CLOZAPINE PADA SKIZOFRENIA PARANOID DENGAN OBESITAS: SEBUAH LAPORAN KASUS

Dewa Nyoman Krisna Arijaya

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali.

ABSTRAK

Pengobatan skizofrenia dengan menggunakan antipsikotik atipikal memberikan remisi gejala dan efek samping yang berbeda antara individu. Penggunaan metode dengan mencari obat yang tepat sering berdampak pada kepatuhan pasien pada pengobatan. Pada kasus pasien perempuan umur 26 tahun didiagnosis dengan skizofrenia paranoid dan menggunakan pengobatan clozapine 2x25 mg selama 6 bulan. Gejala skizofrenia sudah mereda dan pasien dapat beraktifitas namun pengobatan dihentikan oleh orang tua. Pengobatan dihentikan oleh karena terjadi pengingkatan berat badan pasien menjadi 80 kg dari berat awal 65 kg. Clozapine meningkatkan berat badan dengan beberapa mekanisme. Genetik dan lingkungan mempengaruhi kerentanan seseorang dalam mengalami peningkatan berat badan. Kenaikan berat badan yang cukup besar juga dapat menyebabkan kenaikan komorbiditas terkait obesitas dan risiko kesehatan diabetes mellitus seperti tipe II, hipertensi, penyakit jantung dan kanker. Pengobatan selanjutnya diganti menggunakan antipsikotik atipikal berupa risperidon dengan dosis equivalen. Diberikan pula edukasi dan menjaga kepatuhan pengobatan.

Kata kunci: clozapine, skizofrenia paranoid, obesitas

CLOZAPINE ON PARANOID SCHIZOPHRENIA WITH OBESITY: A CASE REPORT

ABSTRACT

Treatments of schizophrenia using atypical antipsychotics provide remission of symptoms and side effects differ between individuals. The use of the method by finding the right medication often has an impact on patient adherence to treatment. In the case of a female patient aged 26 years was diagnosed with paranoid schizophrenia and clozapine treatment using 2x25 mg for 6 months. Schizophrenic symptoms had subsided and the patient can work, but the treatment was stopped by the parents. Treatment was discontinued because of patient body weight increased to 80 kg from initial weight 65 kg. Clozapine increases the weight by several mechanisms. Genetic and environmental influences susceptibility to gain weight. Weight gain can also cause a large enough increase in obesity-related comorbidities and health risks such as type II diabetes mellitus, hypertension, heart disease and cancer. Subsequent treatment be changed using atypical antipsychotics risperidone at a dose equivalent. Given also educate and maintain compliance with treatment.

Keywords: clozapine, paranoid schizophrenia, obesity

PENDAHULUAN

Kualitas hidup penderita skizofrenia sangat terganggu baik dari melakukan aktivitas sehari-hari maupun sosialnya. Skizofrenia  merupakan penyakit yang

paradigmatik   di   mana   penelitian

pharmacogenomik  dan farmakogenetik

dapat dan telah diterapkan. Sebuah gangguan        kejiwaan        yang

menghancurkan  yang mempengaruhi

kurang   lebih 1%   dari   populasi,

skizofrenia telah diobati dengan berbagai farmako terapi. Pengobatan dengan antipsikotik spesifik sering berdasarkan prinsip hasil dengan trial and error untuk menentukan obat yang optimal dan dosis yang  memaksimalkan   respon dan

meminimalkan toksisitas. Terlepas dari beragam obat-obatan yang tersedia, 1020%  pasien  pada  awalnya  tidak

membaik dengan terapi obat antipsikotik (Harold, 2010).

Pada 20-30% pasien yang merespon dengan pengobatan awal akan kambuh dan akhirnya masuk ke fase program pengobatan pemeliharaan, dan beberapa akan mengalami efek samping yang serius yang menyebabkan mereka untuk berhenti berobat. Dengan pengenalan Klorpromazin pada tahun 1952, pasien yang   menderita   psikosis mampu

ditangani. Klorpromazin dan antipsikotik tipikal lainnya (misalnya haloperidol) pada uji in vitro menunjukkan afinitas yang tinggi untuk berikatan dengan reseptor dopamin D2. Secara khusus, potensi mereka untuk mengikat D2 berkorelasi baik dengan potensi klinis mereka (Malhotra, 2006).

