KEMATIAN AKIBAT TENGGELAM: LAPORAN KASUS

Anak Agung Gede Anom Putra

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana-RSUP Sanglah, Denpasar-Bali

ABSTRAK

Tenggelam merupakan suatu proses masuknya cairan ke dalam saluran nafas atau paru-paru yang menyebabkan gangguan pernafasan sampai kematian. WHO mencatat tenggelam menempati urutan ketiga penyebab kematian di dunia akibat cedera yang tidak disengaja. Penegakan penyebab kematian akibat tenggelam dapat dilihat dari pemeriksaan luar jenazah, pemeriksaan dalam jenazah, dan pemeriksaan tambahan baik pemeriksaan diatom ataupun pemeriksaan darah pada jantung. Dilaporkan suatu kasus kematian akibat tenggelam yang dibuktikan dengan ditemukannya busa putih halus dari hidung dan mulut, tanda-tanda hipoksia, dan washer woman’s hand dari pemeriksaan luar, ditemukannya busa putih halus pada tenggorok dan paru-paru, cairan pada kedua rongga dada, bercak paltauf, peningkatan massa paru-paru dari pemeriksaan dalam, dan ditemukannya ganggang hijau dan merah pada pemeriksaan diatom. Dari pemeriksaan tambahan lainnya yaitu pemeriksaan toksikologi, ditemukan kadar etanol dan metanol dalam darah dan urin yang tinggi sehingga besar kemungkinan kejadian tenggelam tersebut diakibatkan oleh gangguan pada sistem saraf pusat akibat kadar alkohol yang berlebihan.

Kata kunci: kematian, tenggelam, alkohol

DEATH BY DROWNING: A CASE REPORT

ABSTRACT

Drowning is the process of water inhaled into the airways or lungs causing respiratory impairment until death. WHO reported drowning is the third leading cause of unintentional injuries death in worldwide. The death by drowning can be seen from the external and internal examination of the corpse, and also additional examinations both diatoms and heart’s blood tests. Reported a case of death by drowning with smooth white foam from the nostrils and mouth, signs of hypoxia, and the washer woman's hand were found from the external examination; smooth white foam on the throat and lungs, fluid in both pleural, paltauf’s spots on the lungs, and increased lung mass were found on the internal examination; and green and red algaes were found on diatoms test. Based on toxicology test as an additional examination, the level of ethanol and methanol in blood and urine was high so that it was probable that drowning was caused by central nervous system disorders as a result of excessive alcohol.

Keywords: death, drowning, alcohol

PENDAHULUAN

Drowning atau tenggelam didefinisikan sebagai masuknya cairan yang cukup

banyak ke dalam saluran nafas atau paru-paru. Dalam kasus tenggelam, terendamnya seluruh tubuh dalam cairan

tidak diperlukan. Yang diperlukan adalah adanya cukup cairan yang menutupi lubang hidung dan mulut sehingga kasus tenggelam tidak hanya terbatas pada perairan yang dalam seperti laut, sungai, danau, atau kolam renang, tetapi mungkin pula terbenam dalam kubangan atau selokan di mana hanya bagian muka yang berada di bawah permukaan air.1,2

Pengertian terbaru yang diadopsi World Health Organization (WHO) tahun 2002 menyatakan bahwa tenggelam merupakan suatu proses kejadian gangguan pernapasan akibat perendaman (submersion) atau pencelupan (immersion) dalam cairan. Proses kejadian tenggelam diawali dengan gangguan pernapasan baik karena jalan nafas seseorang berada di bawah permukaan cairan (submersion) ataupun air hanya menutupi bagian wajahnya saja (immersion).3

WHO menyatakan bahwa 0,7% penyebab kematian di dunia atau lebih dari 500.000 kematian setiap tahunnya disebabkan oleh tenggelam.3 WHO juga mencatat pada tahun 2004 di seluruh dunia terdapat 388.000 orang meninggal karena tenggelam dan menempati urutan ketiga kematian di dunia akibat cedera tidak disengaja.4 Menurut Global Burden

of Disease (GBD), angka tersebut sebenarnya lebih kecil dibandingkan seluruh kasus kematian akibat tenggelam yang disebabkan oleh banjir, kecelakaan angkutan air, dan bencana lainnya.5

