ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.3,MARET, 2023


Diterima: 09-04-2022 Revisi: 12-02-2023 Accepted: 21-02-2023

MANFAAT EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica Val.) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus

Putu Winna Deyanti Putri1, Luh Made Mas Rusyati2, I Gusti Ayu Agung Praharsini3, Prima Sanjiwani Saraswati Sudarsa4

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 2Departemen Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah e-mail: winnadynt@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Staphylococcus aureus adalah salah satu penyebab utama penyakit pada tubuh manusia. Mayoritas orang pernah terinfeksi Staphylococcus aureus sepanjang hidupnya dengan tingkat keganasan yang berbeda-beda, seperti pioderma superfisial. Infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus umumnya diobati dengan memberikan antibiotika, namun dalam beberapa kasus antibiotika tidak digunakan atau diresepkan secara tepat sehingga dapat menimbulkan resistensi. Kunyit mengandung beberapa senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, tanin, minyak atsiri, terpenoid dan kurkuminoid yang berperan sebagai antibakteri. Tujuan: Untuk membuktikan efektivitas dan konsentrasi ekstrak kunyit (Curcuma domestica Val.) yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan desain penelitian post test only control group. Kunyit yang berasal dari Singaraja diekstrak menggunakan pelarut etanol 96% dengan metode maserasi. Konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini masing-masing adalah 15%, 30%, 50%, 75%, dan 100%, dimana vancomycin sebagai kontrol positif dan etanol 96% sebagai kontrol negatif. Pengujian dilakukan dengan metode difusi cakram dengan pengulangan sebanyak 4 kali. Hasil penelitian dianalisa menggunakan uji Kruskal Wallis. Hasil: Rerata diameter zona hambat di setiap konsentrasinya secara berurutan yakni 7 mm, 7,25 mm, 7,5 mm, 7 mm, dan 7 mm. Penelitian ini memperoleh angka signifikansi 0,001 (p<0,05) yang menunjukan ekstrak kunyit dengan berbagai konsentrasi memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Simpulan: Ekstrak kunyit (Curcuma domestica Val.) dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus pada seluruh konsentrasi ekstrak dengan diameter zona hambat paling besar pada ekstrak 50%.

Kata kunci : Antibakteri, Curcuma domestical Val., Staphylococcus aureus

ABSTRACT

Background: Staphylococcus aureus is an major human pathogen. Most individuals get Staphylococcus aureus infections with varying degrees of malignancy, such as superficial pyoderma, at some point in their lives. Antibiotics are often used to treat Staphylococcus aureus infections, however they may not be utilised or prescribed correctly, resulting in resistance. Alkaloids, flavonoids, tannins, essential oils, terpenoids, and curcuminoids are some of the active components in turmeric that have antibacterial properties. Objective: The goal of this study was to see how efficient the most effective turmeric extract (Curcuma domestica Val.) was in stopping Staphylococcus aureus from growing. Methods: This is an experimental research with a post-test control group. A maceration process employing 96 percent ethanol as a solvent was used to extract Singaraja turmeric. The extract concentrations employed in this research were 15%, 30%, 50%, 75%, and 100%; the positive control was vancomycin, and the negative control was 96 percent ethanol. Using the disc spreading approach, the test was conducted four times. The Kruskal-Wallis test was used to examine the findings of the research. Results: For the average, the inhibition zones were 7 mm, 7.25 mm, 7.5 mm, 7 mm, and 7 mm in diameter at each concentration. This research obtained significance figure by 0.001 (p<0.05). This suggests that the development of Staphylococcus aureus is influenced by varying amounts of turmeric ethanol extract. Conclusions: Turmeric extract (Curcuma domestica Val.) inhibits the growth of Staphylococcus aureus at all concentrations, with 50% of the extracts displaying the largest inhibition zone width.

