GANGGUAN WAHAM MENETAP PADA PASIEN DENGAN RIWAYAT PENYALAHGUNAAN GANJA: SEBUAH LAPORAN KASUS

1I Made Dwi Ariawan, 2Nyoman Ratep, 3Wayan Westa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali

ABSTRACT

Gangguan waham menetap merupakan suatu gangguan psikiatri yang ditandai dengan adanya waham yang berlangsung lama sebagai satu-satunya gejala yang mencolok.Gangguan ini paling banyak ditemukan pada kelompok umur 40 tahun dengan angka prevalensi tercatat 2430 kasus per 100.000 penduduk.Sebagaimana gangguan psikotik lainnya, gangguan waham menetap dapat terjadi tanpa penyebab yang jelas ataupun didahului dengan gangguan organik atau riwayat penyalahgunaan zat sebelumnya.Pada laporan kasus ini dipaparkan mengenai riwayat dari seorang laki-laki 27 tahun penderita gangguan waham menetap yang telah menjalani perawatan. Pemeriksaan psikiatri pasien ini hanya menunjukkan mood/afek curiga, labil/inadekuat serta pada proses pikir didapatkan isi pikir waham curiga. Pasien dengan riwayat penggunaan ganja beberapa tahun sebelumnya dan diakui sudah tidak menggunakan lagi.Walaupun tidak mempengaruhi penatalaksanaan bagi pasien, hubungan antara riwayat penyalahgunaan zat dengan kejadian gangguan psikiatrik masih perlu lebih banyak dikaji untuk melengkapi berbagai penelitian sebelumnya.

Kata kunci: Gangguan waham menetap, penyalahgunaan ganja

DELUSIONS INTERFERENCE WITH HISTORY SETTLED IN PATIENTS MARIJUANA ABUSE; A CASE REPORT

ABSTRAK

Persisten delusional disorder is a psychiatric disorder characterized by existence of persistent delusion as only dominant symptom. Persisten delusional disorder frequently found in mean age 40 years, with recorded prevalence rate 24-30 cases per 100.000 population. As other psychotic disorder, persisten delusional disorder might happen without any clear etiology or preceded by organic disorder or drug abuse before. In this case report presented a 27 years old male patient who undergoing treatment for persisten delusional disorder. In psychiatric assesment found only jealousy mood with inadequate affect, and in thought process found jealousy type delusion. This pasient with history of cannabis abuse years ago and admitted that he already stop that habit. Although it would not interfere the treatment, further studies about relation between history of drug abuse and incident of psychiatric disorder are needed to complete data from previous research.

Keywords: Persistent delusional disorder, cannabis abuse

PENDAHULUAN

Gangguan waham menetap merupakan suatu kelompok gangguan psikiatri yang meliputi serangkaian gangguan dengan waham-waham yang berlangsung lama, sedikitnya tiga bulan, sebagai satu-satunya gejala klinis yang khas atau yang paling mencolok dan tidak dapat digolongkan sebagai gangguan mental organik, skizofrenik,        atau        gangguan

afektif.1Waham atau delusi itu sendiri didefinisikan sebagai suatu keyakinan palsu yang didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang realitas eksternal yang tetap bertahan meskipun sudah terbukti sebaliknya dan keyakinan ini biasanya tidak diterima oleh anggota lain dari budaya atau subkultur seseorang.2Waham yang dialami pada gangguan waham menetap adalah waham yang bersifat nonbizzare, dalam artian bahwa tipe delusi ini merupakan suatu kejadian yang mungkin terjadi dalam dunia nyata, seperti misalnya merasa diikuti, merasa dicintai oleh seseorang, dan merasa dikhianati serta 3 curiga terhadap pasangan.3

Prevalensi gangguan waham menetap di dunia sangat bervariasi, berdasarkan beberapa literatur, prevalensi gangguan waham menetap pada pasien yang dirawat inap dilaporkan sebesar 0,5-0,9% dan pada pasien yang dirawat jalan, berkisar antara

