EXTRACORPOREAL SHOCKWAVE LITHOTRIPSY (ESWL) PADA BATU GINJAL Anak Agung Sri Satyawati

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

Latar Belakang. Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL) merupakan pilihan terapi yang paling cost effective pada kasus kasus batu ginjal, namun sayangnya modalitas terapi ini belum banyak dipilih karena dianggap mahal dan kurangnya informasi mengenai keuntungan penggunaannya.

Kasus. Perempuan usia 65 tahun mengeluh nyeri pinggang yang dirasakan mendadak dan semakin memberat sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, disertai mual dan penurunan nafsu makan. Berdasarkan pemeriksaan foto polos abdomen dan USG Urologi didapatkan kesan adanya batu renal dekstra ukuran 16mm x 18mm, dengan hidronefrosis derajat I renal dekstra. Kemudian dilakukan tindakan ESWL.

Hasil. Setelah dilakukan tindakan ESWL berupa penghantaran gelombang kejut pada permukaan ginjal kanan selama 20-30 menit, keluar pecahan pecahan kecil batu kalsium. Berdasarkan pemeriksaan radiografi post ESWL tidak ditemukan gambaran radioopak pada kaliks ginjal, ureter maupun kandung kemih.

Kesimpulan. Batu kalsium dengan ukuran 16mm x 18mm pada renal dekstra berhasil dikeluarkan total tanpa adanya komplikasi.

Kata kunci: Extracorporeal shockwave lithotripsy, batu renal, cost effective.

EXTRACORPOREAL SHOCKWAVE LITHOTRIPSY (ESWL) ON RENAL STONE

ABSTRACT

Background. ESWL is the most cost effective therapy on the case of renal stone, but not many people selected to do this therapy because the assumption of the high cost and lack of information about the advantages of the therapy.

Case. A female, age 65 years old, complaint sudden back pain that aggravates 2 months ago; she also complaint nausea and lost of appetite. Right renal stone size 16mm x 18mm with hydronefrosis grade I was found based on X-ray and ultrasound examination. The patient was then planned extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL).

Result. After the ESWL, shockwave on the surface of the right renal, small pieces of calcium stones came out. The result of the x-ray after ESWL showed no image of residual stones in renal calyx, ureter and bladder.

Conclusion. Calcium stone size 16mm x 18mm is successfully removed without complication. Keywords: Extracorporeal shockwave lithotripsy, renal stone, cost effective.

PENDAHULUAN

Batu ginjal atau nephrolithiasis dialami oleh sekitar 1,7 sampai 14,8% populasi umum dan baik prevalensi ataupun insidennya meningkat secara global tanpa memandang usia, jenis kelamin, dan ras yang menyebabkan peningkatan morbiditas. Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit batu saluran kemih mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat.1,2

Batu saluran kencing yang tersering adalah batu kalsium oksalat yang terjadi hampir sepertiga dari seluruh jenis batu. Faktor risiko batu kalsium oksalat meliputi diet tinggi kalsium dan hiperparatiroidism. Batu asam urat berhubungan dengan diet tinggi purin, riwayat gout sebelumnya, dan hiperurikosuria. Batu sistin biasanya terdapat pada keluarga dengan riwayat sistinuria. Batu struvit, atau “batu infeksi” biasa terdapat pada pasien dengan obstruksi dan infeksi saluran kencing. Batu struvit adalah jenis batu yang paling banyak berkembang menjadi batu staghorn.1

Pada kasus-kasus batu ginjal yang berasal dari penyakit herediter yang langka atau batu staghorn yang biasanya disebabkan infeksi saluran kencing dengan bakteri yang mengandung urease, batu ginjal tersebut menyebabkan kerusakan ginjal kronis dan bahkan beberapa sampai kepada End Stage Renal Disease (ESRD). The United States Renal Data System 2010 Annual Data Report menunjukkan bahwa hanya 2,4 dari seluruh ESRD disebabkan oleh jenis batu ginjal ini.1,3

Terdapat beberapa pilihan penanganan untuk batu ginjal. Penangananannya sendiri bergantung pada ukuran, lokasi, dan komposisi dari batu. Salah satu penanganan yang sering dilakukan adalah dengan metode ESWL. ESWL pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1980 yang membawa suatu revolusi baru dalam penanganan urolithiasis dan menyediakan suatu prosedur minimal invasif yang hampir ideal. Suatu gelombang kejut (shock wave) diciptakan dari suatu sumber eksternal yang diarahkan ke pasien dan difokuskan pada suatu batu ginjal. Gelombang ini akan menyebabkan

fragmentasi batu secara langsung dengan memproduksi stress mekanik atau tidak langsung melalui penghancuran gelembung-gelembung kavitas yang dibentuk oleh tekanan negatif.2,4

