ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.8,AGUSTUS, 2021


Diterima: 2021-05-20. Revisi: 2021-06-27 Accepted: 04-08-2021

HUBUNGAN POLA HIDUP LACTO VEGETARIAN TERHADAP SIKLUS MENSTRUASI WANITA DI PESRAMAN SRI SRI RADHA RASESVARA BADUNG

Ni Putu Radha Premaiswari Suparthika1, Ketut Tirtayasa2, I Putu Gede Adiatmika2 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas kedokteranUniversitas Udayana 2 Departemen Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Setiap individu berhak menentukan pola hidupnya dengan harapan dapat melangsungkan hidup yang sejahtera dan sehat, salah satunya adalah penerapan pola hidup lacto vegetarian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pola hidup lacto vegetarian terhadap siklus menstruasi wanita. Data dikumpulkan menggunakan kuisioner menstruasi dan FoodbFrequency Questionnaire (FFQ). Sampel merupakan perempuan dewasa berusia 18-25 tahun yang berkunjung ke pesraman Sri Sri Radha Rasesvara dan memenuhi kriteria inklusi. Sebanyak 45 sampel yang dilibatkan dalam penelitian dan diperoleh hasil yaitu: 1) tidak terdapat hubungan antara asupan karbohidrat, protein, lemak, serat, energi, fitoestrogen terhadap siklus menstruasi wanita, 2) tidak terdapat hubungan antara Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan siklus menstruasi wanita yang menerapkan pola hidup lacto vegetarian. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jenis sampel yang digunakan dan kadar estrogen endogen yang mempengaruhi efek fitoestrogen dalam tubuh. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola hidup lacto vegetarian terhadap siklus menstruasi wanita di pesraman Sri Sri Radha Rasesvara.

Kata kunci : Lacto vegetarian, Menstruasi, IMT

ABSTRACT

Every individual has the right to determine their lifestyle in the hope can achieve prosperous and healthy life, one of which is the adoption of the lacto vegetarian lifestyle. This study aims to analyze the relation of the lacto vegetarian lifestyle on woman's menstrual cycle. Data was obtained by menstrual questionnaires and Food FrequencydQuestionnaire (FFQ). The sample was adult women aged 18-25 years who visited Pesraman Sri Sri Radha Rasesvara and met the study inclusion. The 45 samples involved in the study and the results are: 1) there is no significant relationship between carbohydrate, protein, fat, fiber, energy, phytoestrogens intake on a woman's menstrual cycle, 2) there is no relationship between Body Mass Index (BMI) with a woman's menstrual cycle that applies the lacto lifestyle vegetarian. This is caused by differences in the type of sample that used and estrogen endogen level that affect the effects of phytoestrogens in the body. It can be concluded that there is no significant relationship between the lacto vegetarian lifestyle and the menstrual cycle on women in Pesraman Sri Sri Radha Rasesvara.

Keywords: Lacto Vegetarian, Menstruation, BMI

PENDAHULUAN

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) sehat diartikan sebagai suatu keadaan fisik, mental, sosial dan spiritual yang terbebas dari penyakit dan kecacatan. Hal diatas diperoleh dari penerapan pola hidup yang sesuai dengan kaidah-kaidah kesehatan.

Salah satu pola hidup yang banyak diterapkan saat ini adalah vegetarian. Vegetarian berasal dari bahasa latin yaitu homovegetus yang memiliki arti orang yang memiliki semangat secara mental dan fisik, sedangkan vegetus berarti semangat, sehat,

HUBUNGAN POLA HIDUP LACTO VEGETARIAN TERHADAP SIKLUS MENSTRUASI WANITA., Ni Putu Radha Premaiswari Suparthika1, Ketut Tirtayasa2, I Putu Gede Adiatmika2

segar, hidup.1 Jika dilihat dari segi huruf penyusunnya, kata vegetarian juga hampir sama dengan kata vegetable yang dalam bahasa Indonesia berarti sayur, hal ini menyebabkan kata vegetarian dikaitkan dengan vegetable sehingga pada umumnya masyarakat luas mengenal vegetarian sebagai orang yang hanya mengonsumsi sayur-sayuran, dan buah-buahan.

