GAMBARAN KETERSEDIAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA PESERTA PROGRAM PENDIDIKAN KEDOKTERAN SPESIALIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA SELAMA PANDEMI COVID-19
on
JMU
Jurnal medika udayana
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.4,APRIL, 2022
I—s λ Idirectoryof
OPEN ACCESS
I_√ JOURNALS
Diterima: 2021-04-29 Revisi: 2021 -08- 15 Accepted: 2022-06-21
GAMBARAN KETERSEDIAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA PESERTA PROGRAM PENDIDIKAN KEDOKTERAN SPESIALIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA SELAMA PANDEMI COVID-19
Hillary Sekarningrum Ompusunggu1, Gde Ngurah Indraguna Pinatih2, Dyah Pradnyaparamita Duarsa2 1Program Studi Pendidikan Dokter Fakuktas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian IKK-IKP FK UNUD Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
ABSTRAK
Pandemi COVID-19 yang melanda dunia sejak Maret 2020 menyebabkan peningkatan beban kerja akibat angka kasus COVID-19. Peserta Program Pendidikan Kedokteran Spesialis (PPDS) merupakan salah satu kelompok tenaga kesehatan yang diikutsertakan dalam perang melawan virus SARS-CoV-2. Salah satu faktor yang mempengaruhi keselamatan peserta PPDS dalam menangani pasien COVID-19 adalah ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran persepsi peserta PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Udayana di Program Studi (Prodi) Ilmu Penyakit Paru, Ilmu Kesehatan THT-KL, Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Ilmu Penyakit Dalam, Prodi Anestesiologi dan Reanimasi, Prodi Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, serta Prodi Ilmu Kesehatan Anak selama pandemi COVID-19. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan deskriptif cross sectional. Data dikumpulkan melalui pengisian kuisioner mandiri secara daring dan luring pada satu waktu yang bersamaan. Responden dipilih secara convenient hingga didapatkan 224 sampel. Data yang terkumpul dianalisis dengan analisis univariat. Penelitian ini menunjukkan bahwa di ketujuh prodi rerata peserta PPDS mengaku merasa bahwa intitusi sudah memberikan APD yang cukup untuk kebutuhan di rumah sakit adalah sebesar 88,8%. Hal yang sama diakui 94,9% peserta PPDS Prodi Anestesiologi dan Reanimasi, 94,4% peserta PPDS Prodi Ilmu Penyakit Dalam sebesar, 93,3% peserta PPDS Prodi Ilmu Kesehatan THT-KL, 92,3% peserta PPDS Prodi Ilmu Kebidanan dan penyakit Kandungan, 90,0% peserta PPDS Prodi Ilmu Kesehatan Paru, 78,7% peserta PPDS Prodi Ilmu Kesehatan Anak, dan 66,7% peserta PPDS Prodi Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah sebesar 66,7%.
Kata Kunci: Kecukupan Alat Pelindung Diri., PPDS., Pandemi COVID-19
ABSTRACT
COVID-19 pandemic that has occurred since March 2020 has put an additional burden on the workload of medical professionals. Students who enrolled in specialist professional education program (resident) is among the groups of healthcare workers that is involved in the war against the SARS-CoV-2 virus. One of the main factors that affects their safety in the workplace setting is Personal Protective Equipment (PPE) availability in the hospital. This study aimed to describe the availability of PPE among pulmonology, otolaryngology, cardiology, internal medicine, anestesiology, obstetrics and gynecology, and pediatric resident doctors in Udayana University Faculty of Medicine during the COVID-19 pandemic. This study was a quantitative study with descriptive cross sectional design. Data was collected through a self administered questionnaire that was disseminated via online and offline simultaneously. Convenient sampling was done as sampling method until 224 sampels were achieved. The data were then analyzed univariately. This study found that 88.8% of resident doctors agreed that their institution had
given enough PPE to cover the necessary health protocol in the hospital. This study also found that 94.9% of anestesiology residents, 94.4% of internal medicine residents, 93.3% of otolaryngology residents, 92.3% of obstetrics and gynaecology residents, 90.0% of pulmonology residents, 78.7% of pediatric residents, and 66.7% of cardiology residents addmitted to the same thing.