Hasil dari ESWL cukup menjanjikan, dengan 90% angka kesuksesan tercapai. Walaupun pengembangan ESWL selanjutnya kurang memuaskan, tetapi ESWL merupakan prosedur yang paling umum dikerjakan pada penyakit batu saluran kemih. Walaupun ESWL merupakan metode yang paling aman dan minimal invasif, metode ini juga memiliki beberapa efek samping dan komplikasi yang justru merugikan pasien. Melalui laporan ini, akan didiskusikan mengenai penanganan batu ginjal dengan ESWL.4

ILUSTRASI KASUS

Pasien wanita usia 65 tahun datang dengan keluhan utama nyeri pada pinggang kanan sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri pinggang dirasakan muncul mendadak, awalnya nyeri ringan bersifat hilang timbul yang memberat dengan penekanan pada pinggang kanan. Dalam 3 hari terakhir nyeri bertambah berat sehingga pasien tidak bisa melakukan aktifitas. Nyeri dikatakan berkurang dengan obat analgetik yang diperoleh dari puskesmas. Nyeri disertai mual, muntah, demam, dan penurunan nafsu makan. Nyeri pinggang

tidak disertai penjalaran ke bagian perut kanan bawah, lipat paha,atau kelamin pasien. Riwayat kencing berwarna merah, nyeri saat kencing, keluar batu saat kencing tidak ada.

Riwayat penyakit ginjal dan batu ginjal tidak ada, namun pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun dengan pengobatan tidak teratur. Riwayat penyakit batu ginjal pada keluarga tidak ada. Pasien bekerja sebagai petani, dengan kebiasaan minum 3-4 gelas/hari, kebiasaan konsumsi daging/jeroan tidak ada.

Pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan keadaan umum lemah, dengan tekanan darah 150/90 mmHg, dengan berat badan 45 kg dan tinggi badan 160 cm. Pemeriksaan lokalis pada region flank tidak didapatkan nyeri tekan, nyeri ketok costovertebral angle/CVA, ballottement -/-. Pada regio suprasimpisis didapatkan vesika urinaria tidak teraba. Pada regio genitalia eksterna dalam batas normal.

Gambar1. Pemeriksaan ultrasonografi urologi menunjukkan adanya batu yang terletak di ginjal kanan

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan WBC: 5,72.103/mm3, Hb: 9,1 g/dL, glukosa darah sewaktu: 84 mg/dL, BUN: 41 mg/dL, kreatinin: 5,63 mg/dL, asam urat: 6,60, Na: 143 mmol/L, K: 5 mmol/L. Pada pemeriksaan urin didapatkan protein 15 mg/dL (+1), eritrosit 50 ery/uL (+1), dengan sedimen urin didapatkan leukosit (-), eritrosit 1-2/lp, cast 1-2/lp, bakteri + per lapang pandang.

Pada pemeriksaan penunjang foto polos abdomen didapatkan gambaran batu radioopak pada renal dekstra. Pada pemeriksaan USG urologi didapatkan kesan batu renal dekstra dengan ukuran 16 mm x 18 mm dan hidronefrosis derajat I renal dekstra.

. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis utama batu renal dekstra, dengan diagnosis komplikasi hidronefrosis derajat I renal dekstra, dan diagnosis penyerta hipertensi stage 1 dan penyakit ginjal kronis. Pasien kemudian direncanakan untuk tindakan ESWL. Tindakan ESWL dilakukan di ruang operasi. Pasien dibaringkan dalam posisi supinasi di meja khusus. Pemantauan terhadap batu dilakukan dengan USG. Alat litotriptor didekatkan pada permukaan ginjal kanan, kemudian gelombang dihantarkan

selama 20-30 menit. Pengobatan yang diberikan pasca operasi berupa antibiotik, anelgetik, serta obat antihipertensi captopril 2 x 12,5 mg tablet. Pemeriksaan ultrasonografi pasca operasi tidak tampak gambaran radiopak di kaliks ginjal, ureter, dan kanfung kemih. Setelah 3 hari dirawat, kondisi pasien membaik, keluhan demam, nyeri pinggang tidak ada, urin jernih pada kateter, serta dirasakan keluar batu kecil-kecil pada urin. Pasien disarankan untuk melakukan kontrol rutin ke poliklinik bedah urologi serta poliklinik penyakit dalam untuk tatalaksana hipertensi dan penyakit ginjal kronis.