Dikenalkannya    clozapine,    'atipikal'

antipsikotik, pada akhir tahun 1980 telah menyebabkan   kemajuan   signifikan

dalam     manajemen     farmakologi

skizofrenia. Kerja clozapine pada berbagai reseptor di sistem saraf pusat (CNS)     seperti     pada     reseptor

serotonergik,   reseptor dopaminergik,

histaminergic, adrenergik dan kolinergik

dianggap bertanggung     jawab untuk

keuntungan   terapeutik. Semenjak itu

mulai     dikembangkan      berbagai

antipsikotik atipikal berdasarka model clozapine (Leadbetter, 2002).

Meskipun kedua kelas  antipsikotik

tipikal dan atipikal memberikan derajat keberhasilan  yang tinggi, namun tidak

dapat mengatasi semua gejala penyakit. Terdapat berbagai reaksi yang berbeda antara masing-masing individu dengan pengobatan antipsikotik. Variasi antara masing-masing individu dalam respon obat antipsikotik menciptakan dilema klinis yang paling sering ditangani oleh uji coba obat empiris (Ozdemir, 2009). Respon yang buruk terhadap terapi obat antipsikotik   dan/atau   dalam masa

pengembangan          (pemeliharaan)

ditemukan    efek    samping    yang

merugikan dapat menyebabkan pasien tidak patuh, gangguan psikososial dan hasil yang buruk. Sayangnya , upaya untuk    mengidentifikasi     prediktor

biologis atau klinis dari respon pasien dan profil efek samping yang merugikan selama obat antipsikotik pengobatan telah banyak berhasil.  Pada  laporan

kasus berikut berupa pasien perempuan umur 26  tahun yang didiagnosis

skizofrenia  paranoid namun dengan

berat badan 80 kg, tinggi 163 cm dengan BMI 30 termasuk dalam obesitas grade II berdasarkan kriteria WHO untuk Asia.

ILUSTRASI KASUS

Pasien merupakan pasien rawat inap di Ruang   Lely   kamar   6.   Pasien

diwawancara  dalam  posisi duduk di

kursi penunggu dengan didampingi ibunya.  Pasien memakai baju lengan

pendek berwarna hijau dan celana pendek  jeans  dan memakai  sandal

berwarna hitam.  Pasien  tampak  rapi

dengan rambut diikat. Pasien kelihatan tenang saat wawancara. Ketika ditanya nama, pasien mampu menjawab dengan benar. Pasien mengatakan dirinya

merasa takut ketika diminta untuk mejawab soal. Pasien merasa takut dengan buku. Ia merasa buku-buku itu terus mengejar-ngejar dirinya. Ia juga sempat melihat bayangan. Namun kini ia tidak lagi melihatnya. Ia juga mengatakan dulu pernah mendengar suara-suara namun ia tidak mau mengingat suara lagi. Kemudian pasien kembali terdiam wawancara kemudian dihentikan.

Ibu pasien mengatakan pasien dibawa ke rumah sakit sanglah karena pasien berteriak-teriak dan menangis sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini disertai dengan keluhan susah tidur, tidak mau makan dan tidak mau mandi yang muncul sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit. Beberapa hari sebelumnya pasien juga dikatakan sering bengong dan marah-marah sendiri serta tidak mendengarkan apa yang dikatakan orang tuanya. Bahkan pasien dikatakan sering menyuruh orangtuanya pergi dan menjauhi dari dirinya. Mereka sempat menanyakan kepada pasien mengapa ia bersikap seperti itu, tetapi pasien hanya mau menjawab kalu ada suara yang menyuruhnya seperti itu. Pasien lantas terdiam dan lebih sering bengong.

Dikatakan pasien sudah lama sakit dan sempat dibawa ke dokter spesialist. Sakit ini bermula sejak pasien mulai mengerjakan tugas akhirnya (skripsi) kurang lebih 2 tahun yang lalu. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya termasuk anak yang tidak begitu cerdas namun mempunyai semangat yang tinggi untuk melanjutkan sekolahnya. Ketika mulai menyusun tugas akhir, pasien mengalami kesulitan dan meminta bantuan kepada temannya untuk membantu menyelesaikan tugasnya. Namun ternyata teman pasien tidak serius membantunya sheingga dikatakan skripsisnya tidak selesai dikerjakan.

