ESTROGEN IN THE TREATMENT OF DEPRESSION: A CASE REPORT
on
ESTROGEN DALAM PENGOBATAN DEPRESI: SEBUAH LAPORAN KASUS
Putu Andrika Kusuma, S.Ked
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali.
ABSTRAK
Depresi menyebabkan penurunan dari kualitas hidup seseorang. Dengan kejadian lebih banyak pada perempuan oleh karena siklus hormonal menyebabkan perempuan lebih rentan mengalami depresi. Hormone yang berfluktuasi dan memegang beberapa peranan penting dalam otak dan sel saraf adalah estrogen. Perempuan pada masa premenopause sudah mengalami penurunan estrogen. Pengobatan depresi pada perempuan yang masuk masa premenopause perlu berbagai pertimbangan salah satunya mempertimbangkan pemberian terapi hormonal. Pada kasus pasien diterapi dengan psikoterapi, dan farmakoterapi berupa Fluoxetine 2 x 20 mg per oral dan terapi hormonal berupa estradiol 1 x 2 mg. Pengkajian kelayakan pemberian terapi hormonal dengan mengevaluasi kontraindikasi berupa kanker payudara juga perlu dilakukan.
Kata kunci: estrogen,depresi
ABSTRAK
ESTROGEN IN THE TREATMENT OF DEPRESSION: A CASE REPORT
Depression led to the decline quality of life. With more incidence in women due to hormonal cycle caused women more susceptible to depression. Hormone that fluctuates and holds a key role in brain and nerve cells is estrogen. Estrogen in premenopausal women already decreases. Treatment of depression in premenopausal women who go past the various considerations needs to consider the provision of hormonal therapy. In the case of patients treated with psychotherapy and pharmacotherapy in the form of 2 x 20 mg Fluoxetine by mouth and hormonal therapy in the form of 1 x 2 mg Estradiol. Feasibility study to evaluate the hormonal therapy contraindications such as breast cancer also needs to be done.
Keywords: estrogen, depression
PENDAHULUAN
Gangguan depresi memiliki rentang gejala yang luas dari yang ringan hingga depresi berat. Gejala depresi dapat berupa kumpulan gejala berikut : mood depresi, insomnia, konsentrasi buruk, cepat lelah, nafsu makan terganggu, rasa bersalah yang berlebihan, dan pikiran untuk bunuh diri (Marina dkk, 2012).
Gangguan depresi yang serius berupa depresi berat, namun gangguan depresi yang ringan atau sedang saja bisa berdampak buruk pada kualitas hidup dari wanita pada masa premenopause. Wanita lebih rentan mengalami gangguan depresi daripada laki-laki dengan angka kejadian gangguan depresi terjadi dua kali lebih banyak pada
perempuan daripada laki-laki. Perbedaan angka kejadian berdasarkan gender dipengaruhi oleh berbagai hormone seksual dan pola sekresinya pada kehidupan. Selain berbagai kejadian yang dialami sebelumnya perubahan hormonal ini juga menyebabkan perempuan pada masa premenopause dan menopause rentan mengalami gangguan depresi (Graziottin Alessandra dkk, 2009).
Perimenopause adalah suatu masa peralihan menopause yang terjadi beberapa tahun sebelum menopause, yang meliputi perubahan dari siklus-siklus ovulatorik menjadi anovulatorik, dengan tanda ketidakteraturan siklus haid. Rata-rata premenopause terjadi pada umur 40-50 tahun. Pada premenopause kadar FSH lebih dari 20 IU/L meskipun tetap terjadi pendarahan (haid), sedangkan kadar LH masih tetap berada dalam kisaran normal. Pada masa ini produksi estrogen oleh ovarium sudah tidak terjadi. Kadar estrogen hanya dipertahankan dari konversi ekstraglandular dari androstenedion dan testosterone menjadi estrogen (Noerpramana NP, 2011).
Adanya riwayat keluarga kandung yang menderita depresi meningkatkan kemungkinan untuk mengalami depresi 1,5 sampai 3 kali lipat dibandingkan yang tidak memiliki riwayat keluarga depresi (Charu Taneja dkk, 2012). Pentingnya penanganan yang tepat untuk gangguan depresi dapat meningkatkan kualitas hidup dari penderita khususnya perempuan dalam masa premenopause hingga menopause memerlukan berbagai pertimbangan dalam penanganan depresi oleh karena berbagai perubahan hormon. Hal yang mungkin terjadi adalah berkembang menjadi depresi berat dan mengakibatkan adanya keinginan untuk bunuh diri. Data menunjukkan pada kasus bunuh diri lebih dari setengahnya
mengalami depresi (Ken Duckworth dkk, 2012).
