POLA KEPEKAAN BAKTERI ACINETOBACTER BAUMANNII TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUP PROF. DR. I.G.N.G NGOERAH DENPASAR TAHUN 2021
on
JMU ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.7,JULI, 2023
Jurnal medika udayana I II DIRECTORY OF

I I ∕ ∖ OPEN ACCESS
∕ I_ JOURNALS
Diterima: 2022-11-24 Revisi: 2023-03-30 Accepted: 25-06-2023
POLA KEPEKAAN BAKTERI ACINETOBACTER BAUMANNII TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUP PROF. DR. I.G.N.G NGOERAH DENPASAR TAHUN 2021
Grace Yulia Alphani Yapson1, I Dewa Made Sukrama2, Ni Nyoman Sri Budayanti3, Made Agus Hendrayana4
1Program Studi Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali, Indonesia e-mail: graceyapson@gmail.com
2Departemen Mikrobiologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali, Indonesia e-mail: dewa_sukrama@yahoo.co.id
3Departemen Mikrobiologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali, Indonesia e-mail: budayantinns@unud.ac.id
4Departemen Mikrobiologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali, Indonesia email: agus_hendrayana@unud.ac.id
ABSTRAK
Acinetobacter baumannii merupakan patogen utama penyebab infeksi nosokomial dengan prevalensi yang terus meningkat. Bakteri ini menjadi patogen oportunistik penyebab infeksi pada pasien imunosupresif yang menjalani perawatan jangka panjang di rumah sakit. Peningkatan kasus infeksi diikuti juga peningkatan kejadian resistensi yang berdampak pada kegagalan terapi dan jumlah kematian tinggi. Oleh karena itu, data terbaru mengenai pola kepekaan bakteri terhadap antibiotik diperlukan untuk pembaharuan pertimbangan pilihan antibiotik sebagai terapi pada pasien rawat inap di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah Denpasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sensitifitas Acinetobacter baumannii terhadap beberapa golongan antibiotik pada pasien rawat inap di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah. Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang dengan metode deskriptif retrospektif. Sampel penelitian diambil menggunakan metode total sampling berupa data sekunder hasil uji kepekaan Acinetobacter baumannii yang diisolasi dari spesimen klinis pasien terhadap beberapa antibiotik di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah Denpasar periode Januari – Desember 2021. Identifikasi bakteri dan uji sensitivitas antibiotik dilakukan menggunakan alat VITEK2. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif menggunakan SPSS dan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Prevalensi infeksi Acinetobacter baumannii pada pasien rawat inap sebesar 7.1% dengan dominasi pasien dari ruang non – ICU. Isolat Acinetobacter baumannii terbanyak berasal dari sputum selang (30,5%) dan darah (20,2%). Dari data uji kepekaan terhadap 19 jenis antibiotik didapatkan Acinetobacter baumannii paling sensitif terhadap amikacin, trimethroprim/sulfamethoxazole, dan ampicillin/sulbactam dan paling resisten terhadap ceftriaxone, cefoperazone dan cefixime. Isolat Acinetobacter baumannii paling banyak berasal dari pasien rawat inap di ruang non – ICU dan berasal dari spesimen klinis sputum selang dengan antibiotik yang paling sensitif adalah amikacin dan paling resisten adalah ceftriaxone.
Kata kunci : Acinetobacter baumannii., antibiotic., pola sensitivitas
ABSTRACT
Acinetobacter baumannii is a major pathogen causing nosocomial infections with increasing prevalence. These bacteria becomes an opportunistic pathogens that causes infections in immunosuppressed patients undergoing long-term care in hospital. The increased incidence of infection was followed by an increase in the incidence of resistance which has an impact on therapeutic failure and the number of deaths. Therefore, the latest data on the pattern of antimicrobial susceptibility is needed for the renewal of consideration of antibiotics choice as therapy for hospitalized patients at Prof. Dr. Dr. I.G.N.G Ngoerah Denpasar. This study aims to determine the sensitivity of Acinetobacter baumannii to several classes of antibiotics in hospitalized patients at Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah
Hospital. This study used a cross-sectional research design with a retrospective descriptive method. The research sample was taken using the total sampling method in the form of secondary data on the results of the Acinetobacter baumannii sensitivity test isolated from patient clinical specimens against several antibiotics at the Clinical Microbiology Laboratory of Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah Hospital Denpasar for the period January - December 2021. Bacterial identification and antibiotic sensitivity tests were carried out using the VITEK 2 tool. The collected data were analyzed descriptively using SPSS and presented in the form of frequency distribution. The prevalence of Acinetobacter baumannii infection in hospitalized patients was 7.1% with the dominance of patients from non-ICU rooms. Most Acinetobacter baumannii isolates came from sputum tubes (30.5%) and blood (20.2%). From the sensitivity test data to 19 types of antibiotics, it was found that Acinetobacter baumannii was most sensitive to amikacin, trimethroprim/sulfamethoxazole, and ampicillin/sulbactam and most resistant to ceftriaxone, cefoperazone and cefixime. Acinetobacter baumannii isolates mostly came from hospitalized patients in non-ICU rooms and came from clinical sputum tube specimens with the most sensitive antibiotic was amikacin and the most resistant was ceftriaxone.