Keywords: Antibacterial, Curcuma domestical Val., Staphylococcus aureus

PENDAHULUAN

Staphylococcus aureus adalah salah satu penyebab utama penyakit pada tubuh manusia. Mayoritas orang pernah terinfeksi Staphylococcus aureus sepanjang hidupnya dengan tingkat keganasan yang berbeda-beda, mulai dari infeksi kulit minor hingga dapat menyebabkan kematian.1 Salah satu infeksi kulit akibat Staphyloacoccus aureus yang sering ditemui adalah pioderma superfisial. Pioderma superfisial merupakan infeksi yang terjadi di bawah lapisan stratum korneum hingga lapisan dermis kulit atau folikel rambut. Penyakit pioderma superfisial terdiri atas beberapa bentuk klinis yakni impetigo, ektima, folikulitis, furunkel dan karbunkel, serta infeksi sekunder pada kelainan kulit lain yang sudah ada.2

Infeksi oleh Staphylococcus aureus umumnya diobati menggunakan antibiotik, namun dalam beberapa kasus antibiotik digunakan atau diresepkan secara tidak tepat (irrational prescribing) sehingga dapat menimbulkan resistensi seperti Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Banyak penelitian telah dilakukan mengenai keberadaan MRSA di lingkungan rumah sakit. Dalam studi oleh Vysakh dan Jeya, ditemukan 121 positif MRSA (27%) dan 329 positif MSSA (73%) diperoleh dari 459 strain Staphylococcus aureus yang dikumpulkan dari beberapa pasien di rumah sakit India.3 Hal tersebut sejalan dengan penelitian di Universitas of Alexandria yang menemukan adanya resistensi terhadap antibiotik cefoxitin dan oxacillin sebesar 40% dari 50 isolat yang dikumpulkan dari beberapa rumah sakit yang menunjukkan adanya MRSA pada isolat tersebut.4 Penelitian di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, memperoleh prevalensi MRSA sebanyak 8,2%. Walaupun hasil penelitian tersebut masih tergolong lemah tetap dibutuhkan strategi untuk mengatasi hal tersebut, salah satunya adalah dengan penggunaan bahan alternatif.5

Salah satu bahan alternatif yang banyak digali manfaatnya adalah rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.). Kunyit mengandung kurkumin, minyak atsiri, minyak lemak, dan beberapa senyawa turunan lainnya yang menyebabkan kunyit dapat berperan sebagai antibakteri, antivirus, antineoplasma, antinematosida, antiprotozoa, dan antioksida.6 Selain itu beberapa senyawa antibakteri lain yang terkandung dalam kunyit yakni flavonoid dan alkaloid.7 Sejalan dengan pernyataan tersebut, studi yang dilakukan oleh Mohammed menunjukan adanya aktivitas antibakteri ekstak kunyit dengan konsentrasi akhir ekstrak 100 mg/ml terhadap bakteri Streptococcus pyogenes dan Streptococcus mutans, dengan rerata diameter zona hambat secara berurutan adalah 10,2 mm dan 9,7 mm.8 Berdasarkan latar belakang tersebut yang menunjukan manfaat kunyit sebagai antibakteri, maka penulis merasa perlu menggali lebih jauh mengenai manfaat ekstrak kunyit dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan desain penelitian post test only control group. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2021 di beberapa lokasi. Pembuatan ektrak kunyit (Curcuma Domestica Val.) dilakukan di Laboratorium Sumberdaya Genetika dan Biologi Molekuler Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar, sedangkan uji daya hambat ekstrak kunyit terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar.

Penelitian ini menggunakan beberapa peralatan antara lain blender, gelas kimia, gelas ukur, tabung maserasi, alat pengaduk, rotary vacuum evaporator, timbangan, pinset, tabung dan rak ose, lampu bunsen, cawan petri, kertas disk, mikropipet, lidi kapas steril, inkubator, jangka sorong, tip. Bahan penelitian yang digunakan antara lain rimpang kunyit (Curcuma Domestica Val.), etanol 96%, aquades, Muller Hinton Agar (MHA), isolat Staphylococcus aureus, antibiotika vancomycin.

