JMU

Jurnal medika udayana



ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL.10 NO.4,APRIL, 2021

Ii—sr^ λ Idirectoryof                            WWffW⅞^⅛

LJUAJ JOURNAL^55                         SINTA 3

Diterima:05-07-2021 Revisi:14-07-2021 Accepted: 26-07-2021

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN INSOMNIA PADA MAHASISWA PSSKPD ANGKATAN 2016 DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

Trisa Permata Suhadi1, Dewa Putu Gede Purwa Samatra2, Anak Agung Bagus Ngurah Nuartha2, 1.Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

2Departemen Syaraf RSUP Sanglah Denpasar e-mail: trisapermataa@gmail.com

ABSTRAK

Insomnia merupakan sebuah gangguan tidur dimana pasien mengalami keluhan tidur yang tidak memadai. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian insomnia antara lain adalah jenis kelamin, tingkat stres, tingkat kecemasan, tingkat depresi, konsumsi alkohol dan konsumsi kopi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan kejadian insomnia pada mahasiswa PSSKPD Angkatan 2016 di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian ini dilakukan secara potong lintang analitik. Bahan penelitian yang digunakan berupa hasil kuesioner gabungan: KSPBJ Insomnia Rating Scale, Depression Anxiety Stress Scale (DASS 21), dan kuesioner yang menanyakan konsumsi alkohol dan kopi. Data penelitian diolah menggunakan software IBM SPSS dan dianalisa dengan uji chi-kuadrat. Jumlah sampel penelitian yang didapatkan adalah 154 orang. Hasil penelitian didapatkan 44,15% mahasiswa mengalami insomnia. Kejadian insomnia berhubungan dengan tingkat stres (p=0,003), tingkat kecemasan (p=0,000), tingkat depresi (p=0,000), dan konsumsi kopi (p=0,029). Tidak berhubungan dengan jenis kelamin (p=0,121) dan konsumsi alkohol (p=0,409). Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor resiko terjadinya stres, kecemasan dan depresi pada mahasiswa PSSKPD Angkatan 2016 di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Kata kunci : insomnia, mahasiswa, DASS 21

ABSTRACT

Insomnia is a sleep problem where the patient has the problem of inadequate sleep. Factors that can affect the incidence of insomnia include gender, stress level, anxiety level, depression level, alcohol consumption and coffee consumption. This study was conducted to determine the relationship between these factors with the incidence of insomnia in the 2016 PSSKPD students at the Faculty of Medicine, Udayana University. This research was conducted in analytic cross section. The research material was collected from a combined questionnaire of: KSPBJ Insomnia Ranking Scale, Anxiety Stress Depression Scale (DASS 21), and a questionnaire asking for alcohol and coffee consumption. Research data were processed using IBM SPSS software and analyzed by Chi-Square Test. The number of research samples obtained was 154 people. The results showed 44.15% of students have insomnia. Incidents of insomnia were related to stress levels (p = 0,003), anxiety levels (p = 0,000), depression levels (p = 0,000), and coffee consumption levels (p = 0,029). Insomnia was found not related to gender (p = 0,121) and alcohol consumption (p = 0,409). Further research can be conducted to study the factors that can

cause stress, anxiety and depression in the 2016 PSSKPD students at the Faculty of Medicine, Udayana University.

Keywords : insomnia, student, DASS 21

PENDAHULUAN

Insomnia adalah gangguan tidur dimana seseorang merasakan ketidakpuasan, baik secara kuantitas maupun kualitas, terhadap tidurnya.1 Insomnia termasuk salah satu gangguan tidur yang sangat umum terjadi di kalangan masyarakat, khususnya di kalangan mahasiswa saat ini. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian insomnia antara lain adalah jenis kelamin, tingkat stres, tingkat kecemasan, tingkat depresi, konsumsi alkohol dan konsumsi kopi.