Keywords : Acinetobacter baumannii., antibiotics., sensitivity pattern
PENDAHULUAN
Acinetobacter baumannii, bakteri kokobasilus gram negatif, merupakan patogen yang menjadi masalah utama terkait kasus infeksi yang didapat di rumah sakit (hospital acquired infection) atau disebut dengan infeksi nosokomial dengan kejadian yang terus meningkat dan meluas diberbagai rumah sakit di seluruh dunia. Penyebaran Acinetobacter baumannii meningkatkan wabah infeksi nosokomial di rumah sakit dan menimbulkan jumlah kematian yang tinggi.1]
Bakteri Acinetobacter baumannii termasuk patogen utama penyebab infeksi nosokomial di Indonesia yaitu sebesar 25,8%.[2] Terdapat beberapa laporan infeksi nosokomial oleh Acinetobacter baumannii yang terjadi di Indonesia. Tahun 2014 dilaporkan bahwa di RS Adam Malik Medan terdapat 17,44% kasus infeksi nosokomial oleh Acinetobacter baumannii dan di RSUP Ciptomangunkusumo sebanyak 50.5% kasus.[3,4]
Pasien terinfeksi Acinetobacter baumannii memiliki tingkat mortalitas yang tinggi akibat sifat bakteri yang virulen, oportunistik, patogenik serta memiliki prevalensi Multi Drug Resistant (MDR) yang tinggi. Selain itu, banyaknya kejadian infeksi oleh Acinetobacter baumannii didukung oleh kemampuannya dalam bertahan hidup dan berkembang pada permukaan kering dan kondisi nutrisi terbatas terutama pada peralatan medis dan peralatan non medis di rumah sakit.[5] Penelitian di RSUD Dr. Zainoel Abidin tahun 2018 menunjukkan tingkat mortalitas pasien dengan infeksi Acinetobacter baumannii adalah 74,1 % yang berhubungan dengan kondisi syok septik dan usia pasien tua (≥65 tahun).[6]
Bakteri Acinetobacter baumannii menyebabkan beragam infeksi yang diperantai oleh kontaminasi lingkungan. Bakteri ini banyak ditemukan sebagai bakteri penyebab infeksi nosokomial pada infeksi saluran kemih (ISK), infeksi daerah operasi (IDO), infeksi pembuluh darah primer (IADP) dan ventilator-associated pneumonia (VAP) dengan faktor risiko utama pada pasien kritis dan sistem imun rendah. Bakteri ini dapat diisolasi melalui spesimen dari tubuh pasien seperti sputum, darah, cairan serebrospinal,
urine, luka kulit, dan area saluran pernapasan dan pencernaan lain.[1]
Kasus infeksi bakteri Acinetobacter baumannii pada pasien rumah sakit yang terus meningkat juga diikuti oleh peningkatan kejadian resistensi terhadap berbagai antibiotik yang berdampak terhadap kegagalan terapi dan peningkatan kematian pasien kritis di ICU. Resistensi antibiotika disebabkan oleh penggunaannya yang luas dan irasional. Hal tersebut menyebabkan dampak yang serius seperti gagalnya pengobatan yang mengakibatkan perpanjangan penyakit, memperlama durasi rawat inap dan meningkatkan risiko kematian.[7]
Resistensi Acinetobacter baumannii yang paling sering dijumpai berupa mekanisme signifikan terhadap resistensi antibiotik golongan karbapenem, aminoglikosida, quinolon, polymyxin dan tetracycline.[8] Penelitian di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013, Acinetobacter baumannii menjadi bakteri kedua terbanyak pada pasien infeksi di ICU yang telah resisten dengan golongan karbapenem yaitu imipenem dengan sensitivitas sebesar 28%. Tingkat resistensi ini meningkat berdasarkan penelitian tahun 2015 dimana Acinetobacter baumannii telah resisten terhadap imipenem 75% dan antibiotik golongan betalaktam serta sefalosporin generasi III.[9] Sedangkan, penelitian di RSUD dr. Zainoel Abidin tahun 2018 mendapatkan antibiotik yang masih sensitif untuk pasien yang terinfeksi Acinetobacter baumannii yaitu amikacin, trimethoprim-sulfamethoxazole, tobramycin, ampicillin/sulbactam, dan meropenem.[6]
Oleh karena berbagai hal yang telah dijabarkan di atas bahwa kasus infeksi akibat Acinetobacter baumannii yang terus meningkat dan diikuti dengan peningkatan resistensi bakteri terhadap banyak golongan antibiotik sehingga muncul permasalahan dalam pemilihan pengobatan, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pola kepekaan Acinetobacter baumannii terhadap beberapa antibiotik pada pasien rawat inap di RSUP Prof. Dr. IGNG Ngoerah Denpasar tahun 2021.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini berdesain potong lintang (cross-sectional) deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan pola kepekaan bakteri Acinetobacter baumannii terhadap beberapa antibiotik pada pasien rawat inap RSUP Prof. Dr. IGNG Ngoerah Denpasar tahun 2021. Data diambil dari rekam medis pasien dan catatan hasil pemeriksaan laboratorium mikrobiologi menggunakan teknik total sampling. Kriteria inklusi penelitian ini adalah: 1) Pasien rawat inap dengan hasil kultur Acinetobacter baumannii positif dan terdapat hasil uji sensitivitas antibiotiknya. 2) Pasien dengan data rekam medis lengkap. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah: 1) Pasien terinfeksi Acinetobacter baumannii tanpa data hasil uji sensitivitas antibiotik. 2) Pasien yang memiliki data rekam medis tidak lengkap. Data tkemudian diolah menggunakan SPSS dan disajikan dalam tabel yang menggambarkan prevalensi isolat Acinetobacter baumannii, distribusi sebaran infeksi berdasarkan spesimen klinis, tingkat sensitifitas bakteri dari jumlah bakteri yang resisten dan sensitif terhadap berbagai antibiotik HASIL
Jumlah Isolat Bakteri Acinetobacter baumannii
Berdasarkan data hasil kultur mikroorganisme di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Prof Dr I Goesti Ngoerah Gde Ngoerah Denpasar tahun 2021, didapatkan prevalensi infeksi Acinetobacter baumanni sebesar 7,1%. Total hasil kultur mikroorganisme dari berbagai spesimen klinis pasien adalah 4112 sampel dimana 292 sampel diantaranya merupakan isolat bakteri Acinetobacter baumannii yang signifikan sebagai agen penyebab infeksi dari pasien rawat inap selama tahun 2021.