Rimpang kunyit yang digunakan berasal dari Singaraja yang selanjutnya dikeringkan tanpa terkena matahari dan dihaluskan. Bubuk kunyit kemudian diekstraksi dengan pelarut etanol 96% selama 3 hari menggunakan metode maserasi. Konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini masing-masing adalah 15%, 30%, 50%, 75%, dan 100%, dimana vancomycin sebagai kontrol positif dan etanol 96% sebagai kontrol negatif. Suspensi bakteri Staphylococcus aureus dibuat dengan isolat murni Staphylococcus aureus kemudian diambil menggunakan ose steril dan langsung dioleskan pada Muller Hinton Agar (MHA) secara merata dengan pengulangan sebanyak 4 kali. Kertas disk yang berisikan perlakuan kemudian dilekatkan dengan pinset steril di permukaan Muller Hinton Agar (MHA). Seluruh cawan petri yang berisikan perlakuan selanjutnya diinkubasi pada inkubator dengan suhu 37oC. Setelah 24 jam, akan terbentuk zona hambat di sekitar kertas disk yang selanjutnya diukur dan dicatat diameternya.

Analisis statistika data yang diperoleh diawali dengan menggunakan Shapiro-Wilk Test untuk menguji normalitas datanya, dilanjutkan dengan Levene Test untuk menguji homogenitas datanya. Uji parametri One Way ANOVA dilakukan jika data normal dan homogen, apabila tidak, dilanjutkan dengan uji statistik non parametri Kruskal Wallis. Uji post hoc dilakukan apabila hasil One Way ANOVA atau Kruskall-Walls bermakna. Penelitian ini sudah mendapatkan surat kelaikan etik dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar dengan nomor 162/UN14.2.2.VII.14/LT/2021.

HASIL

Pengujian aktivitas antibiotik pada penelitian ini dilakukan dengan 7 perlakuan dan pengulangan sebanyak 4 kali. Perlakuan konsentrasi ekstrak kunyit terhadap Staphylococcus aureus dalam penelitian ini adalah 15%, 30%, 50%, 75%, dan 100%. Vancomycin digunakan sebagai kontrol positif, sedangkan etanol 96% digunakan sebagai kontrol negatif. Hasil yang dievaluasi sebagai zona hambat adalah daerah bening yang mengitari satu perlakuan kertas disk. Tabel 1 memperlihatkan hasil diameter zona hambat

yang serupa di setiap pengulangan masing-masing konsentrasi. Rerata diameter zona hambat yang dihasilkan oleh setiap perlakuan terhadap Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut ekstrak 15%(P1) 7 mm; ekstrak 30%(P2) 7,25 mm; ekstrak 50%(P3) 7,5 mm; ekstrak 75%(P4) 7 mm; ekstrak 100%(P5) 7 mm, sedangkan rerata yang dihasilakan pada setiap perlakuan kontrol yakni kontrol + (K1) 18,5 mm; kontrol – (K2) 0 mm.

Tabel 1.   Hasil pengukuran diameter zona hambat ekstrak kunyit terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus

Jenis Perlakuan

Diameter Zona Hambat (mm)                Rerata (mm)

I             II              III             IV

Kontrol (+) (K1)

Kontrol (-) (K2)

Ekstrak 15% (P1)

Ekstrak 30% (P2)

Ekstrak 50% (P3)

Ekstrak 75% (P4)

Ekstrak 100% (P5)

20          18           20           16                18,5

0           0            0            0                  0

7           7            7            7                  7

8           7             7             7                 7,25

8           7             7             8                  7,5

7           7            7            7                  7

7           7            7            7                  7

Tabel 2. Hasil uji normalitas distribusi data diameter zona hambat

Kelompok

Sampel (n)          Statistik            df                      Sig.

