PREVALENSI PASIEN SYOK SEPSIS DI RUANG TERAPI INTENSIF RSUP SANGLAH TAHUN 2016-2020
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.1,JANUARI, 2023
Diterima: 2022-12-15 Revisi: 2022-12-30 Accepted: 25-01-2023
PREVALENSI PASIEN SYOK SEPSIS DI RUANG TERAPI INTENSIF RSUP SANGLAH TAHUN 2016-2020
Nabilla Farha1, Adinda Putra Pradhana2, Christopher Ryalino2, I Wayan Suranadi3
-
1. Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali
-
2. Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Rumah Sakit Universitas Udayana, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali
-
3. Bagian/SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUP Sanglah, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Sepsis ialah keadaan disfungsi organ yang dapat menimbulkan kematian akibat tidak teraturnya respon tubuh terhadap infeksi yang dapat memburuk menjadi syok sepsis. Syok sepsis merupakan keadaan sepsis disertai hipotensi yang menetap, sehingga memerlukan vasopresor untuk mempertahankan tekanan arteri rerata ≥65 mm Hg. Salah satu penyebab utama kematian di ruang terapi intensif adalah syok sepsis. Maka dari itu, dilakukan penelitian mengenai prevalensi pasien syok sepsis di ruang terapi intensif (RTI) RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2016-2020 agar dapat mengetahui gambaran permasalahan syok sepsis sehingga dapat membantu dalam perencanaan sistem kesehatan mengenai penatalaksanaan syok sepsis. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain deskriptif retrospektif dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medis pasien yang dirawat di RTI RSUP Sanglah Denpasar periode 2016-2020 yang didapat dari instalasi rekam medik RSUP Sanglah Denpasar. Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalaj purposive sampling yang disesuaikan dengan kriteria penelitian. Berdasarkan penelitian ini didapatkan prevalensi pasien syok sepsis sebesar 3% dengan karakteristik 50% pasien berjenis kelamin laki-laki dan 50% berjenis kelamin perempuan, mayoritas berada pada rentang usia 18-65 tahun (64%), dan mengalami kematian (52%). Melalui hasil tersebut, dapat disimpulkan angka kematian pasien syok sepsis masih tinggi.
Kata kunci: kematian, prevalensi, ruang terapi intensif, sepsis, syok sepsis
ABSTRACT
Sepsis is a life-threatening state of organ dysfunction due to an irregular body response to infection that can progress to septic shock. Septic shock is a septic condition with persistent hypotension requiring vasopressors to maintain mean arterial pressure (MAP) ≥65 mm Hg. Septic shock is one of the leading causes of death in the intensive care unit. Therefore, a study was conducted on the prevalence of septic shock patients in the intensive care unit (ICU) of Sanglah Hospital in 2016-2020 in order to find out the problem of septic shock so that it can assist in health system planning regarding the management of septic shock. This study is a retrospective descriptive study using secondary data from medical records of patients at the ICU of Sanglah Hospital in 20162020 obtained from the medical record installation of Sanglah Hospital. The sampling technique in this study used a purposive sampling adjusted to the inclusion and exclusion criteria. Based on the study, the prevalence of septic shock was 3% with the characteristics are 50% of patients being male and 50% female, the majority are in the age range of 18-65 years (64%), and experiencing death (52%). Through these results, it can be concluded that the mortality rate of patients with septic shock is still high.
