ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10NO.11,NOVEMBER, 2021 v                       j    I—A Λ I DIRECTORY OF

Jurnal medika udayana     J   U UZAJ ?ou RI^lcSess                                          SINTA 3     “

Diterima:06-09-2021   Revisi:15-10-2021        Accepted: 02-11-2021

DIAGNOSIS SITOLOGI PASIEN DENGAN DIAGNOSIS KLINIS TUMOR PARU BERDASARKAN BERBAGAI METODE PENGAMBILAN SAMPEL SITOLOGI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2014-2018

Putu Dony Astika Wiguna 1, Herman Saputra 2, I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi 2

  • 1    Progam Studi Pendidikan Dokter dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2

  • 2    Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tumor paru adalah tumor yang sangat berbahaya karena berkaitan erat dengan kasus kanker paru. Tumor paru dapat didiagnosis melalui pemeriksaan sitopatologi. Hasil pemeriksaan sitopatologi atau diagnosis sitologi dipengaruhi oleh metode pengambilan sampel yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui diagnosis sitologi pasien dengan diagnosis klinis tumor paru berdasarkan berbagai metode pengambilan sampel sitologi di Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah tahun 2014-2018. Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang retrospektif dengan mengumpulkan data sekunder berupa registrasi data pasien dengan diagnosis klinis tumor paru di Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah pada tahun 2014-2018. Data diagnosis sitologi yang diperoleh dikelompokkan secara kategorikal berdasarkan Papanicolaou Class (Pap Class). Penelitian ini memperoleh 885 sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Setelah diolah secara deskriptif, di dapatkan 23 sampel Pap Class I, 481 sampel Pap Class II, 32 sampel Pap Class III, 8 sampel Pap Class IV, 24 sampel Pap Class V dan 317 sampel Pap Class VI. Proporsi diagnosis positif keganasan (Pap Class VI) untuk setiap metode pengambilan sampel adalah sputum (1,3%), efusi pleura (9%), bronkoskopi (17,4%), Fine Needle Aspiration (FNAB) Superficial (79,6%) dan Transthoracal Biopsy (TTB) (58,6%). Melalui penelitian ini diketahui bahwa metode pengambilan sampel FNAB merupakan metode pengambilan sampel dengan hasil diagnosis sitologi positif keganasan (Pap Class VI) terbesar. Selain itu di dapatkan juga data bahwa kelompok diagnosis sitologi terbanyak pada kasus tumor paru adalah kelompok negatif keganasan (Pap Class II).

Kata kunci: Tumor paru, metode diagnosis, sampel, sitologi

ABSTRACT

Lung tumor is a dangerous tumor because it is related to lung cancer. Lung tumor can be diagnosed by cytopathological examination. The result of cytopathological examination or cytologic diagnosis are affected by the sample collection method that used in the examination. This research is aimed to find out the cytologic diagnosis of patients with lung tumor clinical diagnosis, based on various cytologic sample collection method Pathological Anatomy Laboratory of RSUP Sanglah from 2014-2018. The research design that used in this research is cross-sectional retrospective that collect secondary data in form of patient registry data with clinical diagnosis of lung tumor in Pathological Anatomy Laboratory of RSUP Sanglah from 2014-2018. Cytologic diagnosis data that obtained are categorized according to Papanicolaou Class (Pap Class). This study obtained 885 samples that match the inclusion and exclusion criteria. The data are processed by descriptive approach. The results are 23 samples belong to Pap Class I, 481 samples Pap Class II, 32 samples Pap Class III, 8 samples Pap Class IV, 24 samples Pap Class V dan 317 samples Pap Class VI. The proportion of each sample collecting method to positively diagnosing malignancy (Pap Class VI) are sputum (1.3%), pleural effusion (9%), bronchoscopy (17.4%), Fine Needle Aspiration (FNAB) Superficial (79.6%) dan Transthoracal Biopsy (TTB) (58.6%). This study found that sample collection method by FNAB Superficial is sample collection method with highest proportion in positively diagnosing malignancy (Pap Class VI). Cytological diagnosis group with highest numbers of samples is Pap Class II (Negative for malignancy).

