HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN RIWAYAT KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI LINGKUNGAN CANDI BARU GIANYAR
on
JMU ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.01,JANUARI, 2022
Ii—sλ i Directoryof
I J UZ-XJ Journalsess SINta 3 ‰⅛- ”
Diterima: 2021-01-26 Revisi: 2021-10-28 Accepted: 2022-01-15
HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN RIWAYAT KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI LINGKUNGAN CANDI BARU GIANYAR
Putu Ayu Divya Nirmala1, I Kadek Swastika2, I Made Sudarmaja2, Ni Luh Ariwati2
1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali
2Departemen Ilmu Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Demam berdarah dengue merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue. Bali merupakan salah satu daerah endemis dengue, dimana Gianyar merupakan kabupaten dengan tingkat kasus yang tinggi. Faktor-faktor yang dapat memicu demam berdarah dengue adalah faktor lingkungan dan perilaku masyarakat. Sehingga penelitian mengenai faktor lingkungan dan perilaku masyarakat terhadap kejadian demam berdarah dengue perlu dilakukan. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan metode pendekatan cross-sectional dengan mengambil data primer pada Juli – Agustus 2019 dari kepala keluarga yang berdomisili di Lingkungan Candi Baru Gianyar. Teknik pengumpulan sampel adalah minimum sampling dengan hasil 94 kepala keluarga atau yang mewakili sebagai responden. Analisis data dilakukan secara bertahap dengan analisis univariat dan bivariat. Hasil uji chi-square menunjukkan hubungan tidak bermakna antara faktor lingkungan yaitu kepadatan rumah (p value = 0,296, OR = 4,941, CI = 0,494 – 49, 429) serta kondisi tempat penampungan air (p value = 1,000, OR = 0,918, CI = 0,206 – 4,093) dan perilaku masyarakat yaitu pengetahuan responden (p value = 0,508, OR = 1,625, CI = 0,436 – 6,056), sikap responden (p value = 0,289, OR = 1,624, CI = 0,701 – 3,761) serta dan tindakan responden (p value = 0,353, OR = 0,471, CI = 0,119 – 1,868) dengan riwayat kejadian demam berdarah dengue.
Kata kunci : demam berdarah dengue, faktor lingkungan, perilaku masyarakat
ABSTRACT
Dengue hemorrhagic fever is one of the main diseases caused by dengue virus infection. Bali remains one of the most endemic places, with Gianyar being a province with a high case rate. Factors that may cause dengue hemorrhagic fever are environmental factors as well as community behaviour. In that case, it’s important to conduct a research on the correlation between these factors toward history of dengue hemorrhagic fever. This research is an observational analytic study using the cross-sectional method by collecting primary data within July – August 2019 from families living in Lingkungan Candi Baru Gianyar. Sampling method used is minimum sampling resulting in 94 samples to be taken. Data analysis is conducted with univariate and bivariate analysis. Results obtained showed no significant correlations between environmental factors which are house density (p value = 0.296, OR = 4.941, CI = 0.494 – 49.429) and condition of water reservoirs (p value = 1.000, OR = 0.918, CI = 0.206 – 4.093) as well as community behaviour which are participants’ knowledge (p value = 0.508, OR = 1.625, CI = 0.436 – 6.056), attitude (p value = 0.289, OR = 1.624, CI = 0.701 – 3.761) and practice (p value = 0.353, OR = 0.471, CI = 0.119 – 1.868) with history of dengue hemorrhagic fever.