Insiden paling banyak terjadi pada negara berkembang, terutama pada anak-anak berumur kurang dari 5 tahun. Selain umur, faktor resiko lain yang berkontribusi meningkatkan terjadinya kasus tenggelam di antaranya jenis kelamin terutama laki-laki yang memiliki angka kematian dua kali lipat terhadap perempuan, penggunaan alkohol atau penyalahgunaan obat pada 50% kasus yang melibatkan remaja maupun dewasa, anak-anak tanpa pengawasan saat berada di air, perburukan dari kondisi medis sebelumnya (kejang, sakit jantung, pingsan), dan percobaan bunuh diri.4 Kasus tenggelam lebih banyak terjadi di air tawar (danau, sungai, kolam) sebesar 90% dan sisanya 10% terjadi di air laut.5

ILUSTRASI KASUS

Jenazah berjenis kelamin laki-laki, berusia sekitar 22 tahun dengan kewarganegaraan Portugal, diterima di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah Denpasar tanggal 11 Agustus

2012. Dari keterangan yang didapatkan saat itu, korban merupakan seorang peselancar dan sedang melakukan kegiatan olahraga selancar sebelumnya. Saaat diterima, jenazah tersebut masih memakai pakaian berupa baju lengan panjang dan celana pendek dalam keadaan basah serta terdapat pasir halus berwarna putih di sekitar tubuhnya. Jenazah tersebut telah dilakukan pemeriksaan luar jenazah, pemeriksaan dalam jenazah, pemeriksaan diatom, dan pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan toksikologi.

Pada pemeriksaan luar jenazah, ditemukan tanda kematian berupa lebam mayat pada tubuh bagian belakang dengan warna merah gelap dan hilang pada penekanan; ditemukan pula kaku mayat pada rahang, anggota gerak atas dan bawah yang mudah dilawan. Untuk tanda kematian lainnya berupa tanda pembusukan tidak ditemukan. Selain tanda kematian, pada jenazah ditemukan pelebaran pembuluh darah pada selaput lendir kedua bola mata dan pada selaput lendir kedua kelopak mata. Ditemukan juga busa halus berwarna putih yang keluar dari kedua lubang hidung dan mulut. Pada selaput lendir bibir dan jaringan di bawah kuku jari-jari tangan dan kaki tampak kebiruan. Kulit telapak

tangan dan telapak kaki tampak keriput. Pada jenazah tidak ditemukan luka-luka, tidak tampak dan tidak teraba patah tulang.

Pada pemeriksaan dalam jenazah ditemukan busa halus warna putih pada batang tenggorok sampai percabangan pipa udara (carina). Dalam rongga dada ditemukan cairan berwarna merah kehitaman, masing-masing sebanyak 250 ml dalam rongga dada kanan dan 120 ml dalam rongga dada kiri. Pada pemeriksaan organ paru-paru ditemukan adanya bercak-bercak pendarahan permukaan depan baga bawah, bercak-bercak kemerahan berbentuk bulat pada permukaan bawah baga bawah pada paru kanan; serta ditemukan adanya bintik pendarahan pada sela antar baga, bercak-bercak pendarahan pada permukaan depan baga bawah, bercak-bercak kemerahan berbentuk bulat pada permukaan bawah baga bawah pada paru kiri. Kedua paru mengeluarkan darah bercampur buih halus berwarna putih tanpa dilakukan penekanan. Berat paru kanan 800 gram dan paru kiri sebesar 750 gram. Pada paru juga ditemukan adanya perdarahan luas pada hampir seluruh parenkim paru, alveoli yang melebar, pada beberapa tempat tampak kerusakan dinding alveoli disertai

dengan eritrosit, di dalam lumen alveoli dan jaringan interstitial berisi bahan amorf eosinofilik serta pelebaran pembuluh darah.

