ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.1,JANUARI, 2023


DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


Diterima: 2022-12-15 Revisi: 2022-12-30 Accepted: 25-01-2023

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN TERAPI PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KOTA DENPASAR SELAMA PANDEMI COVID-19

Kadek Aprilia Sukma Dewi1*, IGM Aman2, Ida Ayu Alit Widhiartini2, I Made Jawi2

  • 1.    Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

  • 2.    Departemen Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

*e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kepatuhan dalam mengonsumsi obat merupakan kunci keberhasilan terapi Tuberkulosis (TB) Paru, dan pengetahuan diketahui sebagai salah satu faktor predisposisi kepatuhan. Keterbatasan pelayanan TB di Puskesmas selama pandemi COVID-19 berisiko pada penurunan pengetahuan dan kepatuhan terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pasien TB Paru. Tujuan penelitian ini yakni menggambarkan pengetahuan serta kepatuhan terapi OAT pasien TB Paru rawat jalan di Puskesmas Kota Denpasar selama pandemi COVID-19. Desain penelitian ini mengunakan studi deskriptif observasional potong lintang selama periode Maret-Agustus 2021 di lima Puskesmas Kota Denpasar. Pengetahuan dan kepatuhan diukur menggunakan kuesioner pengetahuan yang dibuat peneliti dan Morisky Medication Adherence Scales (MMAS8). Data diambil secara daring menggunakan aplikasi google form. Berdasarkan tingkat pengetahuan terdapat 37 pasien (73%) memiliki pengetahuan baik, 13 pasien (25%) memiliki pengetahuan cukup, serta 1 pasien (2%) dengan pengetahuan kurang. Sementara berdasarkan tingkat kepatuhan, terdapat 29 pasien (57%) dengan kepatuhan tinggi, 19 pasien (37%) dengan kepatuhan sedang, dan 3 pasien (6%) dengan kepatuhan rendah. Sebagian besar pasien TB Paru rawat jalan di lima Puskesmas Kota Denpasar selama pandemi COVID-19 memiliki pengetahuan yang baik serta kepatuhan yang tinggi.

Kata kunci : tuberkulosis paru., kepatuhan., pengetahuan

ABSTRACT

Compliance in taking drugs is the key of success of lung Tuberculosis (TB) treatment and knowledge is known as one of its predisposing factors. The limitations of TB services at public health centers during the COVID-19 pandemic can cause in reducing knowledge and medication compliance of lung TB patients. The objective of this study is to describe the knowledge and medical compliance of outpatient lung TB patients at The Denpasar City Public Health Centers during the COVID-19 pandemic. This research design used a cross-sectional descriptive observational study during March-August 2021 at five Denpasar City Public Health Centers. Knowledge and compliance were measured using a knowledge questionnaire created by the researcher and the Morisky Medication Adherence Scales (MMAS8), then the data was collected online using the google form application. Based on the level of knowledge, 37 patients (73%) had good knowledge, 13 patients (25%) had sufficient knowledge, and a patient (2%) had poor knowledge. Meanwhile, based on the level of compliance, 29 patients (57%) had high compliance, 19 patients (37%) had moderate compliance, and three patients (6%) had low compliance. Most outpatient lung TB patients at five Denpasar City Public Health Centers during the COVID-19 pandemic had good knowledge and high compliance.

Keywords : lung tuberculosis., compliance., knowledge

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) menjadi satu dari sepuluh penyakit penyebab kematian tertinggi di dunia serta penyakit menular (infectious disease) dengan mortalitas tertinggi.1 Laporan WHO 2020 menyatakan bahwa TB menyerang sekitar 10 juta orang di dunia dan 1,4 juta orang diantaranya dinyatakan meninggal dunia di tahun 2019. Indonesia berada pada posisi kedua sebagai negara dengan beban TB tertinggi di dunia.1

Kota Denpasar menjadi wilayah dengan temuan kasus tertinggi sebesar 1.384 kasus per 100.000 penduduk.2 Jumlah kematian pasien selama pengobatan TB di Kota

