ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.10,OKTOBER, 2022


Diterima: 2021-12-23 Revisi: 2022-08-28 Accepted: 25-09-2022

UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS KUESIONER KUALITAS HIDUP SHORT FORM-36 (SF-36) BERBAHASA INDONESIA PADA PASIEN TUBERKULOSIS

Oki Nugraha Putra1, Affan Yuniar N.H1, Nur Aida2, Fariz Hidayat3

1Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hang Tuah, Surabaya 2RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat - Lawang

3RS. Citra Medika, Sidoarjo

Correspondence email: [email protected]

ABSTRAK

Tuberkulosis merupakan penyakit kronik menular yang memerlukan pengobatan jangka panjang dan dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien tuberkulosis. Kuesioner Short Form-36 (SF-36) merupakan kuesioner generik untuk mengukur kualitas hidup pasien. Penelitian ini bertujuan untuk menguji validitas dan reliabilitas kuesioner SF-36 berbahasa Indonesia pada pasien tuberkulosis. Penelitian ini merupakan penelitian observasional prospektif menggunakan desain cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Perak Timur, Surabaya pada bulan Maret sampai Juli 2021. Uji reliabilitas dilakukan menggunakan cronbach alfa, sedangkan uji validitas meliputi validitas konvergen, validitas diskriminan, dan known group validity menggunakan multitrait multimethod dan korelasi Pearson. Didapatkan 43 pasien tuberkulosis yang memenuhi kriteria inklusi. Berdasarkan delapan domain pada kuesioner SF-36, tiga domain yaitu vitalitas, kesehatan mental, kesehatan umum, dan fungsi sosial belum memenuhi uji reliabilitas (nilai cronbach alfa < 0,70). Seluruh pertanyaan pada kuesioner SF-36 telah memenuhi validitas konvergen (r ≥0,4), tetapi pertanyaan nomor 2, 3f, 3j, 4d, 9b, dan 9h belum memenuhi validitas diskriminan. Uji known group validity didapatkan hasil bahwa variabel status pekerjaan, tingkat pendidikan, dan penyakit komorbid tidak terdapat perbedaan pada delapan domain. Akan tetapi, terdapat perbedaan signifikan pada domain fungsi fisik berdasarkan jenis kelamin; domain peran fisik, fungsi fisik, dan peran emosi berdasarkan fase pengobatan tuberkulosis; serta domain fungsi fisik berdasarkan usia (p-value < 0,05). Penggunaan kuesioner SF-36 berbahasa Indonesia belum menunjukkan hasil validitas dan reliabilitas yang memuaskan. Diperlukan studi lanjutan dengan merekonstruksi ulang susunan pertanyaan untuk mendapatkan kuesioner yang valid dan reliabel.

Kata Kunci: Tuberkulosis., Kualitas Hidup., SF-36

ABSTRACT

Tuberculosis is a chronic infectious disease requiring long-term treatment and can affect the quality of life of tuberculosis patients. The short form-36 questionnaire (SF-36) is a generic questionnaire to measure patients' quality of life. This study aims to analyze the validity and reliability of the Indonesian language SF-36 questionnaire in tuberculosis patients. This study is a prospective observational study using a cross-sectional design. This research was conducted at the Perak Timur primary public health, Surabaya, from March to July 2021. The reliability test used Cronbach's alpha, while the validity tests included convergent validity, discriminant validity, and known group validity used multitrait-multimethod and Pearson correlation. Forty-three tuberculosis patients met the inclusion criteria. Based on the eight domains in the SF-36, three domains, namely vitality, mental health, general health, and social function, have not met the reliability test (Cronbach alpha value < 0.70). All questions on the SF-36 questionnaire have met convergent validity (r≥0.4), but questions number 2, 3f, 3j, 4d, 9b, and 9h have not met discriminant validity. The known group validity test showed no differences in the variables of employment status, education level, and comorbid diseases in the eight domains. However, there were significant differences in the domain of physical function by sex; domains of physical roles, physical

functions, and emotional roles based on the phase of tuberculosis treatment; and physical function domains based on age (p-value < 0.05). The use of the SF-36 questionnaire in Indonesian has not shown satisfactory results of validity and reliability. Further studies are needed by reconstructing the order of questions to get better results.