Keywords: Lung tumor, diagnostic method, sample, cytology

PENDAHULUAN

Tumor pada paru adalah proses neoplasma yang melibatkan paru. Tumor pada paru dapat berupa tumor jinak atau ganas, dan tumor primer ataupun tumor akibat metastasis keganasan di organ lain.1 Tumor paru adalah tumor yang memiliki kaitan erat dengan kanker paru, karena sebagian besar tumor paru bersifat ganas.2Kanker paru sebagai salah satu jenis tumor paru menjadi kanker dengan insiden tertinggi pada tahun 2018 dengan angka insiden sebesar 2.093.876 kasus baru atau 11,6% dari keseluruhan kasus kanker.3 Selain itu kanker paru juga menjadi kanker penyebab kematian tertinggi dengan jumlah kematian sebesar 1.761.007 kasus atau 18,4% dari seluruh kematian akibat kanker.3

Tumor paru sebagai tumor dengan risiko ganas yang tinggi memerlukan diagnosis yang tepat agar penanganan yang diberikan sesuai dan prognosisnya menjadi lebih baik. Baku emas yang digunakan untuk mendiagnosis tumor paru adalah pemeriksaan histopatologi.4 Namun, pemeriksaan histopatologi pada kasus tumor paru masih jarang dilakukan di Indonesia, terutama di Bali. Diagnosis tumor paru di Indonesia dilakukan dengan menegakkan diagnosis klinis, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan sitologi. Penentuan diagnosis klinis pasien tumor paru dilakukan dengan menganalisa riwayat pasien, keluhan utama pasien, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologi.5 Sementara itu diagnosis sitologi ditegakkan dengan mengamati sel atau sekelompok sel yang berasal dari sampel tumor atau jaringan disekitarnya.6

Diagnosis sitologi pada sampel yang diperoleh dari sistem respirasi, khususnya pada sampel tumor paru dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa kategori. Salah satu sistem pengelompokkan yang masih sering digunakan adalah sistem Papanicolaou Class (Pap Class) yang disusun oleh Papanicolaou Society of Cytopathology (PSC). Sistem ini membagi diagnosis sitologi pada kasus tumor paru menjadi 6 kategori berdasarkan adekuasi sampel dan morfologi sel.7

Hasil diagnosis sitologi dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah metode pengambilan sampel yang digunakan. Pengambilan sampel sitologi pada kasus tumor paru dapat dilakukan melalui sputum, aspirasi jarum halus, bronkoskopi dan pengambilan efusi pleura.8 Pemilihan metode pengambilan sampel yang tepat dapat mempengaruhi hasil diagnosis sitologi yang diperoleh. Masing-masing metode pengambilan sampel memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang berbeda-beda dalam mendiagnosis tumor paru, atau lebih spesifiknya keganasan pada tumor paru. Metode pengambilan sampel melalui sputum sebagai metode yang non-invasive memiliki spesifisitas 99% dalam mendiagnosis keganasan pada tumor paru, akan tetapi sensitivitasnya sangat beragam, berkisar antara 42% sampai 97%.9 Sementara itu metode pengambilan melalui aspirasi jarum halus, dinilai sebagai metode pengambilan sampel dengan sensitivitas dan spesifisitas yang paling baik.10

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana diagnosis sitologi pasien dengan diagnosis klinis tumor paru berdasarkan berbagai metode pengambilan sampel di RSUP Sanglah pada tahun 2014 sampai 2018.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian potong lintang (cross sectional) yang dilakukan di Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan mulai dari bulan September hingga November 2019. Teknik yang digunakan untuk mengambil sampel pada penelitian ini adalah total sampling. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah data registrasi pasien yang terdapat di Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah, dengan kriteria inklusi pasien dengan diagnosis klinis tumor paru yang menjalani pemeriksaan sampel sitologi di Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah dari tahun 2014 sampai 2018. Sementara kriteria ekslusinya adalah data registrasi pasien yang tidak lengkap.

Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah diagnosis klinis pasien, metode pengambilan sampel dan diagnosis sitologi. Ketiga variabel ini diambil dari data registrasi pasien kemudian diolah secara deskriptif melalui metode crosstabulation pada aplikasi SPSS versi 22.

Data diagnosis klinis akan langsung dimasukan ke dalam tabulasi data. Data metode pengambilan sampel dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yaitu meotde pengambilan sputum, efusi pleura, bronkoskopi, fine needle aspiration superficial (FNAB Superficial) dan Transthoracic Biopsy (TTB). Semetara data diagnosis sitologi akan disesuaikan terlebih dahulu dengan proses pengelompkkan Pap Class oleh Papanicolaou Society of Cytopathology (PSC). Pengelompokkan ini membagi diagnosis sitologi menjadi 6 kategori yaitu, tidak dapat di diagnosis (Pap Class I), negatif untuk keganasan (Pap Class II), Atipikal (Pap Class III), neoplasma, neoplasma jinak dan low-grade malignancy (Pap Class IV), curiga keganasan (Pap Class V) dan keganasan (Pap Class VI). Setiap class memiliki risiko keganasan yang berbeda-beda dengan Pap Class VI sebagai kelompok dengan risiko keganasan tertinggi.7

ETIKA PENELITIAN

Penelitian ini sudah mendapatkan keterangan kelaikan etik (ethical clearance) dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dengan nomor: 2468/UN14.2.2.VII.14/LP/2019. Penelitian ini juga mendapatkan surat ijin penelitian dari Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dengan nomor: LB.02.01/XIV.2.2.1/42649/2019.

HASIL

Penelitian ini memperoleh sampel total 885 kasus tumor paru. Diagnosis sitologi terbanyak yang diperoleh berdasarkan kelas Papanicolaou adalah diagnosis sitologi yang tergolong ke dalam kelompok Papanicolaou Class II (negative keganasan) sebanyak 481 kasus (54%). Kelompok selanjutnya adalah Papanicolaou Class VI (positif keganasan) sebanyak 317 kasus (36%), disusul oleh Papanicolaou Class III sebanyak 32 kasus (4%), Papanicolaou Class V (Curiga keganasan) sebanyak 24 kasus (3%), Papanicolaou Class I (Tidak dapat didiagnosis) sebanyak 23 kasus (3%) dan Papanicolaou Class IV (Tumor jinak dan low grade carcinoma) sebanyak 8 kasus (1%).

Tabel 1. Diagnosis sitologi pasien dengan diagnosis klinis tumor paru berdasarkan berbagai metode pengambilan sampel sitologi di RSUP Sanglah tahun 2014-2018

P = Proporsi (Jumlah/Total sampel untuk setiap metode)

Metode

Pengambilan Sampel

Papanicolaou Class

I

II

III

IV

V

VI

Total

Jumlah

P (%)

Jumlah

P (%)

Jumlah

P (%)

Jumlah

P (%)

Jumlah

P (%)

Jumlah

P (%)

Sputum

9

11,50%

65

83%

1

1,30%

0

0

2

2,60%

1

1,30%

78

Efusi pleura

1

0.70%

125

86,80%

2

1,40%

0

0

3

2,10%

13

9%

144

Bronkoskopi

1

0,4 %

176

74,90%

9

3,80%

0

0

8

3,40%

13

17,40%

235

FNAB

Superfisial

1

1,90%

8

14,80%

1

1,90%

0

0

1

1,90%

43

79,60%

54

TTB

11

2,90%

107

28,60%

19

5,10%

8

2,1%

10

2,70%

219

58,60%

374

Total

23 (2,5%)

481 (54,3%)

32 (3,6%)

8 (0,9%)

24 (2,7%)

317 (35%)

885

Berdasarkan metode pengambilan sampel dari total 885 kasus yang terdaftar, metode pengambilan sampel yang paling banyak digunakan adalah metode pengambilan dengan menggunakan transthoracal biopsy (TTB) sebanyak 374 kasus (42%), disusul oleh metode pengambilan sampel bronkoskopi sebanyak 235 kasus (27%), lalu metode pengambilan efusi pleura sebanyak 144 kasus (16%), metode pengambilan sputum sebanyak 78 kasus (9%) dan metode pengambilan sampel melalui fine needle aspiration biopsy (FNAB) superficial sebanyak 54 kasus (6%).