Keywords: death, intensive care unit, prevalence, septic, septic shock
PREVALENSI PASIEN SYOK SEPSIS DI RUANG TERAPI INTENSIF RSUP SANGLAH TAHUN,.. Nabilla Farha1, Adinda Putra Pradhana2, Christopher Ryalino2, I Wayan Suranadi3
PENDAHULUAN
Sepsis ialah suatu keadaan disfungsi organ yang dapat menyebabkan kematian akibat tidak teraturnya respon tubuh terhadap infeksi yang dapat mengalami perburukan menjadi syok sepsis. Syok sepsis adalah sepsis yang disertai dengan hipotensi yang menetap sehingga vasopressor diperlukan untuk mempertahankan tekanan arteri rerata (TAR) ≥65 mm Hg dan memiliki tingkat serum laktat >2 mmol/L meskipun volume resusitasi telah dicukupi, dan hal ini menyebabkan meningkatnya mortalitas.1 Sepsis dan syok sepsis dinilai sebagai salah satu penyebab utama kematian di ruang terapi intensif.2
Terdapat 48,9 juta kasus insiden sepsis dan 11 juta kematian terkait sepsis pada tahun 2017.2 Pada penelitian di berbagai RTI di Eropa didapatkan 37% pasien sepsis, 30% pasien sepsis, dan 15% pasien syok sepsis.3 Di Indonesia pada rumah sakit umum dr. Sardjito pada tahun 2012 14,58% pasien mengalami syok sepsis4 dan di RTI RSUP Prof. Dr. RD Kandau pada tahun 2015 5,7% pasien merupakan pasien syok sepsis.5
Berdasarkan pemaparan tersebut sepsis dan syok sepsis sudah mengalami penurunan morbiditas dan mortalitas. Namun tidak semua kejadian sepsis dan syok sepsis yang terjadi di Indonesia dicatat dan dihitung secara rutin, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai prevalensi pasien syok sepsis yang dapat menjadi data awal yang dapat berguna untuk mengurangi angka kejadian dan kematian akibat syok sepsis.
BAHAN DAN METODE
Pada penelitian ini digunakan desain penelitian deskriptif retrospektif dengan data sekunder berupa rekam medis pasien yang dirawat di RTI RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2016-2020. Penelitian dilakukan di Instalasi Rekam Medik dan RTI RSUP Sanglah Denpasar dari mulai bulan Maret sampai dengan Juli 2021.
Populasi target pada penelitian ini ialah seluruh pasien yang terdiagnosa syok sepsis. Populasi terjangkau pada penelitian ini ialah pasien dengan diagnosis syok sepsis yang dirawat di RTI RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2016-2020. Sampel pada penenelitian ini dipilih dengan metode purposive sampling dimana sampel merupakan bagian dari populasi terjangkau yang telah memenuhi kriteria penelitian meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Dengan kriteria inklusi adalah seluruh pasien sepsis yang dirawat di RTI RSUP Sanglah pada tahun 2016-2020 dan seluruh pasien syok sepsis yang dirawat di RTI RSUP Sanglah pada tahun 2016-2020 dan kriteria eksklusi berupa pasien non sepsis dan register atau rekam medis pasien yang tidak lengkap ataupun tidak dapat diperoleh. Variabel yang dinilai dalam penelitian ini meliputi pasien sepsis, pasien syok sepsis, jenis kelamin, usia, dan luaran dari pasien syok sepsis.
Data yang diperoleh kemdian diolah dengan microsoft excel 2013 yang berikutnya ditampilkan berupa tabel distribusi frekuensi dengan penjelasan secara
deskriptif. Penelitian ini telah memperoleh izin kelaikan etik (Ethical Clearance) dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor 299/UN.14.2.2.VII.14/LT/2021 dan izin penelitian dari RSUP Sanglah Denpasar dengan nomor LB.02.01/XIV.2.2.1/7788/2021.
HASIL
Dari total 8.923 pasien yang masuk ke RTI RSUP Sanglah Denpasr pada tahun 2016-2020, terdapat 367 pasien yang memenuhi kriteria penelitian. Dari 367 pasien tersbut 250 merupakan pasien syok sepsis yang dicatat karakteristiknya.
Berdasarkan perhitungan period prevalence rate didapatkan prevalensi pasien syok sepsis di RTI RSUP Sanglah pada tahun 2016-2020 sebanyak 3% dari total 8.923 pasien yang masuk ke RTI RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2016-2020. Berikut adalah hasil distribusi karakteristik pasien syok sepsis dalam penelitian ini:
Tabel 1. Distribusi pasien syok sepsis berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
Laki-laki |
125 |
50 |
Perempuan |
125 |
50 |
Total |
250 |
100 |
Pada tabel 1 diatas ditampilkan bahwa jumlah pasien syok sepsis yang berjenis kelamin laki-laki sama banyak dengan pasien yang berjenis kelamin perempuan.
Tabel 2. Distribusi pasien syok sepsis berdasarkan usia
Usia |
Jumlah (n) |
% |
<18 |
8 |
3,2 |
18-65 |
160 |
64 |
>65 |
82 |
32,8 |
Total |
250 |
100 |
Pada tabel 2 dijelaskan distribusi usia pasien syok sepsis dimana yang paling banyak mengalami syok sepsis berada pada rentang usia 18-65 tahun, dan kemudian diikuti oleh usia >65 tahun.