Keywords: Tuberculosis., Quality of Life., SF-36

  • 1.    PENDAHULUAN

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi kronik yang ditularkan melalui droplet pasien yang mengandung bakteri Mycobacterium tuberculosis. Hingga kini, tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan global dengan tingginya angka mortalitas dan morbiditas terutama pada pasien yang mengalami kegagalan pengobatan.1 Pengobatan tuberkulosis memerlukan waktu yang panjang yakni minimal selama 6 bulan, sehingga dapat mempengaruhi kesehatan pasien secara umum. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sejahtera secara fisik, mental, dan sosial yang utuh dan bukan semata-mata tidak adanya penyakit atau keterbatasan dalam diri seseorang. Dampak dari penyakit apapun, terutama penyakit kronis seperti halnya tuberkulosis, tidak hanya mempengaruhi kesehatan fisik pasien, tetapi juga psikologis, ekonomi, dan kesejahteraan sosial.2

Saat ini, layanan pengendalian tuberkulosis ditekankan untuk mengoptimalkan penyembuhan secara mikrobiologis yang lebih dikenal dengan pemeriksaan Bakteri Tahan Asam (BTA) dan menggunakan parameter tersebut sebagai indikator keberhasilan pengobatan.3 Meskipun demikian, hal tersebut tidak cukup untuk mengendalikan keterbatasan fisik, mental, dan sosial pasien akibat penyakit tuberkulosis. Pasien tidak hanya mengalami gejala penyakit, melainkan juga penurunan kualitas hidup yang dapat mempengaruhi hasil terapi. Kualitas hidup adalah konsep multidimensi yang luas dan kompleks yang menggabungkan aspek fisik, sosial, psikologis, ekonomi, spiritual dan lain-lain. Meskipun kualitas hidup sulit untuk didefinisikan dan diukur, akan tetapi secara luas dapat dideskripsikan sebagai persepsi individu tentang posisinya dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal dan dalam kaitannya dengan tujuan, harapan, dan standar. Oleh karena itu, kualitas hidup merupakan perwujudan dari pilihan pasien daripada penilaian klinisi.4

Terdapat beberapa aspek dari tuberkulosis dan terapinya yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. Terapi tuberkulosis memerlukan banyak obat (polifarmasi) yang berdampak pada timbulnya efek samping dan meningkatnya biaya pengobatan yang dapat menganggu keberhasilan terapi. Lebih lanjut, masih adanya stigma negatif di masyarakat tentang tuberkulosis yang menyebabkan pasien mengisolasikan diri dari kehidupan sosial.5

Pengukuran obyektif dari kualitas hidup ialah mengukur efek fungsional dari suatu penyakit dan konsekuensi atau efek pengobatan terhadap pasien. Sejumlah kuesioner telah digunakan untuk mengevaluasi kualitas hidup yang dinilai sendiri oleh pasien dengan

tuberkulosis. Beberapa di antaranya mengevaluasi kualitas hidup secara holistik, sedangkan yang lain fokus pada domain tertentu seperti kesehatan fisik atau efek morbiditas terhadap psikologis pasien. 6-8

Instrumen yang umum digunakan untuk mengukur kualitas hidup adalah Short Form-36 (SF-36). SF-36 terdiri dari delapan domain yakni fungsi Fisik, peran fisik, nyeri tubuh, kesehatan umum, vitalitas, fungsi sosial, peran emosional, dan kesehatan mental. Lebih lanjut, dari delapan domain tersebut terbagi menjadi komponen fisik dan komponen mental.9

