ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.12,DESEMBER, 2023


Diterima: 2023-06-11 Revisi: 2023-10-08 Accepted: 25-10-2023

GAMBARAN FOTO TORAKS DAN GEJALA KLINIS PENDERITA TB PARU ANAK DI RSUP PROF. DR. I.G.N.G NGOERAH PERIODE JANUARI 2021 – JUNI 2022

Vioreli Angelina1, I Made Dwijaputra Ayusta2, Pande Putu Yuli Anandasari2, Putu Patriawan2 1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

2Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang kejadiannya masih cukup tinggi di Indonesia. Peningkatan insiden TB paru anak masih terjadi hingga kini. Diagnosis TB paru anak masih menjadi topik hangat karena gambaran foto toraks serta gejala klinis yang tidak khas dan sering ditemukan juga pada penyakit lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran foto toraks dan gejala klinis penderita TB paru anak. Penelitian ini dilakukan di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah periode Januari 2021 – Juni 2022 menggunakan metode deskriptif cross-sectional dan sumber data rekam medis dengan jumlah total sampel 30 orang. Analisis univariat dilakukan menggunakan aplikasi Statistical Package for the Social Science (SPSS) versi 26.0 for MacOS. Hasil penelitian ini yaitu mayoritas penderita TB paru anak di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah periode Januari 2021 – Juni 2022 berjenis kelamin perempuan (60%), kelompok usia 11—16 tahun (50%), gambaran foto toraks abnormal (96,7%), tidak bergejala (63,3%), gambaran pembesaran KGB hilus/paratrakeal dengan/tanpa konsolidasi parenkimal (96,7%), gejala batuk (30%). Penderita TB paru anak di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah periode Januari 2021 – Juni 2022 didominasi oleh jenis kelamin perempuan, kelompok usia 11 —16 tahun, gambaran foto toraks abnormal, tidak bergejala, gambaran pembesaran KGB hilus/paratrakeal dengan/tanpa konsolidasi parenkimal dan gejala batuk.

Kata kunci : tuberkulosis paru anak., foto toraks TB paru anak., gejala klinis TB paru anak.

ABSTRACT

Tuberculosis (TB) is an infectious disease whose incidence is still quite high in Indonesia. The increasing incidence of pediatric pulmonary TB is still happening today. The diagnosis of pediatric pulmonary TB is still a hot topic because the chest radiograph and clinical symptoms are not typical and are often found in other diseases. The aim of the research is to know the overview of chest radiograph and clinical symptoms of pediatric pulmonary TB patients. This research was conducted at Prof. RSUP. Dr. I.G.N.G Ngoerah January 2021 – June 2022 using a cross-sectional descriptive method and medical record data as source with total sample is 30 people. Univariate analysis was performed using the Statistical Package for the Social Science (SPSS) version 26.0 for MacOS. The results of the study are majority of pediatric pulmonary TB patients at RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah January 2021 – June 2022 is female (60%), age group 11-16 years (50%), abnormal chest radiograph (96.7%), asymptomatic (63.3%), lymphadenopathy of hilar/paratracheal lymph nodes with/without parenchymal consolidation (96.7%), cough symptoms (30%). Children with pulmonary TB at RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah January 2021 – June 2022 is dominated by female gender, age group 11-16 years, abnormal chest radiograph, asymptomatic, lymphadenopathy of hilar/paratracheal lymph nodes with/without parenchymal consolidation and symptoms of cough.

Keywords : pediatric tuberculosis., chest radiograph of pediatric pulmonary TB., clinical symptoms of pediatric pulmonary TB.

PENDAHULUAN

Tuberkulosis(TB) adalah penyakit menular yang sangat mematikan dan disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis Complex (MTBC). Penularan TB terjadi melalui droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan akan bertahan di udara selama berjam-jam.1–3TB pada umumnya dapat menyerang organ tubuh mana saja, namun mayoritas penderita TB merupakan penderita TB paru.4 Indonesia berada pada urutan ke-3 dengan jumlah kasus TB terbanyak di dunia menyusul India dan China di urutan ke-1 dan ke-2.5 Kasus TB anak di Indonesia mengalami peningkatan dan peningkatan tersebut juga terjadi di daerah Denpasar, Bali yang sebelumnya pada tahun 2018 terdapat 72 kasus TB anak kemudian meningkat menjadi 97 kasus TB anak pada tahun 2019.6–8

Salah satu masalah yang umum ditemukan dalam upaya pengendalian kasus TB anak di Indonesia adalah masalah diagnosis. Gejala klinis dan gambaran foto toraks TB anak sering kali tidak begitu spesifik dan gejala yang mirip juga sering ditemukan pada penyakit lain selain TB dan sering menyebabkan terjadinya underdiagnosis atau overdiagnosis kasus TB anak. Penegakan diagnosis TB pada anak yang cukup sulit juga membuat pelaporan kasus TB anak yang akurat mengalami kesulitan.9 Gambaran foto toraks dan gejala klinis penderita TB paru anak sangat penting dalam upaya peningkatan diagnosis sehingga ketika ditemukan gambaran yang serupa, pasien dapat ditindaklanjuti lebih cepat. Selain itu, belum banyak penelitian mengenai gambaran radiologi dan gejala klinis pasien TB paru anak di Bali. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu bagaimana gambaran dari foto toraks serta gejala klinis penderita TB paru anak khususnya di rumah sakit rujukan Bali, RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah.

TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK

Tuberkulosis paru pada anak merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh infeksi mycobacterium tuberculosis dan dialami oleh anak-anak berusia 0-18 tahun.10

Gejala Klinis Pasien TB Paru Anak

Gejala klinis tuberkulosis paru anak tidak begitu spesifik dan kadang ada yang menunjukkan gejala dan ada juga yang tidak. Gejala klinis yang biasanya muncul adalah gejala pada sistemik atau sesuai dengan organ yang terkait. Berikut rangkuman gejala klinis TB paru anak 9,11

  • 1.    Batuk : gejala batuk perlu diwaspadai apabila terjadi lebih dari 3 minggu, bersifat non-remitting (intensitas yang semakin parah atau tidak pernah reda) dan penyebab batuk lain telah disingkirkan

  • 2.    Batuk berdahak : gejala batuk yang disertai dengan produksi dahak atau sputum

  • 3.    Batuk berdarah (Hemoptysis) : gejala batuk disertai dengan keluarnya darah saat batuk.

  • 4.    Sesak napas (Dyspnea)

  • 5.    Malaise/lesu, anak kurang aktif bermain

  • 6.    Penurunan berat badan (BB) : jika terjadi penurunan BB berturut-turut selama 2-3 bulan dan tidak diketahui apa penyebabnya serta juga tidak naik berat badan dalam jangka 1 bulan walaupun sudah diberikan asupan gizi baik

  • 7.    Demam dan/atau berkeringat saat malam : demam pada TB anak umumnya tidak terlalu tinggi (subfebris) dan juga terjadi lama/berulang >2minggu tanpa diketahui penyebabnya (bukan malaria, infeksi saluran kemih, demam tifoid, dan lain-lain)

Karakteristik Foto Toraks dan Gejala Klinis Pasien TB Paru Anak

TB paru dapat diklasifikasikan menurut kerangka waktu serta respons imun terhadap perkembangan penyakitnya menjadi TB paru primer, TB paru primer progresif, dan TB paru post-primer atau TB re-aktivasi.11

TB primer merupakan infeksi yang terjadi saat seseorang pertama kali terpapar bakteri TB.10 Gambaran radiologi yang dapat terlihat pada kasus TB primer anak adalah ghon complex (ghon focus dan limfadenopati), limfadenopati regional (hilar atau mediastinal), konsolidasi pada parenkim paru dan efusi pleura dengan gejala klinis yang umumnya ditemukan yaitu batuk, demam ringan dan yang cukup jarang penurunan berat badan. 11,12

Jika sistem imun anak kurang baik, TB primer dapat berkembang dan menyebar secara lokal atau ke organ lain melewati sirkulasi pernapasan, limfa dan darah dan berkembang menjadi TB primer progresif dengan gambaran radiologi yang umumnya ditemukan yaitu konsolidasi segmental/lobar, ateletaksis obstruktif, bronkiektasis, kaviti (ghon focus progresif), dan KGB semakin membesar. Sementara itu , gejala klinis yang ditemukan dapat berupa batuk parah, demam, keringat dingin saat malam dan penurunan berat badan.11,12

TB post-primer adalah infeksi TB yang terjadi setelah terkena infeksi primer yang mungkin terjadi akibat dari re-aktivasi TB laten atau re-infeksi.2 Adapun gambaran radiologi yang umum ditemukan yaitu konsolidasi bercak pada posterior lobus superior atau apikal lobus inferior, kavitasi, konsolidasi bronkopneumonik. Sementara itu, pembesaran KGB sudah tidak umum ditemukan. gejala klinis yang dapat ditemukan yaitu demam, penurunan berat badan ,lesu, keringat malam, batuk dan hemoptysis/batuk berdarah.11,12

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif crosssectional. Sumber data penelitian ini yaitu data rekam medis penderita TB paru anak usia 0-18 tahun di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah pada kurun waktu 1 Januari 2021 - 30

Juni 2022. Teknik pengumpulan sampel adalah total sampling dengan kriteria inklusi yaitu anak usia 0-18 tahun, terdiagnosis TB paru, memiliki hasil uji tuberkulin dan/atau GeneXpert positif, melakukan pemeriksaan foto toraks di

RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah pada periode Januari 2021 – Juni 2022, mempunyai data rekam medis lengkap sesuai variabel yang dibutuhkan. Sedangkan kriteria eksklusi yaitu berusia lebih dari 18 tahun, tidak terdiagnosis TB paru, memiliki hasil uji tuberkulin dan/atau GeneXpert negatif, tidak melakukan pemeriksaan foto toraks di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah pada periode Januari 2021 – Juni 2022, data rekam medis tidak lengkap dan tidak sesuai dengan variabel yang dibutuhkan. Data penelitian dianalisis menggunakan analisis univariat di program Statistical Package for the Social Science (SPSS) versi 26.0 for MacOS. Penelitian ini sudah dinyatakan telah layak etik

untuk dilaksanakan dengan nomor   kode   etik

501/UN14.2.2.VII.14.LT/2022.

HASIL

Pada tabel 1, didapatkan 30 pasien TB paru anak yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Mayoritas pasien berasal dari kelompok usia remaja awal (11—16 tahun) (50%), berjenis kelamin perempuan (60%), mempunyai gambaran foto toraks abnormal (96,7%), tidak bergejala (63,3%), dan gejala batuk (30%).

Tabel 1. Karakteristik Pasien TB Paru Anak di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah Periode Januari 2021 – Juni 2022

Karakteristik Pasien

Frekuensi(n)

Persentase(%)

Total

30

100

Kelompok Usia

Balita (0—5 tahun)

4

13,3

Kanak-kanak (5—11 tahun)

5

16,7

Remaja awal (11—16 tahun)

15

50

Remaja akhir (>16 Tahun)

6

20

Jenis Kelamin

Laki-Laki

12

40

Perempuan

18

60

Foto Toraks

Normal

1

3,3

Abnormal

29

96,7

Bergejala atau tidak

Tidak Bergejala

19

63,3

Bergejala

11

36,7

Gejala Klinis

Batuk

9

30

Batuk Berdahak

2

6,7

Batuk Berdarah

2

6,7

Sesak Napas

5

16,7

Malaise/Lesu

4

13,3

Penurunan BB

4

13,3

Demam

3

10

Pada tabel 2, dapat dilihat bahwa lesi yang paling banyak ditemukan adalah pembesaran KGB hilus/paratrakeal dengan/tanpa konsolidasi parenkimal (96,7%) dengan lokasi paling banyak ditemukan yaitu pada hilus kanan dan kiri. Kemudian diikuti dengan gambaran lesi konsolidasi bronchopneumonic (50%) dan gambaran konsolidasi segmental/lobar (30%) yang lebih banyak ditemukan pada paru kanan. Sementara itu, gambaran lesi lainnya yaitu atelektasis (23,3%) ditemukan lebih banyak di paru kanan dan lobus superior, kalsifikasi (23,3%) ditemukan di lokasi yang bervariasi, bronkiektasis (20%) ditemukan lebih banyak pada lobus bawah bilateral paru kanan dan kiri, efusi pleura (20%) ditemukan unilateral dan

bilateral sama banyaknya, kavitas (10%) ditemukan pada lobus atas paru kiri dan lingula kiri, milier (6,7%) ditemukan pada paru kanan dan kiri dan gambaran lesi tuberkuloma (0%) tidak ditemukan.

Pada tabel 3 ditemukan bahwa gambaran foto toraks abnormal dapat ditemukan pada semua kelompok usia. Gambaran pembesaran KGB hilus/paratrakeal dengan/tanpa konsolidasi dan konsolidasi bronchopneumonic dapat ditemukan pada semua kelompok usia dan lebih sering terlihat pada anak dengan usia yang lebih muda (0—11 tahun). Atelektasis dan konsolidasi segmental/lobar lebih sering terlihat pada kelompok usia kanak-kanak (5—11 tahun). Bronkiektasis dan efusi pleura lebih sering terlihat

pada kelompok usia balita (0—5 tahun). Milier ditemukan pada kelompok usia kanak-kanak (5—11 tahun) dan usia remaja akhir (>16 tahun). Kavitas ditemukan pada kelompok usia balita (0—5 tahun) hingga remaja awal

(11—16 tahun). Kalsifikasi lebih sering terlihat pada kelompok usia remaja akhir (>16 tahun) dan tuberkuloma tidak ditemukan di kelompok usia manapun.