Berdasarkan pengelompokan kelas Papanicolaou yang dibandingkan dengan metode pengambilan sampel, metode pengambilan sampel yang terbanyak mendiagnosis hasil pada kelompok Papanicolaou class I, adalah metode pengambilan transthoracal biopsy (TTB) yaitu sebanyak 11 kasus. Akan tetapi, berdasarkan proporsi dengan jumlah total sampel pada masing-masing metode pengambilan sampel, metode pengambilan sampel melalui sputum merupakan metode pengambilan sampel dengan proporsi terbesar hasil diagnosis Papanicolaou Class I dengan proporsi sebesar 12 %.

Sementara itu metode pengambilan sampel yang terbanyak mendiagnosis hasil pada kelompok Papanicolaou class II adalah metode pengambilan sampel bronkoskopi yaitu sebanyak 176 sampel. Akan tetapi, berdasarkan proporsi dengan jumlah total sampel pada masing-masing metode pengambilan sampel, metode pengambilan sampel melalui efusi pleura merupakan metode pengambilan sampel dengan proporsi terbesar hasil diagnosis Papanicolaou Class II dengan proporsi sebesar 87 %.

Metode pengambilan sampel yang terbanyak mendiagnosis hasil pada kelompok Papanicolaou class III adalah metode pengambilan sampel melalui transthoracal biopsy (TTB) yaitu sebanyak 19 sampel. Metode pengambilan sampel melalui transthoracal biopsy (TTB) juga menghasilkan proporsi terbesar untuk diagnosis Papanicolaou Class III dengan proporsi sebanyak 5 %.

Metode pengambilan sampel yang terbanyak mendiagnosis hasil pada kelompok Papanicolaou class IV adalah metode pengambilan sampel melalui transthoracal biopsy (TTB) yaitu sebanyak 8 sampel. Metode pengambilan sampel melalui transthoracal biopsy (TTB) juga menghasilkan proporsi terbesar untuk diagnosis Papanicolaou Class IV dengan proporsi sebanyak 2 %.

Metode pengambilan sampel yang terbanyak mendiagnosis hasil pada kelompok Papanicolaou class V adalah metode pengambilan sampel transthoracal biopsy (TTB) yaitu sebanyak 10 sampel. Akan tetapi, berdasarkan proporsi dengan jumlah total sampel pada masing-masing metode pengambilan sampel, metode pengambilan sampel melalui bronkoskopi merupakan metode pengambilan sampel dengan proporsi terbesar hasil diagnosis Papanicolaou Class II dengan proporsi sebesar 3,4 %. Metode pengambilan sampel yang terbanyak mendiagnosis hasil pada kelompok Papanicolaou class VI adalah metode pengambilan sampel transthoracal biopsy (TTB) yaitu sebanyak 219 sampel. Akan tetapi, berdasarkan proporsi dengan jumlah total sampel pada masing-masing metode pengambilan sampel, metode pengambilan sampel melalui Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) merupakan metode pengambilan sampel dengan proporsi terbesar hasil diagnosis Papanicolaou Class II dengan proporsi sebesar 79,6 %.