Denpasar juga masih tergolong tinggi yakni 105 orang (8,2%). Penularan TB terjadi dengan mudah melalui kontak langsung dengan penderita dipercepat dengan tingginya kepadatan penduduk di Kota Denpasar yang mencapai 7.283 per Km2 pada tahun 2018.3

Tingginya angka morbiditas dan mortalitas TB dikaitkan dengan rendahnya kepatuhan terapi. Hal ini disebabkan oleh terapi TB yang cukup kompleks, yakni memerlukan minimal 2 obat kombinasi dengan durasi pengobatan yang cukup panjang.4 Salah satu faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi kepatuhan terapi adalah pengetahuan.5 Pengetahuan tentang TB yang rendah

dikatakan menjadi salah satu faktor risiko terjadinya drop out pengobatan pasien TB.6

Sejak tahun 1995, World Health Organization (WHO) mulai menerapkan suatu metode eradikasi TB secara global yang disebut Direct Observed Treatment Short course (DOTS).1 Penerapan DOTS di Indonesia menggunakan Pengawas Menelan Obat (PMO) untuk mengawasi pasien secara langsung dan memastikan pasien meminum obat secara rutin.4 Kondisi pandemi COVID-19 menyebabkan terjadinya penurunan intensitas pengawasan terapi oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) di Indonesia. Tercatat selama periode 18-26 Mei 2020, sebanyak 64,5% kader tidak melakukan investigasi kontak dan 47,4% tidak melakukan penyuluhan terkait TB kepada masyarakat. Pengawasan pasien TB selama pandemi COVID-19 lebih banyak dilakukan secara daring melalui aplikasi di handphone/smartphone.7 Limitasi pada proses sosialisasi dan pengawasan secara langsung selama pandemi COVID-19 dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap pemahaman serta kepatuhan pasien TB dalam menjalani terapi OAT.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan kepatuhan terapi pasien TB Paru rawat jalan di Puskesmas Kota Denpasar selama pandemi COVID-19.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengetahuan didefinisikan sebagai hasil tahu seseorang dengan menggunakan panca indera yang dimilikinya terhadap objek yang diterima. Pengetahuan mengenai sakit serta penyakit, kesehatan lingkungan, cara pemeliharaan kesehatan serta cara hidup sehat merupakan beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai penilaian terhadap tingkat pengetahuan dan kesadaran seseorang terhadap kesehatan.8

Kepatuhan terapi didefinisikan sebagai keputusan pasien dalam menerima dan mengikuti instruksi pengobatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan.9 Lawrence Green menyatakan ada 3 faktor yang mempengaruhi tindakan seseorang untuk patuh dalam menjalankan terapi, meliputi:10 1.  Faktor predisposisi

  • 2.  Faktor pendukung

  • 3.  Faktor penguat

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh patogen Mycobacterium tuberculosis.11 Pengobatan TB Paru menggunakan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang terdiri atas kombinasi minimal 4 macam obat untuk mencegah resistensi. Salah satu prinsip pengobatan TB Paru yang adekuat adalah

pasien harus patuh dan teratur dalam meminum obat sampai masa pengobatan selesai serta diawasi langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).12 Selain mengawasi pasien dalam menjalani terapi, PMO juga memberikan motivasi dan edukasi agar pasien memahami terapi yang dijalani.13

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian ini mengunakan studi deskriptif observasional dengan desain potong lintang (cross sectional). Penelitian dilaksanakan selama periode pandemi COVID-19 dari 1 Maret 2021 hingga 31 Agustus 2021 pada lima Puskesmas di Kota Denpasar yakni: Puskesmas I Denpasar Utara, Puskesmas II Denpasar Utara, Puskesmas I Denpasar Timur, Puskesmas I Denpasar Selatan, dan Puskesmas I Denpasar Barat. Populasi penelitian merupakan seluruh pasien yang terdiagnosis Tuberkulosis Paru dan sedang menjalani terapi rawat jalan. Sampel penelitian diambil menggunakan teknik non-probably sampling tipe purposive sampling.