Tabel 2. Distribusi Lesi Gambaran Foto Toraks Penderita TB Paru Anak di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah Periode Januari 2021 – Juni 2022

Kelompok usia

Karakteristik

Balita (0—5

Kanak-kanak

Remaja awal (11—16

Remaja akhir

tahun)

(5—11 tahun)

tahun)

(>16 tahun)

N=4 (%)

N=5 (%)

N=15 (%)

N=6 (%)

Foto toraks

Normal

0(0)

0(0)

1(6,7)

0(0)

Abnormal

4(100)

5(100)

14(93,3)

6(100)

Lesi

Pembesaran KGB hilus/paratrakeal dengan/tanpa konsolidasi parenkimal

4(100)

5(100)

14(93,3)

6(100)

Atelektasis

0(0)

3(60)

2(13,3)

2(33,3)

Konsolidasi segemental/ lobar

2(50)

3(60)

3(20)

1(16,7)

Bronkiektasis

2(50)

2(40)

2(13,3)

0(0)

Efusi pleura

2(50)

2(40)

2(13,3)

0(0)

Milier

0(0)

1(20)

0(0)

1(16,7)

Kavitas

1(25)

1(20)

1(6,7)

0(0)

Konsolidasi bronchopneumonic

4(100)

5(100)

3(20)

3(50)

Kalsifikasi

0(0)

2(40)

2(13,3)

3(50)

Tuberkuloma

0(0)

0(0)

0(0)

0(0)

Bergejala atau tidak

Tidak bergejala

2 (50)

2 (40)

12 (80)

3 (50)

Bergejala

2 (50)

3 (60)

3 (20)

3 (50)

Gejala klinis

Batuk

1(25)

3(60)

2(13,3)

3(50)

Batuk berdahak

0(0)

0(0)

1(6,7)

1(16,7)

Batuk berdarah

0(0)

0(0)

2(13,3)

0(0)

Sesak napas

0(0)

2(40)

1(6,7)

2(33,3)

Malaise/lesu

1(25)

1(20)

1(6,7)

1(16,7)

Penurunan BB

0(0)

2(40)

1(6,7)

1(16,7)

Demam

0(0)

2(40)

1(6,7)

0(0)

Tabel 3. Gambaran Foto Toraks dan Gejala Klinis TB Paru Anak di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah Denpasar Periode Januari 2021 - Juni 2022 Berdasarkan Kelompok Usia

Lesi dan lokasi

Jumlah pasien N (%)

Pembesaran KGB hilus/paratrakeal dengan/tanpa konsolidasi parenkimal (n= 29, 96,7%)

Hilus kanan

2 (6,9)

Hilus kiri

4 (13,8)

Hilus kanan dan kiri

23 (79,3)

Atelektasis (n= 7, 23,3%)

Lobus paru kanan superior

3 (42,9)

Lobus paru kiri superior

2 (28,6)

Lobus paru kanan dan kiri superior

2 (28,6)

Konsolidasi segemental/lobar (n=9, 30%)

Apex paru kanan dan kiri

1 (11,1)

Zona atas paru kanan

2 (22,2)

Zona atas paru kiri

1 (11,1)

Zona atas paru kanan dan kiri

1 (11,1)

Zona tengah dan bawah paru kanan dan zona atas paru kiri

1 (11,1)

Zona tengah dan bawah paru kanan dan kiri

1 (11,1)

Zona bawah paru kanan

2 (22,2)

Bronkiektasis (n=6, 20%)

Lobus tengah dan bawah paru kanan dan kiri

3 (50)

Lobus bawah paru kanan dan kiri

3 (50)

Efusi pleura (n=6 , 20%)

Pleura kanan

1 (16,7)

Pleura kiri

2 (33,3)

Pleura kanan dan kiri

3 (50)

Milier (n=2 , 6,7%)

Paru kanan dan kiri

2 (100)

Kavitas (n=3, 10%)

Lobus atas paru kiri

1 (33,3)

Lingula kiri

2 (66,7)

Konsolidasi bronchopneumonic (n=15, 50%)

Bronkus paru kanan

1 (6,7)

Bronkus paru kanan dan kiri

1 (6,7)

Zona atas paru kanan

1 (6,7)

Zona atas paru kanan dan kiri

1 (6,7)

Zona atas paru kiri

2 (13,3)

Zona atas paru kiri dan zona tengah paru kanan dan kiri

1 (6,7)

Zona tengah paru kiri

1 (6,7)

Zona tengah paru kanan dan kiri

1 (6,7)

Parahilar kanan

2 (13,3)

Zona bawah paru kanan

3 (20)

Zona bawah paru kiri

1 (6,7)

Kalsifikasi (n=7, 23,3%)

Suprahilar kiri

1 (14,3)

Suprahilar kanan dan kiri

1 (14,3)

Parahilar kanan dan kiri

1 (14,3)

Lobus atas paru kiri dan lobus tengah paru kanan

1 (14,3)

Lobus tengah paru kanan dan lingula kiri

1 (14,3)

Lobus tengah paru kiri

1 (14,3)

Lobus bawah paru kanan

1 (14,3)

Tuberkuloma (n=0, 0%)

Pada tabel 3 juga dapat ditemukan bahwa gejala klinis dapat ditemukan pada semua kelompok usia. Batuk dan malaise/lesu dapat ditemukan pada seluruh kelompok usia. Batuk berdahak hanya ditemukan pada anak dengan usia yang lebih besar yaitu kelompok usia remaja awal (11—16 tahun) dan remaja akhir (>16 tahun). Batuk berdarah hanya ditemukan di kelompok usia remaja awal (11–16 tahun). Sesak napas dan penurunan BB mulai ditemukan pada kelompok usia kanak-kanak (5—11 tahun) hingga remaja akhir (>16 tahun). Demam ditemukan pada kelompok usia kanak-kanak (5—11 tahun) dan remaja awal (11—16 tahun).

