JMU


Jurnal medika udayana


ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.8,AGUSTUS, 2021


I—∖<~∖ Λ Idirectoryof OPEN ACCESS

I √   —VJ JOURNALS

Diterima: 2021-06-24 Revisi: 2021-07-15 Accepted: 23-08-2021

PERBEDAAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA PER KAPASITAS VITAL PAKSA (%VEP1/KVP) ANTARA LAKI-LAKI PEROKOK DAN BUKAN PEROKOK DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS UDAYANA

Bandoro1, I Putu Gede Adiatmika2, Ketut Tirtayasa2, Susy Purnawati2

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Departemen Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Email : [email protected]

ABSTRAKs

Konsumsi rokok menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan kematian akibat Penyakit Tidak Menular. Tercatat 7,2 juta orang tiap tahunnya meninggal karena rokok, menjadikan rokok sebagai penyebab kematian tertinggi yang paling dapat dicegah di dunia. Morbiditas yang ditimbulkan oleh rokok sangat berhubungan dengan pengaruh-nya terhadap kapasitas fungsional paru, dengan manifestasi yang paling sering berupa Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Tes spirometri menjadi salah satu pilihan dalam membantu menegakkan diagnosis PPOK yang dapat ditandai dengan penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama per kapasitas vital paksa (%VEP1/KVP). Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukan bahwa kebiasaan merokok memiliki pengaruh terhadap faal paru-paru yang ditandai dengan menurunnya %VEP1/KVP pada orang dewasa yang diteliti. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai perbedaan %VEP1/KVP pada target populasi yang berbeda dengan memaparkan pula perbedaan pada indikator %VEP1 dan %KVP.

Penelitian ini bersifat observasional (non-experiment) analitik. Data diambil secara cross-sectional terhadap laki-laki di lingkungan Universitas Udayana. Teknik sampling menggunakan purposive sampling. Ditemukan %VEP1/KVP yang lebih rendah pada perokok dibandingkan bukan perokok (93,22 + 4,4 vs 94,30 + 3,1; p=0,281). Penurunan %KVP terjadi secara signifikan pada perokok yang merokok lebih dari 10 batang per harinya (p=0,047). Tidak ditemukan adanya perbedaan signifikan terhadap nilai %VEP1 baik secara umum, berdasarkan jumlah konsumsi rokok, maupun lama merokok. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat %VEP1/KVP yang lebih kecil pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok, meskipun hasil tidak signifikan secara statistik. Terkait keterbatasan studi, penulis menyarankan untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut dengan pendekatan longitudinal dan sampel dari berbagai sampel agar hasil studi lebih representatif terhadap populasi yang sesungguhnya.

Kata kunci : VEP1/KVP, VEP1, KVP, Rokok, Laki-laki

ABSTRACTs

Cigarette consumption has become one of the highest risk factor for death caused by non-communicable disease. Seven point two million death per year has proclaim smoking related death to be the most preventable cause of death all around the world. Morbidity which caused by smoking shown to be strongly related with it’s effect to the lung functional capacity, with Chonic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) as the most common manifestation. Hence, spirometry test has become one of method which can be used to help diagnosing COPD usually shown by decrease level of Forced Expiratory Volume in One Second to Forced Vital Capacity ratio (%FEV1/FVC). Recent studies shown smoking habituation to be related with lung functionality manifested as decreasing of FEV1/FVC ratio in observed adults. This has become the background for author to do similar research on different population target, with distinctive analysis including both FEV1 ratio and FVC ratio.

This is an observational (non-experiment) analytical study, with the data taken cross-sectionally including male in Udayana University as a population. Sampling method is purposive sampling. This study has found that https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum                                                                111

doi:10.24843.MU.2020.V10.i8.P18

FEV1/FVC ratio to be lower on smoker although the result isn’t statistically significant (93.22 + 4.4 vs 94.30 + 3.1; p=0.281). Decrease in %FVC has shown in smokers who smoke more than 10 cigarette per day (p=0.047). For %FEV1, significant difference has not been found in general as it is to amount of consumption and consumption span. Regarded to the limitation of this study, author recommend further conduct in this topic with longitudinal approach and a more diverse sample from different population of groups for more representative results.