Keywords: PPE availability., resident doctors., COVID-19 pandemic.
PENDAHULUAN
Pada 11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) mengumumkan bahwa dunia sedang dilanda pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).1 Pandemi COVID-19 adalah pandemi yang disebabkan oleh virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang menyerang sistem pernapasan. Menurut data Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Republik Indonesia, per tanggal 17 April 2022, terdapat 6.040.432 total kasus dengan 155.903 kasus kematian (2,6% dari jumlah terkonfirmasi positif). Di Provinsi Bali, terdapat total 156.871 kasus dengan 4.553 kasus meninggal (2,9%), lebih tinggi dari rerata nasional.2
Tingginya beban kerja tenaga kesehatan Indonesia yang jumlahnya terbatas selama pandemi menyebabkan mahasiswa Program Pendidikan Kedokteran Spesialis (PPDS) ikut dilibatkan dalam penanganan pasien COVID-19. PPDS adalah proses pendidikan kedokteran yang dilalui di rumah sakit kedokteran melalui pembelajaran klinik dan pelayanan kesehatan nyata untuk membentuk dokter spesialis yang berkualitas. Kelompok peserta PPDS menjadi kelompok rentan karena harus menjalani pendidikan kedokteran dengan besaran biaya yang relatif tinggi, dan memberikan pelayanan tanpa dibayar karena masih berstatus mahasiswa.3
Perubahan-perubahan pola pembelajaran dan pelayanan yang terjadi mungkin berpengaruh pada tingkat stress, depresi, kecemasan, hingga burnout pada peserta PPDS. Pada peserta PPDS di Rumah Sakit Dr. M. Djamil di Padang, ditemukan sebanyak 57 peserta PPDS mengalami tingkat depresi ringan-sedang (12,7%), 58
(12,9%) mengalami tingkat kecemasan ringan-sedang, dan 89 (19,9%) mengalami tingkat stress ringan-sedang.4 Menurut survei nasional peserta PPDS di Indonesia pada April 2020, 34% peserta PPDS di Indonesia mengalami perasaan tertekan ringan hingga sedang, dan 2,8% mengalami perasaan tertekan berat.5 Tercatat pula sebanyak 2087 tenaga kesehatan meninggal akibat COVID-19 hingga April 2022.6
Kekhawatiran mengenai ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) di rumah sakit merupakan salah satu kekhawatiran yang paling sering dialami PPDS selama pandemi COVID-19.7 Kurangnya APD di rumah sakit selama terjadinya pandemi merupakan permasalahan global yang dialami banyak negara, termasuk Indonesia. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki beban kesulitan yang lebih besar lagi karena infrastruktur kesehatan serta kemampuan mobilitas yang mungkin mempengaruhi supply chain dari APD itu sendiri.8
Tidak banyak literatur yang membahas ketersediaan APD di Indonesia di kelompok peserta PPDS. Oleh karena itu, penulis merasa perlu dilakukan penelitian mengenai ketersediaan APD di kelompok peserta PPDS di salah satu rumah sakit rujukan COVID-19 di Bali, yaitu Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah (RSUP Sanglah) yang merupakan rumah sakit pendidikan bagi peserta PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (FK Unud), terkhususnya selama pandemi COVID-19. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam upaya perbaikan mekanisme proteksi tenaga kesehatan di masa mendatang.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian deskriptif cross sectional untuk mencari variabel bebas dan variabel terikat yang dilaksanakan dalam satu satuan waktu.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2022 hingga Maret 2022 di rumah sakit pendidikan FK Unud yaitu RSUP Sanglah, Denpasar, Bali.