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan terdapat 30 total sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian. Mayoritas berjenis kelamin perempuan yaitu 18 orang (60%) Hal ini serupa dengan hasil penelitian Wahid dkk (2021).13 Namun, ditemukan hal sebaliknya pada penelitian Putra dan Amelia (2013).14 Sementara itu, pada penelitian Aulia Husna dkk (2016), ditemukan bahwa kejadian TB tidak terpengaruhi oleh jenis kelamin pada anak, kedua jenis kelamin sama-sama berpotensi untuk menderita TB.15

Sementara itu, kelompok usia dengan penderita TB paru anak terbanyak adalah kelompok usia remaja awal (11—16 tahun). Hal ini didukung oleh data jumlah penduduk provinsi Bali pada tahun 2021 yang didapati bahwa populasi anak usia di atas 11 tahun berjumlah lebih banyak yaitu 658.437 orang sementara anak usia di bawah 11 tahun berjumlah 597.980 orang.16 Selain itu, perubahan gaya hidup remaja di era modern yang cenderung memperlihatkan gaya hidup tidak sehat seperti minum minuman keras(alkohol), merokok dan sering keluar saat malam hari juga dapat mengakibatkan peningkatan risiko penularan serta munculnya TB paru pada remaja.17 Pustaka lain juga menyebutkan bahwa risiko perkembangan dari infeksi menjadi penyakit lebih tinggi pada remaja (10-20%) dibandingkan pada anak usia sekolah dasar, dan risiko ini 26 kali lebih tinggi pada remaja perempuan daripada remaja laki-laki.18

Pada penelitian ini, mayoritas ditemukan memiliki gambaran foto toraks abnormal (96,7%). Hal tersebut juga ditemukan pada penelitian Putra dan Amelia (2013) di RSUD Raden Mattaher Jambi.14 Sementara itu, juga ditemukan yang tidak bergejala berjumlah lebih banyak yaitu 19 orang (63,3%). Tidak seperti orang dewasa, banyak anak-anak tidak memiliki gejala ketika didiagnosis dengan tuberkulosis. Sekitar 50% anak-anak dengan tuberkulosis aktif mungkin tidak menunjukkan gejala pada awal penyakit.19

Lesi foto toraks yang paling banyak ditemukan pada penelitian ini adalah pembesaran KGB hilus/paratrakeal dengan/tanpa konsolidasi parenkimal (96,7%), diikuti dengan gambaran lesi konsolidasi bronchopneumonic (50%)

dan gambaran konsolidasi segmental/lobar (30%) Berdasarkan pustaka, bentuk TB paru aktif yang paling umum ditemukan pada anak adalah penyakit TB paru primer. TB primer ditandai dengan limfadenopati dan penyakit parenkim dengan gambaran yang paling sering dapat terlihat adalah gambaran konsolidasi dan nodul penyebaran bronkogenik. Selain itu, keterlibatan pleura juga biasanya terlihat pada anak-anak dengan TB. Sementara itu, gambaran tuberkuloma lebih umum ditemukan pada kasus tuberkulosis pada orang dewasa dan lebih jarang dapat terlihat pada anak-anak.20

Pustaka lain juga menyatakan bahwa pembesaran KGB dengan/tanpa fokus parenkimal adalah gambaran foto toraks yang ditemukan paling banyak pada kasus TB paru anak. Pembesaran kelenjar getah bening regional pada foto toraks pada dasarnya hanya penanda infeksi yang terjadi baru-baru ini, tidak terkait dengan gejala dan dapat menunjukkan resolusi spontan. Pembesaran KGB dengan/tanpa fokus parenkimal juga merupakan salah satu gambaran khas dari pasien TB paru primer yang umumnya merupakan penyakit yang dapat bersifat self-limiting pada orang-orang dengan imun yang baik serta dapat tidak memperlihatkan gejala. Gejala pernapasan akan tampak jelas apabila pembesaran kelenjar getah bening sudah menyebabkan iritasi atau obstruksi bronkus, sedangkan kaseasi kelenjar getah bening yang berlebihan menyebabkan demam terus-menerus dan penurunan berat badan. 21,22

