ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.1,JANUARI, 2023

Iλ Idirectoryof ∕ ∖ OPEN ACCESS L> <^ι^∖^ JOURNALS

Diterima: 2021-12-16 Revisi: 2022-11-13 Accepted: 25-01-2023

KARAKTERISTIK LENS INDUCED GLAUCOMA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH DENPASAR TAHUN 2019-2020

Ni Putu Ayu Savitri1, I Made Agus Kusumadjadja2, I Gusti Ayu Made Juliari2, I Gusti Ayu Ratna Suryaningrum2

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar, Bali

2Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Lens induced glaucoma (LIG) merupakan salah satu jenis glaukoma sekunder yang diakibatkan oleh kelainan pada lensa mata. Menurut data, kasus LIG menjadi kasus glaukoma sekunder terbanyak yang ada di rumah sakit. Namun hingga saat ini masih jarang ditemukan penelitian epidemiologi mengenai LIG di Indonesia maupun di Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisik LIG berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, tipe LIG, status mata, manifestasi klinis, tekanan intraokuler (TIO), tajam pengelihatan, dan terapi. Penelitian ini dilakukan di RSUP Sanglah tahun 20192020 dengan metode penelitian cross sectional dengan metode pengambilan sampel consecutive sampling. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 23 pasien LIG di RSUP Sanglah tahun 2019-2020 yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukkan pasien usia >59 tahun dengan presentase terbanyak 47,8%. 73,9% berjenis kelamin laki-laki dan 34,8% bekerja sebagai petani. Tipe LIG fakomorfik (56,5%) menjadi tipe yang paling sering dijumpai yang didominasi status fellow eye katarak imatur (43,5%). Seluruh pasien (100%) datang dengan manifestasi pandangan buram. TIO sebelum terapi terbanyak pada rentang >39 mmHg (52,5%) dan pasca terapi pada rentang <21 mmHg (65,2%). Didapatkan hasil tajam pengelihatan sebelum terapi dan sesudah terapi terbanyak yaitu hand movement masing-masing 30,4% dan 26,1%. Terapi yang paling sering diberikan adalah fakoemulsifikasi dengan implan intraocular lens sebanyak 60,9%. Dapat disimpulkan pentingnya pemberian terapi yang tepat di awal perjalanan penyakit agar bisa mendapatkan prognosis yang baik.

Kata kunci : lens induced glaucoma., karakteristik., tekanan intraokular

ABSTRACT

Lens induced glaucoma (LIG) is one kind of secondary glaucoma due to lens problems. According to some data, LIG is the most common type of secondary glaucoma in hospital. But, until today there is minimal data available about LIG epidemiology study in Indonesia and also Bali. This study want to know about LIG ‘s characteristics including age, sex, occupation, type, status of the fellow eye, clinical manifestation, intraocular pressure (IOP), visual acuity, and treatment. This study was conducted at Sanglah General Hospital (RSUP Sanglah) in 2019-2020 using cross sectional method and consecutive sampling technique. There are 23 LIG patients at RSUP Sanglah from 2019-2020 that meet this study’s inclusion criteria. Study result shows that most of LIG patients are >59 years old (47,8%). 73,9% are males and mostly working as farmers (34,8%).

Phacomorphic glaucoma (56,5%) is the most common type with status of the fellow eye appears as cataract immature (43,5%). All of the patients (100%) came with clinical manifestation reduced vision. IOP before treatment is mostly at >39 mmHg (52,5%) and IOP after treatment is mostly at <21 mmHg. Results also find that visual acuity before and after treatment mostly hand movement with the percentage of 30,4% and 26,1%. Most patients are treated with phacoemulsification with intraocular lens implant (60,9%). In conclusion, it is important to give appropriate treatment early in the disease progression in order to get the best prognosis.