Kontrol (+) (K1)

Kontrol (-) (K2)

Ekstrak 15% (P1)

Ekstrak 30% (P2)

Ekstrak 50% (P3)

Ekstrak 75% (P4)

Ekstrak 100% (P5)

4               0,729            4                   0,024

4               0,000            4                   0,000

4               0,000            4                   0,000

4                0,630             4                    0,001

4               0,729            4                   0,024

4               0,000            4                   0,000

4               0,000            4                   0,000

Tabel 2 menunjukan nilai signifikansi dari uji normalitas dengan Shapiro Wilk yaitu sebesar < 0,05 pada semua kelompok perlakuan, sehingga data tidak berdistribusi normal. Tabel 3 menunjukan hasil uji

homogenitas dengan Levene yang mendapatkan nilai signifikansi sebesar < 0,05 pada semua kelompok perlakuan, sehingga data yang diperoleh tidak homogen.

Tabel 3. Hasil uji homogenitas data diameter zona hambat

Variabel

Hasil Uji Homogenitas

Diameter Zona Hambat

0,022

Berdasarkan hasil uji statistik data, uji parametrik One Way ANOVA tidak dapat dilakukan karena data tidak normal dan homogen. Uji analisis lanjutan yang sesuai adalah uji non-parametrik Kruskal Wallis. Uji ini memiliki tujuan untuk mengetahui apakah setiap konsentrasi ekstrak kunyit memiliki perbedaan daya hambat yang signifikan

terhadap Staphylococcus aureus. Tabel 4 menunjukan hasil uji Kruskal Wallis yang mendapatkan nilai signifikansi sebesar 0,001 yang menunjukan bahwa ekstrak kunyit dalam setiap konsentrasi perlakuan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus.

Tabel 4. Hasil uji perbedaan pertumbuhan Stapylococcus aureus

Perlakuan

N

Rerata peringkat

P value

Kontrol (+) (K1)

4

26,5

Kontrol (-) (K2)

4

2,5

Ekstrak 15% (P1)

4

13

Ekstrak 30% (P2)

4

15,5

0,001

Ekstrak 50% (P3)

4

18

Ekstrak 75% (P4)

4

13

Ekstrak 100% (P5)

4

13

Tabel 5 menunjukan hasil uji Mann Whitney yang mendapatkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) antar vancomycin sebagai kelompok kontrol positif maupun etanol 96% sebagai kontrol negatif terhadap kelompok

perlakuan ekstrak dengan konsentrasi uji 15%, 30%, 50%, 75%, dan 100%. Data pada tabel 5 juga menunjukan antar kelompok perlakuan konsentrasi uji tidak ada perbedaan yang signifikan.

Tabel 5. Hasil analisis perbedaan antar konsentrasi ekstrak kunyit terhadap Staphylococcus aureus

Ekstrak 15% (P1)

Ekstrak 30% (P2)

Ekstrak 50% (P3)

Ekstrak 75% (P4)

Ekstrak 100% (P5)

Kontrol + (K1)

Kontrol -(K2)

Ekstrak 15%

0,317

0,127

1.000

1.000

0,013*

0,008*

Ekstrak 30%

0,495

0,317

0,317

0,017*

0,011*

Ekstrak 50%

0,127

0,127

0,018*

0,013*

Ekstrak 75%

1.000

0,013*

0,008*

Ekstrak 100%

0,013*

0,008*

Kontrol +

0,013*

Catatan: * = nilai p< 0,05 (signifikan)