Keywords : dengue hemorrhagic fever, environmental factors, community behaviour
PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, sebuah virus RNA galur-positif arthropod-borne dari genus Flavivirus.1,2 Penyakit tersebut ditularkan oleh gigitan nyamuk spesies Aedes, terutama nyamuk betina Aedes aegypti.3 Sejak tahun 1950, virus dengue telah menyebar dengan adanya globalisasi yang meliputi perdagangan, pariwisata, urbanisasi, serta perluasan habitat vektor.2 Virus dengue memiliki empat serotipe (DENV-1, -2, -3, dan -4), dimana setiap serotipe dapat menyebabkan beberapa sindrom yang dipengaruhi oleh umur dan status imunologis penderita.4
Dalam 50 tahun terakhir, angka insiden penyakit demam berdarah telah meningkat 30 kali lipat, dari area perkotaan hingga perdesaan. Menurut estimasi, sekitar 50 juta infeksi dengue berlangsung setiap tahun dan sekitar 2,5 miliar orang tinggal pada negara endemis dengue.5 Lebih dari 70% populasi yang memiliki risiko infeksi dengue berada di Asia Tenggara, dan pada wilayah tersebut, Indonesia merupakan salah satu negara dengan dengue endemis. Indonesia terletak sepanjang garis khatulistiwa dan merupakan zona musim hujan tropis, sehingga A. aegypti tersebar. Pada tahun 2007, Indonesia memiliki total dari 150.000 kasus DBD, namun data terbaru dari tahun 2017 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kasus DBD sejumlah 68.407.1
Dari sekian provinsi di Indonesia, Bali merupakan salah satu daerah endemis dengue, dengan 12.574 kasus (termasuk 35 fatalities) dari major outbreak yang tercatat pada tahun 2010 dan 10.704 kasus (28 fatalities) pada tahun 2015.22 Pada tahun 2017, Bali merupakan salah satu provinsi dengan angka kesakitan (AK) DBD tertinggi sebesar 52,61 per 100.000 penduduk.1 Angka kesakitan tersebut menunjukkan penurunan drastis, sekitar sepuluh kali lipat dari tahun 2016, atas upaya program pencegahan penyakit DBD. Akan tetapi, angka tersebut belum mencapai target program tahun 2017, yaitu AK DBD < 49 per 100.000 penduduk.
Gianyar merupakan kabupaten di Bali yang endemis DBD, menduduki peringkat tertinggi jumlah kasus DBD dari tahun 2014 hingga 2015. Kabupaten tersebut memiliki insiden kasus 357,8 per 100.000 penduduk pada tahun 2014 dan 442,3 per 100.000 penduduk pada tahun 2015, dimana kasus mengalami peningkatan pada bulan Januari sampai Juli.1,6 Data terbaru pada tahun 2017 menunjukkan insiden kasus sejumlah 101,4 per 100.000 penduduk, yang menunjukkan penurunan dari insiden kasus pada tahun 2016 yang berjumlah 733,4 per 100.000 penduduk.6
Insiden penyakit DBD tentunya memiliki beberapa faktor yang memicu keberadaan nyamuk A. aegypti sebagai vektor penyakit tersebut. Faktor-faktor tersebut berupa tempat penampungan air (TPA) sebagai tempat perindukannya yang dapat berupa genangan pada wadah, drum, bak mandi, ember, dan sebagainya. Selain itu, kasus DBD berkaitan dengan faktor lingkungan berupa sanitasi rumah yang meliputi kepadatan penghuni di dalam rumah.
Selain faktor lingkungan, perilaku masyarakat juga merupakan faktor keberadaan penyakit DBD, dimana perilaku tersebut mencakup pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat.7,8
Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk melihat apakah terdapat hubungan faktor lingkungan dan perilaku masyarakat dengan riwayat kejadian DBD di Lingkungan Candi Baru Gianyar.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan yang digunakan yaitu cross sectional study yang dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara faktor lingkungan dan perilaku masyarakat dengan kejadian DBD tanpa adanya intervensi atau perlakuan. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan (Juli 2019 – Agustus 2019) dengan variabel penelitian: faktor lingkungan, yaitu kepadatan hunian rumah dan kondisi tempat penampungan air (TPA), serta perilaku masyarakat, yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan responden. Sampel pada penelitian ini adalah kepala keluarga (KK) atau istri KK yang berdomisili di Lingkungan Candi Baru Gianyar, dengan besar sampel 94 orang (minimum sampling). Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah KK yang berdomisili di Lingkungan Candi Baru Gianyar, KK yang bersedia diteliti dengan menandatangani informed consent, dan KK yang berada di rumah saat penelitian dilakukan. Sementara, kriteria ekslusi penelitan ini adalah KK yang tidak bersedia diteliti, dan KK atau istri KK yang tidak berada di rumah saat penelitian dilakukan. Data dikumpulkan dan dianalisis bivariat dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 24, kemudian diperoleh nilai p.