0,83-1,2%. Sementara, pada populasi dunia, angka prevalensi dari gangguan ini mencapai 24-30 kasus dari 100.000 orang.4 Onset gangguan waham menetap paling banyak ditemukan pada kelompok umur 40 tahun, dan dapat diderita oleh kelompok usia 18-90 tahun. Gangguan ini lebih banyak diderita oleh wanita dibandingkan pria, dengan angka rasio yang bervariasi, berkisar antara 1,18-3:1. Dimana pria biasanya lebih banyak mengalami waham curiga/paranoid, sedangkan wanita umumnya mengalami waham erotomania/merasa dicintai oleh seseorang.3Kemunculan waham dapat terjadi semata-mata akibat gangguan kejiwaan yang sifatnya idiopatik ataupun yang diinduksi oleh suatu kondisi medis maupun penggunaan zat.

Penyalahgunaan narkoba saat ini masih menjadi masalah yang sulit diatasi, tidak hanya di Indonesia tapi juga di dunia. Ganja (Cannabis sp) merupakan jenis narkoba yang paling sering disalahgunakan, dimana angka prevalensi ketergantungan ganja di Amerika Serikat mencapai 4,2%. Penyalahgunaan ganja umumnya dilakukan oleh remaja dan lebih sering pada pria dibandingkan wanita.Selain memiliki efek ketergantungan yang sangat berbahaya, beberapa penelitian terakhir menemukan adanya peningkatan resiko terjadinya

gangguan psikiatri pada pengguna ganja. Sebuah penelitian yang dilakukan di Swedia, menunjukkan bahwa seseorang yang menyalahgunakan ganja sejak usia 18 tahun memiliki kemungkinan 2,4 kali lebih besar untuk menderita skizoprenia.5 Pada laporan kasus ini, dilaporkan seorang pasien laki-laki yang didiagnosis dengan gangguan waham menetap dan memiliki riwayat penggunaan ganja sebelumnya.

ILUSTRASI KASUS

Pasien laki-laki berumur 27 tahun, sudah menikah, beragama Hindu, suku Bali, kewarganegaraan Indonesia, datang ke Poliklinik Jiwa RSUD Sanjiwani Gianyar diantar oleh istrinya. Pasien terlihat rapi, mengenakan kemeja hitam bercorak kotak-kotak dan celana jeans biru panjang.Rambut pasien berwarna hitam dan tersisir rapi.Kuku pasien pendek dan terpotong rapi.Roman muka pasien tampak sesuai dengan umurnya.Pasien diwawancarai dalam posisi duduk berhadapan dengan pemeriksa. Saat ditanya nama, umur, alamat tempat tinggalnya, dimana sedang berada dan siapa yang mengantar, pasien dapat menjawab dengan benar dan lancar. Selama diwawancara, pasien dapat menjawab dengan lancar menggunakan Bahasa Indonesia.

Pasien datang untuk kontrol ke Poli klinik jiwa karena obat habis dan ingin mengetahui perkembangan penyakitnya.Saat ditanya mengenai keluhan pertama pasien sehingga datang ke poliklinik jiwa, pasien mengatakan bahwa dirinya selalu merasa curiga bahwa istrinya berselingkuh dengan orang lain. Perasaan ini diakui sudah dirasakan sejak awal pernikahan pasien empat tahun yang lalu.Perasaan curiga itu mulai dirasakan memberat sejak kira-kira tiga bulan yang lalu setelah pasien menonton video porno yang diperlihatkan oleh teman kerjanya dimana pemeran wanitanya dikatakan mirip dengan istri pasien.Saat disanggah bahwa pemeran wanita di video itu mungkin hanya mirip saja dengan istrinya, pasien bersikeras mengatakan bahwa wanita di video itu adalah istrinya, dimana senyum dan gerak-gerik pemeran wanita di video sangat mirip dengan istrinya.Sebelumnya pasien juga sering dipanas-panasi oleh teman-temannya bahwa istrinya sering berselingkuh dengan banyak pria.Hal ini sering dilakukan ketika pasien dan temannya sedang mabuk minum minuman keras seperti tuak atau arak.Awalnya pasien tidak terlalu menghiraukan perkataan teman-temannya, namun setelah ditunjukkan video porno tersebut, pasien menjadi semakin curiga dan sempat marah-marah serta memaki-maki istrinya.Bahkan pasien dan istrinya