Keywords: FEV1/FVC, FEV1, FVC, Smoking, Male

PENDAHULUANs

Kesehatan merupakan kebutuhan esensial dalam kehidupan manusia, tanpa kesehatan, manusia tidak akan mampu menjalani aktivitas sehari-hari secara optimal. WHO menyatakan bahwa pada tahun 2030 penyakit tidak menular (PTM) seperti kanker, gangguan jantung, diabetes melitus (DM) , Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), akan mengalami peningkatan yang signifikan. Penyakit Tidak Menular (PTM) itu sendiri merupakan hasil dari kebiasaan hidup tidak sehat yang marak terjadi di masa modern ini. Salah satu diantara kebiasaan buruk tersebut adalah kebiasaan merokok.1

Konsumsi rokok merupakan salah satu faktor penyebab tertinggi kematian akibat Penyakit Tidak Menular. Tercatat 7,2 juta orang tiap tahunnya meninggal karena rokok, menjadikan rokok sebagai penyebab kematian tertinggi yang paling dapat dicegah di dunia.1 Di tahun 2010, kira-kira sejumlah 384.058 rakyat Indonesia menderita penyakit terkait penggunaan tembakau. Selanjutnya, kematian karena konsumsi rokok sendiri di Indonesia telah melibatkan 190.260 orang, mengisi 12,7% kematian pada tahun 2010.2

Merokok dapat meningkatkan risiko mortalitas sebanyak 70%. Perokok umumnya memiliki tenggat kematian 5-8 tahun lebih awal daripada non-perokok. Kecenderungan ini terutama disebabkan karena senyawa toksik dalam rokok yang dapat mengganggu fungsi kerja normal dari paru-paru, tidak melupakan dampak sistemik berupa hipoksemia maupun atherosklerosis. Dampak lainnya berupa: Penyakit Paru Obstruktif Kronis seperti bronkitis kronis dan emfisema, kanker paru, gangguan perkembangan saraf bagi anak-anak, osteoporosis, disfungsi ereksi, serangan jantung, stroke, hingga gangguan psikologis seperti mudah gelisah dan depresi.3

Sebagai organ utama dalam proses pernapasan, terdapat beberapa indikator yang dapat dinilai untuk melihat kondisi faal paru-paru, diantaranya adalah Kapasitas Vital Paksa (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1). KVP menunjukan jumlah udara yang dapat di ekspirasi seseorang secara cepat dan paksa setelah inspirasi penuh. VEP1 menunjukan jumlah udara yang dapat diekspirasi seseorang di detik pertama tes KVP. Rasio antara VEP1 dan KVP seringkali digunakan sebagai indikator dalam menentukan besar gangguan obstruksi pada seseorang. Persentase VEP1/KVP pada orang dewasa normal menunjukkan nilai ≥ 70%, dimana semakin menurun

persentase tersebut, tingkat obstruksi paru juga makin meningkat.3

Studi terdahulu menyatakan bahwa diantara perokok yang mengkonsumsi 20-40 pak rokok per tahun, hanya 58% memiliki nilai %VEP1/KVP normal; Perokok dengan konsumsi 40-60 pak per tahun, hanya 45%; Perokok dengan 60-80 pak per tahun, hanya 29%.4 Sebuah penelitian besar yang dilakukan di Eropa dan melibatkan 14.619 peserta menunjukkan bahwa 41% dari perokok mengalami PPOK (VEP1/KVP<0,70) dengan laju insiden 8,9 per 1000 orang per tahun (95%CI = 8,4-9,4).5 Sedangkan di Indonesia, studi yang dilakukan oleh Salawati menunjukkan bahwa semakin tinggi intensitas merokok derajat PPOK yang ditimbulkan akan semakin berat (p=0,0007).6 Studi yang dilakukan di Bali yang melibatkan 108 sampel menunjukkan bahwa rokok meningkatkan risiko PPOK sebesar 1,09 kali dimana persentase pasien PPOK yang terpapar rokok adalah sebesar 81,25%.7

Uraian diatas menjadi latarbelakang peneliti untuk melakukan penelitian pada target populasi berbeda. Penelitian ini berjudul “Perbedaan volume ekspirasi paksa detik pertama per kapasitas vital paksa (%VEP1/KVP) antara laki-laki perokok dan bukan perokok di lingkungan Universitas Udayana”. Dengan mengetahui pengaruh rokok terhadap fungsi paru diharapkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya merokok akan meningkat, sehingga morbiditas dan mortalitas akibat penurunan fungsi paru dapat dikurangi di kemudian hari.