Keywords : lens induced glaucoma., characteristic., intraocular pressure

KARAKTERISTIK LENS INDUCED GLAUCOMA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH DENPASAR TAHUN 2019-2020… Ni Putu Ayu Savitri1, I Made Agus Kusumadjadja2, I Gusti Ayu Made Juliari2,

I Gusti Ayu Ratna Suryaningrum2

PENDAHULUAN

Glaukoma merupakan penyakit mata yang menimbulkan kebutaan permanen terbanyak kedua di dunia setelah katarak pada tahun 2010.1 Kasus glaukoma di dunia pada usia 48-80 tahun di tahun 2013 sebanyak 64,3 juta kasus yang mana diperkirakan akan meningkat menjadi 76 juta kasus pada tahun 2040.2 Di Indonesia menurut data riskesdas pada tahun 2007 terdapat 4,6 penderita glaukoma per 1000 penduduk.3Pada tahun 1993 - 1996 dalam Survei Kesehatan Indera terdata 1,5 % kebutaan yang diderita oleh penduduk Indonesia dimana 0,20 % dari itu disebabkan karena glaukoma. Studi Jakarta Urban Eye Health Study tahun 2008 menunjukkan prevalensi glaukoma sekunder yaitu 0,16 % dari keseluruhan 2,53 %.4

Glaukoma sekunder merupakan jenis glaukoma yang disebabkan karena penyakit lain seperti diabetes, trauma, arthritis, dan katarak yang tidak diobati. Salah satu jenis glaukoma sekunder adalah lens induced glaucoma (LIG) yang disebabkan oleh kerusakan lensa baik karena penyakit maupun karena trauma. Penyakit yang paling sering menyebabkan LIG yaitu katarak. Tiap tahunnya diperkirakan ada 0,1 % insiden katarak dari 1000 orang di Indonesia. Penduduk Indonesia cenderung 15 tahun lebih cepat menderita katarak ketimbang di daerah subtropis.4

Lens induced glaucoma (LIG) merupakan suatu kondisi yang membutuhkan perhatian lebih dikarenakan dapat menganggu proses melihat dari penderita. Namun hingga saat ini penelitian mengenai LIG di Indonesia khususnya di Bali masih sangat minim. Salah satu penyebabnya adalah masih belum adanya data – data penunjang penelitian seperti karakteristik dari penyakit ini pada rumah sakit yang ada di Bali. Selain itu belum adanya data prevalensi terbaru juga menjadi penyebabnya. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti mengenai karakteristik LIG di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali.

BAHAN DAN METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif retrospektif dengan rancangan potong lintang. Pengumpulan data diperoleh dari rekan medik (data sekunder) penderita lens induced glaucoma di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar periode Juni 2019 sampai Desember 2020 dengan melihat variabel usia, jenis kelamin, pekerjaan, tipe LIG, status fellow eye, manifestasi klinis, dan penatalaksanaan medis. Dalam pengambilan sampel digunakan teknik consecutive sampling.

Sampel dalam penelitian ini yaitu semua pasien lens induced glaucoma yang terdiagnosis menderita dan mendapat terapi di RSUP Sanglah pada tahun 2019-2020 serta memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria ekslusi.

Kriteria inklusi penelitian ini adalah pasien lens induced glaucoma yang datang dan terdiagnosis serta mendapatkan pengobatan di RSUP Sanglah periode 2019-2020 serta tercatat dalam rekam medis RSUP Sanglah. Kriteria ekslusi penelitian ini yaitu pasien yang tidak melakukan pemeriksaan tajam pengelihatan dan pengukuran tekanan intraokular.

Data yang didapat diolah dengan menggunakan perangkat lunak SPSS untuk mendapatkan presentase masing-masing variabel. Data disajikan dalam bentuk narasi, tabel, dan grafik. Izin penelitian ini telah diberikan oleh Komisi Etik Penelitian (KEP) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dengan Nomor : 270/UN14.2.2.Vll.14/LT/2021.

  • 1.    HASIL

Berdasarkan data yang dikumpulkan dari rekam medis RSUP Sanglah didapatkan 23 pasien dengan diagnosis LIG dan seluruhnya memenuhi kriteria inklusi.