Gejala klinis yang ditemukan paling banyak adalah gejala batuk (30%), diikuti dengan sesak napas (16,7%), malaise/lesu (13,3%) serta penurunan BB (13,3%). Penelitian Putra dan Amelia (2013) juga menemukan hal yang sejalan yaitu gejala klinis yang paling sering ditemukan adalah batuk (96%).14 Batuk kronis pada kasus TB paru anak memang bukan gejala yang utama, karena tempat utama dari fokus primer tuberkulosis paru anak biasanya terletak di parenkim paru, di mana tidak ada reseptor batuk. Namun, anak-anak dengan tuberkulosis dapat mengalami gejala batuk ketika limfadenitis regional menekan saluran bronkial yang secara kronis merangsang reseptor batuk.23

Pada penelitian ini, lesi yang ditemukan paling banyak adalah pembesaran KGB hilus/paratrakeal dengan/tanpa konsolidasi parenkimal (96,7%). Infeksi mycobacterium tuberculosis menyebar melewati pembuluh limfatik yang biasanya ke KGB atau kelenjar getah bening pusat atau regional ipsilateral, yang kemudian membesar.12 Pada penelitian ini, lokasi pembesaran KGB hilus/paratrakeal dengan/tanpa konsolidasi parenkimal paling banyak ditemukan pada hilus kanan dan kiri. Lokasi pembesaran KGB dipengaruhi oleh lokasi dari fokus primer (ghon) di paru. Fokus primer sendiri tidak memiliki predileksi khusus untuk bagian tertentu di paru. Adenopati hilus bilateral biasanya terjadi apabila terdapat fokus primer di paru kiri.21 Pada penelitian ini juga bahwa pembesaran KGB hilus/paratrakeal dengan/tanpa konsolidasi parenkimal dapat

ditemukan pada semua kelompok usia dan lebih sering terlihat pada kelompok usia anak yang lebih muda (0—11 tahun). Berdasarkan pustaka, pembesaran kelenjar getah bening lebih sering terlihat pada kelompok usia anak yang lebih muda (<5 tahun) dan lebih jarang terlihat dengan bertambahnya usia.24 Gambaran limfadenopati hilus atau mediastinum merupakan gambaran yang dapat ditemukan pada kasus TB primer serta dapat muncul pertama kali setelah berakhirnya masa inkubasi dengan gambaran foto toraks yang biasanya normal.25

Lesi lainnya yang juga sering ditemukan pada penelitian ini adalah konsolidasi bronchopneumonic dan konsolidasi segmental/lobar. Gambaran konsolidasi dapat dilihat pada anak dengan TB paru sebagai satu-satunya gambaran abnormal pada foto toraks atau dalam kombinasi dengan gambaran abnormal lainnya. Hal ini paling sering ditemukan segmental (<1 lobus) tetapi dapat juga secara lobar atau bronkopneumonia.24 Pada penelitian ini ditemukan bahwa konsolidasi segmental/lobar serta konsolidasi bronchopneumonic lebih banyak ditemukan di paru kanan. Pustaka menyebutkan bahwa pada gambaran foto toraks dapat terlihat airspace consolidation dan bronkogram udara di setiap bagian parenkim paru namun lebih sering di sebelah kanan26 Konsolidasi ini dapat terjadi sebagai komplikasi ketika infeksi primer tidak tertangani dengan baik dan menyebabkan kelenjar getah bening hilus menginfiltrasi ke bronkus yang berdekatan. Komplikasi yang dapat terjadi ketika terjadi penyebaran endobronkial adalah konsolidasi multifokal lobus bersangkutan, mengakibatkan bronkopneumonia dan ekspansi distal serta konsolidasi padat dari seluruh lobus, mengakibatkan pneumonia ekspansif.26. Pada penelitian ini, gambaran konsolidasi bronchopneumonic ditemukan pada seluruh kelompok usia dengan persentase terbesar yaitu pada kelompok usia anak yang lebih muda yaitu kelompok usia balita hingga kanak-kanak (0—11 tahun). Sementara itu, gambaran konsolidasi segmental/lobar juga ditemukan pada seluruh kelompok usia dengan persentase terbesar ditemukan pada kanak-kanak (5—11 tahun). Hal tersebut memungkinkan terjadi karena pada penelitian ini, persentase pembesaran pada kelenjar getah bening (KGB) hilus/paratrakeal adalah gambaran yang dapat ditemukan pada semua kelompok usia serta lebih umum terlihat pada anak berusia lebih muda sehingga kemungkinan terjadi konsolidasi sebagai komplikasi akibat pembesaran KGB pada kelompok usia tersebut juga meningkat.