Penelitian ini telah mendapatkan ijin dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance) Nomor: 1485/UN 14.2.2.VII.14/LP/2019 tertanggal 20 Mei 2019.
HASIL
Subjek penelitian terdiri dari 69 responden laki-laki (73,4%) dan 25 responden perempuan (26,6%) dimana responden laki-laki adalah KK dan responden perempuan adalah istri KK. Sampel penelitian terdiri dari 94 KK di Lingkungan Candi Baru dari usia 25 tahun sampai dengan 74 tahun dengan median usia 49 tahun.
Dalam penelitian ini, terdapat responden dengan pendidikan terakhir mulai dari SD hingga perguruan tinggi yaitu D2, D3, S1, dan S2. Frekuensi pendidikan terakhir yang tertinggi dari responden penelitian adalah SMA/SMK dengan jumlah 43 responden (45,7%).
Pekerjaan responden terbanyak adalah dalam bidang wiraswasta, dimana wiraswasta meliputi responden yang bekerja sebagai pedagang. Terdapat 34 responden (36,2%) yang bekerja di bidang wiraswasta.
Untuk riwayat DBD sebelumnya, terdapat 57 responden (60,6%) yang tidak pernah DBD dan 37 responden (39,4%) yang pernah DBD. Riwayat DBD dilihat dari riwayat
responden tersebut ataupun riwayat dalam keluarga inti responden.
Dalam penelitian ini, faktor lingkungan berupa kepadatan hunian rumah dan kondisi tempat penampungan air (TPA) responden di uji dengan menggunakan lembar observasi. Sampel penelitian dengan hunian rumah yang tidak padat adalah 90 responden (95,7%) dan hunian yang padat sejumlah 4 responden (4,3%), sedangkah untuk variabel kondisi TPA terdapat 86 responden (91,5%) dengan kondisi TPA yang baik dan 8 responden (8,5%) dengan TPA yang buruk.
Perilaku masyarakat di uji dengan melakukan wawancara melalui kuesioner dimana semua data berupa data primer. Variabel yang di uji adalah pengetahuan, sikap,
dan tindakan responden terhadap DBD. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 84 responden (89,4%) dengan pengetahuan baik terhadap DBD dan 10 responden (10,6%) dengan pengetahuan buruk. Untuk variabel sikap, terdapat 55 responden (58,5%) dengan sikap baik dan 39 responden (41,5%) dengan sikap buruk. Untuk variabel tindakan, terdapat 82 responden (87,2%) dengan tindakan baik dan 12 responden (12,8%) dengan tindakan buruk (Tabel 1).
Berdasarkan analisis kepadatan hunian rumah dan riwayat kejadian DBD, terdapat 56 responden (62,2%) dengan tempat tinggal tidak padat yang tidak pernah DBD dan 34 responden (37,8%) yang pernah DBD. Untuk hasil dari variabel lain dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Karakteristik Demografi Subjek
Variabel |
n |
(%) |
Jenis Kelamin | ||
Laki-laki |
69 |
73,4 |
Perempuan |
25 |
26,6 |
Usia | ||
20 – 40 tahun |
19 |
20,2 |
41 – 60 tahun |
61 |
64,9 |
>60 tahun |
14 |
14,9 |
Pendidikan Terakhir | ||
SD |
3 |
3,2 |
SMP |
8 |
8,5 |
SMA/SMK |
43 |
45,7 |
Perguruan Tinggi |
40 |
42,6 |
Pekerjaan | ||
Tidak Bekerja |
5 |
5,3 |
PNS |
21 |
22,3 |
Wiraswasta |
34 |
36,2 |
Swasta |
23 |
24,5 |
Pensiun |
11 |
11,7 |
Riwayat DBD | ||
Tidak Pernah |
57 |
60,6 |
Pernah |
37 |
39,4 |
Tabel 2. Gambaran Kepadatan Hunian Rumah, Kondisi TPA, Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Responden terhadap DBD di Lingkungan Candi Baru Gianyar | ||
Variabel |
n |
(%) |
Kepadatan Hunian Rumah | ||
Padat |
4 |
4,3 |
Tidak Padat |
90 |
95,7 |
Kondisi Tempat Penampungan Air (TPA) | ||
Buruk |
8 |
8,5 |
Baik |
86 |
91,5 |
Pengetahuan | ||
Buruk |
10 |
10,6 |
Baik |
84 |
89,4 |
Sikap | ||
Buruk |
39 |
41,5 |
Baik |
55 |
58,5 |
Tindakan | ||
Buruk |
12 |
12,8 |
Baik |
82 |
87,2 |
Tabel 3. Hubungan Kepadatan Hunian Rumah, Kondisi TPA, Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Responden dengan Riwayat DBD di Lingkungan Candi Baru Gianyar