BAHANqDANqMETODEs

Rancangan penelitian yang dilakukan adalah penelitian observasional (non-experiment) analitik, data diambil secara cross-sectional. Populasi adalah mahasiswa dan karyawan laki-laki yang ada di Universitas Udayana. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan ketentuan seorang dewasa yang pernah merokok sebanyak 100 batang selama riwayat hidupnya dan terus berlanjut hingga saat ini sebagai perokok, serta seorang dewasa yang tidak pernah merokok atau telah merokok kurang dari 100 batang selama riwayat hidupnya sebagai bukan perokok. Prosedur diawali dengan menyiapkan beberapa pertanyaan singkat untuk menentukan status sampel apakah masuk kedalam kriteria yang diinginkan atau tidak selanjutnya pengolahan data menggunakan data yang dihasilkan dari tes spirometri. Analisis dan pengolahan data dilakukan menggunakan perangkat lunak komputer. Uji

statistik dilaksanakan menggunakan program Statistical Package for Social Sciences (SPSS), versi 23.0. Analisis data statistik terdiri dari analisis statistik deskriptif , uji normalitas data, uji homogenitas, dan analisis Komparasi. Untuk mengetahui perbedaan rerata %VEP1/KVP antara subyek merokok dan tidak merokok, uji komparasi yang digunakan adalah uji t tidak berpasangan untuk data yang terdistribusi normal dan uji non parametrik Mann-Whitney bila data memiliki distribusi yang tidak normal.

Protokol penelitian untuk Ethical Clearance telah diberikan oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran UNUD/ RSUP Sanglah dengan nomor kelayakan etik 41/UN14.2.2VII.14/LP/2020. Informed consent diberikan kepada subjek sebelum berpartisipasi dalam penelitian. Subyek memiliki hak penuh untuk menolak ikut serta dalam penelitian. Biaya penelitian yang dibutuhkan ditanggung oleh peneliti.

HASIL

Karakteristik Sampel Penelitian

Dari pengumpulan data yang dilakukan, didapatkan total 34 lelaki di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar yang bersedia untuk ikut serta. Diantaranya, 19 (55,9%) adalah perokok, 15 (44,1%) adalah bukan perokok. Subjek berusia 18-39 tahun (Mean 21,88 + 4,7 tahun). Rerata usia perokok lebih tinggi dibandingkan non-perokok (23,58 + 5,7 tahun vs 19,73 + 1,4 tahun; p=0,015).

Indeks Masa Tubuh (IMT) pasien memiliki rentangan dari 18,59 kg/m2 hingga 32,87 kg/m2 (Mean 24,13 + 4,3 kg/m2). Pada kelompok perokok ditemukan 47,4% menderita obesitas sedangkan pada kelompok non perokok hanya 26,7% yang menderita obesitas. Rerata Body Surface Area (BSA) pada kelompok non perokok lebih tinggi dibandingkan dengan pada kelompok perokok (1,84 + 0,2m2 vs 1,78 + 0,2m2; p=0,449). Rerata frekuensi kegiatan fisik sampel secara umum adalah 2,85 + 2,3 kali setiap minggunya. Kelompok non-perokok memiliki rerata frekuensi kegiatan fisik yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan perokok (2,93 + 1,6 kali vs 2,78 + 2,7; p=0,859). Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Perbedaan Hasil Spirometri pada Lelaki Perokok dan Bukan Perokok

Uji spirometri dilakukan di laboratorium ilmu faal FK Unud untuk melihat dan membandingkan fungsi paru antara kelompok perokok dan non-perokok. Hasil pemeriksaan melalui uji Saphiro-Wilk untuk menentukan normalitas distribusi data. Ditemukan bahwa data %KVP and %VEP1 memiliki distribusi tidak normal (p<0,05) sehingga dilakukan uji non-parametrik Kruskal-Wallis untuk melihat perbedaan hasil pada kedua kelompok, sedangkan data %VEP1/KVP memiliki distribusi data normal (p>0,05) sehingga uji Independent Sample-T Test dapat dilakukan.