Tabel 3. Distribusi pasien sepsis berdasarkan kejadian syok
Sepsis |
Jumlah (n) |
% |
Tidak syok/non |
117 |
31,9 |
syok | ||
Syok |
250 |
68,1 |
Total |
367 |
100 |
Berdasarkan tabel 3, digambarkan bahwa dari 367 pasien yang terdiagnosis dengan sepsis 68,1% diantaranya merupakan pasien syok sepsis dan 31,9% lainnya merupakan pasien sepsis yang tidak mengalami syok atau non syok.
Tabel 4. Distribusi luaran pasien syok sepsis | ||
Luaran |
Jumlah (n) |
% |
Hidup |
120 |
48 |
Meninggal dunia |
130 |
52 |
Total |
250 |
100 |
Pada tabel 4 dipaparkan bahwa sebagian besar pasien syok sepsis tidak dapat terselamatkan atau keluar dalam keadaan meninggal dunia.
PEMBAHASAN
Distribusi pasien syok sepsis berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini didapatkan jumlah yang sama banyak antara pasien syok sepsis yang berjenis kelamin laki-laki (50%) dan pasien syok sepsis yang berjenis kelamin perempuan (50%). Pada penelitian di sebuah rumah sakit di Indonesia ditemukan mayoritas pasien sepsis merupakan laki-laki, yaitu sebanyak 19 orang dibandingkan perempuan yaitu sebanyak 16 orang.5 Pada penelitian di Ethiopia didapatkan hasil mayoritas pasien sepsis ataupun syok sepsis berjenis kelamin laki-laki (52,7%).6 Hal ini terjadi akibat hormon estrogen yang lebih banyak pada perempuan dinilai meningkatkan respon imun sedangkan hormon testosteron yang banyak pada laki-laki dinilai menekan respon imun.7 dan Estrogen terbukti mampu mengurangi seleksi negatif sel B auto-reaktif afinitas tinggi sehingga tidak terjadi apoptosis, dan mampu mempengaruhi fisiologis melalui estrogen reseptor (ER) yang salah satunya diekspresikan oleh sel imun.8 Gen kromosom X juga dinyatakan memiliki banyak fungsi dalam kekebalan tubuh yang mengkode protein mulai dari reseptor pengenalan pola (RPP) seperti toll like receptor (TLR) 3, 7, 8, 9 dan interleukin (IL) seperti IL2R6 dan IL13RA2, dan faktor transkripsi seperti FOXP3 yang berperan penting dalam imunitas, hal-hal tersebut menyebabkan produksi sitokin yang lebih besar dan menimbulkan reaktifitas imun yang tinggi pada perempuan untuk meningkatkan protektifitas dan resistensi yang lebih efektif terhadap infeksi.9 Namun mengacu pada sebuah teori yang menyatakan bahwa syok sepsis hanya sedikit dipengaruhi oleh jenis kelamin dan lebih banyak dipengaruhi oleh usia dan penyakit penyerta yang dimiliki pasien.10
Distribusi pasien syok sepsis berdasarkan usia pada penelitian ini diperoleh mayoritas pasien yang mengalami syok sepsis berada pada rentang usia 18-65 tahun (64%) dan kemudia diikuti oleh usia >65 tahun (32,8%). Sebelumnya pada penelitian di RTI pada sebuah rumah sakit di Indonesia juga didapatkan hal serupa dimana mayoritas pasien sepsis berada pada pada kelompok usia 58-67 tahun (27,3%) dan selanjutnya berada pada kelompok usia 68-78 tahun (18,2%).11 Hal ini sejalan dengan teori yang memaparkan bahwa peningkatan usia sejalan dengan meningkatnya kejadian syok sepsis akibat dari respon respon imun dan fisiologis yang kian menurun pada pasien usia tua.12 Pada sistem kekebalan tubuh pasien usia tua terjadi perubahan distribusi dan fungsi dari sel-sel kekebalan