Sebuah penelitian menemukan gangguan tidur insomnia lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, dengan perbandingan jenis kelamin sekitar 1,44:1. Studi metaanalisis dari 29 studi mengenai insomnia mendapatkan wanita (41%) lebih berisiko mengalami insomnia dibanding laki-laki.2 Stres merupakan suatu respon adaptif individu terhadap berbagai tekanan atau tuntutan eksternal yang dapat menghasilkan berbagai gangguan meliputi: gangguan fisik, emosional, dan perilaku.3 Dalam hal ini, stres bisa dipandang sebagai faktor pemicu terhadap timbulnya dan terus berlangsungnya gangguan insomnia.4

Insomnia juga ditemukan pada 80% individu dengan diagnosis depresi dan 90% pada individu dengan gangguan kecemasan. Sebuah studi longitudinal yang dilakukan oleh Le Blanc et al di Kanada, menemukan kejadian insomnia ditemukan lebih banyak pada individu dengan depresi dan gangguan kecemasan.5 Sebuah penelitian terhadap hubungan antara kecemasan dan insomnia pada dewasa muda, mendapatkan bahwa pola dominan yang terjadi adalah kecemasan yang akhirnya menyebabkan gangguan insomnia.6 Depresi dapat dikaitkan dengan kesulitan untuk memulai tidur (sleep onset insomnia), kesulitan untuk mempertahankan tidur (sleep maintenance insomnia), atau bangun terlalu awal di pagi hari (sleep offset insomnia).7

Salah satu penyebab insomnia yang paling umum adalah konsumsi kafein. Kafein dapat menyebabkan kesulitan untuk memulai tidur dan mengurangi waktu tidur seseorang. Demikian pula alkohol dan nikotin dapat menganggu tidur, meskipun banyak pasien yang menggunakannya untuk relaksasi dan mempromosikan tidur.7

Beberapa gejala insomnia antara lain adalah kelelahan atau menurunnya energi, gangguan

kognitif yang melibatkan konsentrasi dan ingatan, dan gangguan suasana hati (mudah tersinggung, lekas marah).8 Gejala-gejala ini tentunya akan menganggu proses belajar dan kegiatan mahasiswa. Oleh karena itu diperlukan penelitian dalam rangka mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian insomnia agar nantinya dapat dilakukan tindakan preventif terhadap insomnia.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini telah mendapatkan izin dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Unoversitas Udayana dengan nomor kelaikan etik 900/UN 14.2.2 VII.14/LP/2019. Penelitian ini berupa penelitian analitik dengan rancangan potong lintang yang dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana pada bulan Agustus 2019 sampai Oktober 2019. Subyek penelitian dipilih dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi yaitu mahasiswa aktif dan terdaftar sebagai mahasiswa PSSKPD Angkatan 2016. Serta tidak memenuhi kriteria eksklusi yaitu bukan mahasiswa aktif dan tidak terdaftar sebagai mahasiswa PSSKPD Angkatan 2016.

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan sampel adalah teknik cluster random sampling dan dilakukan dari bulan Agustus 2019 sampai Oktober 2019. Bahan penelitian yang digunakan berasal dari hasil penyebaran kuesioner gabungan KSPBJ Insomnia Rating Scale, Depression Anxiety Stress Scale (DASS 21), dan kuesioner yang menanyakan konsumsi alkohol dan kopi kepada mahasiswa PSSKPD FK Udayana Angkatan 2016.

HASIL

Jumlah mahasiswa yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dari Agustus 2019 sampai Oktober 2019 pada penelitian ini adalah sebanyak 154 mahasiswa yang terdiri dari 58 mahasiswa laki-laki dan 96 mahasiswa perempuan. Data yang diperoleh dari hasil kuesioner gabungan diolah dan dianalisa menggunakan program IBM SPSS Statistics ver.24 dan diuji dengan uji statistik chi-kuadrat untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Terdapat enam faktor yang menjadi variabel bebas yaitu jenis kelamin, tingkat stres, tingkat kecemasan, tingkat depresi, konsumsi kopi dan konsumsi alkohol.