Gambar 2. Pasien menjalani tindakan

Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL)

DISKUSI

Pasien didiagnosis dengan batu ginjal kanan berdasarkan temuan dari anamnesis berupa nyeri pada pinggang kanan yang muncul mendadak dan semakin bertambah berat sejak 2 bulan sehingga pasien tidak dapat beraktifitas seperti biasa.

Nyeri pinggang disertai dengan mual. Gejala ini menunjukkan adanya nyeri kolik ginjal yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter sebagai usaha untuk mengeluarkan batu. Peningkatan peristaltik ini menyebabkan meningkatnya tekanan intraluminal sehingga terminal saraf teregang dan menimbulkan sensasi nyeri.2,5 Pada umumnya selain gejala nyeri di daerah pinggang dapat dalam bentuk pegal hingga kolik atau nyeri terus menerus dan hebat karena pyelonefrosis, gejala umum yang terjadi pada batu saluran kemih adalah akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Sindrom obstruksi yang dapat terjadi adalah nyeri pada sudut kostophrenik pada sisi yang terdapat batu ginjal, hematuria, dysuria, perubahan atau gangguan miksi, retensi urin, dan inkontinensia.2

Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak ada, sampai mungkin terabanya ginjal yang membesar akibat adanya hidronefrosis. Nyeri dapat berupa nyeri tekan dan ketok pada daerah arkus kosta pada sisi ginjal yang terkena. Sesuai dengan gangguan yang terjadi, batu ginjal yang terletak di pelvis dapat menyeebabkan terjadinya hidronefrosis, sedangkan batu kaliks pada umumnya tidak memberi gejala fisik.2,5 Pada pasien ini sama sekali tidak ditemukan adanya nyeri

tekan maupun nyeri ketok, serta ballottement -/-.

Dari pemeriksaan tekanan darah diperoleh tekanan darah 150/90 mmHg sehingga pasien juga didiagnosis dengan hipertensi stage 1. Pada pemeriksaan sedimen urin tidak didapatkan. Melalui pemeriksaan foto polos abdomen diperoleh gambaran radioopak pada ginjal kanan yang menunjukkan batu ginjal. Pemeriksaan pielografi intravena pada pasien ini tidak dapat dilakukan karena terdapat penurunan fungsi ginjal dengan serum kreatinin 5,63 mg/dL. Oleh karena itu dilakukan pemeriksaan dengan ultrasonografi urologi untuk menilai adanya batu ginjal, batu buli-buli, hidronefrosis, atau pengkerutan ginjal. USG tersedia secara luas dirumah sakit dan cost effective, sehingga USG menjadi alat skrining yang ideal untuk pasien dengan kolik ginjal dan suspek batu ginjal.5,6 Dari hasil USG diperoleh kesan batu renal dekstra, dengan hidronefrosis derajat 1 renal dekstra.

Pasien direncanakan untuk diakukan tindakan ESWL di ruang operasi. Pengambilan keputusan untuk tindakan aktif pada batu ginjal dianjurkan pada batu berukuran lebih dari 5 mm yang disertai dengan nyeri persisten yang tidak teratasi dengan pengobatan anelgetik yang adekuat, adanya obstruksi persisten dengan risiko kerusakan ginjal, infeksi traktus urinarius,

risiko pionefrosis atau urosepsis, dan obstruksi bilateral. ESWL telah banyak disetujui dan diterapkan di seluruh dunia karena mudah digunakan, bersifat non-invasif, efektif dalam penanganan batu ginjal dan batu ureter dan tersedianya banyak litotriptor.5,7 ESWL merupakan terapi non-invasif yang menggunakan gelombang kejut yang efektif untuk memecahkan batu ginjal yang berukuran kurang dari 20 mm. ESWL pada batu ginjal yang besar memberikan angka bebas batu yang rendah dan tidak efektif karena harus dilakukan beberapa kali pengulangan ESWL.8 ESWL bekerja melalui tekanan-tekanan mekanik dan dinamik pada batu seperti cavitation, shear, dan spalling.7,8,9