Sampel penelitian harus memenuhi kriteria inklusi, yakni: pasien dengan diagnosis TB Paru dan sedang melakukan terapi rawat jalan di lokasi penelitian, sedang mengonsumsi OAT, bertempat tinggal di wilayah Denpasar, memiliki dan mampu menggunakan handphone dengan fasilitas internet memadai. Kriteria eksklusi penelitian meliputi: pasien TB dengan komplikasi, menderita penyakit lain yang juga sedang mengonsumsi obat, memiliki gangguan mental, mengundurkan diri dari penelitian.

Variabel yang diamati meliputi karakteristik responden (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan), pengetahuan, dan kepatuhan. Variabel pengetahuan diukur menggunakan kuesioner pengetahuan TB serta kepatuhan diukur menggunakan kuesioner Morisky Medication Adherence Scales (MMAS8). Data diolah menggunakan aplikasi SPSS dengan menggunakan analisis univariat. Penelitian ini telah dinyatakan laik etik oleh Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor protokol 2021.01.1.0067. Persetujuan sebagai responden oleh subjek penelitian (informed consent) diajukan sebelum pengisian kuesioner.

HASIL

Subjek penelitian terdiri dari 51 orang yang telah memenuhi baik kriteria inklusi maupun eksklusi. Karakteristik subjek dideskripsikan melalui analisis univariat dan disajikan secara detail pada Tabel 1.

Tabel 1.  Karakteristik subjek penelitian

Variabel

Frekuensi (N)

Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

32

63

Perempuan

Usia

19

37

Remaja akhir (17-25 tahun)

Dewasa (26-45 tahun)

10

20

Lansia (≥46 tahun)

20

39

Pendidikan Terakhir

21

41

Tidak sekolah

3

6

Pendidikan dasar (SD-SMP) SMA/sederajat

14

27

Diploma/sarjana

21

41

Pekerjaan

13

26

Tidak bekerja

27

53

Bekerja

Penghasilan

24

47

≤Rp2.450.000,00

49

96

>Rp2.450.000,00

2

4

Subjek penelitian didominasi oleh pasien laki-laki dan lulusan SMA/sederajat, sedang tidak bekerja, serta sebagian besar berada pada rentang usia lansia. Berdasarkan berpenghasilan dibawah Upah Minimum Provinsi (UMP). karakteristik lainnya sebagian besar subjek merupakan

Tabel 2.  Tingkat pengetahuan subjek penelitian

Kategori

Frekuensi (N)

Persentase (%)

Kurang

1

2

Cukup

13

25

Baik

37

73

Total

51

100

Proporsi tingkat pengetahuan

berdasarkan hasil   pengetahuan cukup, dan sisanya 2% memiliki pengetahuan

penelitian menunjukkan sebesar 73%

subjek penelitian    yang

kurang

memiliki pengetahuan baik,  25%

memiliki  tingkat

.

Tabel 3.  Distribusi karakteristik subjek terhadap tingkat pengetahuan

Pengetahuan

Variabel

Kurang                Cukup

Baik

N (%)               N (%)

N (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

1 (3,1)                    10 (31,3)

21 (65,6)

0 (0)                     3 (15,8)

16 (84,2)

Usia

Remaja akhir

1 (10)

2 (20)

7 (70)

Dewasa

Lansia

0 (0)

5 (25)

15 (75)

0 (0)

6 (28,6)

15 (71,4)

Pendidikan

Tidak sekolah

0 (0)

0 (0)

3 (100)

Pendidikan dasar

SMA/sede-rajat

0 (0)

5 (35,7)

9 (64,3)

Diploma/

sarjana

1 (4,8)

6 (28,6)

14 (66,7)

0 (0)

2 (15,4)

11 (84,6)

Pekerjaan

Tidak bekerja

0 (0)

6 (22,2)

21 (77,8)

Bekerja

1 (4,2)

7 (29,2)

16 (66,7)

Penghasilan

≤UMP

1 (2)

13 (26,5)

35 (71,4)

>UMP

0 (0)

0 (0)

2 (100)

Tabel 4.  Tingkat kepatuhan subjek penelitian

Kategori

Frekuensi (N)

Persentase (%)

Rendah

3

6

Sedang

19

37

Tinggi

29

57

Total

51

100

Sebagian besar pasien TB Paru pada penelitian ini    kepatuhan sedang (37%) dan hanya sebagian kecil pasien

memiliki kepatuhan tinggi (57%), diikuti pasien dengan    memiliki kepatuhan rendah (6%).