Mulai sejak itu pasien menjadi lebih sering bengong, suka marah-marah dan takut apabila bertemu dengan orang lain apalagi di tempat keramaian. Pasien bahkan sering sekali berlindung di belakang ibunya apabila bertemu dengan seseorang. Bahkan pasien juga dikatakan takut melihat baju yang ada gambarnya dan menyuruh ibunya untuk membalikkan baju tersebut. Pasien dikatakan tidak pernah mengamuk sebelumnya dan tidak pernah melakukan percobaan bunuh diri. Setelah berobat ke dokter specialist, pasien menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Namun karena obat yang diberikan dikatakan banyak dan minum obat dalam waktu yang lama, ibu pasien takut anaknya tekena sakit ginjal. Karena melihat anaknya bisa normal tanpa obat, akhirnya obat yang diberikan dihentikan oleh ibunya kurang lebih 6 bulan yang lalu.

Sebelum anaknya seperti ini, dikatakan anaknya tidak pernah mengalami sakit yang berat. Sekitar satu tahun yang lalu, ia dikatakan ssempat jatuh dari sepeda motor saat kembali bekerja di kantor notaries tempat ia bekerja dulu. Ia sempat dirawat di rumah sakit wangaya dan dilakukan foto CT scan. Dikatakan hasil CT scannya normal. Riwayat penyakit lain seperti darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung disangkal oleh keluarganya.

Pasien sebelumnya dikatakan berobat di dokter spesialis jiwa sejak 2 tahun yang lalu. Pasien dikatakan rutin kontrol dan minum obat. Namun sejak 6 bulan terakhir pasien tidak lagi minum obat karena dirasa pasien bertambah berat badannya. Ibu pasien memutuskan berhenti berobat karena takut anaknya menjadi sangat besar dan terkena sakit ginjal akibat penggunaan obat dalam waktu yang lama. Ibu pasien mengatakan anaknya tidak pernah

merokok,  minum-minuman  beralkohol

maupun menggunakan obat terlarang.

Pada  pemeriksaan  didapatkan berat

badan pasien 80kg, tinggi badan pasien 163 cm dan BMI pasien 30. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan  status

general dalam batas normal.  Status

neurologi tidak  didapatkan   adanya

kelainan.  Pada  status psikiatri, kesan

umum pasien tampak tidak rapi dalam menggunakan  pakaian,  roman muka

terlihat lebih tua dari umur, tampak

sedih,   didapatkan   konsentrasi dan

perhatian     menurun,     mood/afek

sedih/appropiate. Pada  bentuk pikir

didapatkan   bentuk   pikir   nonlogis

nonrealis, arus pikir inkoheren, isi pikir waham curiga, ide bunuh diri tidak ada. Pada persepsi ditemukan halusinasi audiotorik dan ilusi tidak ditemukan. Dorongan     instingtual     gangguan

tidur/insomnia   ada.   Pasien dengan

memiliki tilikan 2.

Diagnosis multiaxial pasien adalah axis I: Skizofrenia Paranoid, axis II: Ciri kepribadian Tertutup (introvert), axis III: Obesitas tingkat II, axis IV: masalah dengan primary support group, axis V: GAF 70-61. Adapun terapi pada awalnya yang sudah digunakan pasien adalah clozapine 2x25 mg serta psikoterapi, namun tidak berobat lagi selama enam bulan akibat kenaikan berat badan pasien dan ibu pasien takut anaknya semakin besar.   Terapi saat dirumah   sakit

diberikan risperidon 2x2mg.

DISKUSI

Skizofrenia     adalah         penyakit

multifaktorial yang kompleks dengan pengaruh dari genetik dan lingkungan . Nosologi saat ini yang didefinisikan oleh DSM - IV membagi gejala skizofrenia menjadi dua kelompok besar yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif diakibatkan oleh kelebihan atau distorsi fungsi-fungsi normal tertentu sementara

gejala negative sebaliknya, diakibatkan oleh   berkurangnya   fungsi   normal

lainnya. Kelompok gejala positif dapat kemudian  dibagi  lagi  menjadi  dua

dimensi yaitu gejala psikotik dan gejala disorganisasi. Gejala psikotik meliputi distorsi     atau     membesar-besarkan

pemikiran   inferensial (delusi) dan

persepsi        (halusinasi).        Gejala

disorganisasi  termasuk  distorsi dalam

bahasa dan komunikasi  (disorganisasi

bicara)    dan monitoring perilaku

(perilaku sangat tidak  teratur atau

katatonik).  Kelompok gejala negatif

adalah dicirikan terutama oleh masalah dalam  pengurangan  jangkauan  dan

intensitas  ekspresi  emosional (afektif

merata),  kelancaran dan produktivitas

berpikir dan berbicara (alogia), dan inisiasi perilaku yang diarahkan pada tujuan (avolition) (Harold, 2010, Rusdi, 2001).