Tabel 1.     Hasil uji hubungan jenis kelamin dan

kejadian insomnia

P

Jenis kelamin

Kejadian insomnia

Insomnia

Tidak insomnia

N

%

N

%

Laki-laki

21

30,9

37

43

0,121

Perempuan

47

69,1

49

57

Total

68

100

86

100

Tabel 1 menunjukkan bahwa proporsi jenis kelamin pada kejadian insomnia lebih tinggi pada jenis kelamin perempuan dengan jumlah 47 responden (69,1%) dan diikuti pada jenis kelamin laki-laki dengan jumlah 21 responden (30,9%). Hasil uji chi-kuadrat didapatkan p=0,121 (p >0,05).

Tabel 2.     Hasil uji hubungan tingkat stres dan

kejadian insomnia

Tingkat stres

Kejadian insomnia

P

Insomnia

Tidak insomnia

N

%

N

%

Normal Stres Ringan Stres

42

7

61,8

10,3

75

5

87,2

5,8

Sedang

14

20,6

5

5,8

0,003

Stres Berat

3

4,4

1

1,2

Stres Sangat Berat

2

2,9

0

0

Total

68

100

86

100

Tabel 2 menunjukkan bahwa proporsi tingkat stres pada kejadian insomnia lebih tinggi pada tingkat stres normal dengan jumlah 42 responden (61,8%) dan diikuti pada tingkat stres sedang dengan jumlah 14 responden (20,6%). Hasil uji chi-kuadrat didapatkan p=0,003 (p <0,05).

Sangat Berat

Total      68   100   86   100

Tabel 3 menunjukkan bahwa proporsi tingkat kecemasan pada kejadian insomnia lebih tinggi pada tingkat kecemasan sedang dengan jumlah 19 responden (27,9%) dan diikuti pada tingkat kecemasan ringan dan berat dengan jumlah 13 responden (19,1%). Hasil uji chi-kuadrat didapatkan p=0,000 (p <0,05).

Tabel 4.     Hasil uji hubungan tingkat depresi dan

kejadian insomnia

Tingkat depresi

Kejadian insomnia

P

Insomnia

Tidak insomnia

N

%

N

%

Normal

37

54,4

75

87,2

Depresi Ringan

7

10,3

5

5,8

Depresi Sedang

16

23,5

5

5,8

0,000

Depresi Berat Depresi

5

7,4

0

0

Sangat Berat

3

4,4

1

1,2

Total

68

100

86

100

Tabel 4 menunjukkan bahwa proporsi tingkat depresi pada kejadian insomnia lebih tinggi pada tingkat depresi normal dengan jumlah 37 responden (54,5%) dan diikuti pada tingkat depresi sedang sebanyak 16 responden (23,5%). Hasil uji chi-kuadrat didapatkan p=0,003 (p <0,05).

Tabel 5.     Hasil uji hubungan konsumsi alkohol dan

kejadian insomnia

Konsumsi alkohol


Kejadian insomnia

Tidak

Insomnia

insomnia

P


Tabel 3.     Hasil uji hubungan tingkat kecemasan

dan kejadian insomnia

Tingkat kecemasan

Kejadian insomnia

P

Insomnia

Tidak insomnia

N

%

N

%

Normal

11

16,2

41

47,7

Kecemasan Ringan

13

19,1

8

9,3

Kecemasan Sedang Kecemasan Berat

19

12

27,9

17,6

27

6

31,4

7

0,000

Kecemasan

13

19,1

4

4,7

N  %  N  %

Minum <1

minggu        7    10,3    8    9,3

terakhir

Minum >1                         0409

minggu          8    11,8    17    19,8    ,

terakhir

Tidak sama    53   77,9   61   70,9

sekali

Total      68   100   86   100

Tabel 5 menunjukkan bahwa proporsi konsumsi alkohol pada kejadian insomnia lebih tinggi pada tidak sama sekali mengkonsumsi alkohol dengan jumlah 53 responden (77,9%) dan diikuti pada konsumsi alkohol >1 minggu terakhir

dengan jumlah 8 responden (11,8%). Hasil uji chi-kuadrat didapatkan p=0,409 (p >0,05).