Dalam praktiknya terdapat beberapa jenis pola vegetarian. Dilansir dalam artikel American Diabetes Association tipe vegetarian ditentukan berdasarkan spektrum pola makan, beberapa diantaranya yaitu, vegan: tidak mengonsumsi segala macam daging dan produk hewani, lacto-ovo vegetarian: vegetarianpyang masih mengonsumsi telur dan susu, pesco vegetarian: vegetarianmyang masih mengonsumsi ikan, telur dan susu.2 Penerapan lacto-ovo vegetarian juga dapat dipecah menjadi 2 yaitu ovo vegetarian: vegetariancyang masih mengosumsi telur dan lacto vegetarian: vegetarianp yang masih mengonsumsi susu dan produknya olahannya.1

Pola hidup vegetarian berpengaruh positif terhadap kesehatan. Dalam Journal of the American Dietetic Association dijelaskan bahwa para vegetarianwmemiliki tingkat risiko hipertensi, diabetes tipe 2 yang rendah dan tingkat Low density Lipoprotein (LDL) yang rendah dibandingkan dengan non-vegetarian.3 Namun pelaku pola hidup vegetarian dituntut untuk memiliki perhatian yang besar terhadap makanan yang dikonsumsi agar tetap memenuhi kebutuhan nutrisi harian, khususnya intake makronutrien seperti karbohidrat, protein dan lemak.

Berkaitan dengan kolesterol, disamping merupakan faktor risiko terhadap penyakit-penyakit degeneratif seperti jantung koroner, kanker, stroke, hipertensi, dan osteoporosis, kolesterol juga memiliki fungsi lain dalam proses fisiologis tubuh, yaitu dalam hal pembentukan hormon. Salah satu hormon yang dibentuk oleh kolesterol adalah hormon steroid. Beberapa hormon steroid yang berkaitan dengan pengaturan siklus menstruasi wanita adalah hormon estrogen dan progesteron yang dihasilkan oleh ovarium.

Jika ditinjau lebih lanjut makanan yang dikonsumsi dari seseorang yang menjalani pola hidup vegetarian sebagian besar merupakan makanan dengan kadar kolesterol yang minim. Kolesterol merupakan bahan baku dalam pembuatan hormon steroid, termasuk hormon estrogen dan progesteron yang sangat berperan dalam siklus menstruasi khsususnya estrogen. Disamping itu penerapan lacto Vegetarian di Bali juga lebih banyak mengkonsumsi kedelai dan

produk olahannya yang mengandung fitoestrogen yang memiliki pengaruh terhadap estrogen dalam tubuh.4

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini adalah studi analitik dengan menggunakan metode cross-sectional yang dilakukan di Pesraman Sri Sri Radha Rasesvara, desa Blumbungan, Abiansemal, Badung Bali pada bulan Agustus sampai September 2019. Populasi dari penelitian ini meliputi perempuan yang sudah mendapatkan haid yang menerapkan pola hidup lacto vegetarian di Pesraman Sri Sri Radha Rasesvara. Sampel diperoleh dengan menerapkan kriteria inklusi yang meliputi: sudah menerapkan pola hidup lacto vegetarian minimal 6 bulan, remaja perempuan yang sudah mendapatkan haid, berusia 18-25 tahun pada saat pengambilan data, tidak menderita penyakit Polycystic Ovary Syndrome (PCOS), tidak menderita gangguan kelenjar Tiroid. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik consecutive sampling dan diperoleh 45 orang sampel.