Variabel |
Riwayat DBD |
Total |
p-valuea | |||||
Pernah |
Tidak Pernah | |||||||
n |
% n |
% |
n |
% | ||||
Kepadatan Hunian Rumah Padat |
3 |
75 |
1 |
25 |
4 |
100 |
0,296 | |
Tidak padat |
34 |
37,8 |
56 |
62,2 |
90 |
100 | ||
Kondisi TPA Buruk |
3 |
37,5 |
5 |
62,5 |
8 |
100 |
1,000 | |
Baik |
34 |
39,5 |
52 |
60,5 |
86 |
100 | ||
Pengetahuan Buruk |
5 |
50 |
5 |
50 |
10 |
100 |
1,000 | |
Baik |
32 |
38,1 |
52 |
61,9 |
84 |
100 | ||
Sikap Buruk |
18 |
46,2 |
21 |
53,8 |
39 |
100 |
0,289 | |
Baik |
19 |
34,5 |
36 |
65,5 |
55 |
100 | ||
Tindakan Buruk |
3 |
25 |
9 |
75 |
12 |
100 |
0,353 | |
Baik |
34 |
41,5 |
48 |
58,5 |
82 |
100 |
a. Dianalisis dengan metode Fisher’s Exact Test dan Pearson’s Chi-Square Test
PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan riwayat kejadian DBD di Lingkungan Candi Baru Gianyar, diperoleh hasil nilai p = 0,296 (Tabel 3). Tidak adanya hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan riwayat kejadian DBD dapat disebabkan oleh karena responden tidak selalu menetap di dalam rumah. Aktivitas sehari-hari seperti bekerja, ataupun sekolah dapat menyebabkan paparan terhadap nyamuk A. aegypti sehingga mengalami infeksi DBD.9 Selain kepadatan hunian rumah, jarak dari satu rumah dengan rumah lainnya juga dapat mengakibatkan kejadian DBD. Menurut penelitian Roose, terdapat hubungan bermakna dengan rumah berjarak ≤ 5
meter dari tetangga dengan kejadian DBD, dimana rumah dengan jarak tersebut memiliki risiko 1,79 kali mengalami DBD dibandingkan rumah dengan jarak > 5 meter dari tetangga.10 Hal ini juga sejalan dengan teori dimana nyamuk A. aegypti mampu terbang dengan jarak 50 – 100 m dan memiliki sifat multibite, sehingga dapat menyebabkan infeksi secara luas dan tidak terbatas oleh kepadatan hunian rumah.11,12 Selain itu, kepadatan hunian rumah bukan merupakan faktor kausatif terjadinya DBD, melainkan adalah salah satu faktor risiko yang berhubungan dengan faktor lain seperti mobilitas penduduk ataupun kepadatan vektor. Mobilitas penduduk yang tinggi dapat memungkinkan penularan DBD dengan cepat, terutama jika berpergian ke luar kota atau berkunjung ke tempat dengan
kependudukan yang padat.13 Bepergian ke daerah endemis juga dapat meningkatkan risiko infeksi DBD. Hal ini ditunjukkan oleh sebuah penelitian pada wilayah kerja Puskesmas Kassi-Kassi dimana uji bivariat menghasilkan nilai p = 0,919.9 Observasi ini juga dihasilkan oleh penelitian Rahayu di Kecamatan Sawahan Kota Surabaya.11
Berdasarkan analisis hubungan antara kondisi TPA dengan riwayat kejadian DBD diperoleh hasil nilai p = 1,00 (p>0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rendy di Sawahan, dimana tidak terdapat hubungan yang bermakna antara praktik menutup TPA dengan adanya larva nyamuk dengan nilai p = 0,099.14 Hasil serupa juga dibuktikan oleh penelitian Rahayu, dimana keberadaan TPA tidak memiliki hubungan dengan kejadian penyakit DBD, dengan nilai p = 1,00 dan penelitian Miadi (2012) dimana hasil uji chi-square menunjukkan nilai p = 0,35.11,13
Tidak adanya hubungan bermakna antara kondisi TPA dengan riwayat kejadian DBD dapat disebabkan oleh jumlah responden yang sebagian besar memiliki kondisi TPA yang baik. Hal ini juga tidak berbanding lurus dengan kejadian DBD karena kemungkinan periode waktu penelitian yang tidak bersamaan dengan riwayat DBD, sehingga tidak dapat ditentukan apakah kondisi TPA menjadi penyebab dari DBD tersebut.15 Selain itu, sebagian besar sampel penelitian di Lingkungan Candi Baru sudah tidak menggunakan bak dalam kamar mandi, melainkan ember berukuran kecil ataupun shower.