PEMBAHASAN

Hasil dari penelitian menunjukan ekstrak kunyit dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro. Hal tersebut didukung dengan zona hambat yang terbentuk di sekeliling kertas disk kelompok perlakuan pada Muller Hinton Agar (MHA). Data hasil penelitian menunjukan adanya kenaikan rerata zona hambat pada ekstrak kunyit konsentrasi 15%, 30%, dan 50% secara

berurutan adalah 7 mm, 7,25 mm, dan 7,5 mm. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan ekstrak yang meningkat sebanding dengan peningkatan konsentrasi antibakteri, sehingga senyawa aktif yang menghambat pertumbuhan bakteri juga ikut meningkat.9 Peningkatan konsentrasi ekstrak tidak selalu sebanding dengan peningkatan rerata diameter zona hambat, hasil dari penelitian menunjukan ekstrak kunyit konsentrasi 75%, dan 100% menghasilkan diameter zona hambat yang lebih kecil dari perlakuan sebelumnya yaitu 7 mm. Hal tersebut dikarenakan ekstrak tidak bisa berdifusi secara optimal ke dalam media Muller Hinton Agar (MHA) akibat konsentrasi yang terlalu pekat. Hal lainnya yang dapat menyebabkan diameter zona hambat tidak selalu meningkat adalah perbedaan jenis senyawa antibakteri.10,11

Davis dan Stount mengklasifikasikan respon daya hambat pertumbuhan bakteri berdasarkan diameter zona bening yang terbentuk yaitu respon lemah (≤5 mm), respon sedang (5-10 mm), respon kuat (10-20 mm), dan respon sangat kuat (≥20 mm).12 Berdasarkan penelitian yang dilakukan, hasil uji aktivitas antibakteri pada setiap perlakuan konsentrasi ekstrak kunyit 15%, 30%, 50%, 75%, dan 100% termasuk dalam kategori respon hambatan sedang. Hasil penelitian berbeda dengan studi oleh Cahyani dkk13 yang menguji ekstrak kunyit terhadap Propionibacterium acnes dengan konsentrasi uji 15%, 30%, 50%, 75%, dan 100% dengan hasil rerata diameter zona hambat secara beruntun yakni 11,35 mm, 15,65 mm, 17,575 mm, 18, 85 mm, dan 20,8 mm yang termasuk dalam kategori respon hambatan kuat dan sangat kuat.13 Diameter zona hambat dapat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain populasi bakteri, komposisi media kultur, konsentrasi mikroba pada permukaan media agar, pH media agar, ketebalan kapas pada cotton swab steril, waktu inkubasi, suhu dan lingkungan sekitar bakteri.14 Perbedaan tersebut juga disebabkan oleh kandungan senyawa dalam ekstrak kunyit yang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain umur rimpang, lokasi penanaman, dan proses pengeringan. Kandungan metabolit sekunder pada kunyit juga dipengaruhi oleh keadaan genetik dan lingkungan.

Kurkumin merupakan hasil metabolit sekunder yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. 10,15

Kunyit mengandung senyawa fenolik alami seperti kurkuminoid dan seskuiterpenoi. Kurkuminoid mengandung tiga komponen, yaitu bisdemethoxycurcumin (0,3%), demethoxycurcumin (6%), dan kurkumin (94%). Senyawa seskuiterpenoid terdiri dari arturmeron, curlon, curcuminol, curcumen, zingiberen, germacrone, bisacumol, dan bsabolen. Kurkuminoid memberi efek kuning pada kunyit, dan senyawa seskuiterpenoid kunyit, artemeron, dan zingiberen memberikan aroma unik pada kunyit.16

Kandungan utama dalam kunyit adalah kurkumin dan minyak atsiri, dimana rimpang kunyit mengandung kurkumin sebesar 10,92% serta minyak atsiri sebesar 5-6%.17 Kurkumin menghambat sitokinesis dan proliferasi bakteri akibat adanya penekanan pembentukan cincin Z dikarenakan kurkumin mengikat protein FtZ serta menghambat pembentukan protofilamen. Kurkumin juga berikatan pada peptidoglikan bakteri yang mengakibatkan rusaknya dinding dan membran sel bakteri sehingga akhirnya lisis.18 Minyak atsiri menghambat pembentukan dinding sel bakteri, akibatnya dinding sel terbentuk tidak sempurna atau tidak terbentuk sama sekali. Minyak atsiri mengandung gugus hidroksil dan karbonil yang menghambat pertumbuhan mikroba melalui denaturasi protein.19