Obat antipsikotik merupakan sarana terbaik yang tersedia untuk mengobati gejala orang yang menderita skizofrenia, namun ada variabilitas yang signifikan dalam respon klinis terhadap obat-obatan psikotropika.Contohnya        clozapine,

prototipe antipsikotik atipikal, dimana hanya 30-60% dari individu-individu resisten terhadap antipsikotik khas mungkin menunjukkan respon klinis menguntungkan   sehubungan   dengan

gejala positif dan gejala negatif yang terjadi (Shaikh, 2005).

Studi farmakogenetik , dalam upaya untuk menjelaskan genetik prediktor respon global   (misalnya gabungan

ukuran gejala positif dan negatif) , telah difokuskan pada dampak polimorfisme genetik     pada      serotonin      (5-

hydroxytryptamine)    reseptor sistem

seperti 5-HT2A , 5 -HT2C dan 5 – HT6, begitu juga dengan            reseptor

dopaminergik seperti D2, D3 dan D4 yang berkaitan dengan kemampuan clozapine untuk mengatasi gejala positip dan negatif (Masellis, 2000).

Beberapa model telah diajukan untuk menjelaskan perkembangan gejala positif dan negatif dalam skizofrenia dan jelas dari mayoritas mereka bahwa defisit dalam kognisi yang terlibat. Penelitian neuropsikologi pada skizofrenia telah menunjukkan bahwa ada defisit besar dalam kognitif proses seperti verbal dan kerja memori, perhatian , dan fungsi eksekutif. Dengan demikian , memahami sifat defisit kognitif pada skizofrenia dapat membantu untuk menjelaskan mekanisme saraf dasar yang mendasari presentasi klinis secara keseluruhan. Ada bukti dari beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa clozapine dapat memperbaiki defisit kognitif yang mendasari skizofrenia (Cichon, 2000).

Sistem mesokortikolimbik merupakan jalur anatomi dan fisiologis penting sehubungan dengan terjadinya disfungsi kognitif pada skizofrenia. Proyeksi dopaminergik dari daerah tegmental ventral di batang otak naik ke daerah limbik dan prefrontal dorsolateral korteks (jalur mesokortikolimbik) terganggu. Reseptor D1 dopamin berada dalam konsentrasi tinggi pada korteks prefrontal dorsolateral , dan memainkan peran penting dalam modulasi sirkuit mesokortikolimbik dan fungsi kognitif pada skizofrenia. Selain itu clozapine merupakan antagonis reseptor dopamin D1, dan ini diduga menjadi penting dalam respon klinis yang unik. Dengan demikian, gen reseptor D1 dopamin adalah gen kandidat prioritas tinggi untuk dinilai dalam memprediksi respon terhadap clozapine sehubungan dengan kognisi pada skizofrenia. Dalam studi percontohan dari 35 pasien skizofrenia, yang terlibat dalam uji coba secara acak, prospektif klinis clozapine, ditemukan hubungan yang signifikan antara hulu reseptor D1 polimorfisme gen dan perubahan dalam skor di Wisconsin Card Sort Test, yang mengukur kerja memori,

perhatian dan fungsi eksekutif, dinilai sebelum dan setelah pengobatan dengan clozapine. Ditemukan juga bukti yang menunjukkan   bahwa   polimorfisme

reseptor dopamin D1 di hulu dikaitkan dengan modulasi dorsolateral prefrontal cortex aktivitas metabolik, sebagaimana dinilai oleh fluoro-2-deoxyD-glukosa (FDG) PET   setelah   pengobatan

clozapine, dan bahwa ini adalah prediksi tindakan respon klinis (Potkin, 2002).