Penelitian ini melakukan observasi kondisi TPA berdasarkan keberadaan jentik, keberadaan lumut atau kotoran yang mengendap atau mengapung, dan adanya tutup pada TPA dan menilainya melalui skoring. Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut tidak diteliti dengan rinci sehingga memungkinkan tidak adanya hubungan signifikan antara kondisi TPA dengan riwayat kejadian DBD. Menurut penelitian Tamza, keberadaannya TPA dan jentik A. aegypti pada TPA memiliki hubungan bermakna dengan kejadian DBD di Lampung dengan nilai p = 0,009 untuk keberadaan TPA dan nilai p = 0,050 untuk keberadaan jentik A. aegypti pada TPA.16 Hal ini juga ditemukan pada penelitian Ayun dimana keberadaan TPA meningkatkan risiko kejadian DBD sebanyak 5,127 kali.17
Adapun kondisi TPA yang buruk, tidak adanya hubungan signifikan dapat disebabkan oleh nyamuk A. aegypti yang tidak selalu hinggap di dalam rumah, melainkan berpindah ke luar rumah ataupun TPA lain di luar lingkungan rumah untuk berkembang biak. Keberadaan jentik pada TPA juga tidak selalu berhubungan lurus dengan kejadian DBD, seperti yang ditemukan pada penelitian Sitio.18
Berdasarkan analisis hubungan pengetahuan masyarakat terhadap DBD dengan riwayat kejadian DBD didapatkan hasil nilai p = 0,508 (p>0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sitio dimana tidak terdapat hubungan antara pengetahuan responden dengan riwayat kejadian DBD, dengan nilai p = 0,764 dan nilai OR = 0,696 dengan CI = 0,213 – 2,276.18 Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Fathi di Kota Mataram dimana hubungan antara pengetahuan dan kejadian DBD tidak
signifikan, dengan nilai p > 0,05 serta penelitian di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Selatan oleh Suyasa dimana tidak ada hubungan signifikan antara pengetahuan mengenai DBD dan keberadaan jentik.7,19
Tidak adanya hubungan bermakna antara pengetahuan responden dengan riwayat kejadian DBD adalah karena mayoritas responden yang sudah memiliki pengetahuan baik tentang penyakit DBD. Berdasarkan pernyataan yang terdapat pada kuesioner, responden memiliki jawaban yang benar mengenai penyebab DBD, gejala, serta tindakan yang dapat dilakukan bila terdapat kasus DBD. Selain itu, pada Lingkungan Candi Baru sendiri telah dilaksanakan penyuluhan secara rutin mengenai DBD sehingga masyarakat umumnya tidak awam dengan penyakit ini. Tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat yang pernah mengalami DBD dan memiliki pengetahuan buruk sudah memiliki pengetahuan yang baik karena program penyuluhan yang baru dilakukan secara aktif.
Berdasarkan analisis hubungan antara sikap responden terhadap DBD dengan riwayat kejadian DBD, diperoleh hasil nilai p = 0,289 (p>0,05). Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian oleh Sitio dimana nilai p = 0,221 dan nilai OR = 2,625.18 Pada penelitian tersebut, responden menunjukkan sikap baik mengenai penyakit DBD serta kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan menunjukkan sikap kurang baik mengenai menutup, mengubur, serta kebiasaan menggantung pakaian bekas pakai. Hal tersebut juga ditunjukkan oleh penelitian ini dimana sikap responden mengenai menggantung pakaian masih buruk serta sikap responden mengenai tempat penampungan air (TPA) di rumah.