sempat membawa CD video porno tersebut ke sebuah tempat edit video di Denpasar, dimana video tersebut dikatakan dibuat setahun yang lalu dan pemerannya kemungkinan berasal dari Ubud. Hal ini menyebabkan pasien semakin yakin dan menyudutkan istrinya.

Pasien sudah menikah selama empat tahun dan dikarunia seorang anak laki-laki yang sudah berusia tiga setengah tahun.Pasien mengatakan bahwa mereka hanya sempat berpacaran selama enam bulan dan langsung menikah sehingga pasien kurang mengenal latar belakang istrinya.Awalnya istri pasien bekerja sebagai kasir di sebuah pusat perbelanjaan di Denpasar.Namun karena pasien sangat curiga jika istrinya akan berselingkuh dengan kedok bekerja di Denpasar, pasien memaksa istrinya untuk berhenti dari pekerjaannya. Bahkan pasien mengancam akan menceraikan istrinya jika permintaannya tidak dituruti. Akhirnya istri pasien mengalah dengan berhenti bekerja dan berdiam diri di rumah.Sebelum istrinya berhenti bekerja, pasien juga mengatakan sempat beberapa kali membuntuti istrinya ke tempat kerja, dimana pasien melihat istrinya sedang bercengkrama dengan teman-temannya sambil tertawa, yang diyakini oleh pasien sedang menertawakan dirinya.

Pasien kemudian menceritakan tentang masa lalunya saat SMA, dimana saat itu

pasien bersekolah cukup jauh dari rumah sehingga tinggal di tempat indekos.Teman-teman SMA pasien saat itu dikatakan yang mulai mengenalkan pasien untuk merokok dan minum-minuman keras. Bahkan pasien juga mengatakan sempat menggunakan narkoba jenis ganja selama tiga tahun bersekolah di SMA.Sejak saat itu, pasien mengatakan dirinya mulai sering bengong dan kurang konsentrasi.Namun setelah lulus SMA dan berpisah dengan teman-temannya, pasien mengatakan sudah tidak mengonsumsi narkoba lagi.Meskipun pasien mengatakan masih sempat beberapa kali menggunakan narkoba jika dikunjungi oleh teman-teman masa SMA.

Sementara itu, berdasarkan wawancara dengan istri pasien, dikatakan bahwa pasien mulai sering marah-marah dan memaki-maki dirinya sejak tiga bulan yang lalu.Pasien sering menuduh dirinya selingkuh dan sering berbohong kepada pasien.Hal ini dikatakan mulai terjadi setelah pasien mendapat video porno dari temannya dengan pemeran wanita yang mirip dirinya.Istri pasien sudah mencoba untuk menjelaskan pada pasien, namun pasien tidak mau menerima penjelasan istrinya dan tetap bersikukuh bahwa wanita di video itu adalah dirinya.Pasien dikatakan memang seorang yang pencemburu sejak awal mereka

menikah.Pasien selalu curiga dengan hal-hal kecil, seperti saat dirinya pulang malam setelah bekerja shift malam sebagai kasir atau saat dirinya tidak memberi kabar karena sibuk bekerja. Pasien selalu bertanya dengan nada tinggi jika dirinya pulang malam, padahal ia sudah menjelaskan bahwa dirinya bekerja di shift malam dan karena pekerjaannya sebagai kasir, dirinya pulang paling akhir karena harus memastikan uang yang masuk sesuai dengan barang yang terjual. Namun penjelasan-pejelasan seperti itu dikatakan kurang diterima oleh pasien.