tubuh, salah satunya adalah hilangnya respon imun adaptif sehingga pasien usia tua rentan terhadap infeksi, kanker, dan peradangan kronis pada jaringan. Mekanisme ini terjadi akibat hilangnya kapasitas imunoinhibitor, khususnya penurunan sel T regulator (Treg) yang membuat berkurangnya kemampuan sistem kekbalan tubuh untuk mengenali antigen secara spesifik dan memperbaiki DNA dan terjadi defisiensi enzim glikolitik PFKB3 dan disregulasi ATPase CD39 yang menimbulkan rendahnya produksi ATP sehingga sel T semakin sensitif terhadap apoptosis, berkurangnya banyak sel T pada tubuh menghasilkan kemampuan tubuh yang menurun untuk menghadapi infeksi.13 Beberapa fungsi fisiologis yang menurun seiring bertambahnya usia seperti perubahan pada sistem kardiovaskular dimana terjadi penurunan denyut jantung dan respon kontraktil terhadap hipotensi, aktifitas berat, dan katekolamin, terjadi pula penurunan stimulasi baroreflex, tonus saraf vagal, dan ekstraksi oksigen akibat dari menurunnya respon sistem kardiovaskular terhadap stimulasi, hal-hal tersebut menimbulkan turunnya variabilitas denyut jantung dan kemampuan untuk mengontrol curah jantung yang konstan. Pada sistem respirasi paru-paru mengalami penurunan fungsi fisiologisnya seperti perubahan sifat mekanik sistem pernafasan, berkurangnya saturasi oksihemoglobin arteri, dan gangguan respon terhadap hipoksia, hal ini akan mengakibatkan kegagalan oksigenasi dan menurunnya perfusi. Pada sistem saraf, permeabilitas blood brai barrier akan meningkat seiring bertambahnya usia, maka akan terjadi pelepasan mediator seperti mediator pro inflamasi dan juga agen infeksi dari plasma ke sistem saraf pusat sehingga timbul peningkatan respon inflamasi dan kerusakan saraf. Pada sistem endokrin juga terjadi penurunan responsifitas jaringan, sekresi hormon, ritme sirkardian hormonal dan non-hormonal yang memiliki peran penting dalam menghadapi infeksi.14
Distribusi pasien sepsis non syok dan syok pada penelitian ini diperoleh dari 367 pasien sepsis, mayoritas pasien mengalami syok (68,1%) dan sisanya tidak mengalami syok atau non syok (31,9%). Berbeda dengan penelitian sebelumnya di RTI pada sebuah rumah sakit di Indonesia sebagian besar pasien sepsis merupakan pasien non syok (82,8%), hanya sebagian kecil pasien sepsis yang mengalami syok (5,7%) dan sisanya merupakan pasien sepsis berat (11,4%).5 Hal tersebut terjadi karena pada penelitian ini tidak hanya melihat dari diagnosis masuk pasien sehingga pasien yang baru terdiagnosis atau mengalami syok sepsis saat masa perawatannya di RTI termasuk dalam sampel, dan pada penelitian ini sudah tidak mengklasifikasin sepsis menjadi sepsis berat mengikuti The Third International Consensus Definition for Sepsis and Septic Shock yang tidak lagi menggunakan istilah sepsis berat dengan tujuan agar sepsis tidak dianggap ringan.1
Distribusi luaran pasien syok sepsis pada penelitian ini diperoleh lebih banyak pasien yang tidak terselamatkan atau keluar RTI dalam keadaan meninggal dunia (52%) dan
Nabilla Farha1, Adinda Putra Pradhana2, Christopher Ryalino2, I Wayan Suranadi3
sebagian lainnya keluar dari RTI dalam keadaan hidup 1. (48%). Sesuai dengan sebuah penelitian di Ethiopia 50,9% pasien syok sepsis mengalami kematian.6 Pada penelitian di beberap rumah sakit di Indonesia 58,3% pasien syok sepsis juga meninggal dunia.15 Sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa salah satu penyebab utama kematian di RTI adalah syok sepsis, dengan tingkat mortalitas 50-80% dimana ini terjadi akibat sebagian besar pasien yang jatuh 2. pada keadaan syok sepsis adalah pasien usia tua dengan respon imun dan fisiologis yang sudah menurun sehingga kegagalan organ multiple dan penyakit lainnya seperti infeksi nosokomial pada pasien yang dirawat di RTI akan meningkat yang kemudian berujung pada kematian.16