Hasil penelitian pada pasien lens induced glaucoma di RSUP Sanglah sesuai tabel 1, menunjukkan distribusi usia terbanyak pada rentang usia >59 tahun sebanyak 11 orang dengan presentase 47,8%. Distribusi usia terendah berada pada rentang usia 40-49 tahun yaitu sebanyak 4 orang dengan presentase 17,4%. Usia termuda pada penelitian ini adalah 43 tahun dan usia tertua yaitu 79 tahun. Distribusi jenis kelamin terbanyak pada laki-laki sebanyak 17 orang dengan presentase 73,9%, sedangkan pada perempuan sebanyak 6 orang dengan presentase 26,1%. Distribusi pekerjaan terbanyak yaitu petani sebanyak 8 orang dengan presentase 34,8% dan distribusi pekerjaan terendah pada kategori pekerjaan lain-lain sebanyak 2 orang dengan presentase 8,7%. tipe lens induced glaucoma (LIG) fakomorfik merupakan tipe yang paling besar proporsinya dengan jumlah 13 orang dan presentase sebesar 56,5%. Jenis LIG dengan proporsi terendah yaitu jenis subluksasi lensa sebanyak 4 orang dengan presentase 17,4%. Manifestasi klinis pada pasien lens induced glaucoma di RSUP Sanglah terbanyak yaitu berupa pandangan buram pada 23 pasien dengan presentase 100%. Manifestasi klinis dengan presentase terendah yaitu mual muntah pada 7 pasien (30,4%).

Tabel 1. Distribusi paisen lens induced glaucoma di RSUP Sanglah tahun 2019-2020 berdasarkan usia, jenis kelamin, tipe, status fellow eye, dan manifestasi klinis

Frekuensi

Presentase (%)

Usia (tahun)

40-49

4

17,4

50-59

8

34,8

>59

11

47,8

Jenis Kelamin

Perempuan

6

26,1

Laki-laki

17

73,9

Pekerjaan

Ibu rumah tangga

3

13,0

Pensiunan

5

21,7

Wiraswasta

5

21,7

Petani

8

34,8

Lain-lain

2

8,7

Tipe LIG

Subluksasi lensa

4

17,4

Fakomorfik

13

56,5

Fakolitik

6

26,1

Status fellow eye

Katarak imatur

10

43,5

Katarak matur

7

30,4

Pseudofakia

3

13,0

Normal

3

13,0

Manifestasi Klinis

Mata burm

23

100

Mata nyeri

16

69,6

Mata merah

13

56,5

Mual muntah

7

30,4

Catatan: satu pasien dapat memiliki lebih dari satu manifestasi klinis

Hasil penelitian pada pasien lens induced glaucoma di RSUP Sanglah menunjukkan bahwa pasien datang dengan tekanan intraokular (TIO) terbanyak pada rentang TIO >39 mmHg yaitu sebanyak 12 pasien (52,5%). Setelah dilakukan terapi didapatkan TIO dengan presentase tertinggi yaitu

pada rentang <21 mmHg sebanyak 15 pasien (65,2%). Secara keseluruhan TIO pasien sebelum terapi memiliki nilai tertinggi yaitu 64 mmHg dan terendah 18 mmHg. Sedangkan nilai TIO pasca terapi tertinggi yaitu 40 mmHg dan terendah 8 mmHg, sesuai tabel 2.

Tabel 2. Distribusi paisen lens induced glaucoma di RSUP Sanglah tahun 2019-2020 berdasarkan tekanan intraokular

Sebelum Terapi

Pasca Terapi

TIO (mmHg)

Frekuensi (n=23)

Presen-tase (%)

Frekuensi (n=23)

Presen-tase (%)

<21

1

4,3

15

65,2

21-29

7

30,4

1

4,3

30-39

3

13,0

4

17,4

>39

12

52,5

3

13,0

Hasil penelitian pada pasien lens induced glaucoma di RSUP Sanglah menunjukkan bahwa pasien datang dengan tajam pengelihatan lambaian tangan atau hand motion (HM) terbanyak

yaitu pada 7 pasien dengan presentase 30,4%. Setelah dilakukan terapi didapatkan tajam pengelihatan dengan distribusi terbanyak yaitu pada HM sebanyak 6 pasien (26,1%), sesuai tabel 3.