Pasien sebelumnya telah banyak berobat ke pengobatan alternatif.Pasien mengatakan sudah sempat empat kali datang ke pengobatan alternatif, namun tidak ada yang memberikan hasil yang memuaskan.Pasien kemudian diajak berobat ke puskesmas dengan keluhan sering curiga.Pihak puskesmas lalu memberikan obat chlorpromazine.Setelah minum obat dari puskesmas, pasien dikatakan mulai lebih tenang dan mau diajak berobat ke Poliklinik Jiwa RSUD Sanjiwani Gianyar.Pada kunjungan ke poliklinik Jiwa RSUD Sanjiwani Gianyar, pasien mendapat obat chlorpromazine1 x50 mg dan trihexyphenidyl 1x 2 mg.

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, kencing manis serta penyakit jantung. Namun saat pasien

masih SMA dikatakan pernah dibawa ke rumah sakit oleh ibunya karena sering bengong dan kurang konsentrasi di sekolah.Kemudian dari hasil pemeriksaan dokter, dikatakan bahwa pasien positif pernah menyalahgunakan narkoba.Sementara itu dari riwayat keluarga pasien, tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien. Riwayat gangguan jiwa dan penyakit sistemik di keluarga pasien juga dikatakan tidak ada.

Lingkungan keluarga pasien dikatakan cukup baik.pasien merupaka anak ketiga dari tiga bersaudara. Kakak pertama, perempuan, sudah menikah dan tinggal di Tabanan.Kakak kedua, laki-laki, juga sudah menikah dan tinggal di Sidakarya.Pasien lahir dan tumbuh di Payangan, bersama kedua orangtua dan saudaranya.Kemudian ayah pasien pensiun dan bekerja di ladang serta beternak sapi di Tegalalang.Sedangkan pasien tinggal bersama istri, anak serta ibu pasien di rumah yang baru dibuat di Payangan.Di belakang rumah pasien juga terdapat rumah paman dan bibi pasien.Sebelum keluhan saat ini dialami oleh pasien, pasien merupakan seorang pembuat tato.Dikatakan setiap hari ada saja yang datang untuk ditato, sehingga penghasilan pasien cukup lumayan dan mampu merenovasi rumah.Namun semenjak

pasien sering curiga, pelanggan pasien mulai berkurang dan pasien juga enggan untuk bekerja karena merasa sering dibicarakan oleh orang yang datang.Dalam kesehariannya, pasien hanya berinteraksi dengan orang-orang di rumah, yakni ibu, paman dan bibinya saja.pasien jarang keluar rumah karena merasa selalu dibicarakan oleh orang-orang di kampungnya. Pasien juga jarang mau menerima teman-temannya yang datang ke rumah, karena merasa teman-temannya akan menjelek-jelekkan istrinya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien dengan tanda vital dalam batas normal. Status general dan neurologis tidak ditemui adanya kelainan. Pada pemeriksaan psikiatri didapatkan penampilan wajar, roman muka sesuai umur, kontak verbal dan visual cukup, kesadaran jernih, orientasi baik, kemampuan berpikir abstrak baik, daya ingat baik, intelengensia baik. Mood/afek curiga, labil/inadekuat. Bentuk pikir non-logis non-realis, arus pikir koheren, isi pikir terdapat waham curiga.Tidak terdapat halusinasi auditorik dan visual.Tidak terdapat masalah tidur dan masalah mengurus diri. Psikomotor tenang saat pemeriksaan.