Varibel dalam penelitian ini adalah usia, program studi, jenis kelamin, tahun pendidikan, persepsi terhadap penyediaan APD oleh institusi di rumah sakit selama pandemi, dan kejadian mengeluarkan biaya dari kantung sendiri untuk memenuhi kebutuhan APD. Populasi target adalah peserta PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Udayana di Program Studi (Prodi) Ilmu Penyakit Paru, Ilmu Kesehatan THT-KL, Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Ilmu Penyakit Dalam, Prodi Anestesiologi dan Reanimasi, Prodi Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, serta Prodi Ilmu Kesehatan Anak yang dipilih secara convenient.
Sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi, kriteria eksklusi, dan kriteria drop out sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 224 peserta PPDS. Kriteria inklusi adalah mengisi informed consent dan aktif mengikuti program pendidikan spesialis di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana selama pandemi COVID-19, terhitung sejak Maret 2020. Kriteria eksklusi adalah melakukan cuti akademik dan sedang menderita sakit berkepanjangan sehingga tidak menghadiri jadwal akademik secara penuh. Kriteria drop out adalah tidak bersedia mengikuti penelitian, dibuktikan dengan penolakan pada formulir informed consent, memenuhi stase di rumah sakit jejaring, dan tidak mengisi seluruh pertanyaan dalam kuisioner. Kuisioner digunakan sebagai alat penelitian dengan mengumpulkan data untuk setiap variabel.
Data dikumpulkan melalui kuisioner secara yang diisi secara mandiri (self administered) melalui google form dan secara luring di setiap prodi.
Pengolahan data dilakukan dengan tahap pengolahan: editing, tabulating, dan data entry. Data kemudian dianalisis dengan analisis univariat untuk melihat gambaran persepsi peserta PPDS mengenai ketersediaan APD di rumah sakit dalam bentuk tabel distribusi.
HASIL
Dari seluruh responden yang memenuhi kriteria sampel, didapatkan bahwa rerata usia peserta PPDS adalah 30,7 tahun, median usia 30 tahun, usia tertinggi 48 tahun, dan usia terendah 24 tahun (Tabel 1). Responden berasal dari Prodi Ilmu Penyakit Paru sebesar 20 orang (8,9%), Ilmu Kesehatan THT-KL 15 orang (6,7%), Ilmu Penyakit Dalam 36 orang (16,1%), Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah 18 orang (8,0%), Anestesiologi dan Reanimasi 59 orang (26,3%), Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan 39 orang (17,4%), dan Ilmu Kesehatan Anak 37 orang (16,5%) (Tabel 2). Didapatkan sebanyak 93 responden berjenis kelamin perempuan (41,5%) dan sebanyak 131 responden berjenis kelamin laki-laki (58,5%) (Tabel 3). Responden yang sedang menjalani tahun pendidikan pertama berjumlah 54 orang (24,1%), tahun kedua 62 orang (27,7%), tahun ketiga 47 orang (21,0%), tahun keempat 38 orang (17,0%), tahun kelima 6 orang (2,7%), dan tahun keenam 17 orang (7,6%) (Tabel 4).
Dari 224 responden, sebanyak 199 orang (88,8%) mengaku bahwa institusi memberikan APD yang cukup di rumah sakit. Hanya 25 orang (11,2%) yang mengaku tidak mendapatkan APD yang cukup (Tabel 5). Sebanyak 171 orang (76,3%) juga mengaku pernah mengeluarkan biaya dari kantung sendiri untuk memenuhi kebutuhan APD di rumah sakit, sedangkan hanya 53 orang (23,7%) yang
mengaku tidak pernah mengeluarkan biaya dari kantung sendiri untuk memenuhi kebutuhan APD (Tabel 6).