Adanya aktivitas antibakteri pada ekstrak kunyit tidak terlepas dari senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya. Studi oleh Cobra dan Amini menyebutkan bahwa rimpang kunyit berisi beberapa senyawa aktif yakni flavonoid, alkaloid, dan tanin. Mekanisme antibakteri flavonoid adalah dengan menghambat fungsi dari membaran sitoplasma, menghalangi sintesis asam nukleat, serta mengagalkan metabolismes energi. Flavonoid bekerja dengan cara menghancurkan dinding bakteri, hal tersebut dikarenakan reaksi antara senyawa asam amino dan lipid dengan gugus alkohol flavonoid, akibatnya dinding sel rusak sehingga senyawa tersebut berhasil masuk ke inti sel bakteri.20,21 Alkaloid bekerja dengan menganggu peptidoglikan sel yang mengakibatkan dinding sel tidak terbentuk sempurna sehingga berakhir dengan kematian sel bakteri. Alkaloid juga bekerja dengan menghambat enzim topoisomerase dan berperan sebagai interquelator DNA dalam sel bakteri.22 Mekanisme senyawa tanin sebagai antibakteri adalah dengan mengganggu pembentukan polipeptida yang mengakibatkan rusaknya struktur dinding sel bakteri, sehingga sel bakteri hancur karena adanya tekanan fisik dan osmotik. Tanin juga dapat menonaktifkan adhesi sel mikroba, menonaktifkan enzim, mengubah transpor protein di lapisan dalam sel, serta menyebabkan terjadinya aglutinasi protein pada sel bakteri.23

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan hasil penelitian ini yaitu ekstrak kunyit (Curcuma domestica Val.) dapat menghambat pertumbuhan

Staphylococcus aureus secara in vitro pada konsentrasi 15%, 30%, 50%, 75%, dan 100%. Diameter zona hambat terbesar dihasilkan pada ekstrak dengan konsentrasi 50% sebesar 7,5 mm.

Penelitian ini menggunakan isolat bakteri standar yang berasal dari laboratorium, sehingga perlu adanya uji lanjutan menggunakan bakteri Staphylococcus aureus yang di isolasi langsung dari pasien pioderma superfisial sehingga dapat memberikan informasi lebih lanjut terkait manfaat ekstrak kunyit dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus penyebab pioderma superfisial.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Jawetz M. Adelberg’s Medical microbiology. Antibacterial and Antifungal chemotherapy (PrenticeHall International Inc). 2007.

  • 2.    Murlistyarini S, Prawitasari S, Setyowatie L, editors. Intisari Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Universitas Brawijaya Press; 2018

  • 3.    Vysakh PR, Jeya M. A comparative analysis of community acquired and hospital acquired methicillin resistant Staphylococcus aureus. Journal of clinical and diagnostic research: JCDR. 2013 Jul;7(7):1339.

  • 4.    Kader.    Hospital-aquired methicillin resistant

Staphylococcus aureus: Analysis of mec A Gene and Staphylococcal Cassette Shromosome. Int.J.Curr Microbiol Sci. 2015 4(9) : 805-81.

  • 5.    Kuntaman K, Hadi U, Setiawan F, Koendori EB, Rusli M, Santosaningsih D, Severin J, Verbrugh HA. Prevalence of methicillin resistant Staphylococcus aureus from nose and throat of patients on admission to medical wards of DR Soetomo Hospital, Surabaya, Indonesia. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2016 Jan 1;47(1):66-70.

  • 6.    Simanjuntak P. Studi Kimia Dan Farmakologi Tanaman Kunyit (Curcuma longa L) Sebagai Tumbuhan Obat Serbaguna. AGRIUM: Jurnal Ilmu Pertanian. 2015 Mar 18;17(2).

  • 7.    Heinrich M, Barnes J, Gibbons S, Williamson EM. Farmakognosi dan fitoterapi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2009.