Pada pemeriksaan diatom ditemukan ganggang hijau berinti banyak dan ganggang merah pada getah paru. Pemeriksaan tambahan pada jenazah yang berupa pemeriksaan toksikologi dilakukan dengan mengukur kadar metanol dan etanol. Kadar metanol dalam sampel darah adalah 239,36 ppm, kadar metanol dalam urin adalah 200,8 ppm, dan kadar etanol dalam sampel darah adalah 2634,82 ppm.

DISKUSI

Perkiraan waktu kematian (post mortem interval) dapat ditentukan dari tanda-tanda kematian yang terdapat pada jenazah seperti livor mortis (lebam mayat), rigor mortis (kaku mayat), dan dekomposisi (tanda pembusukan).1 Pada ilustrasi kasus di atas dari pemeriksaan luar ditemukan lebam mayat pada tubuh bagian belakang berwarna merah gelap dan hilang dengan penekanan serta kaku mayat pada bagian rahang, anggota gerak atas dan bawah di mana kaku mayat tersebut mudah dilawan tanpa ditemukan tanda pembusukan. Lebam mayat (hipostasis postmortem) adalah

perubahan warna merah keunguan pada daerah tubuh yang terjadi karena akumulasi darah dari pembuluh darah kecil yang dipengaruhi oleh gravitasi. Lebam mayat biasanya muncul antara 30 menit sampai 2 jam setelah kematian, biasanya mencapai perubahan warna yang maksimal dan menetap dalam 8-12 jam. Sementara rigor mortis atau kekakuan dari tubuh mayat setelah kematian terjadi karena menghilangnya adenosine triphosphate (ATP) dari otot. Kaku mayat biasanya muncul 2-4 jam setelah kematian dimulai dari otot-otot yang lebih kecil seperti rahang, dan berurutan menyebar ke kelompok otot besar seperti pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah, lengkap dalam 6-12 jam. Kaku dipertahankan selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Pada kematian karena tenggelam, rigor mortis dapat muncul menyeluruh hanya dalam 2 sampai 3 jam. Pembusukan (dekomposisi) terbentuk oleh dua proses yaitu autolisis (penghancuran sel dan organ oleh enzim intraseluler) dan putrefaction (disebabkan oleh bakteri dan fermentasi), akan tampak kira-kira 24 jam pasca kematian, berupa warna kehijauan pada perut kanan bawah, secara bertahap akan menyebar ke

seluruh perut dan dada serta menimbulkan bau busuk. Menurut hukum Casper, media tempat mayat berada juga berperan dalam proses pembusukan. Perbandingan kecepatan pembusukan mayat yang berada dalam udara, air, dan tanah adalah 1:2:8.1,2 Dari lebam mayat yang ditemukan menunjukkan waktu perkiraan kematiannya antara 2-8 jam sebelum pemeriksaan luar dilakukan, sedangkan dari kaku mayat yang ditemukan menunjukkan waktu kematiannya sekitar 4-6 jam sebelum dilakukan pemeriksaan luar sehingga dapat ditarik irisan waktu kematian antara 4-6 jam sebelum dilakukan pemeriksaan luar terhadap jenazah.

Diagnosis kematian akibat tenggelam kadang-kadang sulit ditegakkan bila tidak dijumpai tanda yang yang khas baik pada pemeriksaan luar maupun pemeriksaan dalam.1 Pada ilustrasi kasus, dari pemeriksaan luar ditemukan jenazah masih memakai baju dan celana dalam keadaan basah dan terdapat pasir di sekitar tubuhnya. Hal tersebut bisa terjadi kalau seluruh tubuh terbenam dalam air. Pada jenazah juga ditemukan adanya busa halus berwarna putih yang keluar dari kedua lubang hidung dan mulut. Busa dihasilkan dari