Tabel 1. Karakteristik Usia Responden
Usia |
n=224 |
Rerata 30,7 ± 3,2 | |
Median |
30 |
Usia Tertinggi |
48 |
Usia Terendah |
24 |
Tabel 2. Karakteristik Asal Program Studi Responden | |
Program Studi |
Frekuensi (Persentase) |
Ilmu Penyakit Paru |
20 (8,9%) |
Ilmu Kesehatan THT-KL |
15 (6,7%) |
Ilmu Penyakit Dalam |
36 (16,1%) |
Ilmu Penyakit Jantung dan |
18 (8,0%) |
Pembuluh Darah | |
Anestesiologi dan Reanimasi |
59 (26,3%) |
Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan |
39 (17,4%) |
Ilmu Kesehatan Anak |
37 (16,5%) |
Total |
224 (100,0%) |
Tabel 3. Karakteristik Responden Kelamin |
Berdasarkan Jenis |
Jenis Kelamin |
Frekuensi (Presentase) |
Perempuan |
93 (41,5%) |
Laki-laki |
131 (58,5%) |
Total |
224 (100,0%) |
Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Tahun Pendidikan
Tahun Pendidikan |
Frekuensi (Presentase) |
Tahun Pertama |
54 (24,1%) |
Tahun Kedua |
62 (27,7%) |
Tahun Ketiga |
47 (21,0%) |
Tahun Keempat |
38 (17,0%) |
Tahun Kelima |
6 (2,7%) |
Tahun Keenam |
17 (7,6%) |
Total |
224 (100,0%) |
Tabel 5. Persepsi Peserta PPDS Terhadap Ketersediaan APD di Rumah Sakit | |
Institusi memberikan APD |
Frekuensi |
yang cukup |
(persentase) |
Ya |
199 (88,8%) |
Tidak |
25 (11,2%) |
Total |
224 (100,0%) |
Tabel 6. Pesepsi Peserta PPDS Terhadap Kejadian Mengeluarkan Biaya dari Kantung Sendiri untuk
Memenuhi Kebutuhan APD
Pernah mengeluarkan biaya dari kantung sendiri untuk memenuhi kebutuhan APD |
Frekuensi (persentase) |
Ya |
171 (76,3%) |
Tidak |
53 (23,7%) |
Total |
224 (100,0%) |
Masing-masing program studi memiliki bidang
kerja yang berbeda-beda. Peserta PPDS Prodi Ilmu Penyakit Paru, misalnya, adalah salah satu prodi yang harus melakukan penanganan langsung terhadap pasien COVID-19. Dari hasil tabulasi silang antara prodi dan persepsi akan kecukupan APD yang diberikan institusi, ditemukan bahwa Prodi Anestesiologi dan Reanimasi memiliki tingkat persepsi kecukupan APD dari institusi yang paling tinggi yaitu sebesar 94,9%. Prodi Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah memiliki tingkat persepsi kecukupan APD dari institusi yang paling rendah yaitu sebesar 66,7%. Prodi Ilmu Penyakit Dalam memiliki tingkat persepsi kecukupan APD dari institusi sebesar 94,4%, Ilmu Kesehatan THT-KL 93,3%, Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan 92,3%, Ilmu Kesehatan Paru 90,0%, dan Ilmu Kesehatan Anak 78,4% (Tabel 7).
Selain itu, proporsi peserta PPDS yang mengaku mengeluarkan biaya dari kantung sendiri untuk memenuhi kebutuhan APD di rumah sakit, Prodi Ilmu
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah memiliki proporsi tertinggi, yaitu 100,0%, sedangkan Prodi Anestesiologi dan Reanimasi memiiki proporsi terendah, yaitu sebesar 62,7%. Prodi Ilmu Kesehatan Anak memiliki proporsi peserta PPDS yang mengaku pernah mengeluarkan biaya dari kantung sendiri untuk memenuhi kebutuhan APD di rumah sakit sebesar 94,6%, Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan sebesar 76,9%, Ilmu Penyakit Dalam 75,0%, Ilmu Kesehatan THT-KL 73,3%, dan Ilmu Penyakit Paru sebesar 65,0% (Tabel 8).