Variabel dalam penelitian ini meliputi lacto vegetarianysebagai variabel bebas, siklus menstruasi sebagai variabel terikat, dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) sebagai variabel kontrol. Data yang diambil dalam penelitian ini adalah identitas umum sampel, riwayat menstruasi, Indeks Masa Tubuh (IMT), jumlah tidur, kebiasaan olahraga, asupan gizi (protein, karbohidrat, lemak, energi, fitoestrogen, serat, kolesterol).

Penelitian ini telah memperoleh kelaikan etik dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran UniversitassUdayana dengan nomor 2056/UN14.2.2.VII.14/LP/2019 tertanggal 9 Juli 2019. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Food FrequencyDQuestionnaire (FFQ) dan formulir data menstruasi. Data asupan gizi dianalisis dengan menggunakan software Nutri Survey. Sebagai kontrol terhadap asupan gizi (protein, karbohidrat, lemak, energi) digunakan AKG dari Kementrian Kesehatan RI kemudian dikategorikan menjadi 3 derajat asupan, yaitu kurang (<80%), cukup (80-110%), dan lebih (>110%). Data asupan fitoestrogen dikategorikan menjadi 3 yaitu, kurang (<30mg/hari), cukup (3050%), dan lebih (>50%).4,5

Lacto vegetarian didefinisikan sebagai konsumsi protein, karbohidrat, lemak, energi, serat, dan fitoestrogen. Siklus menstruasi normal yang digunakan dalam penelitian ini adalah siklus yang berlangsung setiap 21-35 hari. Gangguan menstruasi terdiri dari 3 yaitu, amenorea (tidak mengalami haid minimal 3 bulann berturut-turut),

polimenorea (<20 hari), dan oligomenorea (>35 hari).6

Analisis data dilakukan secara bertahap yang dimulai dari analisis univariat kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariat. Analisis univariat dilakukan untuk menganalisis tentang distribusi variabel penelitian sedangkan analisis bivariat dilakukan untuk menghubungkan variabel

bebas dan variabel terikat menggunakan uji ChiSquare dengan melihat nilai Interval Kepercayaan (IK), nilai p, dan Rasio Prevalensi.

HASIL

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 45 orang yang semuanya merupakan pemeluk agama Hindu. Semua sampel menerapkan pola hidup lacto vegetarian.

Tabel 1. Karakteristik Sampel menurut Status Gizi

Karakteristik

Minimum

Maksimum

Rerata

Simpang Baku

Usia (tahun)

18

25

20,53

2,06

Durasi Vegetarian (tahun)

1

25

12,56

7,75

Tidur (jam)

4

9

6,6

1,13

Protein (mg)

24,5

90,8

62,32

17,85

Karbohidrat (mg)

108,5

385,4

242,06

61.75

Lemak (mg)

23,1

109,8

69,39

24,10

Serat (mg)

7,6

48,1

26,02

9,11

Kolesterol (mg)

0

70,4

24,65

16,88

Energi (mg)

877,2

2628,3

1748,68

420,67

Fitoestrogen (mg)

12,8

140,5

84,68

43,68

IMT (kg/m2)

15,60

30,18

21,13

3,38

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Asupan Gizi

Jenis dan Kategori

Frekuensi

(n)

(%)

Asupan Protein

Kurang

9

20,0

Cukup

12

26,7

Lebih

24

53,3

Asupan Karbohidrat

Kurang

27

60,0

Cukup

15

33,3

Lebih

3

6,7

Asupan Lemak

Kurang

14

31,1

Cukup

15

33,3

Lebih

16

35,6

Asupan Serat

Kurang

12

26,7

Cukup

21

46,7

Lebih

12

26,7

Asupan Energi

Kurang

23

51,1

Cukup

20

44,4

Lebih

2

4,4

Asupan Fitoestrogen

Kurang

7

15,6

Cukup

6

13,3

Lebih

32

71,1

Tabel 3. Kejadian Riwayat Amenorea

Kategori

Frekuensi (n)          (%)

Tidak Ya

40           88,9

5              11,1

Tabel 4. Kejadian Gangguan Siklus Menstruasi

Kategori

Frekuensi

(n)