Seperti dapat dilihat pada Tabel 2. Ditemukan perbedaan signifikan antara intepretasi akhir spirometri pada kelompok perokok dan bukan perokok. Perokok cenderung lebih banyak mengalami kelainan paru restriktif dibandingkan dengan bukan perokok (5 orang vs 3 orang; p=0,023). Rerata %KVP pada kelompok perokok cenderung lebih rendah akan tetapi angka ini tidak berbeda signifikan secara statistik (85,43 + 8,8 vs 91,51 + 13,9; p=0,107). Pada nilai %VEP1/KVP, kelompok perokok memiliki nilai yang lebih rendah meskipun hasil tidak signifikan secara statistik (93,22 + 4,4 vs 94,30 + 3,1; p=0,281). Hal sebaliknya terjadi pada %VEP1 kelompok perokok justru memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan bukan perokok (91,44 + 5,8 vs 89,41 + 7,7; p=0,716) meskipun hasil tersebut tidak signifikan secara statistik.

Pengaruh Jumlah Rokok dan Lama Merokok Terhadap Hasil Spirometri pada Perokok

Pada kelompok perokok, ditemukan bahwa perbedaan jumlah konsumsi harian secara signifikan memberikan perbedaan terhadap hasil %KVP pada spirometri. Kelompok yang merokok >10 batang rokok per hari memiliki %KVP lebih rendah dibanding dengan kelompok yang merokok <10 batang per harinya (80,47 + 5,3 vs 87,72 + 9,3; p=0,047) (Tabel 3.

Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian

Perokok

Bukan Perokok

P

%KVP

85,43 + 8,8

91,51 + 13,9

0,107

%VEP1

91,44 + 5,8

89,41 + 7,7

0,716

%VEP1/KVP

93,22 + 4,4

94,30 + 3,1

0,281

Intepretasi

Normal

14 (73,7)

12 (80,0)

Obstruktif

0

0

0,023*

Restriktif

5 (26,3)

3 (20,0)

*nilai p bermakna <0,

Tabel 2. Hasil spirometri sampel penelian

Karakteristik

Perokok

Non-Perokok

p

Jumlah Sampel n,(%)

19 (55,9)

15 (44,1)

Usia (tahun; mean+SD)

23,58 + 5,7

19,73 + 1,4

0,015*

Indeks Masa Tubuh(kg/m2)

Normal n,(%)

10 (52,6)

6 (40,0)

0,494

Overweight n,(%)

0 (0,0)

5 (33,3)

Obesitas n,(%)

9 (47,4)

4 (26,7)

Body Surface Area (m2; mean+SD)

1,78 + 0,2

1,84 + 0,2

0,449

Kebiasaan Olahraga per Minggu

2,78 + 2,7

2,93 + 1,6

0,859

Gambar 1. Boxplot perbedaan %KVP, %VEP1, dan %VEP1/KVP pada subjek perokok dan non-perokok


Tabel 3. Perbedaan nilai spirometri berdasarkan jumlah konsumsi rokok per hari

Jumlah Rokok

P

< 10 Batang

>10 Batang

%KVP

87,72 + 9,3

80,47 + 5,3

0,047*

%VEP1

90,39 + 6,5

93,71 + 3,5

0,261

%VEP1/KVP

92,24 + 4,5

95,33 + 3,6

0,158

*nilai p bermakna <0,05

PEMBAHASANs

Karakteristik Sampel Penelitian

Rerata usia subjek penelitian pada studi ini adalah 21,88 + 4,7 tahun. Hal ini hampir serupa dengan studi yang dilakukan Jawed dkk dimana pada studi mereka, rerata usia sampel penlitiannya adalah 20,24 + 1,87 tahun.8 Hasil

serupa juga ditemukan pada studi yang dilakukan di Yordania dimana rerata usia sampel penelitian adalah 25,34 + 7,73 tahun dengan dominasi kelompok usia 20-29 tahun.9

Pada studi ini ditemukan rerata IMT keseluruhan adalah 24,13 + 4,3 kg/m2. Hasil ini hampir serupa dengan

studi yang dilakukan di Yordania dimana ditemukan rerata IMT sampel adalah 24,22 +3,94 kg/m2, dengan dominasi IMT normal sebanyak 43,25% sampel.9 Sedangkan di Pakistan ditemukan rerata IMT sampel penelitiannya adalah 24,3 + 3,5 kg/m2.8