Tidak adanya hubungan antara sikap responden dengan riwayat kejadian DBD dapat disebabkan oleh kesamaan sikap antara responden dengan riwayat DBD ataupun yang tidak memiliki riwayat DBD, seperti pada pengetahuan. Umumnya, pengetahun mempengaruhi sikap sehingga hubungan dengan riwayat DBD tidak bermakna.18 Adapun faktor lain yang dapat menyebabkan hal ini adalah bedanya tingkat pendidikan serta usia para responden. Selain hal ini, pernyataan mengenai menggantung pakaian dan TPA merupakan bagian dari sikap yang dinilai lewat skoring. Tidak adanya hubungan bermakna dapat disebabkan oleh variabel yang tidak dinilai secara spesifik sehingga masih menunjukkan skor yang baik secara keseluruhan.
Berdasarkan analisis hubungan tindakan responden terhadap DBD dengan riwayat kejadian DBD didapatkan hasil nilai p = 0,353 (p>0,05). Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian oleh Pratamawati di Gianyar dimana tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara tindakan pemakaian insektisida rumah tangga dengan kejadian DBD, dimana pemakaian insektisida merupakan salah satu poin dalam pengukuran tindakan responden. Uji statistik chi-square menunjukkan nilai p = 0,372 yaitu tidak signifikan.20 Penelitian oleh Rahayu mengenai hubungan antara pelaksanaan kegiatan menguras, menutup, dan mengubur (3M) dengan riwayat kejadian DBD juga tidak signifikan, dimana nilai p = 1,000 dengan nilai OR = 1,003 dan penelitian oleh Suyasa di Denpasar dimana tidak ada hubungan antara tindakan responden dengan keberadaan
vektor DBD.7,11 Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian insektisida dan pelaksanaan kegiatan 3M belum mencegah kejadian DBD atau keberadaan vektor secara langsung. Adapun penelitian dengan hasil bertentangan adalah penelitian case-control milik Supriyanto, dimana terdapat hubungan antara tindakan PSN terhadap kejadian DBD dengan nilai p = 0,000 dan OR = 13,5 yang mengartikan bahwa masyarakat dengan tindakan PSN buruk memiliki risiko terkena DBD sebanyak 13,5 kali lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat dengan tindakan baik.21
Tidak adanya hubungan bermakna antara tindakan responden dengan kejadian DBD dapat disebabkan oleh masyarakat yang umumnya sudah memiliki tindakan baik terhadap DBD ataupun tindakan pencegahannya. Seperti adanya penyuluhan mengenai penyakit DBD, Lingkungan Candi Baru sudah memiliki program PSN 3M Plus dan juru pemantau jentik (Jumantik) serta edukasi mengenai tindakan 3M. Selain itu, riwayat kejadian DBD responden dalam penelitian ini tidak diberikan jarak yang spesifik sehingga, kemungkinan periode waktu penelitian yang tidak bersamaan dengan riwayat DBD. Oleh karena itu, seperti hal nya kondisi TPA, tidak dapat ditentukan apakah tindakan PSN 3M ataupun PSN pada TPA menjadi penyebab kausatif dari DBD tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian mengenai hubungan faktor lingkungan dan perilaku masyarakat dengan riwayat kejadian DBD di Lingkungan Candi Baru Gianyar tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara variabel kepadatan hunian rumah, kondisi tempat penampungan air (TPA), pengetahuan, sikap, ataupun tindakan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut dengan cakupan yang lebih luas dan juga responden yang dipilih secara random sehingga sampel tidak homogen. Adapun hal lain yang baiknya diteliti kedepannya adalah faktor risiko lain dari DBD yang belum dapat diteliti pada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Anonim. Profil Kesehatan Indonesia. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. 2015 [dikutip 8 Mei 2017]. Tersedia pada: www.depkes.go.id.