(%)

Normal

37

82,2

Oligomenorea

5

11,1

Polimenorea

3

6,7

Tabel 5. Hubungan Asupan Gizi terhadap Siklus Menstruasi

Jenis dan Kategori

Kejadian Gangguan Menstruasi

Total

Normal n (%)

Gangguan n (%)

n (%)

Asupan Protein

Kurang

8 (17,8)

1 (2,2)

9 (20,0)

Cukup

11 (24,4)

1 (2,2)

12(26,7)

Lebih

18 (40,0)

6 (13,3)

24(53,3)

Asupan Karbohidrat

Kurang

22 (48,9)

5 (11,1)

27 (60,0)

Cukup

13 (28,9)

2 (4,4)

15 (33,3)

Lebih

2 (4,4)

1 (2,2)

3 (6,7)

Asupan Lemak

Kurang

13 (28,9)

1 (2,2)

14 (31,1)

Cukup

14 (31,1)

1 (2,2)

15 (33,3)

Lebih

10 (22,2)

6 (13,3)

16 (35,6)

Asupan Serat

Kurang

12 (26,7)

0 (0,0)

12 (26,7)

Cukup

16 (35,6)

5 (11,1)

21 (46,7)

Lebih

9 (20,0)

3 (6,7)

12 (26,7)

Asupan Energi

Kurang

21 (46,7)

2 (4,4)

23 (51,1)

Cukup

14 (31,1)

6 (13,3)

20 (44,4)

Lebih

2 (4,4)

0 (0,0)

2 (4,4)

Asupan Fitoestrogen

Kurang

6 (13,3)

1 (2,2)

7 (15,6)

Cukup

6 (13,3)

0 (0,0)

6 (13,3)

Lebih

25 (55,6)

7 (15,6)

32 (71,1)

Indeks Masa Tubuh

Kurang

4(8,9)

2(4,4)

6(13,3)

Normal

28(62,2)

5(11,1)

33(73,3)

Preobesitas

4(8,9)

1(2,2)

5(11,1)

Obesitas I

1(2,2)

0(0,0)

1(2,2)

Olahraga

Nonreguler

20 (44,4)

6 (13,3)

26(57,8)

1x/Minggu

10 (22,2)

1 (2,2)

11 (24,4)

2x /Minggu

6 (13,3)

0 (0,0)

6 (13,3)

Setiap Hari

1 (2,2)

1 (2,2)

2 (4,4)

Tabel 6. Analisis Bivariat Hubungan Asupan Protein, Karbohidrat, Lemak, Serat, Energi, Fitoestrogen, dan Indeks Masa Tubuh terhadap Gangguan Siklus Menstruasi

Jenis dan Kategori

Siklus Menstruasi

Nilai p

RP ( IK95%)

Normal n (%)

Gangguan n (%)

Asupan Protein

Kurang

8 (88,9)

1 (11,1)

0,559

1,103 (0,833-1,462)

Cukup

Asupan Karbohidrat

29 (80,6)

7 (19,4)

0,874

0,978 (0,744-1,286)

Kurang

22 (81,5)

5 (18,5)

Cukup

Asupan Lemak

15 (83,3)

3 (16,7)

0,210

1,199 (0,944-1,524)

Kurang

13 (92,2)

1 (7,1)

Cukup

Asupan Serat

24 (77,4)

7 (22,6)

0,322

1,148 (0,865-1,524)

Kurang+Lebih

21 (87,5)

3 (12,5)

Cukup

Asupan Energi

16 (76,2)

5 (23,8)

0,103

1,255 (0,944-1,670)

Kurang

21 (91,3)

2 (8,7)

Cukup

Asupan Fitoestrogen

16 (72,7)

6 (27,3)

0,221

0,795 (0,678-0,932)

Kurang+Lebih

31 (79,5)

8 (20,5)