Tabel 6.     Hasil uji hubungan konsumsi kopi dan

kejadian insomnia

Kejadian insomnia

Konsumsi kopi

Insomnia

Tidak insomnia

P

N

%

N

%

Tidak

Minum

17

25

36

41,9

0,029

Minum Kopi

51

75

50

58,1

Total

68

100

86

100

Tabel 6 menunjukkan bahwa proporsi konsumsi kopi pada kejadian insomnia lebih tinggi pada minum kopi dengan jumlah 50 responden (58,1%). Hasil uji chi-kuadrat didapatkan p=0,029 (p <0,05).

PEMBAHASAN

Kejadian insomnia lebih banyak ditemukan pada jenis kelamin perempuan dengan jumlah 47 responden (69,1%). Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa gangguan tidur insomnia lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria, dengan perbandingan jenis kelamin sekitar 1,44:1.2 Secara statistik didapatkan hasil uji chi-kuadrat p >0,05 (0,121) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian insomnia. Hal ini disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah sampel dengan jenis kelamin perempuan dibandingkan jenis kelamin laki-laki. Hasil yang berbeda didapatkan pada studi di Arab Saudi (p=0,001). Perbedaan hasil ini ada oleh karena karakteristik dan jumlah subjek yang digunakan pada masing-masing penelitian berbeda, dimana penelitian di Arab Saudi responden diambil dari populasi umum dan pada penelitian ini responden diambil dari mahasiswa. Jumlah sampel pada penelitian di Arab Saudi juga lebih banyak yaitu sejumlah 2095 sampel dibandingkan penelitian ini yang menggunakan 154 sampel.9

Kejadian insomnia lebih banyak ditemukan pada tingkat stres normal dengan jumlah 42 responden (61,8%) dan diikuti pada tingkat stres sedang dengan jumlah 14 responden (20,6%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada mahasiswa di Mesir yang mendapatkan bahwa stress, cemas dan depresi berhubungan dengan insomnia.10 Penelitian lain terhadap mahasiswa di Krakow, Polandia menyatakan bahwa tingkat insomnia berkorelasi dengan intensitas stres yang

dirasakan (p = 0,00; r = 0,44) dan terdapat korelasi positif yang kuat antara tingkat insomnia dan tingkat stres.11 Kelemahan dari penelitian ini adalah belum diketahui nya faktor-faktor yang menyebabkan stres pada mahasiswa PSSKPD Angkatan 2016. Secara statistik didapatkan hasil uji chi-kuadrat <0,05 (0,003) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara tingkat stress dengan kejadian insomnia.

Kejadian insomnia lebih banyak ditemukan pada tingkat kecemasan sedang dengan jumlah 19 responden (27,9%) dan diikuti pada tingkat kecemasan ringan dan berat dengan jumlah 13 responden (19,1%). Hal ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa insomnia ditemukan pada 80% individu dengan diagnosis depresi dan 90% pada individu dengan gangguan kecemasan.5 Sebuah studi pada mahasiswa di Lebanon mendapatkan bahwa kecemasan klinis yang signifikan lebih sering terjadi pada mahasiswa yang menderita insomnia (p=0,006).12 Kelemahan dari penelitian ini adalah belum diketahui nya faktor-faktor yang menyebabkan kecemasan pada mahasiswa PSSKPD Angkatan 2016. Secara statistik didapatkan hasil uji chi-kuadrat p <0,05 (0,000) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara tingkat kecemasan dengan kejadian insomnia.

Kejadian insomnia lebih banyak ditemukan pada tingkat depresi normal dengan jumlah 37 responden (54,4%) dan diikuti pada tingkat depresi sedang dengan jumlah 16 responden (23,5%). Beberapa penelitian yang mendukung penelitian ini diantaranya penelitian pada pasien dewasa di Michigan yang menemukan bahwa insomnia terjadi dengan kemungkinan 4 kali lebih besar pada individu dengan depresi (OR = 3,9; 95% CI 2,227,0).13 Penelitian pada mahasiswa kedokteran di Belanguru, India juga menemukan kejadian depresi dan insomnia yang tinggi. Tingginya depresi pada mahasiswa kedokteran dikaitkan dengan lamanya waktu yang diperlukan untuk menuntut pendidikan di kedokteran yaitu lima sampai enam tahun. Stres yang dialami oleh mahasiswa selama periode ini dapat menyebabkan depresi.14 Kelemahan dari penelitian ini adalah belum diketahui nya faktor-faktor yang menyebabkan depresi pada mahasiswa PSSKPD Angkatan 2016. Secara statistik pada penelitian ini didapatkan hasil uji chi-kuadrat p <0,05 (0,000) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara tingkat depresi dengan kejadian insomnia.