Adapun tujuan pengobatan depresi berupa menangani masa akut (acute), meneruskan keadaan terbaik yang dapat dicapai setelah masa akut (continuation) dan memepertahankan keadaan tidak timbul gejala (maintenance) (John Rush dkk, 2009)
Pada laporan kasus pasien perempuan dalam masa premenopause dengan episode depresi sedang ini akan dibahas faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengobatan sehingga tujuan pengobatan depresi dapat dicapai.
ILUSTRASI KASUS
Pasien perempuan, dengan umur 53 tahun, agama Hindu, suku Bali, bangsa Indonesia, pendidikan terakhir tidak tamat SD, sudah menikah, ibu rumah tangga, datang ke Poliklinik Psikiatri RSUD Sanjiwani Gianyar (07/08/2013). Dilakukan wawancara pada pasien dalam posisi duduk saling berhadapan dengan pemeriksa. Pasien mengenakan baju warna putih dengan cardigan berwarna hitam, celana ¾ berwarna biru, rambut yang tidak tersisir rapi namun diikat, dan menggunakan kaos kaki berwarna hitam dengan alas kaki yaitu sandal jepit. Roman muka lebih tua dari umur, raut muka pasien tampak sedih dan kelelahan. Kontak verbal dan visual dengan pemeriksa cukup, bicara lancar dan dengan volume suara yang cukup saat merespon pertanyaan pemeriksa.
Saat ditanya nama, umur, alamat, sekarang ada dimana dan siapa yang mengantar pasien kesini, pasien dapat menjawab dengan benar semua pertanyaan tersebut. Ketika ditanya mengenai keluhan yang membawa pasien berobat ke poliklinik psikiatri, pasien menjawab bahwa dirinya dirujuk oleh dokter puskesmas payangan tanpa diberi obat, karena oleh dokter disana dikatakan bahwa pasien menderita
“penyakit perasaan” yaitu cemas yang mengakibatkan akhir-akhir ini dirinya sulit tidur. Pasien mengatakan bahwa selama 3 bulan terakhir ini pasien tidak pernah berobat untuk mengatasi keluhannya tersebut, namun tadi pagi saja pasien diajak oleh suaminya untuk berobat ke puskesmas payangan dan kemudian langsung dirujuk ke RSUD Gianyar.
Pasien juga mengatakan bahwa keluhan ini sangat menggangu aktivitasnya sehari-hari, dimana keluhan yang pasien rasakan dikatakan menyebabkan pasien menjadi tidak “segar” setelah bangun tidur, sehingga menyebabkan pasien lelah dan dikatakan bahwa rutinitas sehari-hari sudah tidak dapat dikerjakan lagi, karena pasien sulit sekali untuk bangun dari tempat tidur, dan dikatakan keinginan pasien untuk bersih-bersih rumah juga tidak ada lagi karena pasien sedang sakit dan sedang tidak ingin melakukannya “setiap bangun tidur tidak ada tenaganya dokter” kata pasien. Pasien mengatakan bahwa pasien dulu dapat tidur sekitar pukul 22.00 WITA, namun sejak 3 bulan terakhir ini pasien sulit sekali untuk tertidur, dan ketika sudah tertidur, dikatakan pasien sering terbangun dan setelah terbangun tidak dapat melanjutkan tidur sampai pagi hari dikatakan bahwa pasien terbangun bukan karena bermimpi buruk, tetapi hanya terbangun saja seperti orang yang terkejut. Hal inilah yang dikatakan menyebabkan pasien menjadi cemas dan terus menerus memikirkan tentang sakitnya ini. Ketika ditanyakan mengenai apakah ada yang dipikirkan sehingga menyebabkan sulit tidur, pasien mengatakan bahwa keluhan ini memang muncul akhir-akhir ini karena pasien selalu memikirkan tentang hubungan yang kurang baik antara pasien dengan keluarga dari suaminya. Pasien mengatakan bahwa hubungannya kurang baik dengan saudara-saudara dari