Cukup

6 (100,0)

0 (0,0)

Indeks Masa Tubuh

Unweight+Overweight

9 (75,0)

3 (25,0)

0,445

0,844(0,619-1,236)

Normal

28 (84,8)

5 (15,2)

PEMBAHASAN

Sampel pada penelitian ini berjumlah 45 orang yang berusia 18-25 tahun. Usia tersebut merupakan usia produktif dimana sudah terjadi pematangan organ reproduksi. Sebanyak 8 orang (17,8%) responden mengalami gangguan menstruasi dengan beberapa diantaranya juga memiliki riwayat amenorea. Berdasarkan uji Chi Square yang dilakukan untuk menilai hubungan asupan gizi dan gangguan siklus menstruasi didapatkan hasil p > 0,05. Hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara pola hidup lacto vegetarian terhadap siklus menstruasi.

Dalam Tabel 5 dapat dilihat dari 8 responden yang mengalami gangguan siklus menstruasi 7 (15,6%) diantaranya mengkonsumsi fitoestrogen dalam jumlah tinggi dan 1 (2,2%) diantaranya memiliki asupan fitoestrogen kurang. Namun dalam pengujian chi square didapatkan nilai p=0,221 (p >0,05) yang menunjukkan tidak signifikannya hubungan antara konsumsi fitoestrogen dan gangguan menstruasi, sedangkan nilai rasio prevalensi yang didapatkan yaitu 0,795 IK95%(0,678-0,932) yang menunjukkan asupan fitoestrogen yang kurang atau berlebih memiliki

risiko 0,795 kali lebih tinggi untuk mengalami gangguan menstruasi.

Hasil penelitian ini berbeda dari penelitian mengenai konsumsi fitoestrogen, presentase lemak tubuh, dan siklus menstruasi pada wanita vegetarian yang mendapatkan adanya hubungan antara konsumsi fitoestrogen terhadap siklus menstruasi.4 Hal ini kemungkinan dikarenakan penggunaan subjek penelitian yang berbeda dimana dalam penelitian ini menggunakan subjek yang semuanya merupakan lacto vegetarian. Sementara itu penelitian yang digunakan sebagai rujukan menggunakan subjek yang menerapkan pola lacto-ovo vegetarian, vegan, dan lacto vegetarian. Disamping itu juga disebutkan bahwa dari semua subjek yang mengalami gangguan menstruasi 66,7% diantaranya adalah yang menerapkan pola hidup vegan dan hanya 2% menerapkan pola lacto vegetarian.

Terdapat penelitian yang senada dengan penelitian ini dimana tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara konsumsi fitoestrogen terhadap gangguan siklus menstruasi dengan nilai p 0,221 (p>0,05).7 Fitoestrogen dapat memiliki efek estrogenik maupun non-estrogenik. Walaupun

fitoestrogen dapat terikat sebagai ligan pada reseptor estrogen, kemampuan fitoestrogen dalam menimbulkan efek 10-3–10-5 kali dibandingkan dengan estrogen endogen, sehingga efek yang ditimbulkan lebih lemah.8 Fitoestrogen juga dapat merangsang ataupun mengganggu fungsi reproduksi. Efek dari fitoestrogen bergantung dari kadar estradiol dalam tubuh. Dalam keadaan estradiol dalam tubuh tinggi fitoestrogen akan menghambat kerja dari estradiol dikarenakan sifat fitoestrogen yang dapat berikatan dengan reseptor estrogen. Namun ketika kadar estradiol dalam tubuh rendah maka efek estrogenik dari fitoestrogen akan muncul sehingga sangat bergantung pada kadar estradiol dari individu bersangkutan. 8