Gambar 1. Grafik jumlah sampel setiap metode pengambilan sampel berdasarkan diagnosis sitologi (Papanicolaou Class)

Gambar 2. Grafik presentase diagnosis sitologi (Papanicolaou Class) berdasarkan metode pengambilan sampel

PEMBAHASAN

Kemampuan setiap metode pengambilan sampel sitologi untuk menghasilkan kesimpulan yang menyatakan bahwa sampel sitologi yang diamati tergolong dalam kategori positif keganasan berbeda-beda. Kesimpulan positif keganasan juga berbeda tergantung dengan kelompok klasifikasi Papanicolaou. Jika diasumsukan bahwa hanya sampel yang tergolong dalam kelompok Papanicolaou class VI yang positif mengalami keganasan, maka metode pengambilan sampel yang memiliki kemampuan paling baik untuk mendeteksi adanya keganasan pada kasus tumor paru adalah metode pengambilan sampel melalui Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) Superficial dengan proporsi kasus Pap Class VI sebanyak 79,6%. Metode pengambilan sampel melalui Transthoracal Biopsy (TTB) merupakan metode pengambilan sampel dengan jumlah sampel absolut terbanyak yang tergolong dalam kategori Pap Class VI sebanyak 219 sampel meskipun secara proporsi metode pengambilan sampel TTB berada di peringkat kedua https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2021.V10.i11.P16

dengan proporsi sebesar 58,6%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Canberk et al pada tahun 2018 yang menyatakan bahwa metode pengambilan sampel sitologi melalui aspirasi jarum halus / fine needle aspiration, yang pada penelitian ini dibagi dua menjadi fine needle aspiration biopsy superficial dan Transthroacal Biopsy (TTB), memiliki sensitivitas tertinggi untuk mendiagnosis keganasan paru pada kelompok Pap Class VI dengan sensitivitas sebesar 72% dibandingkan dengan metode pengambilan sampel melalui bronkoskopi.11

Pengambilan sampel dengan metode FNAB Superficial menunjukkan proporsi terbesar dalam mendiagnosis keganasan. Meskipun pada beberapa penelitian, sensitivitas dan spesifisitas metode pengambilan sampel FNAB Superficial/Transbronchial Fine Needle Aspiration cukup bervariasi dari 56% hingga 90%.12 Ukuran lesi menjadi salah satu faktor penting yang menentukan akurasi metode pengambilan sampel FNAB. Semakin besar ukuran lesi, umumnya keakuratan diagnosis akan semakin meningkat.13 Penelitian oleh Ohno et al. pada tahun 2004, mendapatkan hasil bahwa untuk lesi yang ukurannya sebagian besar (71%) berukuran diatas 10 mm, maka akurasi metode pengambilan sampel FNAB akan menjadi 86,4%.14 Hasil penelitian ini yang menunjukkan proporsi data positif keganasan yang tinggi pada metode pengambilan sampel FNAB secara tidak langsung mengindikasikan proses pengambilan sampel FNAB Superficial di Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah sudah dilakukan dengan baik. Selain itu, ukuran lesi yang cukup besar juga dapat menjadi penyebab tingginya proporsi positif pada kasus pengambilan sampel melalui FNAB Superficial.

Metode pengambilan sampel melalui TTB memiliki sensitivitas sebesar 86% dan spesifisitas sebesar 96%.15 Data ini juga sejalan dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan proporsi diagnosis positif keganasan yang cukup tinggi. Keakuratan metode pengambilan sampel TTB dalam mendiagnosis keganasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor penggunaan guiding dalam proses pengambilan sampel. Metode pengambilan sampel TTNA yang dilakukan dengan bantuan guiding seperti metode guiding dengan CT, ultrasound dan fluoroscopy. Sensitivitas metode TTNA dengan guiding CT adalah 92%, sedangkan sensitivitas TTNA dengan metode guiding fluoroscopy adalah 88%.4

Sampel pada kelompok Pap Class V memiliki kemungkinan keganasan sebesar 82%.7 Metode pengambilan sampel melalui bronkoskopi merupakan metode pengambilan sampel dengan proporsi hasil diagnosis Pap Class V terbesar yaitu sebesar 3,4%. Metode pengambilan bronkoskopi merupakan metode pengambilan sampel dengan sensitivitas beragam tergantung jenis bronkoskopi yang digunakan. Berdasarkan data 18 penelitian, sensitivitas bronkoskopi dengan biopsi sikat dalam mendiagnosis tumor yang berada di daerah pusat (dari bronkus sampai bronkus segmental) berkisar sekitar 23 sampai 92% dengan nilai