suaminya serta anak tirinya, namun dikatakan juga bahwa semenjak sakit ini prilaku anak tirinya kepada dirinya sudah mulai berubah dan tidak pernah lagi mengucapkan kata-kata tidak enak kepada dirinya, namun dikatakan bahwa adik iparnya sampai saat ini masih tetap saja mengucapkan kata-kata tak enak kepada dirinya bahkan dirinya sudah sejak lama tidak diperbolehkan untuk bersembahyang di tempat persembahyangan keluarga. Pasien mengatakan bahwa sebelumnya, suami pasien sudah pernah menikah sebanyak 2 kali sebelum menikah dengan dirinya dan dari perkawinannya yang pertama dan kedua dikatakan suami pasien memiliki 4 orang anak dan saat ini semuanya telah menikah. Dikatakan bahwa kedua istri yang pertama dan kedua pasien sudah meninggal. Pasien sebelumnya juga sudah pernah menikah sebanyak 1 kali dan dari hasil perkawinan yang pertama dikatakan pasien memiliki 2 orang anak yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan yang berumur 20 dan 18 tahun, ketika dikatakan mengapa bercerai dengan suami pertama pasien mengatakan sudah tidak cocok, dan pasien juga mengatakan bahwa suaminya yang pertama adalah termasuk saudara jauh pasien. Pasien mengatakan dari pernikahannya dengan suami yang kedua selama lebih dari sepuluh tahun, pasien dan suaminya belum menghasilkan keturunan, namun pasien mengatakan bahwa itu tidak menjadi masalah bagi dirinya dan suaminya. Pasien kemudian melanjutkan ceritanya dan mengatakan bahwa memang pernikahannya dengan suaminya yang sekarang sebenarnya hanya ditentang oleh saudara-saudara suaminya, namun karena pasien mencintai suaminya maka pasien nekat menikah dengan suaminya yang sekarang. Oleh karena hasutan dari saudara suaminya tersebut, dikatakan
bahwa anak tiri pasien pun yang dulunya bersikap baik, mulai ikut-ikutan membenci dirinya, namun saat ini sudah berubah menjadi lebih baik kepadanya sejak pasien sakit-sakitan. Pasien mengatakan bahwa pasien sering mendengar dengan telinga sendiri katakata yang kurang enak yang diucapkan oleh saudara suaminya, dan dikatakan bahwa hal itu tidak hanya didengarkan oleh dirinya sendiri, namun suami pasien juga sering mendengar hal tersebut, namun suami pasien selalu berusaha untuk menenangkan pasien dan meminta pasien untuk lebih sabar agar tidak muncul konflik baru diantara mereka dengan saudara suaminya. Pasien juga mengatakan bahwa selama ini pasien selalu berusaha untuk menjauhkan pikiran itu dengan berpikir positif, namun dikatakan bahwa hal itu sangat sulit dilakukannya karena pasien sering kali mendengar kata-kata tidak enak itu dari saudara suaminya yang kebetulan kamar tidurnya berdekatan dengan kamar tidur pasien dan suaminya, sehingga setiap kata yang diucapkan oleh saudara dari suami pasien dapat dengan jelas didengar oleh pasien.
Pasien mengatakan hubungan pasien dengan suaminya yang sekarang, mantan suaminya serta anak-anak dari perkawinan yang dahulu, dikatakan bahwa dirinya sangat mencintai suaminya yang sekarang, pasien menceritakan bahwa sebelum menikah dengan suami yang kedua, pasien sebenarnya bekerja sebagai salah satu karyawan toko dari suaminya, kemudian setelah pasien bercerai dengan mantan suaminya, kemudian pasien diminta oleh suaminya yang sekarang untuk menjadi istrinya. Pasien juga mengatakan bahwa hubungan pasien dengan mantan suaminya baik-baik saja karena mereka sebenarnya masih bersaudara meskipun jauh, dan hubungan dengan anak hasil dari perkawinan yang pertama sangat
baik, kedua anaknya sangat perhatian dengan kondisi ibunya, bahkan dikatakan oleh pasien bahwa anaknya siap menampung dirinya jika suatu saat dirinya keluar dari puri Payangan. Ketika ditanyakan bagaimana perasaannya hari ini, pasien mengatakan “iya, masih sedih dokter, kalo mengingat kejadian-kejadian sebelumnya itu, tapi saya selalu berusaha untuk sembuh dok”. Pasien juga mengatakan bahwa sudah sejak 5 hari yang lalu pasien sempat tinggal dirumahnya yang ada di Banjar Lungsiakan Ubud-Kedewatan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi tekanan batin yang dirasakan oleh pasien.