Berdasarkan distribusi dari tiap gejala klinis berdasarkan kelompok usia ditemukan bahwa gejala batuk merupakan gejala yang paling banyak ditemukan dan dapat ditemukan pada seluruh kelompok usia. Batuk merupakan gejala yang penting dalam mendiagnosis TB paru anak, tetapi terdapat diagnosis banding yang luas untuk gejala tersebut. Batuk pada TB paru anak tidak spesifik tetapi umumnya persisten dan tak henti-hentinya (yaitu, sepanjang hari, setiap hari, dan tanpa perbaikan) selama lebih dari dua minggu yang mungkin "kering" atau "basah." Hal ini dapat

terjadi saat jalan napas tertekan akibat pembesaran kelenjar getah bening.26 Dispnea dan takipnea tidak umum dan batuk berdarah sangat jarang terjadi kecuali pada remaja dengan penyakit tipe dewasa. Gejala sistemik tuberkulosis muncul pada awal perjalanan penyakit dan berhubungan dengan sitokin pro-inflamasi yang dilepaskan oleh makrofag yang diaktifkan. Berdasarkan pustaka, demam sebenarnya sangat umum ditemukan dan secara khas lebih besar dari 38.0 °C, terjadi setiap hari, mungkin intermiten atau persisten sepanjang hari dan berlangsung lebih dari satu minggu. Berkeringat di malam hari jarang terjadi dan tidak spesifik, hanya signifikan apabila anak berkeringat sangat banyak sehingga pakaian dan/atau seprai anak basah kuyup. Pada kasus TB paru anak, penurunan nafsu makan dan penurunan BB atau gagal tumbuh adalah tanda-tanda yang sensitif tapi tidak spesifik dari presentasi klinis tuberkulosis yang lebih parah pada anak kecil. Penurunan berat badan yang dianggap sebagai gejala klinis TB anak adalah penurunan berat badan berturut-turut selama 2-3 bulan yang tidak diketahui penyebabnya serta tidak bertambah dalam kurun waktu 1 bulan walaupun sudah diberikan gizi yang baik. Malaise/lesu mungkin menonjol namun hal ini cukup subjektif. Malaise dapat bermanifestasi pada anak kecil sebagai kelesuan dan pada bayi sebagai apatis.26

  • 1.    SIMPULAN DAN SARAN

Mayoritas pasien TB paru anak di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah Periode Januari 2021 – Juni 2022 berjenis kelamin perempuan (60%) dan berasal dari kelompok usia remaja awal (11—16 tahun) (50%). Mayoritas memiliki gambaran foto toraks abnormal (96,7%), tidak bergejala (63,3%), gambaran foto toraks pembesaran KGB hilus/paratrakeal (96,7%), dan gejala batuk (30%).

Gambaran foto toraks yang ditemukan lebih banyak adalah pembesaran KGB hilus/paratrakeal dengan/tanpa konsolidasi (96,7%), konsolidasi bronchopneumonic (50%) yang lebih sering terlihat pada anak berusia lebih muda (0— 11 tahun), dan konsolidasi segmental/lobar (30%) yang lebih sering terlihat pada kanak-kanak (5—11 tahun).

Gejala klinis yang lebih sering ditemukan adalah batuk (30%), malaise/lesu (13,3%) yang dapat ditemukan pada seluruh kelompok usia, sesak napas (16,7%) yang mulai ditemukan pada kanak-kanak (5—11 tahun) hingga remaja akhir (>16 tahun) dan penurunan BB (13,3%) yang mulai ditemukan pada kanak-kanak (5—11 tahun) hingga remaja akhir (>16 tahun).

Adapun saran untuk penelitian selanjutnya adalah untuk mencari hubungan antara foto toraks dan gejala klinis dengan usia pasien TB paru anak, spesifikasi pada kriteria eksklusi sampel serta populasi yang lebih besar untuk mendapatkan sampel yang lebih bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Intan N, Sari P, Mertaniasih NM, Maruyama F.

Application of serial tests for Mycobacterium tuberculosis detection to active lung tuberculosis cases in Indonesia. BMC Res Notes [Internet]. 2019;1–5.            Available            from:

https://doi.org/10.1186/s13104-019-4350-9

  • 2.     Kent WJ. Pathophysiology, microbiology and

immunopathology. In: Davies PDO, Lalvani A, Thillai M, editors. Clinical Tuberculosis A Practical Handbook. CRC Press; 2016.

  • 3.     Verrall AJ, Alisjahbana B, Apriani L, Novianty N,

Nurani AC, Van Laarhoven A, et al. Early clearance of mycobacterium tuberculosis: The INFECT case contact cohort study in indonesia. J Infect Dis. 2020;221(8):1351–60.

  • 4.     Hasan A, Praveen SH, Tarke C, Abdullah F.

Clinical Aspects and Principles of Management of Tuberculosis. In: Hasnain SE, Ehtesham NZ, Grover S, editors. Mycobacterium Tuberculosis: Molecular Infection Biology, Pathogenesis, Diagnostics and New Interventions [Internet]. Singapore: Springer Singapore; 2019. p. 360. Available from: http://link.springer.com/10.1007/978-981-32-9413-4

  • 5.     WHO. Global Tuberculosis Report 2019. Geneva;

2019.