Lokasi rawat inap terdiri dari ruang rawat intensif atau ICU yang terdiri dari ruang dewasa, anak dan neonatus, sedangkan ruang rawat biasa atau non-ICU terdiri dari sembilan ruangan bangsal. Isolat Acinetobacter baumannii dari pasien rawat inap yang berada di ICU sebanyak 108 isolat (37%) dan non – ICU sebanyak 184 isolat (63%). Jumlah isolat terbanyak terdapat pada bulan Agustus dan September sebanyak 34 isolat (11,6%).
Tabel 1. Distribusi isolat Acinetobacter baumannii pada pasien rawat inap tahun 2021
Bulan |
Frekuensi (n) |
Acinetobacter baumannii, n (%) | ||
ICU |
Non-ICU |
Total | ||
Januari |
340 |
11 (10,2) |
16 (8,7) |
27 (9,2) |
Februari |
322 |
6 (5,6) |
24 (13) |
30 (10,3) |
Maret |
413 |
7 (6,5) |
19 (10,3) |
26 (8,9) |
April |
338 |
8 (7,4) |
12 (6,5) |
20 (6,8) |
Mei |
305 |
7 (6,5) |
7 (3,8) |
14 (4,8) |
Juni |
275 |
7 (6,5) |
13 (7,1) |
20 (6,8) |
Juli |
332 |
10 (9,3) |
14 (7,6) |
24 (8,2) |
Agustus |
389 |
16 (14,8) |
18 (9,8) |
34 (11,6) |
September |
350 |
13 (12) |
21 (11,4) |
34 (11,6) |
Oktober |
369 |
11 (10,2) |
15 (8,2) |
26 (8,9) |
November |
329 |
4 (3,7) |
11 (6) |
15 (5,1) |
Desember |
350 |
8 (7,4) |
14 (7,6) |
22 (7,5) |
Total |
4112 |
108 (37) |
184 (63) |
292 (100) |
Karakteristik Infeksi Acinetobacter baumannii
Berdasarkan jenis kelamin, pasien rawat inap dengan infeksi Acinetobacter baumanii terdiri atas laki – laki sebanyak 144 orang (49,3%) dan perempuan sebanyak 148 orang (50,7%). Usia pasien rawat inap dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yaitu di bawah 5 tahun sebanyak 28 orang (9,6%), 6 – 25 tahun sebanyak 34 orang (11,6%), 26 – 45 tahun sebanyak 64 orang (21,9%), 46 – 65 orang sebanyak
108 orang (37%), dan di atas 65 tahun sebanyak 58 (19,9%) dengan rata – rata usia pasien yaitu 45,2 tahun. Ruang ICU didominasi pasien berusia 26-65 tahun sebesar 27,8% dan ruang non-ICU didominasi pasien berusia 46-65 tahun sebesar 37%. Pasien rawat inap dengan infeksi Acinetobacter baumanni yang meninggal selama perawatan sebanyak 148 dari 292 orang dengan persentase 50,7%. Mortalitas pasien pada ruang ICU lebih tinggi (63%) dibandingkan dengan pasien pada ruang non-ICU (43,6%).