Ketika ditanya apakah pasien pernah mengalami keluhan sulit tidur sebelumnya, pasien mengatakan tidak pernah mengalami keluhan yang seperti ini sebelumnya. Pasien juga mengatakan tidak pernah memiliki keinginan untuk mengakhiri hidupnya karena pasien menganggap bukan itu jalan keluarnya. Pasien juga menyangkal ketika ditanyakan tentang kemampuan lebih untuk melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat orang lain, mendengar sesuatu yang tidak didengar orang lain, mencium sesuatu yang tidak dicium oleh orang lain, pengecapan yang dapat merasakan tanpa memasukkan sesuatu kemulutnya, ataupun kemampuan lebih dari salah satu anggota tubuhnya.
Pasien mengatakan bahwa sejak sakit nafsu makannya mulai turun, sehingga menyebabkan berat badannya turun sebanyak 10 kg dari 63 kg menjadi 53 kg, pasien juga mengatakan bahwa saat ini frekuensi mandinya berkurang, dan kadang-kadang hanya membasuh tubuh dengan handuk saja, hal ini dilakukan karena pasien tidak dapat mandi sendiri karena takut jatuh, karena dikatakan bahwa 2 hari yang lalu pasien sempat jatuh karena kakinya lemas. Pasien mengatakan bahwa dirinya selama sakit
tidak pernah marah-marah tanpa sebab yang jelas.
Saat ditanya untuk mengecek kemampuan kognitif, pengetahuan umum, dan abstrak serta aritmatika pasien, pasien ditanya tentang nama presiden pertama, dan pasien dapat dengan sigap menjawab Ir. Soekarno, dan ketika ditanyakan tentang 3 perbedaan buah jeruk dengan melon, pasien dapat menjawab dengan baik, namun saat diminta untuk mengurangkan 100-7, pasien masih mampu menjawab dengan benar, namun saat ditanyakan 93-7, pasien terlihat sedikit berpikir keras.
Pasien mengatakan bahwa dirinya adalah pribadi yang mudah bergaul dengan orang lain. Dikatakan pula jika pasien memiliki banyak teman dan selalu ikut dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan disekitar rumah pasien. Hubungan pasien selama ini dengan suami, anak, saudara dan keluarganya dikatakan baik-baik saja. Hubungan pasien dengan tetangga pun selama ini baik-baik saja. Pasien mengatakan dirinya dekat dengan tetangga yang berada disekitar rumah pasien dipayangan, pasien selalu berusaha untuk tetap menjaga hubungan baik dengan tetangga-tetangganya tersebut. Dengan saudara kandungnya dikatakan pasien sering bercerita dengan mereka apabila ada masalah. Pasien juga sering bercerita dengan teman-teman. Tetapi pasien mengatakan dirinya juga seorang yang pencemas, terutama apabila suaminya tidak berada didekatnya, pasien selalu cemas memikirkan kondisi suaminya, pasien juga sering memikirkan apabila ada kritikan dan penolakan dari lingkungan sosial, terutama dari lingkungan keluarga suaminya, pasien juga mengatakan takut dengan saudara-saudara dari suaminya dan tidak ingin mencari masalah dengan mereka.