Dari hasil tabulasi silang antara variabel tahun pendidikan dan persepsi bahwa institusi memberikan APD yang cukup di rumah sakit, proporsi peserta PPDS tahun pertama yang menjawab ‘ya’ adalah sebesar 94,4%, tahun kedua 90,3%, tahun ketiga 89,4%, tahun keempat 86,8%, tahun kelima 66,7%, dan tahun keenam 76,5% (Tabel 9). Dari hasil tabulasi silang antara tahun pendidikan dan kejadian pernah mengeluarkan biaya dari kantung sendiri untuk memenuhi kebutuhan APD, proporsi peserta PPDS tahun pertama yang mengaku pernah 61,1%, tahun kedua 79,0%, ketiga 74,5%, keempat 89,5%, kelima 83,3%, dan tahun keenam 88,2% (Tabel 10).
Tabel 7. Hasil Tabulasi Silang Variabel Program Studi dengan Persepsi bahwa Institusi Memberikan APD yang Cukup
Institusi Memberikan APD
Program Studi |
yang cukup di Rumah Sakit | |
Ya |
Tidak | |
Ilmu Penyakit Paru (n=20) |
18 (90,0%) |
2 (10,0%) |
Ilmu Kesehatan THT-KL (n=15) |
14 (93,3%) |
1 (6,7%) |
Ilmu Penyakit Dalam (n=36) |
34 (94,4%) |
2 (5,6%) |
Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah |
12 (66,7%) |
6 (33,3%) |
(n=18) |
Ilmu Anestesioloogi dan Reanimasi (n=59) |
56 (94,9%) |
3 (5,1%) |
Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan (n=39) |
36 (92,3%) |
3 (7,7%) |
Ilmu Kesehatan Anak (n=37) |
29 (78,4%) |
8 (21,6%) |
Total |
199 (88,8%) |
25 (11,2%) |
Tabel 8. Hasil Tabulasi Silang Variabel Program Studi dengan Mengaku Pernah Mengeluarkan Biaya dari Kantung Sendiri untuk Memenuhi Kebutuhan APD | ||
Program Studi |
Pernah mengeluarkan biaya sendiri untuk memenuhi kebutuhan APD | |
Ya |
Tidak | |
Ilmu Penyakit Paru (n=20) |
13 (65,0%) |
7 (35,0%) |
Ilmu Kesehatan THT-KL (n=15) |
11 (73,3%) |
4 (26,7%) |
Ilmu Penyakit Dalam (n=36) |
27 (75,0%) |
9 (25,0%) |
Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (n=18) |
18 (100,0%) |
0 (0,0%) |
Ilmu Anestesiologi dan Reanimasi (n=59) |
37 (62,7%) |
22 (37,3%) |
Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan (n=39) |
30 (76,9%) |
9 (23,1%) |
Ilmu Kesehatan Anak (n=37) |
35 (94,6%) |
2 (5,4%) |
Total |
171 (76,3%) |
53 (23,7%) |
Tabel 9. Hasil Tabulasi Silang Variabel Tahun Pendidikan dengan Mempersepsikan bahwa Institusi Memberikan | ||
APD yang Cukup di Rumah Sakit | ||
Tahun Pendidikan |
nstitusi Memberikan APD yang cukup | |
Ya |
Tidak |
Tahun Pertama (n= 54) |
51 (94,4%) |
3 (5,6%) |
Tahun kedua (n=62) |
56 (90,3%) |
6 (9,7%) |
Tahun ketiga (n=47) |
42 (89,4%) |
5 (10,6%) |
Tahun keempat (n=38) |
33 (86,8%) |
5 (13,2%) |
Tahun kelima (n=6) |
4 (66,7%) |
2 (33,3%) |
Tahun keenam (n=17) |
13 (76,5%) |
4 (23,5%) |
Total |
199 (88,8%) |
25 (11,2%) |
Tabel 10. Hasil Tabulasi Silang Variabel Tahun Pendidikan dengan Mengaku Pernah Mengeluarkan Biaya dari Kantung Sendiri untuk Memenuhi Kebutuhan APD
Tahun Pernah mengeluarkan biaya dari
Pendidikan kantung sendiri untuk kebutuhan
APD
Ya |
Tidak | |
Tahun Pertama (n=54) |
33 (61,1%) |
21 (38,9%) |
Tahun kedua (n=62) |
49 (79,0%) |
13 (21,0%) |
Tahun ketiga (n=47) |
35 (74,5%) |
12 (25,5%) |
Tahun keempat (n=38) |
34 (89,5%) |
4 (10,5%) |
Tahun kelima (n=6) |
5 (83,3%) |
1 (16,7%) |
Tahun keenam (n=17) |
15 (88,2%) |
2 (11,8%) |
Total |
171 (76,3%) |
53 (23,7%) |
PEMBAHASAN
Penelitian ini mengikutsertakan 266 peserta PPDS, dengan 1 responden dieksklusi karena tidak mengikuti kegiatan pendidikan secara penuh selama masa pandemi COVID-19 terhitung sejak Maret 2020 dan 31 responden di drop out dari penelitian karena tidak mengisi kuisioner secara penuh. Jumlah sampel akhir yang diikutsertakan dalam analisis adalah 224 orang. Rerata usia PPDS adalah 30,7
tahun dengan jenis kelamin, laki-laki memiliki jumlah yang lebih banyak, yaitu 58,5%.