Beberapa penelitian di Indonesia telah dilakukan yang mengukur kualitas hidup pasien tuberkulosis menggunakan kuesioner SF-36. Akan tetapi, pada penelitian tersebut tidak disebutkan apakah kuesioner SF-36 yang digunakan telah dilakukan validasi atau tidak. Studi oleh Rachmawati, menyatakan bahwa pada pengujian validasi kuesioner SF-36 untuk mengukur kualitas hidup pasien hipertensi, diperoleh kuesioner yang valid dan reliable.10 Akan tetapi, penelitian lain oleh Perwitasari, menyebutkan bahwa pertanyaan pada kuesioner SF-36 perlu dilakukan penyusunan ulang untuk mengukur kualitas hidup pasien kanker.11 Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa kuesioner SF-36 belum dapat diterapkan secara langsung untuk mengukur kualitas hidup pasien, khususnya dengan penyakit kronik. Dengan dilakukan pengujian validasi terhadap suatu kuesioner, diharapkan kuesioner tersebut dapat mengukur parameter yang akan diukur, sehingga hasil yang didapatkan akan valid.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan pengujian validitas kuesioner SF-36 berbahasa Indonesia yang nantinya dapat digunakan untuk mengukur kualitas hidup pasien tuberkulosis.

  • 2.    BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional prospektif dengan desain penelitian cross-sectional. Penelitian ini menggunakan data primer melalui pengisian kuesioner Short Form-36 (SF-36) berbahasa Indonesia pada pasien tuberkulosis. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Perak Timur, Surabaya pada bulan Maret hingga Juli 2021. Penelitian ini telah mendapat ijin etik dari komite etik Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah dengan nomor: No.I/14/UHT.KEPK.03/III/2021.

Populasi pada penelitian ini ialah pasien tuberkulosis yang menjalani pengobatan rawat jalan di Puskesmas Perak Timur, Surabaya. Sampel pada penelitian ini yaitu pasien tuberkulosis yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu pasien tuberkulosis dengan usia ≥ 18 tahun, telah menggunakan obat antituberkulosis

setidaknya selama 2 minggu, bisa membaca dan menulis, dan bersedia menjadi subjek penelitian dengan mengisi informed consent. Kriteria ekslusi pada penelitian ini ialah pasien multi drug resistant tuberculosis (MDR-TB). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan jenis consecutive sampling, yang artinya pasien tuberkulosis yang menjalani pengobatan di Puskesmas Perak Timur Surabaya dan yang memenuhi kriteria inklusi akan diikutsertakan sebagai subjek penelitian hingga jumlah sampel yang dibutuhkan terpenuhi. Besar sampel pada penelitian ini dihitung rumus proporsi crosssectional sebagai berikut:

n_ Zifa22P(I-Py)N

n d2 (N-I) + Zlfa22P(I-P)

1,96“ x 0,5 (1 - 0,5) 50

Tl =----------------------------------------

0,052 (50 -1) + 1,962 x 0,5(1 - 0,5)

= 43

Dengan memasukkan jumlah populasi (N) pasien tuberkulosis yang menjalani pengobatan di Puskesmas Perak Timur periode Juli sampai Desember 2020 sebesar 50, maka didapatkan jumlah minimal sampel yang diperlukan sebanyak 43 pasien.

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini ialah data demografi yang meliputi jenis kelamin, usia, ada tidaknya penyakit komorbid, fase pengobatan tuberkulosis, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. Kuesioner yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup pasien tuberkulosis ialah Short Form-36 (SF-36) berbahasa Indonesia. Kuesioner tersebut tersusun dari delapan domain dengan total pertanyaan sebanyak 36 yang terdiri dari domain fisik (10 pertanyaan), domain fungsi emosi (5 pertanyaan), domain fungsi sosial (2 pertanyaan), domain keadaan fisik (4 pertanyaan), domain keadaan emosi (3 pertanyaan), domain nyeri (2 pertanyaan), domain fatigue atau kelelahan (4 pertanyaan), dan domain kesehatan secara umum (6 pertanyaan). Setiap domain

diberikan skor antara 0-100. Semakin tinggi skor, maka semakin tinggi kualitas hidup pada setiap domain.