Pada studi ini ditemukan bahwa perokok kebanyakan mengonsumsi rokok < 10 batang per hari dan telah mengonsumsi rokok selama < 5 tahun lamanya. Hasil ini sesuai dengan studi di Thailand dimana sebagian besar sampel telah merokok <5 tahun dan merokok dengan jumlah <10 batang per harinya. Sebagian besar dari mereka juga memulai merokok pada usia 15-18 tahun,10 dimana hal ini

juga sesuai dengan hasil studi ini, dimana rerata usia memulai merokok pada sampel penelitian adalah 17,74+ 4,9 tahun. Studi dari Nafaweh menunjukkan hasil yang serupa dimana rerata durasi merokok pada sampel hampir mendekati hasil dari studi ini yaitu 5,82 + 4,96 tahun, akan tetapi jumlah rokok yang dikonsumsi dalam penelitian mereka jauh lebih banyak dibandingkan studi ini yaitu 24,18 + 10,51 batang per harinya.9

Perbedaan Hasil Spirometri Pada Kelompok Perokok dan Non-Perokok

VEP1 merupakan volume maksimal udara yang dapat dikeluarkan pada detik pertama ekspiratori paksa dari posisi inspirasi penuh yang diekspresikan dalam liter, sedangkan %VEP1 adalah VEP1 dibagi dengan volume yang diekspektasikan berdasarkan Body Surface Area (BSA). KVP merupakan kapasitas vital paksa dari paru-paru. Merokok diyakini dapat menurunkan nilai VEP1/KVP dimana hal ini menandakan adanya obstruksi jalan napas.8,10 Penurunan hasil KVP disebabkan karena merokok dapat mempengaruhi kapasitas paru akibat penurunan kekuatan otot respiratori. Radikal bebas yang dihasilkan rokok dapat menurunkan suplai darah ke otot pernapasan sehingga melemahkan kekuatan dada dalam mengeluarkan napas.10

Pada studi ini ditemukan kecenderungan nilai %VEP1/KVP yang lebih rendah pada kelompok perokok dibandingkan dengan non perokok (93,22 + 4,4 vs 94,30 + 3,1; p=0,281) meskipun hasil ini tidak signifikan secara statistik. Pola serupa terjadi pada %KVP, akan tetapi pada %VEP1, kelompok perokok justru memiliki hasil yang lebih tinggi. Hasil ini sesuai dengan studi Jawed dkk yang menemukan signifikansi perbedaan %VEP1/KVP antara kelompok perokok dan bukan perokok (81,06 ± 1,06 vs 90,50 ± 7,17; p=0,000). Mereka juga menemukan perbedaan signifikan terhadap nilai VEP1 (2,38 ± 0,71 vs 3,18 ± 0,67; p=0,0005) dan KVP (3,01 ± 0,88 vs 3,64 ± 0,85; p=0,0001) antar perokok dan non-perokok.8

Di tahun yang sama, Nafaweh dkk menemukan bahwa rerata VEP1 lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok (2,23±1,11 vs 2,21±1,23; p>0,05) akan tetapi serupa dengan studi ini, studi mereka juga menemukan nilai KVP yang lebih rendah pada perokok dibandingkan bukan perokok (3,22±1,15 vs 4,55±1,47; p<0,05). Hal ini menyebabkan rasio VEP1/KVP justru malah membesar pada perokok mengingat lebih tingginya nilai VEP1 dan lebih rendahnya nilai KVP pada perokok (82,2±20,51 vs 70,06±5,03 ; p>0,05).9

Hasil studi 7 tahun setelahnya juga masih menunjukkan hasil konsisten dimana pada kelompok perokok ditemukan nilai %VEP1/KVP-nya adalah 92,23 sedangkan pada kelompok non-perokok adalah 94,06 (t=4,049; p<0,000). Mereka juga menemukan nilai VEP1 yang lebih tinggi pada perokok yang mereka berikan istilah “perokok sehat”. Penyebab dibalik nilai VEP1 yang lebih tinggi tidak dijelaskan dalam studi tersebut.11 Hasil studi

serupa juga telah ditunjukkan di Thailand pada tahun 2014, dimana rerata nilai VEP1 pada perokok yaitu 2,96±0,62 liter lebih tinggi dibandingkan yang bukan perokok yaitu 2,68±0,62 liter. Hal yang sama juga ditemukan pada komponen KVP dimana rerata pada kelompok perokok adalah 3,07±0,68 dan non perokok justru lebih rendah yaitu 2,68±0,62 liter. Akan tetapi nilai ini tidak berbeda signifikan secara statistik, diperkirakan hal ini dapat terjadi akibat kesalahan teknik subjek dalam melakukan pengukuran spirometri.10