Tabel 2. Distribusi Karakteristik Pasien Rawat Inap yang Terinfeksi Acinetobacter baumannii Tahun 2021
Karakteristik |
Pasien (N=292) |
RERATA ± SB | ||
ICU n(%) |
Non-ICU n(%) |
Total n(%) | ||
Jenis Kelamin | ||||
Laki-laki |
54 (50) |
90 (48,9) |
144 (49,3) | |
Perempuan |
54 (50) |
94 (51,1) |
148 (50,7) | |
Usia (tahun) |
45,2 ± 22,74 | |||
< 5 |
18 (16,7) |
10 (5,4) |
28 (9,6) | |
6 – 25 |
11 (10,2) |
23 (12,5) |
34 (11,6) | |
26 – 45 |
30 (27,8) |
34 (18,5) |
64 (21,9) | |
46 – 65 |
30 (27,8) |
78 (42,4) |
108 (37) | |
> 65 |
19 (17,6) |
39 (21,2) |
58 (19,9) | |
Luaran | ||||
Hidup |
40 (37) |
104 (56,5) |
144 (49,3) | |
Meninggal |
68 (63) |
80 (43,5) |
148 (50,7) |
Isolat dengan hasil kultur positif Acinetobacter baumannii diambil dari 12 spesimen klinis pasien yang berbeda. Sebagian besar isolat berasal dari spesimen sputum selang sejumlah 89 sampel (30,5%), darah sejumlah 59 sampel (20.2%) dan sputum sejumlah 42 sampel (14,4%). Spesimen yang diisolasi dari pasien di ruang ICU paling banyak terdiri atas sputum selang sebanyak 47 sampel
(43,5%) dan darah sebanyak 29 sampel (26,9%) sedangkan di ruang non – ICU paling banyak terdiri atas sputum selang sebanyak 42 sampel (22,8%), sputum dan urin yang masing – masing sebanyak 33 sampel (17,9%). Sampel Acinetobacter baumannii yang paling dominan didapatkan dari spesimen klinis sputum selang terutama yang berasal dari ICU (43,5%).
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Acinetobacter baumannii Berdasarkan Spesimen Klinis Pasien Rawat Inap Tahun 2021 | |||
Spesimen Klinis |
Frekuensi, n (%) | ||
ICU |
Non-ICU |
Total | |
Sputum |
9 (8,3) |
33 (17,9) |
42 (14,4) |
Sputum Selang |
47 (43,5) |
42 (22,8) |
89 (30,5) |
Sputum ETT |
7 (6,5) |
3 (1,6) |
10 (3,4) |
Urin |
6 (5,6) |
33 (17,9) |
39 (13,4) |
Darah |
29 (26,9) |
30 (16,3) |
59 (20,2) |
Pus |
1 (0,9) |
4 (2,2) |
5 (1,7) |
Jaringan |
1 (0,9) |
3 (1,6) |
4 (1,4) |
Cairan Pleura |
0 (0,0) |
2 (1,1) |
2 (0,7) |
Cairan Perikardium |
0 (0,0) |
1 (0,5) |
1 (0,3) |
Swab Dasar Luka |
8 (7,4) |
30 (16,3) |
38 (13) |
Swab Exit Site |
0 (0,0) |
2 (1,1) |
2 (0,7) |
Swab Mata |
0 (0,0) |
1 (0,5) |
1 (0,3) |
Total |
108 |
184 |
292 |
Pola Kepekaan Acinetobacter baumannii
Uji kepekaan antibiotik pada isolat bakteri dilakukan secara otomatis menggunakan alat Vitek dengan interpretasi berupa hasil pengukuran MIC (minimum inhibitory concentration) atau konsentrasi antibiotik terendah yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan hasil kesimpulan sensitif atau resisten. Terdapat 19 antibiotik yang diujikan terhadap bakteri Acinetobacter baumannii.
Dalam penelitian ini didapatkan hasil presentase sensitifitas dan resistensi antibiotik yang berbeda pada ruang ICU dan non – ICU. Pada ruang ICU, didapatkan beberapa
antibiotika yang sensitif seperti trimethroprim/sulfamethoxazole (72,2%), amikacin (71,3%), dan gentamicin (40.7%) sedangkan pada ruang non – ICU adalah amikacin (68,5%), trimethroprim/sulfamethoxazole (61.4%), dan ampicillin/sulbactam (41,3%). Pada hasil uji resistensi didapatkan antibiotik ceftriaxone merupakan antibiotik dengan pola resistensi tertinggi di ruang ICU (92,6%) maupun non – ICU (89,7%). Data resistensi diikuti dengan cefixime (89.8%) dan cefoperazone (88,9%) di ruang ICU serta cefoperazone (88,6%) dan cefixime (84,2%) di ruang non – ICU.