Uji reliabilitas kuesioner SF-36 menggunakan analisis cronbach alfa baik untuk keseluruhan pertanyaan maupun untuk setiap domain. Jika nilai cronbach alfa > 0,70, maka domain yang terdapat di dalam kuesioner SF-36 dinyatakan reliable.11 Uji validitas dilakukan dengan menggunakan validitas konvergen, validitas diskriminan, dan known group validity. Validitas konvergen merupakan validitas yang menganalisis adanya hubungan atau korelasi setiap pertanyaan di dalam domain yang sama. Validitas diskriminan merupakan validitas yang menganalisis bahwa setiap pertanyaan yang ada di dalam domain yang sama memiliki nilai koefisien korelasi lebih besar daripada domain lain yang tidak diujikan. Validitas konvergen menggunakan uji korelasi Pearson, sedangkan validitas diskriminan dilakukan menggunakan multitrait-multimethod.12

Pertanyaan yang terdapat di dalam kuesioner dikatakan memenuhi uji validitas konvergen jika nilai koefisien korelasi (r) ≥ 0,4, sedangkan memenuhi validitas konvergen jika nilai koefisien korelasi pada domain tertentu nilainya lebih besar daripada domain lainnya. Uji known group validity merupakan uji untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan rerata nilai skor SF-36 pada setiap domain berdasarkan perbedaan jenis kelamin, usia, fase pengobatan, status pekerjaan, status pendidikan, dan ada tidaknya penyakit komorbid. Uji known group validity dilakukan menggunakan independent t-test. Data dikatakan memiliki perbedaan bermakna jika nilai p-value < 0,05.

  • 3.    HASIL

Selama periode penelitian, didapatkan 43 pasien tuberkulosis yang memenuhi kriteria inklusi dengan karakteristik seperti ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik pasien tuberkulosis

No

Variabel

n=43

1

Jenis Kelamin

Perempuan

16 (37)

Laki-laki

27 (63)

2

Usia (Tahun)

Rentang

17-77

Rerata±SB

34,16 ± 17,65

3

Lama Pengobatan (bulan)

Rentang

0,25-7

Rerata ± SB

2,63 ± 1,67

4

Fase Pengobatan

Intensif

17 (39)

Lanjutan

26 (61)

5

Tingkat Pendidikan

Tidak sekolah

4 (9)

SD

8 (19)

SMP

4 (9)

SMA

24 (56)

Perguruan Tinggi

3 (7)

6

Status Pekerjaan

Bekerja

17 (40)

Tidak Bekerja

26 (60)

7

Merokok

Perokok Aktif

5 (12)

Tidak Pernah Merokok

21 (49)

Riwayat Merokok

17 (39)

8

Komorbid

Dengan Komorbid

11 (26)

Tanpa Komorbid

32 (74)