Sebanyak 88,8% peserta PPDS mengaku bahwa insitusi memberikan APD yang cukup untuk memenuhi kebutuhan di rumah sakit, sedangkan hanya 11,2% peserta PPDS yang mengaku bahwa kebutuhan APD dari institusi belum cukup. Walau angka yang terlaporkan ini relatif tinggi, ditemukan juga bahwa sebesar 76,3% peserta PPDS mengaku pernah mengeluarkan biaya dari kantung sendiri untuk memenuhi kebutuhan APD. Hal ini mungkin menunjukkan bahwa pada saat penelitian ini dilakukan, kebutuhan APD berada dalam keadaan cukup, dengan indikasi adanya suatu masa di sepanjang fluktuasi angka kasus selama ketika kebutuhan APD tidak dapat tercukupi sehingga para peserta PPDS harus mengeluarkan biaya dari kantung sendiri untuk memenuhi kebutuhan APD.
Lima dari tujuh program studi yang dilibatkan dalam studi ini memiliki angka persepsi mengenai pemenuhan APD oleh institusi sebesar 90,0% atau lebih. Hanya Prodi Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah dan Prodi Ilmu Kesehatan Anak yang memiliki angka persepsi bahwa kebutuhan APD telah dipenuhi oleh institusi relatif lebih rendah, yaitu sebesar 66,7% dan 78,4% berturut-turut. Saat ditanya mengenai kejadian mengeluarkan biaya dari kantung sendiri untuk memenuhi kebutuhan APD, peserta PPDS Prodi Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh darah seluruhnya menjawab bahwa mereka pernah mengeluarkan biaya dari kantung sendiri (100,0%), sedangkan proporsi peserta PPDS Prodi Ilmu Kesehatan Anak yang menjawab ‘ya’ adalah sebesar 94,6%. Hal ini mungkin merefleksikan perhatian yang relatif lebih rendah di prodi-prodi yang secara tradisional tidak dikaitkan dengan penanganan pasien COVID-19 (yang lebih diasosiasikan dengan spesialis paru atau penyakit dalam), walaupun dalam realita lapangan prodiprodi ini ikut melakukan penanganan di kelompok-
kelompok pasien rentan, seperti kelompok pasien COVID-19 dengan komorbid penyakit jantung atau anak-anak.
Terlihat pula bahwa persepsi terhadap pemenuhan APD oleh institusi berada di angka terendah di kelompok peserta PPDS tahun keempat, kelima, dan tahun keenam sebesar 86,8%, 66,7% dan 76,5% berturut-turut. Kelompok ini juga merupakan kelompok dengan proporsi peserta PPDS yang paling tinggi menjawab ‘Ya’ mengenai pernah mengeluarkan biaya dari kantung sendiri saat untuk memenuhi kebutuhan APD di rumah sakit. Peristiwa ini mungkin terjadi karena kelompok peserta PPDS ini merupakan peserta PPDS yang menjalani pendidikan di masa awal pandemi di tahun 2020, masa ketika infrastruktur kesehatan belum semampu saat ini dalam melakukan penanganan pasien COVID-19. Selain itu, peserta PPDS yang lebih senior mungkin pula diberikan beban kerja yang lebih tinggi dengan asumsi mereka memilki kemampuan dan pengalaman yang lebih banyak sehingga mempersepsikan ketersediaan APD seperti demikian.9,10
Dibutuhkan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan kebutuhan APD dan persepsi peserta PPDS mengenai ketersediaannya di rumah sakit selama pandemi.