Terjadinya peningkatan oksigen reaktif dan akumulasi stres oksidatif sehingga terjadi penurunan oksida 3. nitrat (NO), produksi NO juga telah berkurang sejalan dengan peningkatan usia, hal tersebut mengurangi bioavailabilitas NO dalam sirkulasi koroner dan perifer sehingga timbul gangguan di pembuluh darah berkorelasi dengan meningkatnya risiko disfungsi organ yang berujung pada kematian.14 Mengacu pada sebuah teori dimana pada dasarnya pasien yang dirawat di RTI adalah pasien dengan penyakit serius atau dalam keadaan kritis atau pasca operasi 4. yang membutuhkan penanganan intensif dan pemantauan ketat namun pasien di RTI juga memiliki risiko tinggi untuk mengalami infeksi nosokomial akibat dari penggunaan perangkat invasif seperti ventilator mekanik17, kateter vena sentral18, kateter foley19, peralatan intubasi, infeksi pada tempat operasi20, dan infeksi Clostridium difficile akibat penggunaan antibiotik, penekanan asam lambung, dan penggunaan obat antiinflamasi non steroid21 yang mana hal- 5. hal tersebut dapat berakhir pada keadaan syok sepsis, sehingga kombinasi antara keadaan pasien yang kritis dan syok sepsis menjadi kontributor dalam kematian pasien di RTI.22
SIMPULAN
Dari hasil penelitian prevalensi pasien syok sepsis di RTI RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2016-2020 6.
dapat disimpulkan prevalensi pasien syok sepsis di RTI RSUP Sanglah tahun 2016-2020 adalah 3% dari 8.923 pasien, dengan mayoritas pasien syok sepsis berada pada rentang usia 18-65, dengan jumlah pasien syok sepsis yang berjenis kelamin laki-laki sama banyak dengan yang berjenis kelamin perempuan, dan tingginya jumlah pasien syok sepsis yang mengalami kematian. 7.
SARAN
Selanjutnya dapat dilakukan penelitian lanjutan yang bersifat analitik terkait sepsis dan syok sepsis dan dapat dilakukan penelitian deskriptif dengan memperbesar durasi dan sampel sehingga diharapkan data yang diperoleh 8. lebih representatif.
DAFTAR PUSTAKA
Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, Shankar-Hari M, Annane D, Bauer M, dkk. The Third International Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock (Sepsis-3). JAMA 2016;315(8):801– 10. Tersedia pada:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26903338
Rudd KE, Johnson SC, Agesa KM, Shackelford KA, Tsoi D, Kievlan DR, dkk. Global, Regional, and National Sepsis Incidence and Mortality, 1990– 2017: Analysis for the Global Burden of Disease Study. The Lancet [Internet]. 2020;395(10219):200– 11. Tersedia pada: https://doi.org/10.1016/
Payen;, Jean-Louis Vincent;, Yasser Sakr;, Charles Sprung;, V Ranieri;, Konrad Reinhart;Herwig Gerlach;, Rui Moreno;, Jean Carlet;, Jean-Roger Le Gall; D. Sepsis in European Intensive Care Units: Results of the Soap Study. Critical Care Medicine [Internet]. 2006;34(2):344–53. Tersedia pada: https://insights.ovid.com/pubmed?pmid=16424713
Pradipta IS, Sodik DC, Lestari K, Parwati I, Halimah E, Diantini A, dkk. Antibiotic Resistance in Sepsis Patients: Evaluation and Recommendation of Antibiotic Use. North American Journal of Medical Science [Internet]. 2013;5(6):344–52. Tersedia pada:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23923107
Tambajong RN, Lalenoh DC, Kumaat L. Profil Penderita Sepsis di ICU RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Periode Desember 2014 –
November 2015. Jurnal e-Clinic [Internet]. 2016;4:452–7. Tersedia pada:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article /viewFile/11011/10600
Mulatu HA, Bayisa T, Worku Y, Lazarus JJ, Woldeyes E, Bacha D, dkk. Prevalence and Outcome of Sepsis and Septic Shock in Intensive Care Units in Addis Ababa, Ethiopia: A Prospective Observational Study. African Journal of Emergency Medicine. 2021;11(1):188–95.