Tabel 4. Sensitivitas Acinetobacter baumannii terhadap Beberapa Antibiotika pada Pasien Rawat Inap Tahun 2021 | ||||
Antibiotika |
ICU |
non-ICU | ||
S (%) |
R (%) |
S (%) |
R (%) | |
Penicillin | ||||
Ampicillin/Sulbactam |
39,8 |
56,5 |
413 |
57,1 |
Piperacillin/Tazobactam |
23,1 |
66,7 |
23,4 |
67,9 |
Cephalosporin | ||||
Cefazoline |
0,9 |
59,3 |
0 |
53,3 |
Ceftriaxone |
4,6 |
92,6 |
6,5 |
89,7 |
Cefepime |
28,7 |
69,4 |
23,4 |
69 |
Ceftazidime |
5,6 |
45,9 |
7,6 |
40,8 |
Cefuroxime |
0 |
67,6 |
0 |
60,3 |
Cefixime |
0 |
89,8 |
0 |
84,2 |
Cefoperazone |
0 |
88,9 |
0,5 |
88,6 |
Cefoperazone/Sulbactam |
20,4 |
28,7 |
19,6 |
25,5 |
Aminoglikosida | ||||
Amikacin |
71,3 |
25 |
68,5 |
24,5 |
Gentamicin |
40,7 |
59,3 |
35,3 |
64,1 |
Fluoroquinolon | ||||
Ciprofloxacin |
31,5 |
68,5 |
26,1 |
73,4 |
Levofloxacin |
27,8 |
43,5 |
26,1 |
42,4 |
Glikopeptida | ||||
Tigecycline |
30,6 |
35,2 |
31 |
30,4 |
Sulfonamide | ||||
Trimethroprim/Sulfamethoxazole |
72,2 |
24,1 |
61,4 |
33,2 |
Carbapenem | ||||
Meropenem |
36,1 |
52,8 |
34,8 |
47,8 |
Polimiksin | ||||
Colistin |
1,9 |
3,7 |
1,6 |
2,7 |
Fosfomycin |
0,9 |
0,9 |
0 |
1,1 |
PEMBAHASAN
Bakteri Acinetobacter baumanni adalah bakteri gram negatif, berbentuk pleomorfik kokobasil, bersifat aerob, yang menjadi salah satu patogen utama penyebab infeksi nosokomial dengan prevalensi yang cukup tinggi. Bakteri ini dapat diisolasi dari lingkungan di dalam rumah sakit maupun dari spesimen klinik pasien rawat inap di rumah sakit.[1] Bakteri ini merupakan agen penyebab infeksi saluran pernapasan seperti pneumonia, infeksi pada luka bakar dan saluran kemih, serta bakteremia dan meningitis.[10] Sebagai patogen oportunistik penyebab infeksi yang didapat di rumah sakit, Acinetobacter baumannii sering menyebabkan infeksi pada pasien imunosupresif yang menjalani perawatan dalam jangka panjang di rumah sakit. Oleh karena itu, pasien rawat
inap menjadi salah satu faktor risiko infeksi Acinetobacter baumannii.[11]
Pada penelitian yang dilakukan di RSUP Prof Dr I Goesti Ngoerah Gde Ngoerah Denpasar dalam periode Januari – Desember 2021 didapatkan prevalensi infeksi Acinetobacter baumannii pada pasien rawat inap yang signifikan sebagai penyebab infeksi sebesar 7,1 %. Jumlah ini lebih rendah dari penelitian di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012 dan RSUP Dr M Djamil Padang tahun 2020 yang mendapatkan prevalensi Acinetobacter baumannii masing – masing sebesar 17,44% dan 14,7%.[3,12] Namun, prevalensi tersebut masih cukup tinggi dibandingkan dengan penelitian lain di RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2016 dan RSUD Dr Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2018 yang mendapatkan prevalensi Acinetobacter baumannii masing –
masing 5,65% dan 4,6%.[6,13] Prevalensi infeksi Acinetobacter baumannii dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain lama waktu rawat inap, terapi antibiotik broad spectrum tidak tepat, kebersihan tangan kurang memadai, komorbiditas pasien dan penggunaan alat bantu medis.[10] Hal ini juga didukung oleh kemampuan bakteri untuk bertahan hidup dalam waktu yang lama pada permukaan kering dengan nutrisi terbatas.[5]
Prevalensi isolat Acinetobacter baumannii terbanyak berasal dari spesimen pasien di ruang non-ICU sebesar 63%. Hasil ini sejalan dengan penelitian di RSUP Prof IGNG Ngoerah Denpasar tahun 2012 – 2014 bahwa isolat Acinetobacter baumannii terbanyak berasal dari ruang non-ICU.[14] Didukung oleh penelitian lain di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2020 juga mendapatkan isolat Acinetobacter baumannii terbanyak terdapat pada bangsal penyakit dalam sebanyak 46,7%.[12] Hal tersebut bertentangan dengan penelitian di RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2016 dimana ICU merupakan sumber isolat Acinetobacter baumannii terbanyak yaitu 41.4%.[13] Ruang ICU menjadi faktor risiko utama infeksi Acinetobacter baumannii karena terdapat banyak pasien imunosupresif dan penggunaan alat bantu kesehatan invasif yang dirawat dalam ruangan tersebut. Patogen dapat berpindah ke bangsal nonICU diperantarai beberapa faktor seperti kontaminasi lingkungan pasien oleh alat – alat kesehatan dan petugas medis.[15]
Dalam distribusi jenis kelamin didapatkan infeksi Acinetobacter baumannii didominasi dengan jenis kelamin perempuan pada ruang ICU dan non – ICU dengan total berjumlah 148 orang (50.7%). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian di RSUD Dr Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2018 dan RS Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2019 dimana diperoleh pasien dengan infeksi Acinetobacter baumannii terbanyak adalah laki – laki.[6,16] Hasil penelitian yang sama juga disampaikan bahwa isolat Acinetobacter baumannii terbanyak di dapatkan pada pasien laki – laki dengan perbandingan 2.8 : 1 terhadap pasien perempuan.[17]