SIMPULAN
Peserta PPDS Prodi Ilmu Penyakit Paru, Prodi Ilmu Kesehatan THT-KL, Prodi Ilmu Penyakit Dalam, Prodi Penyakit Jantung dan Penyakit Dalam, Prodi Ilmu Anestesiologi dan Reanimasi, Prodi Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Prodi Ilmu Kesehatan Anak yang mengaku bahwa institusi memberikan APD yang cukup di rumah sakit adalah sebesar 88,8%. Akan tetapi, sebanyak 171 orang (76,3%) juga mengaku pernah mengeluarkan biaya dari kantung sendiri untuk memenuhi kebutuhan APD di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. World Health Organization. WHO Director-General's opening remarks at the media briefing on COVID-19 on 11 March 2020. [dikutip pada 19 April 2022]. Tersedia pada: https://www.who.int/director-
general/speeches/detail/who-director-general-s-opening-remarks-at-the-media-briefing-on-covid-19---11-march-2020.
-
2. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Peta Sebaran Kasus Covid-19 [Internet]. [dikutip 19 April 2022]. Tersedia pada: https://covid19.go.id/peta-sebaran.
-
3. Dewi Safitri. Dilema Ganda Dokter Residen di Ujung Tombak Corona [Internet]. [dikutip pada 19 April 2022]. Tersedia pada:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/2020092810 4017-20-551714/dilema-ganda-dokter-residen-di-ujung-tombak-corona.
-
4. Yaunin Y, Liza R, Yenny S, Julia D. The Mental Health Impact of the Coronavirus Disease-19 Pandemic on Resident Doctors at M. Jamil Hospital Padang, Indonesia. Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences. 2021;9(T3):330-334.
-
5. Respati T, Irasanti S, Sartika D, Akbar I, Marzo R. A nationwide survey of psychological distress among Indonesian residents during the COVID-19 pandemic. International Journal of Public Health Science (IJPHS). 2021;10(1):119.
-
6. Statistik Kematian Tenaga Kesehatan Indonesia [Internet]. Nakes.laporcovid19.org. 2022 [dikutip pada 16 April 2022]. Tersedia pada:
https://nakes.laporcovid19.org/statistik.
-
7. Adesoye T, Davis C, Del Calvo H, Shaikh A, Chegireddy V, Chan E, Martinez S, Pei K, Zheng F, Tariq N. “Optimization of Surgical Resident Safety and Education During the COVID-19 Pandemic – Lessons Learned”. Journal of Surgical Education. 2021;78(1):315-320.
-
8. Manusubroto W, Wicaksono A, Tamba D, Sudiharto P, Pramusinto H, Hartanto R et al. Neurosurgery Services in Dr. Sardjito General Hospital, Yogyakarta, Indonesia, During the COVID-19 Pandemic:
Experience from a Developing Country. World Neurosurgery. 2020;140:e360-e366.
-
9. Abdessater M, Rouprêt M, Misrai V, Matillon X, Gondran-Tellier B, Freton L et al. COVID19 pandemic impacts on anxiety of French urologist in training:
Outcomes from a national survey. Progrès en Urologie. 2020;30(8-9):448-455.
-
10. Pelargos P, Chakraborty A, Zhao Y, Smith Z, Dunn I, Bauer A. An Evaluation of Neurosurgical Resident Education and Sentiment During the Coronavirus Disease 2019 Pandemic: A North American Survey. World Neurosurgery. 2020;140:e381-e386.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2022.V11.i06.P16
90
Discussion and feedback