Berkaitan dengan asupan nutrisi lainnya, asupan karbohidrat, pada Tabel 6 dapat dilihat terdapat 5 orang (18,5%) dari 8 responden yang mengalami gangguan siklus menstruasi memiliki asupan karbohidrat yang rendah dan 3 (16,7%) reponden lainnya memiliki asupan karbohidrat yang cukup. Karbohidrat merupakan sumber kalori selama fase luteal, apabila asupan karbohidrat terpenuhi maka tidak akan terjadi pemendekan fase luteal.4 Walaupun tidak menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistik (p=0,874) namun hal diatas sesuai dengan penelitian yang menemukan bahwa asupan karbohidrat yang tidak baik berkaitan dengan siklus mentruasi yang tidak normal.9

Asupan protein pada pola lacto vegetarian dari 45 responden hanya 9 orang (20%) yang kekurangan asupan protein. Penganut lacto vegetarian di Bali lebih banyak mengganti protein hewani dengan protein yang berasal dari kedelai seperti tempe, tahu, dll. Protein yang berasal dari sumber nabati dikatakan juga dapat menurunkan puncak luteinizing hormone (LH) dan pemendekan fase folikuler rata-rata 3,8 hari dan mengurangi resiko infertilitas akibat anovulasi.9 Namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan protein pada lacto vegetarian terhadap siklus menstruasi (p= 0,559).

Lemak berkaitan dengan pengikatan dan pembentukan estrogen dalam tubuh. Pada Tabel 2 diketahui sebanyak 13,3% yang kelebihan asupan lemak mengalami gangguan menstruasi. terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa 47% orang dengan asupan lemak yang tidak baik mengalami gangguan mensruasi, walaupun dalam penelitian ini hubungan asupan lemak dan siklus menstruasi tidak signifikan (p=0,210). Hal ini berkaitan dengan cara memasak yang dilakukan pelaku vegetarian yang lebih banyak menggunakan

metode memasak merebus dan menumis dibandingkan dengan menggoreng.

Sebanyak 46,7% responden memiliki asupan energi yang kurang, hal ini dikarenakan makanan yang dikonsumsi adalah sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian yang sebagian besar merupakan makanan rendah kalori. Dari analisis yang dilakukan mengenai hubungan asupana energi dan gagguan siklus menstruasi didapatkan nilai p=0,103 (p>0,05).

IMT pada lacto vegetarian umunya normal, hanya sebagian kecil yang mempunyai IMT kurang atau lebih. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa IMT tidak berpengaruh signifikan terhadap siklus menstruasi dengan nilai p=0,445 (p>0,05). Hal ini disebabkan oleh sebagian besar responden memiliki IMT yang normal yaitu 62,2%.

Pada penelitian ini didapatkn rata-rata konsumsi kolesterol adalah 24,65. Angka ini tergolong asupan kolesterol yang rendah. Kolesterol tidak diujikan dalam uji bivariat karena semua responden memiliki asupan kolesterol yang rendah. Asupan kolesterol pada lacto vegetarian diperoleh dari konsumsi susu dan produknya. Kolesterol selain diperoleh dari sumber makanan juga disintesis secara endogen oleh tubuh melalui jalur de novo, namun asupan kolesterol ternyata memiliki dampak yang kecil terhadap kadar kolesterol plasma. Hal ini dikarenakan penyerapan kolesterol di usus merupakan multiproses dan dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah genetik. Tingkat sintesis kolesterol dalam tubuh juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kadar asam lemak, overweight, obesitas abdominal, dan gen yang meregulasi metabolisme kolesterol, Sehingga dapat dikatakan diet kolesterol tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap plasma kolesterol.10 Berdasarkan hubungan diatas dimungkinkan bahwa diet rendah kolesterol tidak berhubungan dengan tingkat sintesis hormon steroid seks.