Tabel 5.  Distribusi karakteristik subjek terhadap tingkat pengetahuan

Variabel

Kepatuhan

Rendah N (%)

Sedang N (%)

Tinggi N (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

1 (3,1)

11 (34,4)

20 (62,5)

2 (10,5)

8 (42,1)

9 (47,4)

Usia

Remaja akhir

1 (10)

2 (20)

7 (70)

Dewasa

Lansia

0 (0)

7 (35)

13 (65)

2 (9,5)

10 (47,6)

9 (42,9)

Pendidikan

Tidak sekolah

0 (0)

0 (0)

3 (100)

Pendidikan dasar

SMA/sede-rajat

1 (7,1)

8 (57,1)

5 (35,7)

Diploma/

sarjana

2 (9,5)

7 (33,3)

12 (57,1)

0 (0)

4 (30,8)

9 (69,2)

Pekerjaan

Tidak bekerja

2 (7,4)

10 (37)

15 (55,6)

Bekerja

1 (4,2)

9 (37,5)

14 (58,3)

Penghasilan

≤UMP

3 (6,1)

18 (36,7)

28 (57,1)

>UMP

0 (0)

1 (50)

1 (50)

PEMBAHASAN


Proporsi tingkat pengetahuan pasien pada penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian Ketut dan Ngurah di RSUD Wangaya Denpasar tahun 2013 memiliki hasil yang tidak jauh berbeda, yakni sebesar 74% pasien memiliki tingkat pengetahuan tinggi/baik.14 Hasil serupa juga ditunjukkan oleh penelitian Fitria dan Mutia di Puskesmas Banyuanyar Surakarta tahun 2016, yakni sebagian besar pasien memiliki pengetahuan baik (45%).15 Komparasi hasil penelitian ini dengan penelitian lainnya yang dilakukan sebelum pandemi COVID-19 secara umum tidak menunjukkan perbedaan. Dominasi subjek dengan pengetahuan baik dapat dikaitkan dengan salah satu syarat inklusi penelitian mengenai kepemilikan perangkat hand phone dengan fasilitas internet memadai. Sehingga peneliti berasumsi meskipun intensitas edukasi secara langsung oleh tenaga kesehatan selama pandemi COVID-19 menurun, subjek masih bisa mencari informasi melalui sumber lainnya seperti internet.

Subjek perempuan memiliki persentase tingkat pengetahuan baik yang lebih besar dibandingkan laki-laki, serta pengetahuan kurang hanya ditemukan pada subjek laki-laki. Penelitian Linda tahun 2016 menjelaskan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat pengetahuan pasien TB.16 Sebagian besar pasien dari berbagai kelompok usia memiliki pengetahuan yang baik. Subjek dengan pengetahuan kurang hanya ditemukan pada kelompok usia remaja akhir. Data ini sejalan dengan penelitian Nurbaety dkk. tahun 2012 yang menggambarkan pengetahuan baik didominasi oleh usia dewasa.17 Hal ini dikaitkan dengan pola pikir dan kemampuan bekerja seseorang akan semakin matang seiring dengan pertambahan usia.18 Kematangan dalam proses berpikir akan mempermudah seseorang dalam memproses informasi sehingga pengetahuan yang dimiliki pun akan lebih baik.

Seluruh subjek yang tidak bersekolah memiliki pengetahuan yang baik, kemudian dimulai dari kelompok subjek lulusan SD-SMP terjadi peningkatan persentase tingkat pengetahuan baik seiring meningkatnya latar belakang pendidikan subjek. Pengetahuan kurang masih ditemukan pada subjek lulusan SMA. Kondisi ini sedikit berbeda dengan penelitian Nurbaety dkk. tahun 2012 yang menyajikan pola peningkatan pengetahuan seiring dengan meningkatnya latar belakang pendidikan.17 Secara teori,

sekolah formal dapat meningkatkan keinginan seseorang untuk belajar dan memperluas ilmu yang dimilikinya. Kondisi ini dapat dikaitkan dengan kemudahan akses informasi baik dari internet maupun edukasi oleh tenaga medis, sehingga pendidikan formal bukan menjadi satu-satunya sumber untuk mendapatkan pengetahuan bagi pasien.