Clozapine,     prototipe     antipsikotik

atipikal, tetap agen yang paling efektif untuk pengobatan refraktori skizofrenia dan dalam beberapa tahun terakhir telah mendapatkan banyak popularitas sebagai pengobatan lini pertama , namun di antara antipsikotik  atipikal,  clozapine

tampaknya memiliki efek meningkatkan berat badan terbesar. Beberapa pasien dapat memperoleh sebanyak 50  kg

selama masa pengobatan 1 tahun. Data dari beberapa kepustakaan menunjukkan bahwa 13-85 % dari pasien yang diobati dengan      clozapine      mengalami

peningkatan berat badan (Allison, 2009). Dari   penelitian   ditemukan bahwa

kejadian kumulatif dari semua pasien mencapai 20 % kelebihan berat badan, mewakili kesehatan jangka panjang yang signifikan dengan risiko> 50 %. Efek samping ini dapat merusak kepatuhan, menyebabkan kambuh, dan juga dapat menyebabkan signifikan psikologis dan morbiditas medis. Kenaikan berat badan yang cukup besar juga   dapat

menyebabkan  kenaikan  komorbiditas

terkait obesitas dan risiko kesehatan diabetes   mellitus seperti   tipe   II,

hipertensi, penyakit jantung, disfungsi pernafasan dan beberapa jenis kanker, yang semuanya terkait dengan kematian yang signifikan (Leadbetter, 2002).

Adanya variabilitas yang cukup besar antara individu sehubungan dengan kemampuan     antipsikotik     untuk

mendorong kenaikan berat badan, yaitu tidak semua pasien yang diobati dengan

clozapine mengalami kenaikan berat badan. Dengan demikian, efek samping dari kenaikan berat badan terjadi hanya dalam proporsi pasien yang diobati yang cenderung untuk efek samping ini. sekarang kemungkinan bahwa variabilitas ini dalam kecenderungan pasien untuk mendapatkan berat badan adalah ditentukan oleh kombinasi genetik dan faktor lingkungan (Umbricht, 2004).

Faktor genetik dapat mencakup farmakokinetik (yaitu faktor yang terlibat dalam metabolisme dan eliminasi obat dari tubuh) serta farmakodinamik (yaitu faktor langsung aksi obat dalam tubuh). Variasi genetik dalam faktor farmakodinamik seperti reseptor dapat dikenai beberapa pasien memiliki reseptor dengan afinitas yang lebih tinggi untuk obat dan memungkinkan prediksi pasien yang paling mungkin untuk merespon atau mengembangkan efek samping. Perbedaan genetik dalam faktor-faktor farmakokinetik seperti enzim metabolisme obat kurang pada beberapa bentuk enzimatik aktif kurang sehingga kadar plasma obat yang lebih tinggi, dan ini juga memungkinkan respon prediksi yang baik dan kecenderungan untuk terjadinya efek samping. Sebuah kecenderungan genetik kenaikan berat badan yang diinduksi clozapine telah disarankan dan bukti yang ada menunjukkan bahwa berat badan dan perilaku makan yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Henderson, 2000).

Peningkatan berat badan yang disebabkan oleh antipsikotik atipikal mungkin akan terjadi karena kombinasi dari gangguan dan perubahan mekanisme kontrol saat kenyang, pengeluaran energi, metabolisme dan lipogenesis, meskipun ada jumlah terbatas penelitian berusaha untuk mengungkap mekanisme yang tepat (Meltzer, 2005).

Secara kolektif, data dari beberapa paradigma penelitian konvergen dan menunjukkan bahwa kenaikan berat badan disebabkan oleh antipsikotik atipikal dan obesitas hasil dari interaksi beberapa neurotransmitter/reseptor, dengan perubahan yang dihasilkan dalam nafsu makan dan perilaku makan (Comuzzie, 2008).

Pasien yang diobati dengan clozapine umumnya mengeluh bahwa mereka memiliki ketidakmampuan untuk mengendalikan nafsu makan mereka bahkan setelah makan makanan lengkap. Sinyal kenyang muncul dalam berbagai bidang, termasuk saluran penciuman dan gustatori, esophagus, perut, hati, dan usus, dan diproses di hipotalamus, yang memberikan kontribusi untuk peraturan dan pemeliharaan berat tubuh homeostasis individu. Oleh karena itu, ada kemungkinan bahwa beberapa antipsikotik dapat mengganggu pengolahan kenyang di hipotalamus dengan mengikat reseptor terlibat dalam berat badan dan regulasi kenyang (Wade, 2001, Liebowitz, 2000, Wurtman, 2003).