Hasil yang tidak signifikan dalam studi ini juga mungkin disebabkan karena kurang lamanya periode merokok sampel pada saat pengambilan sampel. Pada studi yang dilakukan oleh Mirabelli dkk, dengan menggunakan estimasi follow up selama 25 tahun kedepan, ditemukan bahwa perubahan rerata VEP1 dan KVP menurun secara signifikan pada perokok dibandingkan dengan non-perokok (p<0,05), dengan penurunan VEP1 mencapai -35,7ml/ tahunnya pada perokok.12

Pada studi ini ditemukan bahwa merokok secara signifikan meningkatkan proporsi kelainan paru restriktif pada sampel penelitian. Hasil restriktif pada spirometri digambarkan dengan nilai VEP1/KVP yang normal (>70%) namun nilai KVP rendah (<80%).13 Apabila dilihat dari kriteria kelainan paru restriktif, maka wajar apabila dalam studi ini merokok secara signifikan memberikan hasil spirometri restriktif mengingat pada perokok terjadi penurunan nilai KVP dengan nilai VEP1/KVP yang cenderung normal dan meningkat. Studi yang dilakukan oleh Hagmeyer dkk menemukan bahwa merokok itu sendiri merupakan faktor risiko dari penyakit paru restriktif/ intertisial seperti Combined pulmonary fibrosis and emphysema (CPFE), Pulmonary Alveolar Proteinosis (PAP), Acute Eosinophilic Pneumonia (AEP) dan Difuse Alveolar Hemorrhage (DAH). Hal ini disebabkan karena merokok dapat menyebabkan proliferasi sel Langerhans pada jaringan paru serta menyebabkan mutasi genetic ke arah onkogenik yang meningkatn proliferasi klonal pada sel paru, sehingga merokok bukan hanya merusak jalan napas akan tetapi dapat menganggu jaringan paru itu sendiri.14

Hasil studi yang dilakukan Backman dkk.13 juga menemukan bahwa merokok dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan paru restriktif sebesar 2,16 kali (95%CI=1,21-3,88) dibandingkan dengan bukan perokok. Selain itu, faktor risiko lain seperti obesitas (OR=2,0-2,6) juga mempengaruhi kejadian penyakit paru restriktif. Hal tersebut juga mungkin menjadi alasan mengingat pada studi ini, penderita obesitas lebih banyak pada kelompok perokok dibandingkan dengan non perokok.

Pengaruh Jumlah Rokok dan Lama Merokok Terhadap Fungsi Paru Perokok

Pada studi ini ditemukan adanya perbedaan signifikan antara %KVP pada kelompok yang merokok dengan jumlah lebih banyak per harinya. Hal ini sesuai dengan hasil studi

Jawed dkk dimana mereka menemukan adanya perbedaan signifikan pada nilai KVP dari kelompok yang merokok 120 batang per hari dengan yang merokok lebih dari 20 batang per hari (3,01 ± 0,88 vs 3,64 ± 0,85; p=0,0001).8

Akan tetapi pada studi ini tidak didapatkan perbedaan signifikan pada komponen spirometri lainnya baik berdasarkan jumlah rokok perhari maupun lama merokok. Dalam studi ini juga didapatkan kecenderungan %VEP1 dan %VEP1/KVP yang lebih tinggi pada kelompok yang merokok dalam jumlah lebih banyak perharinya dan yang telah merokok lebih lama. Hasil ini mirip dengan temuan Bhatt dkk dimana seiring dengan peningkatan jumlah konsumsi rokok perharinya, justru nilai VEP1/KVP juga meningkat secara linear (p=0,003), namun mereka menemukan korelasi linear terbalik antara nilai VEP1/KVP

