat MRSA sensitif terhadapantibiotika golongan glycopeptide, nitrofurantoin, streptogramin dan oxazolodinone sehingga merupakan obat pilihan yang tepat digunakan untukeradikasi MRSA.

DISKUSI

Pada penelitian ini diperoleh data bahwa dari 41 isolatS. aureusyang

Resistant Staphylococcus aureui terhadap Beberapa Jenis Antibioti

terisolasidari bulan Agustus 2013 -Oktober 2013, terdapat 6 sampel (14,6%) yang merupakan MRSA. Telahdilaksanakanbeberapa penelitian lain yang meneliti mengenai pola kepekaan dari MRSA di berbagai negara seperti Australia, India, Malaysia, Romania, Ethiopia dan Turki. Apabila prevalensi MRSA terhadap S. aureus pada penelitian ini yaitu 14,6% dibandingkan terhadap berbagai penelitian lain seperti di Australia (31,9%), India (27%), Romania (38,4%) dan Ethiopia (23,08%) makaangka tersebut masih termasuk rendah walaupun masih perlu pembuktian dengan sampel yang lebih besar.6– 9Peningkatan jumlah MRSA terhadap S. aureus dapat lebih ditekan apabila paradigma pengobatan antibiotika secara rasional dapat terlaksana dengan lebih baik lagi.

Dari hasil tes kepekaan, MRSA lebihsensitif terhadap quinupristin/dalfopristin, linezolid, vancomycin, tigecycline dan nitrofurantoin yaitu 100%. Hasil tersebut dapat membuktikan bahwa masih ada antibiotika-antibiotika yangdapat digunakan secara efektif dalam penanganan pasien yang terinfeksi oleh MRSA. Sesuai dengan karakteristik

MRSA yang resisten terhadap semua golongan penicillin, cephalosporin dan carbapenems, pada penelitian ini diperoleh gambaran bahwa MRSA terisolasi menunjukkan resisten terhadap ketiga golongan antibiotika tersebut.

HA-MRSA memiliki staphylococcal cassette chromosome mec(SCCmec) tipe I-III (paling sering USA 100 dan USA 200) yang memiliki gen resistensi selain mecA. Berbeda halnya dengan CA-MRSA yang memiliki SCCmec tipe IV-V (paling

sering USA 300 dan USA 400) yang hanya memiliki gen resistensi mecA. Beberapa CA-MRSA memiliki peningkatan virulensi dikarenakan dapat memproduksi toksin Panton-Valentine Leukocidin (PVL) dan Phenol-soluble Modulin (PSM) yang menyebabkan penyebarannya lebih cepat dan manifestasi klinis yang lebih berat.10– 12Bakteri CA-MRSA biasanya sensitif terhadap antibiotika tetracycline dan clindamycinyang merupakan golongan lincosamide.4Jumlah MRSA yang sensitif terhadap clindamycin di RSUP Sanglah cukup tinggi. Dari hasil penelitian diperoleh hasil 83% sensitif terhadap clindamycin, jauh lebih tinggi dari penelitian di India (50%), Australia (44,2%), Turki (49%), namun lebih rendah dari Romania (100%).6–8,13Hal tersebut secara tidak langsung membuktikan bahwa prevalensi CA-MRSA di RSUP Sanglah masih lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara lain, walaupun identifikasi CA-MRSA masih perlu dibuktikan menggunakan uji molekular seperti tes Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk membuktikan ada tidaknya gen resistensi mecA dan gen Panton-12

Valentine Leukocidin (PVL).12

Antibiotika yang saat ini masih digunakan sebagai pengobatan pilihan utama untuk MRSA yaitu vancomycin, yang merupakan antibiotika golongan glycopeptide masih memiliki kepekaan yang tinggi yaitu 100%. Hal tersebut juga terjadi pada penelitian-penelitian lain seperti di India, Malaysia, Romania, Turki dimana mencapai 100% sensitif.7,8,14,13 Pengecualian terjadi di Ethiopia dimana hanya 87.2% sensitif.9Walaupun saat ini di negara lain telah terdapat kasus Vancomycin-Resistant Staphylococcus aureus (VRSA), namun berdasarkan penelitian ini belum ditemukan adanya VRSA di RSUP Sanglah.