Studi di hewan dan manusia telah menunjukkan bahwa peningkatan serotonin nafsu makan menurun, dan penurunan serotonin terjadi peningkatan nafsu makan. Peptida yang memberikan efek yang paling signifikan pada pengaturan nafsu makan makan dan pengaturan berat adalah leptin. Leptin disekresi oleh adiposit dalam proporsi langsung dengan jumlah lemak yang tersimpan dalam sel itu. Hal ini diyakini untuk bertindak pada tingkat hipotalamus, di mana memulai kaskade kejadian yang mengarah pada regulasi nafsu makan , pengeluaran energi dan kejenuhan (Basile, 2001).

Dalam penelitian terbaru oleh Morimotoet al, injeksi pusat leptin ke otak tikus menyebabkan penurunan nafsu makan di alam liar dibandingkan

denga tikus kontrol  (Blundell,  J.E,

2004).

Pada   pasien   setelah mendapatkan

pengobatan mengalami peningkatan berat badan yang signifikan. Clozapine dipercaya menyebabkan peningkatan berat badan pada pasien ini. Clozapine bekerja pada reseptor D2 dan D1 secara lemah namun sebagai  noradrenolitik,

antikolinergik, antihistamin dan inhibisi reaksi aorosal yang kuat. Dengan dosis equivalen dengan risperidon sebanyak 25 mg  clozapine  dengan  2 mg

risperidon.  Pengobatan pasien  diganti

dengan  menggunakan  risperidon 2x2

mg.

Diagnosis  obesitas tingkat II sendiri

ditegakkan berdasarkan kriteria WHO yang menyatakan BMI lebih dari 30 untuk orang Asia sebagai obesitas tingkat II. BMI diukur menggunakan

berat  badan  dalam kilogram  dibagi

dengan kuadrat dari tinggi badan dalam meter.

RINGKASAN

Pengobatan     skizofrenia     dengan

antipsikotik     atipikal     memberikan

penyembuhan dari gejala yang terjadi. Respon setiap indivodu    dalam

pengobatan berbeda. Beberapa efek samping  yang ditakutkan dan  dapat

menyebabkan  terganggunya  kepatuhan

pengobatan berupa peningkatan berat badan  terutama   dalam  pengobatan

menggunakan  clozapine.  Pada pasien

wanita yang  sudah  dalam  kondisi

obesitas   hal ini   menjadi   sangat

diperhatikan. Pada beberapa penelitian clozapine  dapat  meningkatkan  berat

badan 50-60 kg dalam masa pengobatan 6 bulan sampai  1 tahun.  Terdapat

beberapa mekanisme kompleks dalam

kerja clozapine sehingga dapat meningkatkan berat badan.

Mekanisme bia dengan dinganggunya kerja leptin berupa peptide yang paling bertanggung jawab  dalam  mengatur

perasaan kenyang dan nafsu makan. Leptin sendiri dihasilkan oleh sel adiposit berbanding lurus dengan jumlah lemak yang terkandung. Kerja clozapine pada       hipotalamus       dipercaya

mengganggu mekanisme ini.

Pada pasien yang   menggunakan

clozapine dan mengalami peningkatan berat badanpengobatan diganti dengan menggunakan    antipsikotik    atipikal

dengan penyesuaian dosis efekif yang sudah terbukti menghilangkan gejala pasien. Pada kasus diganti dengan memberikan resperidon.

DAFTAR PUSTAKA

Allison, D.B., Mentore, J.L., Heo, M.,

Chandler, L.P., Cappelleri, J.C., Infante, M.C. and Weiden,   P.J.   (2009)

Antipsychotic-induced weight gain: a comprehensive research synthesis.Am. J. Psychiatry, 156, 1686–1696

Basile, V.S., Masellis, M., McIntyre, R.S., Meltzer, H.Y., Lieberman, J.A. and Kennedy, J.L. (2001) Genetic dissection of atypical antipsychotic-induced weight gain: novel preliminary data on the pharmacogenetic     puzzle.J.     Clin.

Psychiatry, 62,45–66.

Blundell,  J.E. (2004) Serotonin and

appetite.Neuropharmacology, 23, 1537–

1551.