Gangguan Waham Menetap, Aksis II ciri kepribadian paranoid, Aksis III riwayat penggunaan obat psikotropika (ganja), Axis IV masalah pemakaian obat psikotropika dan lingkungan lainnya, dan Axis V GAF saat pemeriksaan adalah 8071. Pasien diterapi dengan melanjutkan pemberian obat chlorpromazine1 x50 mg dan trihexyphenidyl 1x 2 mg serta pemberian psikoterapi suportif pada pasien dan keluarga.Keluarga pasien juga diberikan KIE (komunikasi informasi edukasi) tentang keadaan pasien dan agar tetap bersabar serta terus memberikan dukungan kepada pasien dalam menjalani pengobatan yang cukup lama demi kesembuhan pasien.

Pada kunjungan ke poliklinik jiwa kali ini, keadaan pasien dikatakan sudah mulai tenang.Pasien dikatakan sudah mulai jarang marah-marah dan rasa curiga ke istri pasien juga dikatakan sudah mulai berkurang, dimana istri pasien sudah diperbolehkan bekerja kembali di tempat laundry di dekat rumah. Pasien juga sudah mulai bisa bekerja dengan membuat lukisan, meski dikatakan pasien belum bisa membuat tato karena belum bisa fokus menggambar tato dan masih merasa malu bertemu dengan orang lain.

Pasien didiagnosis dengan Gangguan

Waham Menetap, dengan diagnosis multiaksial sebagai berikut: Aksis I


DISKUSI

Pasien pada laporan kasus ini didiagnosis dengan gangguan waham menetap yang termasuk dalam kelompok skizofrenia, gangguan skizotipal, dan gangguan waham dimana kelompok ini memiliki ciri khas gejala psikotik dan etiologi organik yang tidak jelas.1 Penegakan diagnosis ini sesuai dengan pedoman diagnosis DSM-IV-TR yang mendefinisikan gangguan waham menetap berdasarkan beberapa kriteria, yakni terdapat suatu waham nonbizarre yang terjadi selama minimal tiga bulan, kriteria pasien tidak memenuhi diagnosis skizofrenia (tidak terdapat halusinasi yang simultan, bicara kacau, serta gejala negatif seperti afek datar atau perilaku kacau lainnya), selain akibat dari waham pasien fungsi dan perilaku pasien cenderung normal dan wajar, jika terdapat gangguan mood biasanya berlangsung singkat, dan gangguan yang terjadi tidak diakibatkan oleh suatu efek fisiologis langsung dari suatu zat (penyalahgunaan zat atau pengobatan) atau suatu kondisi medis. Gangguan waham memiliki beberapa subtipe yaitu erotomania, grandiose, curiga, persecutory, somatis, campuran, dan tidak spesifik.2Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan selalu curiga pada istrinya semenjak pernikahan mereka empat tahun lalu dan dikatakan memberat sejak tiga bulan yang lalu. Keluhan pasien

memenuhi kriteria diagnosis gangguan waham menetap dengan subtipe curiga, dimana pasien selalu mencurigai istri sudah berselingkuh walaupun tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung kecurigaan pasien.

Hingga saat ini penyebab pasti dari gangguan waham menetap belum diketahui.Namun beberapa faktor telah diketahui berkaitan dengan gangguan waham menetap, diantaranya faktor genetik, faktor biokimia, dan faktor psikologis.Hubungan faktor genetik dengan gangguan waham menetap memang belum terlalu jelas. Belum didapatkan suatu gen yang berkaitan langsung dengan kejadian gangguan ini, namun suatu riwayat gangguan kepribadian paranoid diketahui lebih sering ditemukan pada kerabat tingkat pertama dari pasien dengan gangguan waham (4,8%) dibandingkan dengan pasien kontrol (0%) dan pasien dengan skizofrenia (0,8%).3Kondisi hiperdopaminergik merupakan suatu faktor biokimia yang telah diketahui turut berperan dalam pembentukan delusi/waham. Sebuah penelitian menunjukkan peningkatan kadarhomovanilic acid (HVA) yang merupakan metabolit dopamin pada plasma darah pasien dengan gangguan waham.6Kajian pada bidang psikologi