  • 8.    Mohammed NA, Habil NY. Evaluation of antimicrobial activity of curcumin against two oral bacteria. Autom Control Intell Syst. 2015 Jan 27;3(2):18.

  • 9.    Apriliana E, Soleha TU, Ramadhian MR. Potensi Ekstrak Daun Salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) sebagai Antibakteri terhadap Staphylococcus aureus secara In Vitro. AGROMEDICINE UNILA. 2018;5(2):562-6.

  • 10. Yanti YN, Mitika S. Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) terhadap Bakteri Staphylococus aureus. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina. 2017 Apr 11;2(1):158-68.

  • 11. Maleki S, Seyyednejad SM, Damabi NM, Motamedi H. Antibacterial activity of the fruits of Iranian Torilis

leptophylla against some clinical pathogens. Pak J Biol Sci. 2008 May 1;11(9):1286-9.

  • 12. Davis  WW, Stout TR. Disc plate method of

microbiological antibiotic assay. I. Factors influencing variability and error. Appl Microbiol. 1971;22(4):659-

665.

  • 13. Cahyani A, Anggraini DI, Soleha TU, Tjiptaningrum A. Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap Pertumbuhan Propionibacterium acnes In Vitro. Jurnal Kesehatan. 2020 Dec 8;11(3):414-21.

  • 14. Greenwood, D; Barer, M; Slack, R; Irving, W.(2012). Medical microbiology, a guide to microbial infection: pathogenesis, laboratory investigation and control 8 edition. United States: Churchill Livingstone, Elsevier.

  • 15. Sholehah DN, Amrullah A, Badami K. Identifikasi Kadar dan Pengaruh Sifat Kimia Tanah terhadap Metabolit Sekunder Kunyit (Curcuma domestiva Val.) di Bangkalan. Rekayasa. 2016 Apr 3;9(1):61-7.

  • 16 .Kumar A, Singh AK, Kaushik MS, et al. Interaction of turmeric (Curcuma longa L.) with beneficial microbes: a review. 3 Biotech. 2017;7(6):357.

  • 17 . Stanojević JS, Stanojević LP, Cvetković DJ, Danilović BR. Chemical composition, antioxidant and antimicrobial activity of the turmeric essential oil (Curcuma longa L.). Advanced technologies. 2015;4(2):19-25.

  • 18 .Teow SY, Liew K, Ali SA, Khoo AS, Peh SC. Antibacterial       Action       of       Curcumin

against Staphylococcus aureus: A Brief Review. J Trop Med. 2016.

  • 19 .Korenblum E, de Vasconcelos Goulart FR, de Almeida Rodrigues I, Abreu F, Lins U, Alves PB, Blank AF, Valoni É, Sebastián GV, Alviano DS, Alviano CS. Antimicrobial action and anti-corrosion effect against sulfate reducing bacteria by lemongrass (Cymbopogon citratus) essential oil and its major component, the citral. AMB express. 2013 Dec;3(1):1-8.

  • 20 .Cobra LS, Amini HW. Skirining Fitokimia Ekstrak Sokhletasi Rimpang Kunyit (Curcuma longa) dengan Pelarut Etanol 96%. Jurnal Ilmiah Kesehatan Karya Putra Bangsa. 2019 Apr 16;1(1):12-7.

  • 21 .Juariah S, Yolanda N, Surya A. Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Kersen terhadap Staphylococcus Aureus dan Salmonella Typhi. Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah Problema Kesehatan. 2020 Jun 29;5(2):338-44.

  • 22 .Karou D, Savadogo A, Canini A, Yameogo S,

Montesano C, Simpore J, Colizzi V, Traore AS.

Antibacterial activity of alkaloids from Sida acuta. African journal of biotechnology. 2005;4(12).

  • 23 .Sari FP, Sari SM. Ekstraksi zat aktif antimikroba dari tanaman yodium. Jatropha multifida. 2011.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i3.P17

104