Cichon, S., Nothen, M.M., Rietschel, M. and      Propping,      P.      (2000)

Pharmacogenetics of schizophrenia.Am. J. Med. Genet., 97,98–106

Comuzzie, A.G. and Allison, D.B. (2008) The search for human obesity genes. Science, 280, 1374–1377.

Harold I Kaplan, Benjamin J Sadock, Jack A Grebb. 2010. Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Binarupa Aksara.

Henderson, D.C., Cagliero, E., Gray, C., Nasrallah,    R.A., Hayden, D.L.,

Schoenfeld, D.A. and Goff, D.C. (2000) 7

Clozapine,   diabetes  mellitus,  weight

gain, and lipid abnormalities: afive-year naturalistic  study.  Am. J. Psychiatry,

157, 975–981.

John Rush, Andrew A, Nierenberg M. Mood Disorder:    Treatment    of

Depression.    Kaplan   & Sadock’ s

Comprehensive Textbook of Psychiatry 2009:9

Leadbetter, R., Shutty, M., Pavalonis,

D., Vieweg, V., Higgins, P. and Downs, M. (2002) Clozapine-induced weight gain:     prevalence     and     clinical

relevance. Am. J. Psychiatry, 149,68–72.

Liebowitz,    M.R., Hollander,    E.,

Schneier, F., Campeas, R., Fallon, B., Welkowitz, L., Cloitre, M. and Davies,

S. (2000) Anxiety and depression: discrete   diagnostic   entities?J.   Clin.

Psychopharmacol., 10, 61S–66S.

Masellis, M., Paterson, A.D., Badri, F., Lieberman,    J.A., Meltzer, H.Y.,

Cavazzoni, P. and Kennedy, J.L. (2005) Genetic variation of 5-HT2A receptor and response to clozapine. Lancet, 346, 1108

Masellis, M., Basile, V.S., Ozdemir, V., Meltzer,  H.Y., Macciardi, F.M. and

Kennedy, J.L.  Pharmacogenetics   of

antipsychotic treatment: lessons learned from clozapine. Biol. Psychiatry,  47,

252–266. 15. Cichon, S., Nothen, M.M., Rietschel, M. and Propping, P. (2000)

Meltzer, H.Y. (2005) Role of serotonin in the action of atypical antipsychotic drugs.Clin. Neurosci., 3,64–75.

Ozdemir, V., Masellis, M., Basile, V.S., Kalow, W., Meltzer, H.Y., Lieberman, J.A.   and   Kennedy,   J.L. (2009)

Variability in response to clozapine: potential role of cytochrome P450 1A2 and the dopamine D4 receptor gene. CNS Spectrums, 4,30–56.

Potkin, S.G., Fleming, K., Jin, Y. and Gulasekaram,   B. (2001)   Clozapine

enhances  neurocognition  and  clinical

symptomatology more than standard neuroleptics.J. Clin. Psychopharmacol., 21, 479–483.

Potkin, S.G., Basile, V.S., Jin, Y., Masellis, M., Badri, F., Keator, D., Wu, J.C., Alva, G., Carreon, D.T., Bunney, W.E.J.et al.(2002) D1 receptor alleles predict PET metabolic correlates of clinical   response   to clozapine.Mol.

Psychiatry, in press.

Rusdi    Maslim.    2001. Diagnosis

Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ  III.   Jakarta:   Bagian Ilmu

Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.

Shaikh, S., Collier, D.A.,  Sham, P.,

Pilowsky, L., Sharma, T., Lin, L.K., Crocq, M.A., Gill, M. and Kerwin, R. (2005) Analysis of clozapine response and polymorphisms  of the dopamine

D4receptor    gene    (DRD4)    in

schizophrenic  patients.  Am. J  Med.

Genet. (Neuropsychiatric  Genet.), 60,

541–545.

Umbricht, D.S., Pollack, S. and Kane, J.M. (2004) Clozapine and weight gain.J. Clin. Psychiatry, 55, 157–160. 30.

Wade, J., Milner, J. and Krondl, M. (2001)  Evidence  for a physiological

regulation of food selection and nutrient intake in twins. Am. J. Clin. Nutr., 34, 143–147.

Wurtman, J., Wurtman, R., Berry, E., Gleason, R., Goldberg, H., McDermott,

J., Kahne, M. and Tsay, R. (2003) Dexfenfluramine, fluoxetine, and weight loss among female carbohydrate cravers. Neuropsychopharmacology, 9, 201–210

8