campuran udara, mukus dan cairan aspirasi yang terkocok-kocok saat adanya upaya pernapasan yang hebat. Hal ini menjadi penanda bahwa korban masih hidup waktu berada dalam air.5,6 Selain busa halus, ditemukan juga selaput lendir bibir dan jaringan di bawah kuku jari-jari tangan dan kaki tampak kebiruan menunjukkan terjadinya sianosis yang menandakan adanya hipoksia pada jaringan. Kulit telapak tangan dan kaki tampak keriput menunjukkan adanya washer woman’s hand, dimana warna putih dan keriput tersebut disebabkan oleh inhibisi cairan ke dalam kutis dan biasanya membutuhkan waktu lama. Selain itu pada korban meninggal karena tenggelam biasanya ditemukan adanya cadaveric spasm, yaitu tanda intravital yang terjadi pada waktu korban berusaha menyelamatkan diri dengan memegang apa saja seperti rumput atau benda-benda lain dalam air, ataupun luka-luka lecet pada siku, jari tangan, lutut, dan kaki akibat gesekan benda-benda dalam air1,2 tetapi pada jenazah ini tidak ditemukan luka-luka, tidak tampak dan tidak teraba patah tulang.

Dari pemeriksaan dalam, pada jenazah ditemukan batang tenggorok berisi busa halus warna putih sampai

percabangan pipa udara (carina) dan juga keluar dari kedua paru tanpa dilakukan penekanan. Busa yang keluar berupa cairan edema dari paru mengandung eksudat, protein, dan surfaktan yang bercampur dengan air dari media tempat korban tenggelam. Biasanya berwarna putih, terkadang merah atau merah muda, karena bercampur dengan darah akibat terjadinya perdarahan intrapulmonal. Busa tersebar dari trakea, bronkus utama, dan saluran napas yang lebih kecil.2 Temuan lainnya adalah adanya cairan pada kedua rongga dada di mana ini dapat diakibatkan oleh perembesan dari pleura atau akibat disintegrasi postmortem antara paru dan pleura.6 Pada pemeriksaan organ paru-paru ditemukan adanya bercak-bercak pendarahan permukaan depan lobus bawah, bercak-bercak kemerahan berbentuk bulat pada permukaan bawah lobus bawah pada paru kanan; serta ditemukan adanya bintik pendarahan pada sela antar lobus, bercak-bercak pendarahan pada permukaan depan lobus bawah, bercak-bercak kemerahan berbentuk bulat pada permukaan bawah baga bawah pada paru kiri. Bercak-bercak ini disebut sebagai bercak paltauf, bercak pendarahan yang terjadi

akibat peningkatan tekanan yang menyebabkan pecahnya dinding alveolar, ditemukan paling sering di permukaan anterior dan batas dari paru tetapi dapat pula ditemukan di subpleura apabila telah terjadi perembesan atau ruptur yang lebih lanjut.5,6 Setelah dilakukan penimbangan, berat paru kanan 800 gram dan paru kiri sebesar 750 gram. Umumnya massa paru korban tenggelam antara 700-1000 gram akibat edema dan kongesti paru yang berat dimana berat paru normal sekitar 250300 gram.6

Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosis kematian akibat tenggelam yaitu pemeriksaan diatom dan pemeriksaan darah jantung. Pemeriksaan diatom ini dilakukan pada jaringan paru jenazah yang masih segar, dan dilakukan pada jaringan ginjal, otot skelet atau sumsum tulang paha apabila jenazah sudah membusuk. Jika seseorang meninggal karena tenggelam, maka cairan bersama diatom akan masuk ke dalam saluran pernapasan atau pencernaan dan menuju aliran darah melewati dinding kapiler yang rusak pada waktu korban masih hidup. Diatom merupakan alga uniseluler mikroskopik yang mempunyai ukuran bervariasi

mulai dari 5 sampai lebih dari 500 μm.1,2 Pada kasus, dalam pemeriksaan getah paru ditemukan ganggang hijau berinti banyak dan ganggang merah. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah pada jantung dilakukan dengan menentukan berat jenis dan kadar elektrolit dalam darah yang berasal dari bilik jantung kiri dan kanan. Apabila berat jenis dan kadar elektrolit pada darah di jantung kiri lebih rendah dari jantung kanan maka disimpulkan korban tenggelam di air tawar. Sedangkan pada korban yang tenggelam di air asin akan ditemukan berat jenis dan kadar elektrolit pada darah di jantung kanan lebih rendah dari jantung kiri.1