SIMPULAN

Prevalensi MRSA di RSUP Sanglah pada periode Agustus hingga Oktober 2013relatif cukup tinggi, dimana isolat MRSA masih sensitif terhadap antibiotika pilihan terapi infeksi         MRSA         yaitu

quinupristin/dalfopristin, linezolide, vancomycin dan tigecycline. Penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar dan dengan metode yang lebih akurat seperti latex agglutination testatau PCR penting dilakukan untuk mendapatkan data yang dapat digeneralisasi.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Kasper DL, Fauci AS, Harrison TR, editors. Harrison’s infectious diseases. New York: McGraw-Hill Medical; 2010. 1294 p.

  • 2.    Hadi U, Broek P van den, Kolopaking EP, Zairina N, Gardjito W, Gyssens IC, et al. Cross-sectional study of availability and pharmaceutical quality of antibiotics requested with or without prescription (Over The Counter) in Surabaya, Indonesia. BMC Infect Dis. 2010 Jul 9;10(1):203.

  • 3.    Kali A, Stephen S, Umadevi S, Kumar S, Joseph NM, Srirangaraj S. Changing Trends in Resistance Pattern of Methicillin Resistant Staphylococcus aureus. J Clin Diagn Res JCDR. 2013 Sep;7(9):1979–82.

  • 4.    Alvarez-Uria G, Reddy R. Prevalence and Antibiotic Susceptibility of Community-Associated Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus in a Rural Area of India: Is MRSA Replacing Methicillin-Susceptible Staphylococcus aureus in the Community? ISRN Dermatol. 2012;2012:248951.

  • 5.    Cockerill F, Clinical and Laboratory Standards Institute. Performance standards for antimicrobial

susceptibility testing: twenty-second informational supplement. Wayne, PA: Clinical and Laboratory Standards Institute; 2012.

  • 6.    Nimmo GR, Pearson JC, Collignon PJ, Christiansen KJ, Coombs GW, Bell JM, et al. Prevalence of MRSA among Staphylococcus aureus isolated from hospital inpatients, 2005: report from the Australian Group for Antimicrobial Resistance. Commun Dis Intell Q Rep. 2007 Sep;31(3):288–96.

  • 7.    P R V, M J. A comparative analysis of community acquired and hospital acquired methicillin resistant Staphylococcus aureus. J Clin Diagn Res JCDR. 2013 Jul;7(7):1339–42.

  • 8.    Ionescu R, Mediavilla JR, Chen L, Grigorescu DO, Idomir M, Kreiswirth BN, et al. Molecular characterization and antibiotic susceptibility of Staphylococcus aureus from a multidisciplinary hospital in Romania. Microb Drug Resist Larchmt N. 2010 Dec;16(4):263–72.

  • 9.    Kejela T, Bacha K. Prevalence and antibiotic susceptibility pattern of methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) among primary school children and prisoners in Jimma Town, Southwest Ethiopia. Ann Clin Microbiol Antimicrob. 2013 Jun 4;12:11.

  • 10.    Lowy FD. Antimicrobial resistance: the example of Staphylococcus aureus. J Clin Invest. 2003 May;111(9):1265–73.

  • 11.    Jensen SO, Lyon BR. Genetics of antimicrobial resistance in Staphylococcus aureus. Future Microbiol. 2009 Jun;4(5):565–82.

  • 12.    Naimi TS, LeDell KH, Como-Sabetti K, Borchardt SM, Boxrud DJ, Etienne J, et al. Comparison of community- and health care-associated methicillin-resistant Staphylococcus aureus infection. JAMA J Am Med Assoc. 2003 Dec 10;290(22):2976–84.

  • 13.    Ghaznavi-Rad E, Neela V, Nor Shamsudin M, Ghasemzadeh Moghaddam H, Tavakol M, van Belkum A, et al. Diversity in the antimicrobial susceptibility patterns of methicillin-resistant Staphylococcus aureus clones. Eur J Clin Microbiol Infect Dis Off Publ Eur Soc Clin Microbiol. 2012 Dec;31(12):3317–21.

  • 14.    Oksuz L, Gurler N. Susceptibility of clinical methicillin-resistant Staphylococci isolates to new antibiotics. J Infect Dev Ctries. 2013;7(11):825–31.

  • 15.    Akcam FZ, Tinaz GB, Kaya O, Tigli A, Ture E, Hosoglu S. Evaluation of methicillin resistance by cefoxitin disk diffusion and PBP2a latex agglutination test in mecA-positive Staphylococcus aureus, and comparison of mecA with femA, femB, femX positivities. Microbiol Res. 2009;164(4):400–3.