Persentase pengetahuan baik ditemukan lebih tinggi pada subjek yang tidak bekerja dibandingkan yang bekerja. Keseluruhan sujek dengan penghasilan diatas upah minimum memiliki pengetahuan yang baik. Pada subjek dengan penghasilan dibawah upah minimum sebagian besar memiliki pengetahuan baik, namun masih terdapat proporsi subjek dengan pengetahuan cukup dan kurang. Penelitian Linda tahun 2012 yang mengaitkan karakteristik sosial ekonomi terhadap tingkat pengetahuan menyatakan pasien dengan pekerjaan tetap dan berpenghasilan diatas upah minimum memiliki pengetahuan yang lebih baik.16 Berdasarkan jenis pekerjaannya, semakin sering seorang pekerja berinteraksi dengan orang lain melalui pekerjaannya, semakin banyak pula pengalaman dan pengetahuan yang didapat. Pembelajaran yang diperoleh selama proses bekerja dapat mengembangkan pola pikir secara ilmiah dan etik.19

Gambaran tingkat kepatuhan pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan pengukuran kepatuhan sebelum pandemi COVID-19 di wilayah kerja Puskesmas Denpasar Selatan yang menunjukkan mayoritas pasien memiliki kepatuhan baik.20 Penelitian yang dilakukan Nurbaety dkk. juga menunjukkan mayoitas pasien TB Paru di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB memiliki kepatuhan tinggi.17 Situasi pandemi COVID-19 menyebabkan penurunan intensitas aktivitas PMO secara langsung seperti mengawasi pasien saat menelan obat, mengingatkan jadwal pemeriksaan berkala, maupun memotivasi pasien untuk tetap patuh dan menyelesaikan masa terapi.10 Pemantauan langsung akan memudahkan tenaga kesehatan serta membuat pasien menjadi lebih patuh dibandingkan menggunakan metode elektronik/online.21 Proporsi kepatuhan yang tidak jauh berbeda ini menujukkan peran PMO bukan sebagai faktor tunggal penentu kepatuhan pasien. Kepatuhan dalam menjalani terapi menurut Lawrence Green dipengaruhi oleh faktor predisposisi seperti sikap, pengetahuan, persepsi, kepercayaan, keyakinan, dan nilai. Pemantauan oleh PMO tergolong dalam faktor penguat.10

Berdasarkan jenis kelamin, penilitian ini menunjukkan bahwa persentase laki-laki dengan kepatuhan tinggi lebih besar dibandingkan perempuan. Jenis kelamin diketahui tidak memberikan pengaruh terhadap kepatuhan seseorang dalam menjalani terapi.22 Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Jamaluddin tahun 2019 yang tidak menemukan hubungan signifikan antara jenis kelamin dan kepatuhan terapi OAT.23 Dominasi kepatuhan tinggi ditunjukkan pada subjek dengan rentang usia remaja akhir dan dewasa, sementara pada lansia didominasi oleh kepatuhan sedang. Pada penelitian ini tidak ditemukan subjek dewasa yang memiliki kepatuhan rendah, namun masih ditemukan pada subjek remaja akhir dan lansia. Hasil yang tidak jauh berbeda ditunjukkan oleh penelitian Nurbaety dkk. tahun 2020 yang menunjukkan kepatuhan terendah terdapat pada pasien lansia.17 Korelasi antara usia dengan kepatuhan membentuk pola melengkung, yakni kepatuhan tertinggi dimiliki oleh pasien dewasa sementara pasien dengan usia sangat muda maupun sangat tua cenderung memiliki kepatuhan yang rendah.24 Kesulitan dalam mengingat jadwal minum obat biasanya dimiliki oleh pasien lansia dan dapat terjadi karena kapasitas memori seseorang akan berkurang seiring pertambahan usia.