  • 6.     Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan

Indonesia Tahun 2019. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2020. 497 p.

  • 7.     Dinas Kesehatan Kota Denpasar. Profil Dinas

Kesehatan Kota Denpasar Tahun 2018 [Internet]. Denpasar;      2019.      Available      from:

https://www.diskes.baliprov.go.id

  • 8.     Dinas Kesehatan Kota Denpasar. Profil Dinas

Kesehatan Kota Denpasar Tahun 2019. Denpasar; 2020.

  • 9.     Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional

Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Tuberkulosis. 2013. 120 p.

  • 10.    Safithri F. Diagnosis TB Dewasa Dan Anak

Berdasarkan ISTC ( International Standard for TB Care ). 2011;7.

  • 11.    Cruz AT, Starke JR. Pediatric Tuberculosis. Pediatr

Rev [Internet]. 2010 Jan 1;31(1):13–26. Available from:

http://pedsinreview.aappublications.org/cgi/doi/10.1 542/pir.31-1-13

  • 12.    Concepcion NDP, Laya BF, Andronikou S, Daltro

PAN, Sanchez MO, Uy JAU, et al. Standardized radiographic interpretation of thoracic tuberculosis in children. Pediatr Radiol. 2017;47(10):1237–48.

  • 13.    Wahid AR, Nachrawy T, Armaijn L. Karakteristik

Pasien Tuberkulosis pada Anak di Kota Ternate. Kieraha Med J [Internet]. 2021;3(1):15–20. Available                                  from:

https://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/kmj

  • 14.    Putra IA, Amelia. Profil Tuberkulosis Pada Anak di

Instalasi Rawat Jalan RSUD. Raden Mattaher

Jambi. JMJ. 2013;1:51–60.

  • 15.    Aulia Husna C, Fitry Yani F, Masri MM. Gambaran

Status Gizi Pasien Tuberkulosis Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang. J Kesehat Andalas. 2016;5(1):228–32.

  • 16.    Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Profil Kesehatan

Provinsi Bali 2021. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2022.

  • 17.     Setiawan G, Juniarti N, Yani DI. Correlation

between lifestyle and incidence of pulmonary tuberculosis in adolescents: a systematic literature review.     J    Keperawatan    Komprehensif

(Comprehensive Nurs Journal). 2019;5(1):10–7.

  • 18.    Cruz AT. Tuberculosis in Adolescent. In: Starke JR,

Donald PR, editors. Clinical Tuberculosis A Practical Handbook. Oxford University Press; 2016.

  • 19.    Ho D kk. Tuberculosis in Children. In: Davies PDO,

Lalvani A, Thillai M, editors. Clinical Tuberculosis A Practical Handbook. CRC Press; 2016. p. 81–95.

  • 20.    Chen Y, Yang Y, Chen L, Fan M. Large pulmonary

solitary mass caused by Mycobacterium tuberculosis mimicking a malignant tumor in a child [Internet]. Vol. 5, Radiology of Infectious Diseases. Elsevier Ltd;    2018.    Available    from:

https://doi.org/10.1016/j.jrid.2018.08.002

  • 21.    Marais BJ. Natural History of Childhood

Tuberculosis. In: Starke JR, Donald PR, editors. Handbook of Child and Adolescent Tuberculosis. Oxford University Press; 2016. p. 47–65.

  • 22.    Bhalla AS, Goyal A, Guleria R, Gupta AK. Chest

tuberculosis:  Radiological  review and imaging

recommendations. Indian  J Radiol Imaging.

2015;25(3):213–25.

  • 23.    Noviarisa N, Yani FF, Basir D. Tren Kasus

Tuberkulosis Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014-2016. J Kesehat Andalas. 2019;8(1S):36.

  • 24.    Palmer M, Seddon JA, Goussard P, Schaaf HS.

DIAGNOSTIC    CXR    ATLAS    FOR

TUBERCULOSIS IN CHILDREN: A guide to chest X-ray interpretation [Internet]. 2022. 1–94 p. Available                                  from:

https://theunion.org/sites/default/files/2022-03/The Union_Diagnostic    Atlas    for    TB    in

Children_2022.pdf

  • 25.    Nel M, Franckling-Smith Z, Pillay T, Andronikou S,

Zar HJ. Chest Imaging for Pulmonary TB—An Update. Pathogens. 2022;11(2).

  • 26.    Perez-Velez CM. Diagnosis Of Intrathoracic

Tuberculosis In Children. In: Starke JR, Donald PR, editors. Handbook of Child and Adolescent Tuberculosis. Oxford University Press; 2016. p. 147–77.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i12.P01

8