rerata 59%. Sementara sensitivitas bronkoskopi dengan biopsi sikat dalam mendiagnosis tumor yang berada di daerah peripheral berdasarkan data dari 15 penelitian, berkisar sekitar 21 sampai 84% dengan nilai rerata 53%.16 Sedangkan untuk bronkoskopi dengan pencucian atau Bronchoalveolar Lavage, tingkat sensitivitasnya saat digunakan untuk mendiagnosis tumor yang terletak di daerah pusat berkisar antara 28 sampai 78% dengan nilai rerata 48%. Sedangkan untuk tumor yang terletak di daerah peripheral sensitivitasnya menurun menjadi sekitar 43%.17   Berdasarkan data tersebut, bronkoskopi

merupakan metode pengambilan sampel yang baik, namun diperlukan banyak pertimbangan dalam memilihnya sebagai metode pengambilan sampel, diantaranya letak lesi, ukuran lesi dan jenis bronkoskopi yang akan digunakan.

Sampel pada kelompok Pap Class IV merupakan kategori yang memuat tumor paru jenis jinak. Pada kategori ini, hanya metode pengambilan sampel TTB yang berhasil mengkategorikan sampel pada kategori ini. Pada penelitian ini metode pengambilan sampel TTB berhasil mengklasifikasikan 8 sampel pada kategori Pap Class IV. Sensitivitas TTB dalam mendiagnosis kasus tumor jinak pada paru pada sebuah penelitian diketahui sebesar 78% dengan spesifisitas sebesar 100%.15 Data ini mendukung hasil penelitian yang hanya menemukan kasus tumor jinak (Pap Class IV) pada metode pengambilan sampel TTB.

Metode pengambilan sampel yang terbanyak mendiagnosis hasil pada kelompok Papanicolaou class III adalah metode pengambilan sampel melalui transthoracal biopsy (TTB) yaitu sebanyak 19 sampel. Metode pengambilan sampel melalui transthoracal biopsy (TTB) juga menghasilkan proporsi terbesar untuk diagnosis Papanicolaou Class III dengan proporsi sebanyak 5%. Kelompok Pap Class III memiliki kemungkinan keganasan sebesar 54%.7 Sehingga kemungkinan keganasan pada kategori ini masih belum dapat disingkirkan. Metode pengambilan sampel melalui TTB tetap menjadi metode pengambilan sampel dengan proporsi dan jumlah tertinggi untuk mengkategorikan sampel pada kelompok ini, sejalan dengan sensitivitas dan spesifisitasnya yang cukup tinggi dalam mendiagnosis kasus tumor paru.

Sampel pada kelompok Pap Class II merupakan sampel yang tergolong dalam kategori negatif keganasan. Meskipun sudah dinyatakan negatif, akan tetapi masih terdapat kemungkinan keganasan sebesar 24% hingga 43% pada sampel di kelompok ini. Proporsi terbesar metode pengambilan sampel pada kasus ini adalah metode pengambilan sampel melalui cairan efusi pleura dengan proporsi sampel negatif sebesar 86%. Berdasarkan berbagai data penelitian, metode pengambilan sampel melalui cairan efusi pleura memang memiliki sensitivitas yang cukup tinggi, yaitu sekitar 63%.4 Rendahnya kemampuan metode pengambilan sampel melalui efusi pleura untuk mendiagnosis kasus keganasan pada penelitian ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Hasil diagnosis metode pengambilan sampel melalui efusi pleura bergantung dari berbagai faktor diantaranya https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2021.V10.i11.P16

volume cairan efusi pleura, lokasi tumor dan proses pembacaan sampel. Proses persiapan sampel yang lebih dari sekali juga dapat meningkatkan kemampuan metode pengambilan sampel efusi pleura dalam mendiagnosis suatu keganasan. Berdasarkan data penelitian pada tahun 2008, sampel sitologi efusi pleura dengan hasil positif keganasan pada percobaan pertama adalah 49%. Sedangkan setelah pemeriksaan diulang kembali, pada percobaan kedua, sensitivitasnya meningkat sebesar 29% menjadi 78%.18