Rata – rata usia pasien terinfeksi infeksi Acinetobacter baumannii adalah 45,2 tahun dengan rentang usia 0 – 92 tahun. Kelompok kategori usia paling dominan adalah pada usia 46 – 65 tahun, serupa dengan hasil yang didapatkan di ruang non – ICU (42,4%). Pada ruang ICU, pasien didominasi pada kelompok usia 26 – 45 tahun (27,8%) dan 46 – 65 tahun (27,8%). Hal ini sejalan dengan penelitian di RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2019 dan RS Universitas Hasanuddin diperoleh kelompok usia pasien paling dominan masing – masing yaitu usia 56 – 65 tahun dan 36 – 45 tahun.[16] Usia tua pasien menjadi salah satu faktor risiko independen dari infeksi Acinetobacter baumannii.[18] Hal tersebut disebabkan karena pasien tua mulai mengalami disregulasi sistem imun yang menyebabkan berkurangnya kemampuan melawan patogen penyebab penyakit.[6]
Persentase pasien rawat inap dengan infeksi Acinetobacter baumanni yang meninggal selama perawatan sebanyak 50.7%. Mortalitas pasien pada ruang ICU lebih
tinggi (63%) dibandingkan dengan pasien pada ruang nonICU (43,6%). Hasil ini selaras dengan penelitian infeksi Acinetobacter baumannii pada anak – anak di RSUP Prof Dr IGNG Ngoerah tahun 2017 – 2018 dimana diperoleh pasien meninggal sebesar 45,5% dengan mayoritas pasien dirawat di ruang ICU.[19] Namun, jumlah ini masih lebih rendah dibandingkan penelitian pada pasien di RSUD Zainoel Abidin tahun 2018 dengan persentase pasien meninggal sebesar 74,1%.[6] Tingkat kematian pasien dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pasien tua, komorbiditas pasien, kontrol infeksi belum memadai, waktu rawat inap yang panjang, penggunaan antibiotik yang tidak tepat, serta berbagai macam prosedur invasif pada pasien terutama pada pasien kritis dengan sistem imun lemah yang dirawat secara intensif.[20]
Dalam penelitian ini, hasil isolat Acinetobacter baumannii ditemukan pada 12 jenis spesimen klinis pasien yang berbeda – beda. Dari semua jenis spesimen tersebut, diperoleh sputum selang menjadi spesimen paling dominan ditemukan isolat Acinetobacter baumannii yaitu sebesar 30.5% yang berasal dari kedua ruangan ICU (43,5%) dan non - ICU (22.8%). Sputum menjadi spesimen terbanyak di ruang ICU dan non – ICU juga didapatkan dalam penelitian di RSUP Prof IGNG Ngoerah tahun 2012 – 2014 lalu.[14] Penelitian pada pasien yang menggunakan ventilator di ICU RSUP Prof IGNG Ngoerah periode Januari – Juni 2021 mendapatkan sputum selang (50,8%) menjadi spesimen klinis terbanyak yang ditemukan isolat Acinetobacter baumannii.[21] Hal yang sama juga disampaikan oleh peneliti di RSUP Dr M Djamil Padang tahun 2020. Sputum merupakan spesimen klinis paling dominan sebesar 64.6%.[12] Infeksi Acinetobacter baumannii terbanyak berhubungan dengan sistem organ yang mengandung cairan, salah satunya adalah saluran pernapasan, saluran kencing, dan darah. Spesimen – spesimen klinis tersebut berkaitan dengan pemasangan alat medis yang dimasukkan ke dalam tubuh seperti selang ventilasi mekanik. Acinetobacter baumannii yang diisolasi dari sputum selang menjadi faktor risiko potensial dari VAP dan HAP.[1]
Spesimen klinis kedua terbanyak yang terisolasi Acinetobacter baumannii pada pasien adalah darah (20.2%). Penelitian di RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2016 menemukan bahwa spesimen darah merupakan spesimen terbanyak yang terisolasi Acinetobacter baumannii sebesar 31%.[13] Isolat Acinetobacter baumannii yang didapatkan dalam sampel darah pasien menunjukkan bahwa bakteri ini menjadi salah satu penyebab signifikan infeksi aliran darah nosokomial pada pasien.[10] Terlebih pada pasien yang dirawat di rumah sakit rujukan tersier RSUP Prof IGNG Ngoerah, banyak pasien dengan kondisi terpasang kateter intravena dalam jangka waktu panjang.
Berdasarkan hasil uji sensitivitas Acinetobacter baumannii yang diisolasi dari spesimen klinis pasien rawat inap di RSUP Prof IGNG Ngoerah tahun 2021, didapatkan beberapa antibiotik yang masih sensitif di ruang ICU seperti trimethroprim/sulfamethoxazole (72,2%), amikacin (71,3%),
dan gentamicin (40,7%) sedangkan di ruang non – ICU seperti amikacin (68,5%), trimethroprim/sulfamethoxazole (61,4%), dan ampicillin/sulbactam (41,3%). Dalam uji resistensi diperoleh bakteri resisten terhadap antibiotik ceftriaxone (92,6%), cefixime (89,8), dan cefoperazone (88,9%) di ruang ICU dan ceftriaxone (89,7%), cefoperazone (88,6%), dan cefixime (84,2%) di ruang non – ICU.
Penelitian lain di berbagai rumah sakit juga melaporkan hal yang sama terkait dengan antibiotik dengan sensitivitas cukup tinggi terhadap Acinetobacter baumannii. Penelitian di RSUD Dr Wahidin Sudirohusodo tahun 2016, RS Ulin Banjarmasin tahun 2016, dan RSUD Dr. M. Djamil Padang tahun 2020 masing – masing melaporkan amikacin (71,4%, 79%, 74,9%) dan trimethroprim/sulfamethoxazole (66,7%, 76%, 67,1%) memiliki sensitivitas yang tinggi sebagai pilihan pengobatan infeksi Acinetobacter baumannii.[12,22] Amikacin merupakan antibiotik aminoglikosida yang dapat digunakan sebagai pilihan penting dalam pengobatan infeksi akibat Acinetobacter baumannii.[23] Hal tersebut menunjukkan kedua jenis antibiotik ini dapat terus direkomendasikan terutama dalam terapi utama pasien berisiko infeksi Acinetobacter baumannii baik di ruang ICU maupun non – ICU.