Angele MK, Pratschke S, Hubbard WJ, Chaudry IH. Gender Differences in Sepsis: Cardiovascular and Immunological Aspects. Virulence [Internet]. 2014;5(1):12. Tersedia pad:
/pmc/articles/PMC3916365/
Taneja V. Sex Hormones Determine Immune Response. Frontiers in Immunology [Internet]. 2018;9. Tersedia pada: /pmc/articles/PMC6119719/
Klein SL, Flanagan KL. Sex Differences in Immune
Responses. Nature Review Immunology 2016 161018.
[Internet]. 2016;16(10):626–38. Tersedia pada: https://www.nature.com/articles/nri.2016.90
-
10. Madsen T. Sex Differences in Sepsis [Internet].
American Medical Women’s Association.2013.
https://www.amwadoc.org/sghc/sghc-case-studies/sex-differences-in-sepsis
-
11. Ahwini SH. Profil Penderita Sepsis di ICU RSUP
Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2016. Universitas Sumatera Utara; 2018. 46–53 p.
20.
-
12. Shen H-N, Lu C-L, Yang H-H. Epidemiologic
Trend of Severe Sepsis in Taiwan From 1997 Through 2006. Chest [Internet]. 2010;138(2):298– 304. Tersedia pada:
http://journal.chestnet.org/article/S00123692106041 02/fulltext
21.
-
13. Weyand CM, Goronzy JJ. Aging of the Immune
System. Mechanisms and Therapeutic Targets.
Annals of the American Thoracic Society [Internet]. 2016;13(Suppl 5):S422. Tersedia pada:
/pmc/articles/PMC5291468/ 22.
-
14. Alvis BD, Hughes CG. Physiology Considerations
in the Geriatric Patient. Anesthesiologiy Clinic [Internet]. 2015;33(3):447. Tersedia pada: /pmc/articles/PMC4556136/
-
15. Purba AKR, Mariana N, Aliska G, Wijaya SH,
Wulandari RR, Hadi U, dkk. The Burden and Costs of Sepsis and Reimbursement of its Treatment in a Developing Country: An Observational Study on Focal Infections in Indonesia. International Journal of Infectious Diseases [Internet]. 2020;96:211–8. Tersedia pada:
http://www.ijidonline.com/article/S1201971220302 940/fulltext
-
16. Daviaud F, Grimaldi D, Dechartres A, Charpentier
-
J, Geri G, Marin N, dkk. Timing and Causes of Death in Septic Shock. Annals of Intensive Care 2015 51 [Internet]. 2015;5(1):1–9. Tersedia pada: https://annalsofintensivecare.springeropen.com/artic les/10.1186/s13613-015-0058-8
-
17. Anderson DJ, Podgorny K, Berríos-Torres SI,
Bratzler DW, Dellinger EP, Greene L, dkk.
Strategies to Prevent Surgical Site Infections in Acute Care Hospitals: 2014 Update. Infection Control & Hospital Epidemiology. 2014;35(6):605– 27.
Klompas M, Branson R, Eichenwald EC, Greene LR, Howell MD, Lee G, dkk. Strategies to Prevent Ventilator-Associated Pneumonia in Acute Care Hospitals: 2014 Update. Infection Control & Hospital Epidemiology. 2014;35(8):915–36.
Lo E, Nicolle LE, Coffin SE, Gould C, Maragakis LL, Meddings J, dkk. Strategies to Prevent Catheter-Associated Urinary Tract Infections in Acute Care Hospitals: 2014 Update. Infection Control & Hospital Epidemiology. 2014;35(5):464– 79.
Marschall J, Mermel LA, Fakih M, Hadaway L, Kallen A, O’Grady NP, dkk. Strategies to Prevent Central Line–Associated Bloodstream Infections in Acute Care Hospitals: 2014 Update. Infection Control & Hospital Epidemiology. 2014;35(7):753– 71.
Genga KR, Russell JA. Update of Sepsis in the Intensive Care Unit. Journal of Innate Immunity [Internet]. 2017;9(5):441–55. Tersedia pada: https://www.karger.com/Article/FullText/477419
Monegro AF, Muppidi V, Regunath H. Hospital Acquired Infections. Cambridge Handbook of Psychology, Health and Medicine, Second Edition [Internet]. 2021;736–8. Tersedia pada: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441857/
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2023.V12.i1.P17
106
Discussion and feedback