Sampel pada kelompok Pap Class I merupakan sampel yang tergolong dalam kategori undiagnostic atau tidak dapat di diagnosis akibat kurang adekuatnya sampel yang di dapat. Metode pengambilan sampel melalui sputum merupakan metode pengambilan sampel dengan proporsi terbesar pada kelompok ini yaitu sebesar 11%. Data pada beberapa penelitian menyatakan bahwa metode sputum memiliki sensitivitas yang cukup tinggi dengan rerata sebesar 66% dan spesifisitas sebesar 99%. Nilai sensitivitas yang beragam ini juga dipengaruhi oleh frekuensi pengambilan sputum. Pemeriksaan sputum yang hanya dilakukan sekali memiliki sensitivitas 45% untuk mendiagnosis kasus keganasan paru, sementara untuk pemeriksaan sputum yang dilakukan sebanyak dua kali, sensitivitasnya meningkat menjadi 55%. Sensitivitas metode sputum akan meningkat menjadi sekitar 60% jika pemeriksaan dilakukan sebanyak tiga kali.9 Meskipun begitu metode pengambilan sampel melalui sputum pada penelitian ini tidak menunjukkan hasil diagnosis yang baik, bahkan memiliki proporsi sampel non-diagnostic (Pap Class I) yang paling besar dibandingkan dengan metode pengambilan sampel lainnya. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh proses pengambilan sampel sputum yang non-invasive sehingga sampel yang di dapatkan mudah tercemar atau volumenya kurang memadai. Selain itu metode pengambilan sampel melalui sputum juga hendaknya dilakukan lebih dari sekali agar mendapat hasil yang optimal. Pada penelitian ini, data pengambilan sampel sputum hanya dilakukan sekali sehingga sampelnya sering tidak adekuat dan sering adanya permintaan pengambilan sputum ulang oleh pihak laboratorium patologi anatomi.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa kelompok diagnosis Pap Class II (negatif untuk keganasan) merupakan kelompok diagnosis sitologi kasus tumor paru terbanyak di Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah tahun 2014-2018. Metode pengambilan sampel melalui TTB menunjukkan jumlah absolut diagnosis positif keganasan (Pap Class VI) terbesar diantara seluruh metode pengambilan sampel sitologi di Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah tahun 2014-2018 dengan jumlah sebanyak 219 kasus. Sedangkan pengambilan sampel melalui FNAB Superficial menunjukkan proporsi diagnosis positif keganasan (Pap Class VI) terbesar diantara seluruh metode pengambilan sampel sitologi di Instalasi Laboratorium Patologi

Anatomi RSUP Sanglah tahun 2014-2018 dengan proporsi sebesar 79,6%.

SARAN

Penelitian ini masih memiliki keterbatasan yaitu desainnya yang masih bersifat deskriptif dan hanya mampu menguraikan pengelompokkan diagnosis sitologi berdasarkan metode pengambilan sampel sitologi. Kedepannya diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan yang bersifat analitik untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas metode pengambilan sampel sitologi pada kasus tumor paru di Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah, sehingga kualitas metode pengambilan sampel sitologi di Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah bisa diketahui secara lebih jelas. Penelitian ini belum menyertakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keakuratan metode pengambilan sampel dalam memberikan hasil diagnosis seperti lokasi tumor, ukuran tumor dan proses pengolahan sampel sehingga data yang diperoleh hanya berdasarkan pada metode pengambilan sampel dan kesimpulan diagnosis sitologi.