Pasien mengatakan haidnya sudah tidak teratur beberapa bulan ini. Bahkan bisa haid hanya sekali dalam tiga bulan. Pasien juga mengatakan badannya sering terasa panas, terutama bagian kedua pahanya. Panas dirasakan sesekali saja. Pasien juga mengatakan lebih sering buang air besar saat ini semenjak haidnya tidak teratur. Keluhan nyeri saat buang air kecil disangkal, penurunan berat badan disangkal, menjadi lebih banyak makan disangkal, merasa lebih sering haus juga disangkal oleh pasien. Berdasarkan heteroanamnesis dari suami pasien dikatakan bahwa sejak 3 bulan lalu, istrinya mengalami kesulitan untuk memulai tidur. Suami pasien juga mengatakan bahwa keluhan ini sangat menggangu aktivitas sehari-hari istrinya, istrinya sering terlihat kelelahan dan kurang semangat. Keluhan ini dikatakan muncul akibat konflik internal keluarga. Suami pasien mengatakan bahwa pasien termasuk orang yang mudah bergaul hal ini ditunjukkan dengan sikap pasien yang sebelum sakit selalu bergaul dan ikut dalam kegiatan keagamaan yang dilaksanakan disekitar lingkungan rumah pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status general dalam batas normal. Status neurologi tidak didapatkan adanya kelainan. Pada status psikiatri, kesan umum pasien tampak tidak rapi dalam menggunakan pakaian, roman muka terlihat lebih tua dari umur, tampak sedih, didapatkan konsentrasi dan perhatian menurun, mood/afek sedih/appropiate. Pada bentuk pikir didapatkan bentuk pikir logis realis, arus pikir koheren, isi pikir preokupasi mengenai kata-kata saudara suaminya, ide bunuh diri tidak ada. Pada persepsi halusinasi dan ilusi tidak ditemukan. Dorongan instingtual gangguan tidur/insomnia ada. Pasien dengan memiliki tilikan 6.
Diagnosis multiaxial pasien adalah axis I: Episode Depresi Sedang tanpa gejala psikotik (F32.2), axis II: Ciri kepribadian Terbuka (extrovert) dan Pencemas, axis III: sindrom klimakterik, axis IV: masalah dengan primary support group, axis V: GAF 70-61. Adapun terapi yang diberikan pada pasien yaitu psikoterapi, dan farmakoterapi berupa Fluoxetine 2 x 20 mg per oral serta estradiol 1 x 2 mg sebagai terapi hormonal.
DISKUSI
Terdapat berbagai penyebab munculnya depresi dapat dari faktor dalam tubuh (biologis), faktor yang diturunkan (genetika), dan faktor psikososial. Faktor biologis diantaranya terjadi penurunan neurotransmitter serotonin dan norepinefrin serta perubahan hormonal. Terjadinya stress, perubahan hormonal dengan adanya riwayat keturunan (genetik) menyebabkan seseorang lebih mudah mengalami depresi sehingga pada orang yang mengalami stress namun tidak memiliki faktor pendukung terjadinya depresi maka akan menjadi depresi (Nutt dkk, 2008, Marije dkk, 2009, Harold Kaplan dkk, 2010).
Hormon yang dianggap berperan dalam stress adalah estrogen. Beberapa bukti penelitian menunjukkan bahwa hormon ovarium mengatur berbagai fungsi non-reproduksi sistem saraf pusat, dengan berinteraksi dengan beberapa molekuler dan proses di dalam sel. Estrogen memiliki banyak peran di otak seperti modulasi homeostasis, plastisitas sinaptik dan melindungi saraf. Estrogen memiliki efek neurotropik yang kuat seperti dapat mengoptimalkan membran saraf dalam hal reparasi, meningkatkan pertumbuhan dendritik dan meningkatkan sintesis serta rilis dari neurotrasmiter. Beberapa penelitian juga menunjukkan estrogen sebagai spesifik anti-inflamasi pada otak. Berkurangnya estrogen dapat bertindak sebagai faktor predisposisi dengan meningkatkan
kerentanan limbik terhadap stresor lingkungan, sebagai faktor pencetus, memicu ekspresi dari genetik sehingga rentan mengalami gangguan mood berupa depresi (Graziottin Alessandra dkk, 2009).
Berdasarkan penelitian, pengobatan menggunakan estrogen pada gangguan afektif bermanfaat dalam dua kondisi: (i) menstabilkan dan memulihkan homeostasis yang terganggu - seperti yang terjadi saat pramenstruasi, postpartum atau kondisi perimenopause dan (ii) untuk bertindak sebagai psikomodulator selama periode dimana kadar estrogen menurun dan peningkatan kerentanan terhadap gangguan mood, seperti yang terjadi pada wanita pascamenopause. Pengobatan estrogen, bahkan pada orang non-depresi dapat meningkatkan daya ikat trombosit 3H-imipramine dan memperbaiki nilai tes Beck Depression Inventory (BDI), tes yang mendeteksi gejala depresi ringan sampai dengan parah (Bukulmez dkk, 2001).