Tabel 3. Distribusi paisen lens induced glaucoma di RSUP Sanglah tahun 2019-2020 berdasarkan tajam pengelihatan

Sebelum Terapi

Pasca Terapi

Tajam Pengeli-hatan

Frekuensi (n=23)

Pre-sen-tase (%)

Frekuensi (n=23)

Pre-sen-tase (%)

≤6/18

2

8,7

4

17,4

6/24-6/36

5

30,4

4

17,4

Hitung jari

2

8,7

4

17,4

HM

7

30,4

6

26,1

LPBP

5

21,7

3

13,0

NLP

2

8,7

2

8,7

Hasil penelitian pada pasien lens induced glaucoma di RSUP Sanglah menunjukkan bahwa pasien paling banyak diterapi dengan menggunakan fakoemulsifikasi dan pemasangan implan intraocular lens (IOL) yaitu pada 14

pasien (60,9%). Terapi dengan hanya medikamentosa merupakan presentase terendah pada distribusi terapi pasien LIG yang dilakukan pada 6 pasien dengan presentase 26,1%, sesuai tabel 4.

Tabel 4. Distribusi paisen lens induced glaucoma di RSUP Sanglah tahun 2019-2020 berdasarkan tatalaksana medis

Terapi


Frekuensi (n=23)


Presentase (%)


Hanya Medikamentosa

6

26,1

Fakoemulsifikasi dengan IOL

14

60,9

Trabekulektomi

11

47,8

Lain-lain

7

30,4

Catatan : satu pasien dapat diberikan lebih dari satu tatalaksana medis

PEMBAHASAN

Kejadian lens induced glaucoma (LIG) paling banyak menyerang usia >59 tahun dengan presentase 47,8% dan paling rendah pada rentang usia 40-49 tahun yaitu 17,4%. Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di salah satu rumah sakit di Nepal yang mendapatkan hasil presentase usia tertinggi pada rentang usia >50 tahun yaitu sebesar 78%.5 Studi lain yang dilaksanakan di Rumah Sakit Universitas Sains Malaysia pada tahun 2004-2008 juga menunjukkan distribusi usia 61-70 tahun memiliki presentase tertinggi yaitu 36,8% dengan presentase tertinggi kedua yaitu pada rentang usia 71-80 tahun sebesar 34,2%. Hal ini dapat terjadi karena sesuai dengan tabel 1, banyak dari kasus LIG diakibatkan karena adanya katarak sinilis yang biasa menyerang usia lansia.6 Seiring dengan bertambahnya usia maka lensa mata akan semakin tebal dan tidak fleksibel. Makin tebalnya lensa dapat membuat adanya pupillary block yang menimbulkan obstruksi aliran humor aqueous sehingga terjadi peningkatan tekanan intraokular (TIO) dan menjadi glaukoma.7

Kasus LIG terbanyak di RSUP Sanglah paling banyak diderita oleh laki-laki dibandingkan perempuan dengan presentase masing-masing 73,9% dan 26,1%. Hasil serupa didapatkan juga pada penelitian berbasis rumah sakit di Surabaya, Jawa Timur tahun 2014-2016 yang menemukan bahwa rasio laki-laki dan perempuan pada pasien LIG yaitu 12:8 dengan proporsi laki-laki lebih banyak.8 Namun, hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya. Penelitian di Rumah http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2023.V12.i1.P04

Sakit Universitas Sains Malaysia menunjukkan presentase perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki dengan presentase masing-masing 57,9% dan 42,1%.6 Hasil serupa juga didapatkan pada studi di Baramulla tahun 2018-2019 yang mendapatkan kejadian LIG lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan presentase 56% dan 44%.9

Pasien LIG paling banyak bekerja sebagai petani yaitu sebanyak 34,8% sesuai dengan tabel 1. Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Warangal juga menemukan hasil yang sama. Hasil dari peneletian tersebut mendapatkan bahwa sebanyak 82,5% pasien LIG dalam penelitian bekerja di bidang pertanian.10 Kejadian ini dapat dihubungkan dengan adanya pengaruh radiasi ultraviolet (UV) dari sinar matahari terhadap kondisi lensa mata. Semakin tinggi dan semakin sering seseorang terpapar sinar UV dari matahari, maka akan semakin tinggi peluang terjadinya katarak karena sinar UV dapat mempercepat terjadinya apoptosis pada epitel lensa mata.11