Kontraindikasi absolut pada ESWL meliputi urosepsis yang tidak terkontrol, hipertensi yang tidak terkontrol, obstruksi distal pada jalur keluar batu dan kehamilan, ukuran batu lebih dari 20 mm, dan jenis batu sistin.9,10 Beberapa keadaan pasien yang mejadi faktor kurang diminatinya pemilihan tatalaksana ESWL adalah obesitas dan anatomi ginjal yang abnormal. Akibat keterbatasan konfigurasi geometrik dan sistem pemusatan gelombang, hal ini menyebabkan terkadang begitu sulit untuk membidik batu pada daerah fokus generator. Kelainan saluran kemih kongenital, termasuk horseshoe kidney, obstruksi ureteropelvic junction, dan divertikel kaliks

dapat mempengaruhi drainase dari saluran kemih dan menghasilkan keluaran yang suboptimal. Beberapa keadaan anatomi yang tidak favorit seperti infundibulum yang sempit atau panjang, atau adanya sudut infundibulopelvik yang akut, dapat menyebabkan klirens yang buruk dari fragmen batu dan membutuhkan tata laksana alternatif. Pada kasus ini tindakan ESWL dapat dilakukan karena tidak terdapat kontraindikasi pada pasien.4

Prosedur ESWL ini terdiri dari tahap persiapan yang meliputi penilaian indikasi dan kontraindikasi, kemudian melakukan pemeriksaan laboratorium darah, urin, funggsi ginjal serta pemeriksaan rontgen kemungkinan jenisnya.4

Beberapa komplikasi timbul pasca ESWL dapat disebabkan akibat tekanan destruktif pada batu juga mengenai vaskular dinding tipis pada ginjal dan jaringan sekitarnya sehingga menimbulkan komplikasi jangka pendek dan pembentukan ginjal serta kemungkinan penurunan fungsi jaringan secara kronis.11,12 Masalah yang sering ditemui oleh ahli urologi yang melakukan tindakan ESWL adalah kegagalan memecah dan mengeluarkan batu dan fragmen-fragmennya secara lengkap. Hal ini akan menimbulkan fragmentasi inkomplit, residual fragmen batu, dan obstruksi. Faktor-faktor predisposisi pada kegagalan ESWL adalah komposisi batu,

ukuran, lokasi, jumlah batu, morfologi ginjal serta energi dan laju gelombang kejut yang digunakan. Komplikasi akibat fragmen batu ini dapat dicegah dengan penggunaan percutaneus nephrolithotripsy (PCNL) atau ESWL yang diikuti dengan PCNL dan pengulangan ESWL. Pada kasus ini ESWL tidak dilakukan PNCL atau pengulangan ESWL karena dari hasil pemeriksaan foto polos abdomen pasca operasi tidak didapatkan gambaran radioopak dan batu sudah keluar melalui urin.7,8

Namun bila tidak terdapat fasilitas ESWL ada beberapa pilihan modalitas terapi lain yang dapat digunakan. Tindakan bedah terbuka digunakan jika tidak tersedia alat litotriptor, alat gelombang kejut, atau bila cara non bedah tidak berhasil. Walaupun demikian, sudah barang tentu untuk menentukan tindak bedah pada suatu penyakit batu saluran kemih perlu seperangkat indikasi. Tindakan bedah terbuka yang dapat dilakukan untuk pengeluaran batu saluran kemih adalah pielolitotomi, ureterolitotomi, atau sistolitotomi.2,5,7

Kekambuhan dapat terjadi pada pasien dengan batu ginjal disebabkan karena faktor pasien tersebut atau akibat fragmen batu yang masih tersisa dan berkembang kembali menjadi batu ginjal. Pasien yang sering mengalami rekurensi batu sebaiknya dilakukan beberapa pemeriksaan

laboratorium untuk menentukan penyebab dari rekurensi tersebut (Tabel 1).11,13

Tabel 1. Evaluasi Faktor Metabolik Pada Pasien dengan Riwayat Batu Saluran Kemih Berulang13

Urine 24 jam: Volume total, pH, kalsium, oksalat, natrium, asam urat, sitrat, fosfat, magnesium, sulfat, kreatinin, sistine kuantitatif

Serum: kalsium, fosforus, asam urat, HCO3, BUN, kreatinin, albumin, alkalin fosfat, PTH, 1,25-di-OH-vitamin D2