Antibiotik yang memiliki nilai persentase resistensi tertinggi dalam terapi Acinetobacter baumannii dalam penelitian ini antara lain ceftriaxone, cefixime dan cefoperazone. Dalam dua penelitian lain memperoleh hasil yang sama dimana resistensi ceftriaxone sebesar 67% di RSUD Dr. M. Djamil Padang dan sensitivitas yang hanya 4% di RSUD Dr. Zainoel Abidin.[6,12] Ditemukan antibiotik golongan cephalosporin lain yang tergolong resisten seperti cefazolin, ceftazidime, dan cefepime. Resistensi antibiotik cephalosporin yang sangat tinggi berkaitan dengan peningkatan produksi enzim AmpC beta-lactamases yang dapat menghidrolisis antibiotik cephalosporin.[24] Selain itu, munculnya Acinetobacter baumannii yang resisten disebabkan karena pembentukan biofilm yang berfungsi menghindari penetrasi antibiotik, dan menjadi salah satu konsekuensi penggunaan antibiotik yang tidak rasional.[25]
SIMPULAN DAN SARAN
Dalam penelitian yang dilakukan pada hasil kultur dan sensitifitas antibiotik pasien rawat inap dengan infeksi Acinetobacter baumannii di RSUP Prof. Dr. IGNG Ngoerah Denpasar diperoleh hasil berupa prevalensi infeksi Acinetobacter baumannii pada pasien rawat inap periode Januari – Desember tahun 2021 adalah 7,1% yang didominasi oleh pasien rawat inap di ruang non – ICU. Karakteristik pasien yang paling sering terinfeksi Acinetobacter baumannii adalah pasien berjenis kelamin perempuan dengan rentang usia 46 – 65 tahun.
Proporsi isolat yang terisolasi Acinetobacter baumannii didapatkan paling banyak dari spesimen sputum selang pasien rawat inap di ruang ICU dan non – ICU. Isolat Acinetobacter baumannii menunjukkan sensitivitas yang
baik terhadap antibiotik trimethroprim/sulfamethoxazole, amikacin, gentamicin, dan ampicillin/sulbactam, dan menunjukkan resistensi yang tinggi terhadap antibiotik ceftriaxone, cefixime, dan cefoperazone. Penulis
menyarankan agar penelitian selanjutnya menggunakan data dalam rentang waktu yang lebih panjang dan menyertakan perbandingan dengan pola kepekaan bakteri periode sebelumnya sehingga hasil penelitian lebih akurat dan dapat menggambarkan progresivitas resistensi antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Almasaudi SB. Acinetobacter spp. as nosocomial
pathogens: Epidemiology and resistance features. Saudi J Biol Sci 2018;25(3):586–96.
-
2. Moehario LH, Tjoa E, Kiranasari A, Ningsih I,
Rosana Y, Karuniawati A. Trends in antimicrobial susceptibility of Gram-negative bacteria isolated from blood in Jakarta from 2002 to 2008. J Infect Dev Ctries [Internet] 2009;3(11):843–8. Available from: https://www.jidc.org/index.php/journal/article/view/ 20061679
-
3. Mayasari E, Siregar C. Isolated From Clinical
Specimens in Adam Malik Hospital. Mka 2014;37(1):1–7.
-
4. Gustawan IW, Satari HI, Amir I, Astrawinata DA.
Gambaran Infeksi Acinetobacter baumannii dan Pola Sensitifitasnya terhadap Antibiotik. Sari Pediatr 2016;16(1):35.
-
5. Tombokan C, Waworuntu O, Buntuan V. POTENSI
PENYEBARAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANGAN INSTALASI RAWAT INAP KHUSUS TUBERKULOSIS (IRINA C5) BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO. Perhimpun Ahli Anat Indones Komis Manad 2016;4(1).
-
6. Mahdani W, Hayati Z, Yusriadi T. PETA
DISTRIBUSI DAN RESISTENSI Acinetobacter baumannii DARI SPESIMEN KLINIK DI RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN TAHUN 2018. Averrous 2020;6(1):108–11.
-
7. Della S, Linosefa L, Dinda A. HUBUNGAN
FAKTOR RISIKO DENGAN KEJADIAN INFEKSI MDR Acinetobacter baumannii PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG PERIODE JULI - DESEMBER 2018. E-Skripsi Univ Andalas 2019;
-
8. Monteiro-Neto V, Lima-Neto LG, Abreu AG,
Monteiro CRA V. Microbiology of Ventilator-Associated Pneumonia [Internet]. In: Contemporary Topics of Pneumonia. InTech; 2017. Available from: http://www.intechopen.com/books/contemporary-topics-of-pneumonia/microbiology-of-ventilator-associated-pneumonia
-
9. Yunita S, Sukrama DM. Karakteristik Penderita
Hospital Acquired Pneumonia dan Ventilator Associated Pneumonia yang Disebabkan
Acinetobacter baumannii di Intensive Care Unit 19. RSUP Sanglah dan Pola Kepekaannya Terhadap Antibiotik Selama November 2014 – Januari 2015. E-Jurnal Med Udayana 2015;4(11).