Penelitian yang dilakukan Onalan dkk. mengevaluasi efek jangka panjang dari gabungan terapi hormonal pada gejala depresi pada perempuan pascamenopause. BDI dinilai sebelum dan setelah 12 bulan pengobatan dengan HRT terus menerus dan suplemen oral Ca. Skor BDI menurun secara signifikan pada semua kelompok HRT setelah 12 bulan pengobatan, dibandingkan dengan kelompok Ca (P< 0,05) (Onalan, 2005). Hipoestrogenic kronis dapat mengurangi respon terhadap obat antidepresan. Tiga puluh sembilan pasien perempuan (n = 17 premenopause; n = 22
postmenopause) dengan depresi mayor berdasarkan kriteria DSM-IV, yang tidak mendapat HRT, berpartisipasi dalam penelitian untuk mengevaluasi pengaruh menopause dan hormonal pada efektivitas pengobatan antidepresan selama enam minggu. Wanita
pascamenopause menunjukkan respon yang buruk terhadap antidepresan selama enam minggu pengobatan, dibandingkan dengan respon perempuan premenopause. Usia tua dan tingkat tinggi FSH juga dikaitkan dengan efektifitas antidepresan pada perempuan pascamenopause (Pae CU, 2009).
Penelitian yang dilakukan pada hewan mendukung peran sinergis estrogen dan selektif serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dalam mengoptimalkan respon antidepresan. Estrogen terapi juga memiliki peran pada terapi dengan antidepresan untuk wanita premenopause maupun postmenopause dengan depresi melalui beberapa cara berikut: Mempercepat respon antidepresan ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Rasgon dengan membandingkan tingkat kecepatan hilangnya gejala pasien dengan terapi Sentraline dibandingkan dengan kombinasi Sentraline dengan terapi hormonal (Rasgon, 2007);Meningkatkan kemampuan obat antidepresan dalam memperbaiki mood hal ini terlihat dalam penelitin yang dilakukan Westlund dan Morgan pada tahun 2003 dan 2005 (Weslund dkk, 2003, Morgan dkk, 2005);Menunjukkan khasiat yang spesifik untuk mencegah perburukan akibat menopause (Lin dkk, 2005).
Hal penting yang perlu dilakukan sebelum memulai terapi hormone adalah memastikan pasien tidak memiliki kanker payudara, karena dengan pemberian hormonal dapat menambah perkembangan dari kanker.
Pada ilustrasi kasus dimana pasien dalam masa premenopause ditunjukkan dengan umur diatas 40 tahun, dengan haid yang tidak teratur dan mulai jarang-jarang, adanya hot flush (rasa panas pada badan atau paha) dan adanya keadaan sering kencing yang menunjukkan penipisan dari mukosa uretra (Noerpramana NP, 2011).
Berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa Ketiga (PPDGJ III), gejala utama yang ada pada depresi adalah afek depresi, kekurangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keaadaan mudah lelah. Tujuh gejala lain yang ada pada pasien depresi menurut PPDGJ III adalah berkurangnya konsentrasi dan perhatian, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, nafsu makan berkurang. Untuk menegakkan diagnosis diperlukan waktu minimal dua minggu untuk lama terjadinya gejala diatas. Penegakkan diagnosis episode depresi sedang tanpa gejala psikotik bila dua gejala utama depresi ada, dengan adanya tiga atau lebih dari gejala lainnya. Pasien akan mendapatkan kesulitan yang nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau melakukan urusan rumah tangga (Rusdi Maslim, 2001).
Pada pasien dalam ilustrasi kasus didapatkan tiga gejala utama dan lima gejala lainnya yaitu adanya gagasan tentang rasa diri bersalah dan tidak berguna, memiliki kepercayaan diri berkurang, pandangan pasien mengenai masa depan yang suram dan pesimistis, tidur pasien terganggu, nafsu pasien makan berkurang. Gejala-gejala tersebut sudah berlangsung selama tiga bulan sehingga sesuai dengan diagnosis depresi yang memerlukan waktu minimal lebih dari dua minggu. Pasien didiagnosis dengan episode depresi sedang.
Pada ilustrasi kasus dengan pasien pada masa premenopause didiagnosis dengan episode depresi sedang mendapatkan terapi berupa psikoterapi, dan farmakoterapi berupa Fluoxetine 2 x 20
mg per oral. Dan diberikan terapi hormonal berupa estradiol 1 x 2 mg dengan tujuan mengatasi gejaladan mempercepat tercapainya tujuan dari terapi depresi berupa menangani masa akut (acute), meneruskan keadaan terbaik yang dapat dicapai setelah masa akut (continuation) dan memepertahankan keadaan tidak timbul gejala (maintenance).