Dalam penelitian ini didapatkan tiga tipe LIG yaitu fakomorfik, fakolitik, dan subluksasi lensa. Berdasarkan tabel 1, tipe fakomorfik memiliki presentase terbanyak yaitu sebesar 56,5%. Tipe fakolitik dan subluksasi lensa masing-masing memiliki presentase yaitu 26,1% dan 17,4%. Hasil ini serupa dengan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya di Narayana Medical College Hospital yang menunjukkan glaukoma fakomorfik sebagai diagnosis etiologi utama LIG dengan presentase 68%. Glaukoma fakolitik ditemukan sebesar 24% dan

glaukoma sekunder akibat subluksasi lensa sebanyak 4%.12 Studi lainnya di Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung yang dilakukan pada tahun 2013-2014 mendapatkan bahwa glaukoma fakormifik merupakan jenis LIG yang paling banyak ditemui di rumah sakit tersebut yaitu sebesar 36,5%.13 Glaukoma fakomorfik banyak terjadi karena banyaknya ditemui kasus katarak sinilis pada pasien LIG yang merupakan salah satu mekanisme dari terjadinya glaucoma fakomorfik.5

Status fellow eye dengan katarak imatur merupakan stadium katarak yang paling banyak dijumpai di RSUP Sanglah dengan presentase 43,5%. Katarak matur didapatkan sebanyak 30,4%. Status mata pseudofakia dan normal memiliki proporsi yang sama yaitu 13,0%. Hasil yang sama ditemukan pada penelitian Makayee dkk., dengan presentase katarak imatur paling besar yaitu 60%. Namun, pada penelitian ini terdapat perbedaan presentase antara katarak matur dan pseudofakia. Kondisi pseudofakia memiliki presentase lebih banyak yaitu sebesar 24% dan katarak matur memiliki presentase lebih kecil sebesar 16%.9 Hasil yang berbeda dijumpai pada studi di Nepal bagian Timur yang mendaptkan status fellow eye pasien LIG yang terbanyak adalah pseudofakia dengan presentase 57,5% diiukuti katarak imatur sebesar 40%.14

Distribusi manifestasi klinis yang dirasakan pasien saat datang ke RSUP Sanglah. Seluruh pasien datang dengan keluhan mata buram. Keluhan mual muntah hanya ditemui pada 30,4% pasien. Keluhan lain yaitu nyeri mata dan mata merah dirasakan oleh masing-masing 69,6% dan 56,5%. Hasil ini sesuai dengan studi sebelumnya di Malaysia yan menemukan 94,7% pasien dengan keluhan mata buram, 84,2% dengan keluhan nyeri mata, 81,6% keluhan mata merah, dan 36,8% keluhan mual muntah.6

Distribusi tekanan intraokular (TIO) LIG berdasarkan tabel 2 dapat dilihat sebelum dan sesudah terapi. Pada sebelum terapi pasien dominan datang dengan TIO >39 mmHg yaitu sebanyak 52,2%. Pasca terapi, TIO pasien menjadi dominan pada rentang normal yaitu 65,2%. Namun, 13,0% pasien memiliki TIO pasca terapi >39 mmHg. Studi Yaakub dkk. mendapatkan TIO pasien sebelum terapi terbanyak pada rentang ≥40-49 mmHg sebesar 31,6% dan pada studi ini juga didapatkan rentang TIO sebelum terapi ada yang mencapai rentang ≥70-79 mmHg sebanyak 7,9%. Pada studi restrospektif ini juga didapatkan TIO pasca terapi dominan kembali di rentang normal yaitu ≥10–19 mmHg sebanyak 73,7% dan 15,8% berada di rentang TIO <10 mmHg. Dalam studi ini, terdapat 5,3% pasien dengan TIO pasca terapi pada rentang ≥30–39 mmHg yang merupakan TIO pasca terapi tertinggi dalam studi.6Perbedaan pada hasil TIO pasca terapi pada studi ini dan studi sebelumnya dapat diakibatkan karena perbedaan terapi yang diberikan. Pada studi ini pasien dengan TIO pasca terapi >39 mmHg merupakan pasien yang tidak dilakukan operasi tetapi hanya diterapi menggunakan medikamentosa. Sedangkan pada studi Yaakub dkk. seluruh pasien diterapi dengan operasi. Perbedaan intervensi dikarenakan terdapat pasien yang lost to follow up pada studi ini.