Produk susu total, low-fat, dan high-fat menunjukkan hubungan konsisten dengan hormon reproduksi di semua tahap menstruasi ( menstruasi, folikuler, preovulatory dan fase midluteal). Peningkatan konsumsi produk susu termasuk komponennya yaitu, posfor, laktosa dan lemak berhubungan dengan penurunan konsentrasi estradiol dan estradiol bebas.11

Berdasarkan hubungan produk susu dengan hormon reproduksi diatas inilah yang kemungkinan menjadi sebab dari tidak signifikannya hasil penelitian mengenai hubungan fitoestrogen dengan siklus menstruasi. Hal ini

kemungkinan disebabkan oleh penurunan estradiol yang disebabkan oleh konsumsi produk susu.9 Rendahnya kadar estradiol dalam darah menyebabkan fitoestrogen yang dikonsumsi memunculkan efek estrogeniknya mengingat efek fitoestrogen berkaitan dengan kadar hormon estrogen dalam tubuh. Hal senada juga dinyatakan dalam sebuah jurnal dimana mode aksi dari fitoestrogen baik itu agonis maupun antagonis bergantung dari kadar estrogen endogen pada individu bersangkutan.12

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulan tidak terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara pola hidup lacto vegetarian terhadap siklus menstruasi.

Dalam penerapan pola hidup lacto vegetarian harus lebih diperhatikan lagi pola dan jenis makanan yang dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan kelainan ataupun masalah yang berhubungan dengan asupan gizi, baik itu kelainan yang berhubungan dengan organ reproduksi maupun kelainan di sistem tubuh lainnya. Hal ini penting diperhatikan agar terciptanya kehidupan yang sehat dan sejahtera di kalangan pelaku pola hidup lacto vegetarian.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Wardhana, M. Vegetarian dari Agama-Zat Gizi. Denpasar : Vaikuntha International Publication, 2016

  • 2.    Tonstad, S., T. Butler, R. Yan, G.E. Fraser. Type of Vegetarian Diet, Body Weight andPrevalence of Type 2 Diabetes. Diabetes Care, 2009;32:791-796

  • 3.    Craig, W.J., dan Mangels A.R. Position of the American Dietetic Association:Vegetarian Diets.Journal  of the American Dietetic

Association,2009;109:1266-1282

  • 4.    Septian, R.A., N. Widyastuti, E. Probosari. Konsumsi Fitoestrogen,Persentase Lemak Tubuh dan Siklus Menstruasi pada Wanita Vegetarian.Journal of Nutrition  College,

2017;6:180-190

  • 5.    Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia

  • 6.  Ulum N. Hubungan Antara Tingkat Stres

dengan Siklus Menstruasi pada Mahasiswa Fisioterapi Universitas Hasannudin, Tugas Akhir, Jurusan Fisioterapi,     Universitas

Hasannudin, Makassar. 2016.

  • 7.  Pradyptasari, W., B. Bahar, Ulfah, N.

Hubungan Konsumsi MakananMengandung Fitoestrogen dengan Siklus Menstruasi pada Siswi Kelas XSMAN 21, Tugas Akhir, Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar. 2013.

  • 8.    Sirotkin, A.V., Harrath, A.H. Phytoestrogens and their effects. European Journal of Pharmacology. 2014;741: 230–236

  • 9.    Sitoayu, L., D.A. Pertiwi, E.Y. Mulyani. Kecukupan zat gizi makro, status gizi, stres, dan siklus menstruasipada remaja. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 2017;13:121-128

  • 10.    Lecerf, J.M., Lorgeril, M.D. Dietary cholesterol: from physiology to cardiovascular risk. British Journal of Nutrition. 2011;106:6– 14

  • 11.    Kim K., J.W. Wende, K.A. Michels, T.C. Plowden, E.N. Chaljub, L.A. Sjaarda, dan S.L. Mumford. Dairy Food Intake Is Associated with Reproductive Hormones and Sporadic Anovulation among Healthy Premenopausal Women.       J Nutr.

2014;147:218–26

  • 12.    Rietjens, I.M.C., J. Louisse, K. Beekmann. The Potential Health Effect of Phytoestrogens. British Journal of Pharmacology. 2016;174: 1263–1280

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2021.V10.i8.P11

74