Berdasarkan pendidikan terakhir subjek, persentase kepatuhan tinggi terbesar ditunjukkan pada subjek yang tidak sekolah kemudian membentuk pola meningkat seiring peningkatan latar belakang pendidikan. Sebagian besar subjek kelompok lulusan pendidikan dasar (SD-SMP) memiliki kepatuhan sedang. Kepatuhan rendah ditemukan pada kelompok subjek lulusan pendidikan dasar dan SMA/sederajat. Hasil ini berbeda dengan penelitian Nurbaety dkk. tahun 2020 yang menunjukkan semakin tinggi latar belakang pendidikan pasien maka tingkat pengetahuannya juga akan semakin tinggi.17 Menurut Notoadmojo, tingkat pendidikan seseorang menentukan pengetahuan dan kesadaran seseorang dalam menjalankan perilaku hidup sehat termasuk kesadaran untuk mematuhi anjuran terapi.23 Jika dikaitkan dengan teori Bloom, beberapa subjek dengan kepatuhan rendah yang berlatar belakang pendidikan dasar (SD-SMP) serta SMA/sederajat belum mencapai tahap aplikasi ilmu (application) dalam upaya menjaga kesehatannya.25

Persentase kepatuhan tinggi pada subjek yang bekerja lebih besar dibandingkan subjek yang tidak bekerja. Kepatuhan sedang dan rendah lebih banyak ditemukan pada subjek yang tidak bekerja. Hal sebaliknya ditunjukkan oleh penelitian Jamaluddin tahun 2019, yakni proporsi pasien dengan kepatuhan rendah lebih banyak ditemukan pada pasien yang bekerja dibandingkan pasien yang tidak bekerja, pelajar, maupun Ibu Rumah Tangga (IRT).20 Sementara jika dikaitkan dengan penghasilan, penelitian ini menunjukkan subjek dengan penghasilan dibawah upah minimun sebagian besar memiliki kepatuhan tinggi. Subjek dengan penghasilan diatas upah minimum terbagi rata pada kepatuhan tinggi dan sedang. Hal ini sejalan dengan

penelitian Gast dan Mathes tahun 2019 yang menyatakan semakin tinggi status sosial ekonomi seseorang maka kepatuhan dalam menjalani terapi juga semakin tinggi. Namun keterkaitan antara status sosial ekonomi dengan kepatuhan pada beberapa penelitian tidak menunjukkan keterkaitan satu sama lain.26

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan pengetahuan pasien TB Paru rawat jalan pada beberapa Puskesmas di Kota Denpasar dapat dinyatakan baik sebanyak 37 orang (73%), cukup sebanyak 13 orang (25%), dan kurang sebanyak 1 orang (2%). Sementara berdasarkan variabel kepatuhan, dapat dinyatakan tinggi sebanyak 29 orang (57%), sedang sebanyak 19 orang (37%), dan rendah sebanyak 3 orang (6%). Saran yang dapat dilakukan oleh pemangku kebijakan dan Puskesmas adalah perlunya peningkatan edukasi mengenai peran aktif anggota keluarga sebagai PMO untuk mengawasi pasien TB Paru selama menjalani terapi di rumah. Pelatihan PMO sebagai edukator disamping menjadi pengawas proses terapi perlu dilakukan agar edukasi pasien dapat dilakukan secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    WHO. Global Tuberculosis Report. 2020;148-162.

  • 2.    Dinkes Provinsi Bali. Profil Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2018. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2018;1– 129.

  • 3.   Dinkes Kota  Denpasar. Profil Kesehatan Kota

Denpasar Tahun 2018. 2018;53(9):1689–99.

  • 4.   Bagiada, I.M. dan Primasari, N.L.P. Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Tingkat Ketidakpatuhan Penderita. J Penyakit Dalam. 2010;11(3):158–63.

  • 5.   Agatha, A.A.L.C.P. dan Bratadiredja, M.A. Review:

Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien Dalam Pengobatan TBC Paru. Farmaka. 2019;17(2):385–9.