Kejadian insomnia lebih banyak ditemukan pada tidak sama sekali mengkonsumsi alkohol

dengan jumlah 53 responden (77,9%) dan diikuti pada konsumsi alkohol >1 minggu terakhir dengan jumlah 8 responden (11,8%). Secara statistik didapatkan hasil uji chi-kuadrat p >0,05 (0,409) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara konsumsi alkohol seminggu dengan kejadian insomnia. Beberapa penelitian telah melaporkan masalah tidur terkait dengan penyalahgunaan obat, dan sebagian besar peminum alkohol yang masuk pengobatan melaporkan gejala terkait insomnia, seperti sulit memulai tidur dan bertahan lamanya tidur.15 Hasil yang berbeda didapatkan dalam sebuah studi di Cina yang menemukan bahwa mereka yang meminum alkohol empat hingga tujuh kali seminggu memiliki odds yang disesuaikan lebih tinggi (OR = 4,7; 95% CI 1,6-13,4) untuk melaporkan insomnia daripada mereka yang tidak pernah meminum alkohol. Perbedaan hasil ini ada oleh karena karakteristik dan jumlah subjek yang digunakan pada masing-masing penelitian berbeda, dimana penelitian di Cina responden diambil dari populasi umum dan pada penelitian ini responden diambil dari mahasiswa. Jumlah sampel pada penelitian di Cina juga lebih banyak yaitu sejumlah 5001 sampel dibandingkan penelitian ini yang menggunakan 154 sampel. Selain itu kuesioner yang digunakan pada penelitian di Cina dan pada penelitian ini juga berbeda.16

Kejadian insomnia lebih banyak ditemukan pada mahasiswa yang mengkonsumsi kopi yaitu sebanyak 50 responden (58,1%). Beberapa penelitian yang mendukung penelitian ini diantaranya penelitian yang dilakukan pada mahasiswa kesehatan di Makassar yang menyatakan adanya hubungan antara konsumsi kopi dengan insomnia.17 Peminum kopi sering mengalami kesulitan tidur. Hal ini disebabkan oleh karena kafein yang terkandung didalam kopi bisa diserap dengan cepat dan hampir sempurna oleh tubuh. Kafein bekerja antagonis terhadap reseptor adenosin. Blokade terhadap reseptor Adenosin 1 (A1) akan menyebabkan pelepasan norepinefrin dan menghambat reseptor A2a yang dapat mengakibatkan peningkatan aktivitas dopaminergik sehinggu timbul efek stimulan yang dapat menyebabkan kesulitan tidur setelah konsumsi kafein.18 Secara statistik didapatkan hasil uji chi-kuadrat p <0,05 (0,029) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara konsumsi kopi dengan kejadian insomnia.

SIMPULAN

Dari hasil penelitian didapatkan kejadian insomnia berhubungan dengan tingkat stres

(p=0,003), tingkat kecemasan (p=0,000), tingkat depresi (p=0,000), dan konsumsi kopi (p=0,029). Tidak berhubungan dengan jenis kelamin (p=0,121) dan konsumsi alkohol (p=0,409). Temuan ini bermanfaat karena dapat memberikan wawasan mengenai hubungan antara faktor jenis kelamin, tingkat stress, tingkat kecemasan, tingkat depresi, konsumsi alkohol dan konsumsi kopi terhadap kejadian insomnia.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor resiko terjadinya stres, kecemasan dan depresi pada mahasiswa PSSKPD Angkatan 2016 di FK Udayana. Pengurangan konsumsi kopi akan dapat mencegah terjadinya insomnia pada mahasiswa PSSKPD Angkatan 2016 di FK Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. United States of America:   American

Psychiatric Association. 2013. h.361-364

  • 2.    Susanti,     L.     “Faktor-Faktor     Yang

Mempengaruhi Kejadian Insomnia di Poliklinik Saraf RS DR . M . Djamil Padang”. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015;4(3):951–

956.