menunjukkan bahwa pasien dengan delusi secara selektif memilah informasi yang tersedia. Pasien biasanya membuat suatu kesimpulan berdasarkan informasi yang tidak adekuat, mengkaitkan kejadian buruk yang terjadi dengan kesalahan orang lain, dan memiliki kesulitan dalam memahami niat dan maksud orang lain.Pasien dengan gangguan waham juga umumnya membuat suatu keputusan berdasarkan data yang lebih sedikit dibandingkan orang normal. Meskipun menggunakan data yang lebih sedikit, pasien dengan gangguan ini sama yakinnya dengan orang normal mengenai ketepatan keputusannya.7 Pada kasus ini, pasien tidak memiliki riwayat adanya gangguan psikiatri pada keluarganya. Namun pasien memang memiliki ciri kepribadian paranoid yang merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan gangguan ini.Secara psikologis, berdasarkan hasil wawancara, pasien juga tergolong sangat mudah untuk dipengaruhi dan mempercayai hal-hal buruk mengenai istrinya yang diceritakan oleh temen-teman pasien, meskipun tidak ada bukti yang mendukung informasi tersebut.

Beberapa penelitian saat ini sedang mencari suatu hubungan antara penyalahgunaan narkoba dengan kejadian gangguan psikiatri.Ganja (Cannabis sp) sebagai salah satu jenis narkoba yang paling sering disalahgunakan oleh remaja

memiliki efek samping akut dan kronis yang terkait dengan gangguan psikiatri.Penggunaan ganja dapat menyebabkan efek samping akut seperti kecemasan, panik dan gejala psikotik (pada dosisi tinggi). Sementara penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan, gangguan psikotik, serta gangguan kognitif dan pembelajaran pada pengguna remaja.5

Penelitian mengenai efek ganja terhadap gangguan psikiatri saat ini semakin berkembang dengan adanya kemajuan pada penelitian reseptor cannabinoid dan ligand endogen. Saat ini telah diketahui bahwa sistem endocannabinoid merepresentasikan suatu proses pengiriman sinyal baru pada sistem saraf yang mengatur sistem neurotransmiter, metabolisme energi, dan fungsi imunitas. Penggunaan ganja pada periode kritis dari perkembangan otak, khususnya saat remaja, dapat menyebabkan gangguan yang sangat besar pada sistem endocannabinoid dan pada akhirnya akanmengganggu kinerja otak. Ganja dan sistem endocannabinoid memiliki interaksi yang sangat kompleks dengan dopamin, gamma aminobutyric acid (GABA), dan transmisi glutamat serta faktor lainnya yang merupakan neurotransmiter yang turut berperan dalam terjadinya suatu gangguan psikiatri.8Meskipun penggunaan

ganja memiliki pengaruh yang sangat besar pada kinerja otak, tidak semua pengguna ganja akan mengalami suatu gangguan psikiatri. Hal ini menunjukkan bahwa selain dipicu oleh penggunaan ganja,suatu rentanan untuk mengalami gangguan psikiatri juga harus dimiliki oleh orang tersebut.Dimana pasien pada kasus ini, memiliki riwayat penggunaan ganja selama tiga tahun saat bersekolah di SMA.Meskipun mengatakan sudah berhenti sejak lulus SMA, namun pasien masih sempat menggunakan ganja beberapa kali jika dikunjungi oleh teman masa SMA.Riwayat penggunaan ganja dalam jangka waktu yang cukup lama ini, dapat menjadi salah satu penyebab gangguan waham menetap yang dialami oleh pasien. Dimana pengunaan ganja pada usia remaja dan adanya suatu faktor premorbid seperti ciri kepribadian paranoid menjadikan pasien sangat beresiko untuk mengalami suatu gangguan psikiatri.