Analisis komposisi batu

Faktor metabolik pada pasien yang sering menyebabkan kekambuhan adalah rendahnya volume urin, hiperkalsiuria, dan hipositraturia. Volume urin yang rendah akan meningkatkan supersaturasi urin. Oleh karena itu, cara mudah untuk menurunkan supersaturai tersebut adalah dengan menyuruh pasien untuk meningkatkan asupan cairan (minimal 2 liter/hari). Membatasi asupan kalsium harian saja tidaklah lagi direkomendasikan. Rekurensi justru terjadi lebih sedikit pada pembatasan asupan protein hewani (oksalat) dan garam bila dibandingkan dengan kalsium. Masih belum jelas apakah manajemen diet saja, penanganan farmakologik saja, atau gabungan keduanya yang terbaik untuk profilaksis batu. Pada pasien dengan hiperkalsiuria, pembatasan asupan kalsium tidaklah menjamin, tetapi pembatasan asupan protein hewani dan garam sangat

membantu walaupun dengan atau tanpa menggunakan terapi thiazide dan sitrat.12,13

Pada kasus ini, pasien merupakan seorang petani yang memiliki kebiasaan minum air yang cukup rendah yaitu 3-4x/ hari. Kebiasaan minum air yang kurang ini dapat menjadi salah satu risiko terjadinya batu pada pasien. Selain itu pekerjaan petani lebih mengandalkan fisik sehingga ekskresi cairan akan terjadi melalui keringat sehingga urin pun akan menjadi lebih pekat dan risiko terjadinya batu akan lebih besar. Pasien juga baru pertama kali mengalami batu ginjal dan bukan merupakan kasus berulang, oleh karena itu evaluasi faktor metabolik belum perlu dilakukan. Oleh karena itu, saran yang dapat diberikan pada pasien adalah memperbaiki life style dengan meningkatkan asupan cairan dengan minum minimal 2L/hari (8 gelas/hari), terlebih lagi bila pasien bekerja di sawah. Pembatasan asupan kalsium, garam dan protein hewani juga perlu dilakukan, tetapi pasien sendiri juga mengatakan sudah jarang untuk memakan makanan produk hewani, khususnya daging hewan.4,12,13

KESIMPULAN

Tindakan ESWL dalam tatalaksana batu ginjal berhasil memecahkan batu dengan ukuran 16 mm x 18 mm. Pasca operasi kondisi pasien membaik, tidak didapatkan komplikasi, dan fragmentasi

batu terjadi secara komplit. Pemeriksaan radiografi pasca ESWL tidak ditemukan batu residual di ginjal, ureter, dan kandung kemih.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Wasserstein AG. Nephrolithiasis. American Journal of Kidney Diseases.2005;45(2):42-428

  • 2.    Sjamsuhidajat R, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong, Ed. 3. 2007. EGC:Jakarta

  • 3.    Yoo DE et al. Removal of Kidney Stones by Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy is Associated with Delayed Progression of Chronic Kidney Disease. Yonsei Med J.2012;53(4):708-714

  • 4.    Chi-fai NG. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy. The Hongkong Medical Diary.2009;14(19):9-11

  • 5.    Purnomo BB. Dasar-dasar urologi edisi kedua.2009. Sagung Seto: Jakarta. Hal 62-66

  • 6.    Eisner BH, McQuaid JW, Hyams E,Matlaga BR. Nephrolithiasis:What Surgeons Need to Know. AJR.2011;196:1274-1278

  • 7.    Skolarikos A, Alivizatos G, Rosette JD. Extracorpreal Shock Wave

Lithotripsy 25 Years Later: Complications      and      Their

Prevention.European

Urology.2006;50:981-990

  • 8.    Syahputra, FA. Terapi Batu Ginjal: Dari Era Hippocrates ke Era Minimal Invasif. Maj Kedokt Indon.2011;61(3):99-100

  • 9.    Hall PM. Nephrolithiasis: Treatment, causes, and prevention. Cleveland Clinic Journal of Medicine.2009;76(10):583-591

  • 10.    National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse. Kidney Stone in Adult. National Institutes of Health.2013;13-2495

  • 11.    Thomas M.Clinical diagnosis of kidney

stones.Nephrology.2007;12:S1-S3

  • 12.    Portis AJ, sundaram CP. Diagnosis and Initial Management of Kidney Stones. American Family Pkhysician.2001;63(7):1329-1338

  • 13.    Sakhaee K, Maalouf NM, Sinnott B. Kidney Stone 2012: Pathogenesis, Diagnosis, and Management.J Clin Endocrinol Metab.2012;97(6):1847-1860