  • 3.    Goliszek, A. 60 Second Manajemen Stres.

Jakarta: PT Buana Ilmu Populer. 2005. h.24-25.

  • 4.    Holsboer-Trachsler, E., Gerber M., Brand, S., dan Pu¨ hse, U. Depression, Hypomania, and Dysfunctional Sleep- Related Cognitions as Mediators Between Stress and Insomnia: The Best Advice Is Not Always Found on the Pillow!. International Journal of Stress Management. 2010;17(2):114–134.

  • 5.    LeBlanc, M., Mérette, C., Savard, J., Ivers, H., Baillargeon, L., dan Morin, C. M. Incidence and risk factors of insomnia in a populationbased sample. Sleep. 2009; 32(8):1027–1037.

  • 6.    Johnson, E. O., Roth, T. dan Breslau, N. The association of insomnia with anxiety disorders and depression: Exploration of the direction of risk. Journal of Psychiatric Research. 2006;40(8):700–708.

  • 7.    Stephen, L.H dan Andrew, S.J. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine. 4th ed. San Fransisco: McGraw-Hill. 2010. h.159-162.

  • 8.    Morin, C. M. dan Jarrin, D. C. Epidemiology of insomnia: Prevalence, course, risk factors, and public health burden. Sleep Medicine

Clinics. 2013;8(3):281–297.

  • 9.    Ahmed, A., AL-Jahdali, H., Fatani, A., Al-Rouqi, K., AL-Jahdali, F., Al-Harbi, A., Baharoon, S., Ali, Y., Khan, M. and Rumayyan, A. The effects of age and gender on the prevalence of insomnia in a sample of the Saudi population. Ethnicity & Health.

2016;22(3):285-294.

  • 10.    Barakat, D., Elwasify, M., and Radwan, D. Relation between insomnia and stress, anxiety, and depression among Egyptian medical students. Middle East Current Psychiatry. 2016;23(3):119–127.

  • 11.    Średniawa, A., Drwiła, D., Krotos, A., Wojtaś, D., Kostecka, N. and Tomasik, T. Insomnia and the level of stress among students in Krakow, Poland. Trends in Psychiatry and Psychotherapy. 2019;41(1):60–68.

  • 12.    Choueiry, N., Salamoun, T., Jabbout, H., Osta, H., Haji, A., and Khabbaz, L.R. Insomnia and relationship with anxiety in university students: A Cross-Sectional Design Study. PLOS ONE. 2016;11(2):1–11.

  • 13.    Reading P, Overeem S. The Sleep history. Sleep Disorders in Neurology A Practical Approach. United Kingdom:   Blackwell

Publishing. 2010. h.3-13.

  • 14.    Jose, R., Gore, C.S., Plathottam, J.J., Priyanka, Nikitha, H.K. Depression and insomnia among medical students in Bengaluru, India. International Journal of Preventive and Public Health Sciences. 2016;1(2):22–24.

  • 15.    Mahfoud, Y.; Talih, F.; Streem, D. & Budur K. Sleep Disorders in Substance Abusers: How Common    Are    They?.    Psychiatry.

2009;6(9):38–42

  • 16.    Wong, W.S. dan Fielding, R. Prevalence of insomnia among Chinese adults in Hong Kong: a population-based study. Journal of Sleep Research. 2011;20:117-126.

  • 17.    Anggriawan, A., Ansar, J., dan Rismayanti. Kejadian insomnia pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar, Skripsi, Jurusan Kesehatan Masyarakat,     Universitas     Hasanuddin,

Makassar. 2015.

  • 18.    Liveina, Artina, I.G.A. Pola konsumsi dan efek samping minuman mengandung kafein pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Denpasar:     Departemen     Farmakologi

Universitas Udayana. 2014. h.1-12.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2021.V10.i7.P15

85