Terapi hormonal terutama penting dalam kondisi maintenance dimana pasien selanjutnya akan berada pada masa menopause dengan jumlah estrogen lebih sedikit. Sebelum memulai penambahan terapi hormonal perlu investigasi mendalam untuk mengetahui apakah pasien memiliki kanker payudara atau kontraindikasi lain yang ada sebelum memulai terapi hormonal.
RINGKASAN
Depresi sedang pada premonopause memberikan dampak yang luas pada kehidupan sehari-hari bila tidak tertangani dengan baik. Kondisi premenopause harus diperhatikan dimana terjadinya fluktuasi dan menurunnya estrogen. Sementara hormonal terapi sendiri dapat memperbaiki gangguan mood ringan sampai sedang, kombinasi antidepresan dengan hormonal terapi memberikan efek terapeutik yang terbaik untuk mengobati depresi premenopause maupun pascamenopause terutama dalam hal efektifitas, kecepatan peningkatan dan konsistensi remisi dari gejala. Pada pasien mendapat pengobatan berupa psikoterapi, dan farmakoterapi berupa Fluoxetine 2 x 20 mg per oral dan estradiol 1 x 2 mg. Dalam kondisi premenopause sebaiknya dilakukan pemberian terapi hormonal untuk mencapai tujuan dari terapi depresi. Pada kasus gangguan mood prognosis ditentukan dengan tepatnya diagnosis yang dilakukan dan sedini mungkin, terapi yang diberikan harus
adekuat dengan mempertimbangkan perubahan hormon, serta dukungan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Bukulmez O, Al A, Gurdal H, dkk. Short-term effects of three continuous hormone replacement therapy regimens on platelet tritiated imipramine binding and mood scores: a prospective randomized trial. Fertil Steril 2001;76:737–43
Charu Taneja, George I Papakostas, dkk. Cost Effectiveness of Adjunctive Therapy with Atypical Antipsychotics for Acute Treatment of Major Depressive Disorder. The Annals of Pharmacotherapy 2012;47:642-649.
Graziottin Alessandra, Serafini A. Depression and the menopause: why antidepressant are not enough?. Menopause International 2009:16;76-81.
Harold I Kaplan, Benjamin J Sadock, Jack A Grebb. 2010. Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Binarupa Aksara.
John Rush, Andrew A, Nierenberg M. Mood Disorder: Treatment of Depression. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry 2009:9
Ken Duckworth. Depression. National Alliance on Mental Illness. 2012:1-25.
Lin YH, Liu CY, Hsiao MC. Combined antidepressant and hormone treatment is effective for chemotherapy-induced menopausal syndrome. Eur Psychiatry 2005;21:76–7
Marina Marcus, M. Taghi Yasamy, Mark van Ommeren, D. Chisholm, dan Shekhar Saxena. Depression. WHO Department of Mental Health and Substance Abuse 2012.
Marije, Sanjay JM, Dennis SC. Neurobiological mechanisms in major depressive disorder. Canadian Medical Association Journal 2009;180: 305-313.
Noerpramana NP. Perempuan Dalam Berbagai Masa Kehidupan. Dalam Ilmu Kandungan 2011:3;92-109.
Nutt DJ. Relationship of Neurotransmitters to the Symptoms of Major Depressive Disorder. J Clin Psychiat 2008;69:4–7.
Onalan G, Onalan R, Selam B, dkk. Mood scores in relation to hormone replacement therapies during menopause: a prospective randomized trial. Tohoku J Exp Med 2005;207:223– 31
Pae CU, Mandelli L, Kim TS, dkk. Effectiveness of antidepressant treatments in pre-menopausal versus post-menopausal women: a pilot study on differential effects of sex hormones on antidepressant effects. Biomed Pharmacother 2009;63:228–35.
Rasgon NL, Dunkin J, Fairbanks L, dkk. Estrogen and response to sertraline in postmenopausal women with major depressive disorder: a pilot study. J Psychiatr Res 2007;41:338–43
Rusdi Maslim. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
9
Discussion and feedback