-
2. Kyle JL, Harris E. Global Spread and Persistence of Dengue. Annual Review of Microbiology. 2008;62, 71-92.
-
3. Bhatt S, Gething PW, Brady OJ, Messina JP, Farlow AW, Moyes CL, Drake JM, Brownstein JS, Hoen AG, Sankoh O, Myers MF, George DB, Jaenisch T, Wint GR, Simmons CP, Scott TW, Farrar JJ, Hay SI. The global distribution and burden of dengue. Nature. 2013;496(7446), 504-507.
-
4. Guzman MG, Halstead SB, Artsob H, Buch P, Farrar J, Gubler DJ, Hunsperger R, Kroeger A, Margolis HS, Martinez E, Nathan MB, Pelegrino JL, Simmons C, Yoksan S, Peeling RW. Dengue: a continuing global threat. Nat Rev Microbiol. 2010;8(120), 7-16.
-
5. Anonim. Dengue: Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. World Health Organization. 2009 [dikutip 8 Mei 2017]. Tersedia pada: www.who.int.
-
6. Anonim. Profil Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2015. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2016 [dikutip 14 Juli 2017]. Tersedia pada: http://www.diskes.baliprov.go.id.
-
7. Suyasa ING, Putra NA, Aryanta IWR. Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan. Ecotrophic. 2012;3(1), 1-6.
-
8. Candra A. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan. Aspirator. 2010;2(2), 110-119.
-
9. Andi DSH, Andi AA, Jumriani A. Hubungan Faktor Lingkungan dan Anjuran Pencegahan dengan DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Kassi-Kassi. Jurnal Universitas Hasanuddin. 2014, 1-12.
-
10. Roose A. Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008 (Tesis). 2015.
-
11. Rahayu M, Baskoro T, Wahyu B. Studi Kohort Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue. Berita Kedokteran Masyarakat. 2010;26(4), 163-170.
-
12. Rofika A. Kontribusi Faktor Lingkungan Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Daerah Endemis di Kabupaten Grobogan. Skripsi. 2016 [dikutip 29 Desember 2018]. Tersedia pada:
htttps://lib.unnes.ac.id/28158/1/6411412190.pdf
-
13. Miadi, Najib M, Agustin DK. Hubungan Antara Kondisi Tempat Penampungan Air dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue. Jurnal Keperawatan. 2012;5(2), 84-88.
-
14. Rendy MP. Hubungan Faktor Perilaku dan Faktor Lingkungan dengan Keberadaan Larva Nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013. Skripsi. 2013 [dikutip 10 September 2019]. Tersedia pada: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/1234567 89/26504/1/Mentary%20Putry%20Rendy-FKIK.pdf
-
15. Sofia, Suhartono, Wahyuningsih NE. Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. 2014;13(1), 30-38.
-
16. Tamza RB, Suhartono, Dharminto. Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Lampung. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2013;2(2), 1-9.
-
17. Ayun KK, Pawenang ET. Hubungan antara Faktor Lingkungan Fisik dan Perilaku dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Sekaran, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Public Health Perspective Journal. 2017;2(1),97-104.
-
18. Sitio A. Hubungan Perilaku Tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Kebiasaan Keluar dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2008. Skripsi. 2008 [dikutip 10 Juli 2017]. Tersedia pada:
http://eprints.undip.ac.id/16497/1/ANTON_SITIO.pdf
-
19. Fathi, Soedjajadi K, Chatarina UW. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2005;2(1), 1-10.
-
20. Pratamawati DA, Irawan AS, Widiarti. Hubungan Antara Perilaku Penggunaan Insektisida Rumah Tangga dengan Riwayat Pernah Sakit Demam Berdarah di Provinsi Bali Tahun 2011. Spirakel. 2015;7(2).
21.
Supriyanto H. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, Praktik Keluarga tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Wetan Kota Semarang. Skripsi. 2011 [dikutip 8 November 2019]. Tersedia pada:
-
22. Megawati D, Masyeni S, Yohan B, Lestarini A, Hayati RF, Meutiawati F, Surayana K, Widarsa T, Budiyasa DG, Budiyasa N, Myint KSA, Sasmono RT. Dengue in Bali: Clinical characteristics and genetic diversity of circulating dengue viruses. PLoS Negl Trop Dis. 2017;11(5), 1-15.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2022.V11.i01.P09
60
Discussion and feedback