Studi ini juga melihat distribusi tajam pengelihatan pasien LIG sebelum dan pasca terapi. Berdasarkan tabel 3, distribusi tajam pengelihatan sebelum terapi terbanyak yaitu hand motion (HM) sebanyak 30,4%. Namun, masih terdapat pasien dengan tajam pengelihatan pada rentang ≤ 6/18 dan 6/24-6/36 masing-masing sebesar 8,7% dan 21,7%. Studi sebelumnya menunjukkan

tajam pengelihatan sebelum terapi tidak ada yang berada di atas HM, dengan tajam pengelihatan HM terbanyak yaitu 64%.15 Studi lainnya di Malaysia menemukan hasil yang serupa dengan tajam pengelihatan sebelum terapi terbanyak yaitu HM sebesar 34,2% dan terbanyak kedua adalah perception of light (PL) sebesar 31,6%. Hasil studi tersebut sedikit lebih besar dibandingkan studi di ini yang menemukan tajam pengelihatan perception of light bad projection (PLBP) sebesar 21,7%. Namun pada studi di Malaysia di atas masih terdapat tajam pengelihatan sebelum terapi di atas HM yaitu pada rentang 6/16-6/18 dan 6/246/36 sebanyak masing-masing 5,3% dan 2,6%. Hasil studi tersebut lebih kecil dibandingkan studi ini. Pada studi ini, tajam pengelihatan pasca terapi terbanyak yaitu hand motion (HM) dengan presentase 26,1%.6 Ini berbeda dengan hasil yang didapatkan pada studi di Malaysia yang dominan pada rentang 6/24-6/36 yaitu sebesar 31,6%. Studi lainnya di Nepal mendapatkan hasil yang sama dengan studi di Malaysia dengan distribusi tajam pengelihatan terbanyak pada rentang 6/24-6/60 sebesar 45%. Perbedaan hasil studi ini dengan studi sebelumnya dapat diakibatkan karena perbedaan terapi yang diberikan. Pada studi sebelumnya, seluruh pasien diterapi dengan operasi sedangkan pada studi ini tidak semua diterapi dengan operasi dikarenakan lost to follow up. Menurut studi operasi katarak efektif dapat meningkatkan tajam pengelihatan pada kasus LIG.14 Tajam pengelihatan pasca terapi juga dipengaruhi oleh cepat lambatnya terapi diberikan setelah muncul gejala. Apabila terlambat diberikan terapi maka prognosis akan semakin buruk.5

Pasien LIG di RSUP Sanglah diterapi menggunakan hanya medikamentosa sebanyak 26,1%, trabekulektomi sebesar 47,8%, dan fakoemulsifikasi dengan implan intraocular lens (IOL) sebanyak 60,9%. Terapi lain-lain berupa small incision cataract surgery (SICS) atau pemasangan capsular tension ring (CTR) dilakukan pada 30,4% pasien. Pada studi ini didapatkan bahwa banyak terapi khususnya terapi operasi yang dilakukan secara kombinasi. Studi Yaakub dkk. menunjukkan distribusi fakoemulsifikasi dengan impan IOL merupakan jenis operasi yang paling banyak dilakukan yaitu sebesar 50,0%.6 Studi Murty dkk. menunjukkan operasi dominan dilakukan dengan menggunakan SICS dan fakoemulsifikasi dengan implan IOL sebesar 56%.5

  • 2.    SIMPULAN DAN SARAN

Terdapat 23 pasien lens induced glaucoma (LIG) di RSUP Sanglah  periode  2019-2020.  Distribusi karakteristik usia

terbanyak pada rentang usia >59 tahun yaitu 11 orang (47,8%), didominasi laki-laki sebanyak 17 orang (73,9%). Karakteristik pekerjaan terbanyak sebagai petani pada 8 orang (34,8%). Glaukoma tipe fakomorfik merupakan karakteristik tipe terbanyak dijumpai pada 12 orang (56,5%). Status mata fellow eye dengan katarak imatur merupakan kasus terbanyak pada 10 orang (43,5%). Manifestasi klinis mata buram terjadi pada seluruh pasien LIG. Tekanan intraokular sebelum terapi memiliki distribusi terbanyak pada rentang >39 mmHg sebanyak 12 orang (52,2%) dan tekanan intraokular pasca terapi terbanyak pada rentang <21 mmHg sebanyak 15 orang (65,2%). Tajam pengelihatan sebelum terapi dengan distribusi terbanyak yaitu hand motion sebanyak 7 orang (30,4%) dan tajam pengelihatan 20

pasca terapi terbanyak yaitu hand motion sebanyak 6 orang (26,1%). Penatalaksanaan medis yang paling sering dilakukan adalah fakoemulsifikasi dengan implan intraocular lens kepada 14 orang (60,9%).