  • 6.    Himawan, A.B., Hadisaputro, S., Suprihati. Berbagai Faktor Risiko Kejadian TB Paru Drop Out. J Publ Kesehat Masy Indones. 2015;2(1):57–63.

  • 7.    Kemenkes RI. Implementasi Protokol Pelayanan TBC di Masa Pandemi Covid-19. 2020.

  • 8.    Notoadmojo. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2014.

  • 9.    Dwajani, S. Medication Adherence: How important it is? J Med Sci. 2018.

  • 10.    Wulandari, D. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pasien Tuberkulosis Paru Tahap Lanjutan Untuk Minum Obat di RS Rumah Sehat Terpadu Tahun 2015. J Adm Rumah Sakit. 2015;2(1):17–28.

  • 11.    Kumar, A., Kashyap, V.K., Gandhi V.P. Tuberculosis: Pathogenesis, Diagnosis, and Treatment. Nov Sci Publ Inc. 2018;5:126–46.

  • 12.    Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019;148:148–62.

  • 13.    Sitorus, B., Fatmawati, Rahmaniah S.E.S.E. Peran Pengawas Menelan Obat (PMO) terhadap Pengobatan Penderita Tuberkulosis di Wilayah Kerja Unit Pengobatan Penyakit Paru-Paru (UP 4) Pontianak. J Ilm Ilmu Sos dan Ilmu Polit Univ Tanjungpura. 2017;3:16.

  • 14.  Ngurah, I.G.K.G. dan Purwasi, P.A.G.K. Pengetahuan

Pasien Tuberkulosis dalam Menjalankan Program Pengobatan Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ). 2013.

  • 15.    Fitria, C. dan Mutia, A. Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Tuberkulosis dengan Kepatuhan Minum Obat di Puskesmas. EjrStikesmuhkudusAcId. 2016;7(1):41–5.

  • 16.    Linda, D.O. Universitas Indonesia Universitas Indonesia Jakarta. Fmipa Ui. 2012;1–95.

  • 17.    Nurbaety, B., Wahid A.R., Suryaningsih E. Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Kepatuhan pada Pasien Tuberkulosis di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB Periode Juli-Agustus 2019. Lumbung Farm J Ilmu Kefarmasian. 2020;1(1):8.

  • 18.    Fadlilah, S. dan Aryanto, E. Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan TB Paru dan Dukungan Sosial Pasien RS Khusus Paru Respira. J Ilm Keperawatan Sai Betik. 2020;15(2):168.

  • 19.    Yeni, P.S.I. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Penggunaan Obat Generik pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Panyang Kabupaten Nagan Raya Tahun 2015. Ekp. 2015;13(3):1576–80.

Permatasari, P.A.I., Darmini, A.Y., Widiasa I.M. Hubungan Antara Peran Pengawas Menelan Obat dengan Kepatuhan Penderita Mengkonsumsi Obat Anti Tuberkulosis di Denpasar Selatan. J Ris Kesehat Nas. 2020;4(1):65–9.

Manmohan, T., Sreenivas G., Sastry V., Sudha, R.E., Indira K., Ushasree T. Drug Compliance and Adherence to Treatment. J Med Dent Sci. 2012;1:142– 59.

Lin, S. and Melendez-Torres G.J. Systematic Review of Risk Factors for Nonadherence to TB Treatment in Immigrant Populations. Trans R Soc Trop Med Hyg. 2016;110(5):268–80.

Jamaluddin, J.K. Gambaran Tingkat Kepatuhan Berobat pada Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. J Chem Inf Model. 2019;53(9):61.

Gast, A. and Mathes T. Medication Adherence Influencing Factors - An (updated) Overview of Systematic Reviews. Syst Rev. 2019;8(1):1–17.

Nurmala, I, Rahman, F., Nugroho, A., Erlyani, E., Laily, N., Yulia A.V. Promosi Kesehatan. 2018;51.

Theron, G., Peter, J., Zijenah, L., Chanda, D., Mangu, C., Clowes, P. Psychological Distress and Its Relationship with Non-Adherence to TB Treatment: A multicentre study. BMC Infect Dis. 2015;15(1).

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i1.P12

73