dengan lama merokok (p<0,001) dimana semakin lama subjek merokok, nilai VEP1/KVPnya akan lebih rendah dibandingkan yang baru saja memulai kebiasaan merokok.15 Hasil ini berbeda dengan literatur sebelumnya, studi di Fakultas Kedokteran di Pakistan menemukan adanya kecenderungan nilai VEP1 dan ratio VEP1/KVP yang lebih rendah pada kelompok perokok yang merokok dengan jumlah rokok lebih sedikit (1,83 ± 0,68 vs 2,38 ± 0,71; 66,39 ± 1,3 vs 81,06 ± 1,06; p<0,05).8 Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Bsanovic, risiko PPOK meningkat secara signifikan seiring dengan meningkatnya lama merokok dan jumlah batang rokok yang dikonsumsi sehari-harinya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena paparan rokok dengan intensitas tinggi dan kronik, dimana hal tersebut dapat berujung kepada semakin beratnya inflamasi yang terjadi di saluran napas.16

  • 4.

  • 5.

  • 6.

  • 7.

  • 8.

  • 9.

10.

11.


SIMPULAN

12.


Pada studi ini ditemukan %VEP1/KVP yang lebih rendah pada perokok dibandingkan bukan perokok meskipun tidak signifikan secara statistik. Penurunan %KVP terjadi secara signifikan pada perokok yang merokok lebih dari 10 batang per harinya. Tidak ditemukan adanya perbedaan signifikan terhadap nilai %VEP1 baik secara umum, berdasarkan jumlah konsumsi rokok, maupun lama merokok.

13.


14.

DAFTAR PUSTAKA


  • 1.    WHO. Noncommunicable disease country profiles 2011 WHO global report, Geneva. World Health Organization; 2011

  • 2.    TSTC-IAKMI. Atlas Tembakau Indonesia, Edisi 2013. Jakarta: TSTC-IAKMI; 2013

  • 3.    Atmaji, ASN. Perbedaan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) Antara Laki-laki Perokok dan Bukan Perokok di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Surakarta, 2012.

    15.


    16.


Kuperman, A. and Riker, J.The Variable Effect of Smoking on Pulmonary Function. Chest; 1973; 63(5), hh.655-660

Terzikhan N, Verhamme K, Hofman A, Sticker B, Bruselle G, Lahouse L. Revalence and incidence of COPD in smokers and non smokers: Rotterdam Study. Eur J Epidemiol; 2016; 31(8): 785-792.

Salawati, L. Hubungan Merokok dengan Derajat Penyakit Paru Kronik. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala; 2016; 6(3): 165-169.

Sajinadiyasa I, Bagiada I, Rai IB. Prevalensi dan Risiko Merokok Terhadap Penyakit Paru di Poliklinik Paru Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. J Peny Dalam; 2016; 11(2): 91-95.

Jawed S, Ejaz S, Rachman R. Influence of Smoking on Lung Functions in Young Adults. J Pak Med Assoc; 2012; 62(8): 772-775.

Nawafeh H, Zead S, Maghaireh D. Pulmonary Function Test: The value among smokers and nonsmokers. Health Science Journal; 2012; 6(4): 703-713.

Tantisuwat A. and Thaveeratitham P. Effects of Smoking on Chest Expansion, Lung Function, and Respiratory Muscle Strength of Youths. Journal of Physical Therapy Science; 2014; 26(2), hh.167-170.

Ducal, E., Balkanci, D. Effects of smoking and physical exercise on respiratory function test results in students of university, A crossectional study; 2019; Medicine; 98: 32-39.

Mirabelli M, Praisser J, Loehr L, Agarwal S, Graham B, dkk. Lung function decline over 25 years of follow-up among black and white adults in the ARIC study cohort. Respir Med; 2016; 113: 5764.

Backman H, Erikson B, Hedman L, Stridsman C, Janson S, dkk. Restrictive spirometric pattern in the general adult population : Methods of defining the condition and consequences on prevalence. J RMed; 2016; 120: 116-123.

Hagmeyer L, Randerath W. Smoking Related Interstisial Lung Disease. Dtsch Arztebl; 2015; 112(4): 43-50.

Bhatt, S., Kim, Y., Harrington, K., Hokason J, Lutz S, dkk. Smoking duration alone provides stronger risk estimates of chronic obstructive pulmonary disease than pack-years. Thorax; 2019; 73(5): 414– 421.

Bsanovic S. The Length of Cigarette Smoking is the Principal Risk Factor for Developing COPD. IJCRIMPH; 2012; 4(1): 46-54.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V10.i8.P18

116