Saran yang dapat diberikan adalah perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai lens induced glaucoma dengan jumlah sampel yang lebih banyak sehingga didapatkan hasil yang lebih akurat Perlu juga dilakukan penelitian lebih lanjut yang dapat melihat signifikansi hasil terapi berupa penurunan tekanan intraokular dan tajam pengelihatan sebelum dan sesudah terapi sehingga kedepannya dapat dilakukan terapi yang dapat meningkatakn prognosis pasien.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Pascolini, D. and Mariotti, S.P. “Global estimates of visual impairment:      2010.”      British      Journal      of

Ophthalmology,.2012;96(5):614

  • 2.    Tham, Y.C., Li, X., dkk. “Global prevalence of glaucoma and projections of glaucoma burden through 2040: a systematic       review       and       meta-analysis.”

Ophthalmology,.2014; 121(11):2081-2090

  • 3.    Kemenkes RI. 2016. Glaukoma Bahaya Si Pencuri Penglihatan,                 diunduh                 dari

http://www.depkes.go.id/article/print/16031600002/glaukom a-bahaya-si-pencuri-penglihatan.html pada 23 Maret 2019

  • 4.    Kemenkes RI. 2015. Situasi Gangguan Pengelihatan dan

Kebutaan,                 diunduh                 dari

http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusd atin/infodatin/infodatin-glaukoma.pdf pada 23 Maret 2019

  • 5.    Murty, C.S., Krishna, V.M., dkk. “A Clinical Study of Lens Induced Glaucoma Type of LIG Age in”, International Journal of Scientific Research and Management,.2015;3 (4):2535–2538

  • 6.    Yaakub, A., Abdullah, N.,dkk. “Lens-induced glaucoma in a tertiary centre in northeast of Malaysia”, Malaysian Family Physician,.2014;9(2):48–52

  • 7.    Papaconstantinou, D., Georgalas, I., dkk. “Lens-induced glaucoma in the elderly.” Clinical interventions in aging, 2009;4:331

  • 8.    Komaratih, E., Rindiastuti, Y., dkk. “Profile of Secondary Glaucoma at a Tertiary Hospital in East Java”, Folia Medica Indonesiana,.2020;56 (1):56

  • 9.    Makayee, D.A.A., Nazir, N., dkk. “A prospective study on lens induced glaucoma and its visual outcomes visiting district hospital, Baramulla”, IOSR J Dent Med Sci,.2019;18(1):65–68

  • 10.    Kumar, G.R.B. “Predisposing factors in patients (from a rural background) presenting with lens induced glaucoma.", Journal of Evolution of Medical and Dental Sciences,.2016;5(84)

  • 11.    Wu, Q., Guo, D., dkk. “UVB irradiation-induced dysreulation of plasma membrane calcium ATPase1 and intracellular calcium homeostasis in human lens epithelial cells”, Molecular and Cellular Biochemistry,.2013;382(1-2):263–272

  • 12.    Gujjula, C., Kumar, S., dkk. “Study of the incidence, mechanism, various modes of presentation and factors responsible for the development of lens-induced glaucomas”, Al-Basar         International         Journal         of

Ophthalmology,.2015;3(2):56

  • 13.    Rifqah, E., Gustianty, E., dkk. “One Year Data of New Secondary Glaucoma Patients at Top Referral Eye Hospital in Indonesia.” Althea Medical Journal,.2017:4(2):163-166

  • 14.    Sitoula, R.P., Sarkar, I., dkk. “Lens induced glaucoma: An experience in tertiary eye care center in eastern Nepal”, Nepalese Journal of Ophthalmology: A Biannual Peer-Reviewed Academic Journal of the Nepal Ophthalmic Society: NEPJOPH,.2016;8(16):161-166

  • 15.    Gagan, Y.M., Haasitha, C.H., dkk. “A Clinical Study of Visual Outcome and IOP in Lens Induced Glaucoma Attending a Tertiary Eye Centre”, Ophthalmology and Allied Sciences,.2017:3(1):9–14

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i1.P04

21