Kedepannya diharapkan juga pemeriksaan histopatologi untuk kasus tumor paru dapat dilakukan di Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah sehingga penelitian uji diagnostik metode pengambilan sampel sitologi dapat dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    National Cancer Institute. Lung Neoplasm. NCIthesaurus. 2016. [diakses pada tanggal 4 Juni 2019].                 Diakses                 dari:

URL:https://ncit.nci.nih.gov/ncitbrowser/ConceptRepo rt.jsp?dictionary=NCI_Thesaurus&ns=ncit&code=C32 00

  • 2.    Stöppler MC. Lung Cancer. 2019. [diakses pada

tanggal 20 November 2019]. Diakses dari: URL: https://www.emedicinehealth.com/lung_cancer/article em.htm

  • 3.    Bray F, Ferlay J, Soerjomataram I, Siegel RL, Torre LA, Jemal A. Global Cancer Statistics 2018: GLOBOCAN Estimates of Incidence and Mortality Worldwide for 36 Cancers in 185 Countries. CA Cancer J Clin. 2018;68:394–424.

  • 4.    Rivera MP, Mehta AC, Wahidi MM. Establishing the Diagnosis of Lung Cancer. Chest. 2013;143:142-165

  • 5.    Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Pedoman

Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker  Paru.

Jakarta: Kementrian Kesehatan Indonesia; 2017.

  • 6.    Al-Abbadi MA. Basics of cytology. Avicenna J Med. 2011;1:18–28.

  • 7.    Layfield LJ, Baloch Z, Elsheikh T, Litzky L, Rektman N, Travis WD, dkk. Standardized Terminology and Nomenclature for Respiratory Cytology. Diagn Cytopathol. 2016;44:399–409

  • 8.    Jain D, Roy-Chowdhuri S. Molecular Pathology of Lung Cancer Cytology Specimens A Concise Review. Arch Pathol Lab Med. 2018;142:1127–33

  • 9.    Ammanagi a S, Dombale VD, Miskin a T, Dandagi GL, Sangolli SS. Sputum Cytology in Suspected Cases of Carcinoma of Lung (Sputum Cytology A Poor Man’s Bronchoscopy!). Lung India. 2012;29:19–23.

  • 10.    Smith B, Nguyen G-K. Lung Cytology. 2nd ed. Canada: University of Alberta; 2014.

  • 11.    Canberk S, Montezuma D, Aydın O, Demirhas MP, Denizci B, Akbas M, dkk. The New Guidelines of Papanicolaou Society of Cytopathology for Respiratory  Specimens: Assessment  of  Risk of

Malignancy  and Diagnostic Yield  in Different

Cytological    Modalities.    Diagn    Cytopathol.

2018;46:725–9.

  • 12.    Yao X, Gomes MM, Tsao MS, Allen CJ, Geddie W, Sekhon H. Fine-Needle Aspiration Biopsy Versus Core-Needle Biopsy in Diagnosing Lung Cancer: A Systematic Review. Curr Oncol. 2012;19:16–27.

  • 13.    Winokur RS, Pua BB, Sullivan B, Madoff DC. Percutaneous Lung Biopsy: Technique, Efficacy, and Complications. Semin Intervent Radiol. 2013;30:121– 7.

  • 14.    Ohno Y, Hatabu H, Takenaka D, Imai M, Ohbayashi C, Sugimura K. Transthoracic CT-Guided Biopsy with Multiplanar Reconstruction Image Improves Diagnostic Accuracy of Solitary Pulmonary Nodules. Eur J Radiol. 2004;51:160–8.

  • 15.    Nguyen G. Essentials of Lung Tumor Cytology. 1st ed. Canada: University of Alberta; 2008.

  • 16.    El-Bayoumi E, Silvestri G. Bronchoscopy for the Diagnosis and Staging of Lung Cancer. Semin Respir Crit Care Med. 2008;29:261–70.

  • 17.    Ahmad M, Afzal S, Saeed W, Mubarik A, Saleem N, Khan SA, dkk. Efficacy of Bronchial Wash Cytology and its Correlation with Biopsy in Lung Tumours. J Pak Med Assoc. 2014;54:13–6.

  • 18.    Bielsa S, Panadés MJ, Egido R. Accuracy of Pleural Fluid Cytology in Malignant Effusions. An Med Interna. 2008;25:173–7.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2021.V10.i11.P16

P a g e | 88