-
10. Ayoub Moubareck C, Hammoudi Halat D. Insights
into Acinetobacter baumannii: A Review of 20. Microbiological, Virulence, and Resistance Traits in a Threatening Nosocomial Pathogen. Antibiotics [Internet] 2020;9(3):119. Available from: https://www.mdpi.com/2079-6382/9/3/119
-
11. Silvani NI. Pola Kepekaan Bakteri Acinetobacter
calcoaceticus Terhadap Antibiotik pada Pasien Rawat Inap RSUP Dr. Mohammad Hoesin 21. Palembang. Biomed J Indones 2018;4(3).
-
12. Ezeddin MO, Nasrul E, Alia E. Prevalensi dan Pola
Sensitivitas Antibiotik Acinetobacter baumannii di RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Maj Kedokt Andalas 2022;45(1).
-
13. Pratiwi DIN, Danesihdewi A. The prevalence of
carbapenem-resistant Acinetobacter baumannii in Ulin General Hospital Banjarmasin. EurAsian J Biosci 2020;14:7787–92. 22.
-
14. Budayanti NS, Suranadi IW, Tarini MA, Dianti
Violentina GA, Sathya Deva IDG. Antimicrobial susceptibility patterns of Acinetobacter baumanii isolates from ICU and non-ICU wards. Bali J Anesthesiol [Internet] 2019;3(1):50. Available from: http://www.bjoaonline.com/text.asp?2019/3/1/50/27 23.
0968
-
15. Chia PY, Sengupta S, Kukreja A, S.L.
Ponnampalavanar S, Ng OT, Marimuthu K. The role of hospital environment in transmissions of 24. multidrug-resistant gram-negative organisms.
Antimicrob Resist Infect Control [Internet] 2020;9(1):29. Available from:
https://aricjournal.biomedcentral.com/articles/10.11 86/s13756-020-0685-1
-
16. Husain NF. Karakteristik Pasien dengan Infeksi
Acinetobacter baumannii di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo dan RS PTN Universitas Hasanuddin Tahun 2019No Title. Repos Univ Hasanuddin 2020; 25.
-
17. Yuan W-L, Shen Y-J, Deng D-Y. Sex bias of
Acinetobacter baumannii nosocomial infection. Am J Infect Control [Internet] 2018;46(8):957–8. Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S019665 5318305716
-
18. Uwingabiye J, Frikh M, Lemnouer A, Bssaibis F,
Belefquih B, Maleb A, et al. Acinetobacter infections prevalence and frequency of the antibiotics resistance: comparative study of intensive care units versus other hospital units. Pan Afr Med J [Internet] 2016;23. Available from: http://www.panafrican-med-journal.com/content/article/23/191/full/
Mahayani GAPSS, Gustawan IW, Utama IMGDL, Suparyatha IBG, Arimbawa IM, Tarini NMA. Karakteristik infeksi Acinetobacter baumannii pada anak yang dirawat di RSUP Sanglah. Intisari Sains Medis 2020;11(3).
Alrahmany D, Omar AF, Alreesi A, Harb G, Ghazi IM. Acinetobacter baumannii Infection-Related Mortality in Hospitalized Patients: Risk Factors and Potential Targets for Clinical and Antimicrobial Stewardship Interventions. Antibiotics [Internet] 2022;11(8):1086. Available from:
https://www.mdpi.com/2079-6382/11/8/1086 Devian MK, Suranadi IW, Hartawan IGAGU, Aryabiantara IW. Bacterial Patterns and Sensitivity to Antibiotics in Patients Treated with Ventilators at the Intensive Care Unit of Sanglah Hospital Denpasar, Bali, Indonesia. Open Access Maced J Med Sci [Internet] 2022;10(B):250–4. Available from:
https://oamjms.eu/index.php/mjms/article/view/813 9
Tungadi D, Sennang N, Rusli B. MULTIDRUGRESISTANT ACINETOBACTER BAUMANNII PREVALENCE AND CHARACTERISTICS IN DR.WAHIDIN SUDIROHUSODO GENERAL HOSPITAL OF MAKASSAR. Indones J Clin Pathol Med Lab 2019;25(2).
Jung S, Yu JK, Shin SH, Park KG, Jekarl DW, Han K, et al. False Susceptibility to Amikacin by VITEK 2 in Acinetobacter baumannii Harboring armA. Ann Clin Lab Sci 2010;40(2):167–71.
Rodríguez-Guerrero E, Callejas-Rodelas JC, Navarro-Marí JM, Gutiérrez-Fernández J. Systematic Review of Plasmid AmpC Type Resistances in Escherichia coli and Klebsiella pneumoniae and Preliminary Proposal of a Simplified Screening Method for ampC. Microorganisms [Internet] 2022;10(3):611.
Available from: https://www.mdpi.com/2076-
2607/10/3/611
Asif M, Alvi IA, Ur Rehman S. Insight into acinetobacter baumannii: Pathogenesis, global
resistance, mechanisms of resistance, treatment options, and alternative modalities. Infect Drug Resist 2018;11:1249–60.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2023.V12.i06
44
Discussion and feedback