Penyebab dari kejadian tenggelam sangat beraneka ragam. Konsumsi alkohol masih menjadi faktor yang berkontribusi terhadap kejadian tenggelam. Dari kasus dilakukan pemeriksaan toksikologi dengan mengukur kadar alkohol, baik metanol dan etanol dalam darah dan urin. Pemeriksaan ini dilakukan karena korban merupakan ahli dalam olahraga selancar dan ditemukan meninggal saat melakukan olahraga tersebut. Hasilnya ditemukan kadar metanol dalam sampel darah adalah 239,36 ppm dan dalam urin

adalah 200,8 ppm, sedangkan untuk kadar etanol dalam sampel darah adalah 2634,82 ppm (1 ppm = 1 mg/L). Kadar alkohol (etanol) dalam darah sangat mempengaruhi berbagai sistem organ dalam tubuh. Dari semua sistem organ dalam tubuh, yang paling dipengaruhi oleh alkohol adalah sistem saraf pusat. Gangguan pada sistem saraf pusat akan menyebabkan gangguan koordinasi pada sistem sensorik dan motorik. Kadar alkohol (etanol) dalam darah 0,2-0,3 g/100mL akan menyebabkan jalan yang sempoyongan, gangguan pada sensorik dan motorik, atau bisa juga letargi dan tertidur. Kadar alkohol dalam darah antara 0,3-0,4 g/100mL akan menyebabkan gangguan keadaran, stupor hingga tidak sadarkan diri, dan jika di atas 0,4 g/100mL menyebabkan korban tidak sadar, koma, bahkan kematian.2 Metanol lebih beracun dari etanol. Efek toksiknya biasanya akan timbul setelah 8-36 jam dengan tanda-tanda seperti pusing, sakit perut, pandangan kabur dan kebutaan permanen, setelah itu menyebabkan koma dan kematian. Mengkonsumsi 30 ml metanol sudah dapat menyebabkan kematian. Kadar metanol di dalam darah di atas 100 ppm sudah menyebabkan keracunan. 1

RINGKASAN

Dilaporkan satu kasus tenggelam dengan waktu perkiraan kematian 4-6 jam sebelum pemeriksaan luar jenazah dilakukan. Dari pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam yang dilakukan terhadap jenazah tersebut sangat mendukung bahwa kematiannya disebabkan oleh tenggelam. Ini diperkuat lagi dengan pemeriksaan diatom, di mana ditemukan adanya ganggang hijau berinti banyak dan ganggang merah pada pemeriksaan getah paru. Kejadian tenggelam pada kasus ini disebabkan karena menurunnya fungsi saraf pusat akibat konsumsi alkohol (metanol dan etanol) yang berlebihan.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Mun’in A, Sidhi, dkk. Ilmu kedokteran forensik. Ed I. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran         Universitas

Indonesia; 1997.

  • 2.    DiMaio DJ, DiMaio VJ. Forensic pathology. Ed II. New York: CRC Presss LLC; 2001.

  • 3.    Szpilman D, Bierens JJLM, Handley AJ, Orlowski JP.

Review article: Drowning. New England Journal of Medicine. 2012;366:2102-10.

  • 4.    World Health Organization. Drowning. Fact sheet No347; Okt 2012 [diakses Desember 2013];      Diunduh      dari

http://www.who.int/mediacentre/ factsheets/fs347en/

  • 5.    Wulur RA, Mallo JF, Tomuka DC. Gambaran temuan autopsi kasus tenggelam di BLU RSU Prof DR R D Kandou Manado periode Januari 2007-Desember 2011. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Sam Ratulangi Manado; 2013

  • 6.    Phiank, Khusaini H. Spasme larynx pada kasus tenggelam; Juni 2012 [diakses Desember 2013];      Diunduh      dari

http://www.medicimestuffs.com/ 2012/06/spasme-larynx-pada-kasus-tenggelam/