Pasien pada kasus ini mendapat penatalaksanaan dengan pemberian obat berupa chlorpromazine dan trihexyphenidyl.Chlorpromazine termasuk dalam kelompok obat anti-psikosis tipikal dari golongan phenothiazine dengan rantai aliphatic. Obat anti-psikosis tipikal bekerja dengan cara memblokade dopamin pada reseptor pasca-sinaptik di otak, khususnya

di sistem limbik dan sistem ekstra piramidal (antagonis reseptor dopamin D2).9 Pemberian obat dari golongan ini juga sesuai dengan temuan yang didapatkan, dimana penurunan kadar dopamin, yang ditunjukkan oleh penurunan kadar metabolitnya yaitu homovanilic acid (HVA) berkorelasi dengan perbaikan gejala yang dialami oleh pasien.6 Pemberian trihexyphenidyl, suatu agen antikolinergik,bertujuan untuk menekan efek ekstra piramidal (tremor, rigiditas, dan peningkatan produksi saliva) yang diakibatkan oleh obat anti-psikosis tipikal.9 Selain pemberian obat kepada pasien, pemberian psikoterapi kepada pasien dan keluarganya juga sangat penting untuk dilakukan. Hal ini berkaitan dengan dukungan dari pihak keluarga yang sangat penting untuk membantu kesembuhan pasien.

Prognosis pasien dengan gangguan waham menetap, selain pada ketaatan pasien menjalani pengobatan, juga sangat bergantung pada lingkungan keluarga dan masyarakat.Pasien pada kasus ini memiliki keluarga yang sangat memperhatikan dan terus mendukung kesembuhan pasien.Namun pasien memang harus lebih berhati-hati dalam menerima informasi yang diberikan oleh teman-temannya agar tidak percaya begitu saja tanpa alasan yang jelas. Pasien dengan gangguan waham

menyeluruh memiliki respon positif yang sangat baik terhadap pengobatan, dimana lebih dari 50% pasien akan sembuh sempurna ataupun mengalami perbaikan gejala.10 Pasien pada kasus ini juga memperlihatkan respon yang positif terhadap pengobatan, dimana pasien saat ini sudah mengalami pengurangan gejala curiga dan mulai jarang marah-marah. Bahkan pasien sudah mulai mempercayai istrinya untuk bekerja kembali.Sehingga pasien diharapkan untuk terus melanjutkan pengobatan     hingga      mengalami

kesembuhan sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Rusdi Maslim. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: PT. Nuh Jaya; 2001

  • 2.    American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR). Washington, DC:American Psychiatric; 2000

  • 3.    James A. Bourgeois. Delusional Disorder. 2013. [Diakses: 5 Juni 2014] Diambil                         dari:

http://emedicine.medscape.com/article/ 292991-overview#showall

  • 4.    Sandeep Grover, Nitin Gupta, Surendra Kumar Mattoo. Delusional Disorders: An Overview. German J Psycjiatry 2006;9:62-73

  • 5.    Slobodan Loga, Svjetlana Loga-Zec, Mira Spremo. Cannabis and Psychiatric Disorders. Psychiatria Danubina 2010;22(2):296-297

  • 6.    Morimoto K, Miyatake R, et al. Delusional Disorder:    Molecular

Genetic Evidence for Dopamine Psychosis. Neuropsychopharmacology 2002;26(6):794-801

  • 7.    Conway CR, Bollini AM, et al. Sensory Acuity and Reasoning in Delusional     Disorder.     Compr

Psychiatry 2002;43(3):175-178

  • 8.    Masood A. Khan, Sailaja Akella. Cannabis-Induced Bipolar Disorder with Psychotic Features: A Case Report. Psychiatry (Edgemont) 2009;6(12):44-48

  • 9.    Rusdi Maslim. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Nuh Jaya; 2007

  • 10.    Theo C. Manschreck, Nealia L. Khan. Recent Advances in the Treatment of Delusional Disorder. Can J Psychiatry 2006;51(2):114-119