Tabel 2. Nilai cronbach alfa

Domain                             Cronbach alfa

Fungsi fisik

Peranan fisik

0,868

0,781

Peranan emosi

0,820

Vitalitas

0,436

Kesehatan mental

0,566

Fungsi sosial

Rasa nyeri

Kesehatan umum

0,476

0,817

0,688

Tabel 3. Hasil uji validitas konvergen dan diskriminan kuesioner SF-36

No

Fungsi fisik

Peran fisik

Nyeri

Kesehatan umum

Fungsi sosial

Vitalitas

Peran emosi

Kesehatan Mental

3a

0,656

0,405

0,251

0,182

0,240

0,346

0,365

0,359

3b

0,821

0,545

0,424

0,419

0,385

0,286

0,586

0,250

3c

0,815

0,508

0,211

0,259

0,369

0,217

0,390

0,358

3d

0,692

0,236

0,361

0,400

0,306

0,254

0,158

0,310

3e

0,643

0,195

0,145

0,490

0,164

0,157

0,326

0,200

3f

0,559*

0,204

0,277

0,347

0,195

0,440

0,295

0,406

3g

0,698

0,424

0,254

0,384

0,070

0,361

0,189

0,388

3h

0,783

0,365

0,384

0,547

0,112

0,358

0,265

0,303

3i

0,578

0,144

0,042

0,269

0,066

-0,025

0,113

0,000

3j

0,494*

0,227

0,273

0,356

0,005

0,349

0,174

0,332

4a

0,438

0,787

0,281

0,238

0,303

0,279

0,673

0,511

4b

0,383

0,802

0,347

0,299

0,266

0,086

0,507

0,145

4c

0,403

0,831

0,394

0,165

0,469

0,345

0,572

0,341

4d

0,319

0,681*

0,250

0,187

0,199

0,479

0,476

0,319

7

0,316

0,321

0,949

0,316

0,472

0,257

0,339

0,265

8

0,434

0,467

0,904

0,454

0,366

0,359

0,347

0,425

1

0,428

0,097

0,118

0,702

-0,167

0,268

0,287

0,113

2

0,289

0,122

-0,083

0,467*

-0,102

0,203

0,236

0,132

11a

0,161

0,122

0,424

0,647

0,023

-0,026

0,125

0,010

11b

0,451

0,367

0,386

0,580

0,217

0,579

0,329

0,475

11c

0,326

0,175

0,243

0,545

0,093

-0,014

0,277

0,014

11d

0,350

0,215

0,357

0,730

0,079

0,420

0,270

0,204

6

0,403

0,555

0,421

0,165

0,733

0,146

0,493

0,336

10

0,143

0,179

0,350

-0,065

0,887

0,060

0,149

0,161

9a

-0,040

0,105

-0,046

0,035

-0,233

0,583

0,154

0,173

9e

0,584

0,507

0,184

0,385

0,179

0,663

0,399

0,524

9g

0,250

0,167

0,299

0,194

0,202

0,616

0,041

0,536

9i

0,208

0,111

0,408

0,273

0,173

0,582

0,157

0,350

5a

0,356

0,600

0,337

0,323

0,421

0,307

0,895

0,170

5b

0,362

0,729

0,235

0,374

0,182

0,275

0,837

0,224

5c

0,404

0,515

0,378

0,338

0,300

0,235

0,841

0,029

9b

0,228

0,366

0,256

0,159

0,057

0,255

0,101

0,529*

9c

0,264

0,263

0,067

-0,053

0,214

0,435

-0,077

0,697

9d

0,268

0,109

0,329

0,258

0,361

0,454

0,069

0,665

9f

0,314

0,445

0,339

0,026

0,200

0,433

0,183

0,642

9h

0,249

0,094

0,105

0,316

0,031

0,364

0,220

0,498*

*:tidak memenuhi validitas diskriminan

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa keseluruhan pertanyaan memenuhi validitas konvergen yang ditandai dengan nilai r > 0.40. Akan tetapi, didapatkan pertanyaan yang belum memenuhi validitas

diskriminan yaitu pertanyaan nomor 3f, 3j, 4d, 2, 9b, dan 9h. Uji known group validity dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Uji known group validity

Group

n

RERATA ± SB

Fungsi Fisik

Peran Fisik

Nyeri

Kesehatan Umun

Fungsi Sosial

Vitalitas

Peran

Emosi

Kesehatan Mental

Jenis Kelamin

Laki-laki

27

84,10

67,85 ±

81,96 ±

66,22 ±

77,67 ±

70,35 ±

60,71 ±

76,00 ±

±

37,79

24,35

15,48

20,79

17,47

41,62

17,00

17,16

Perempuan

16

64,23

54,41 ±

76,32 ±

63,08 ±

71,32 ±

70,88 ±

60,78 ±

76,00 ±

±

36,69

20,59

17,63

18,62

15,63

44,46

14,52

25,91

p-value

0,002*

0,249

0,430

0,538

0,308

0,920

0,996

0,850

Fase

Pengobatan

Intensif

17

74,21

50,00 ±

72,36 ±

61,84 ±

68,42 ±

73,68 ±

40,35 ±

78,52 ±

±

41,66

26,31

17,19

21,79

16,65

42,42

15,56

25,12

Lanjutan

26

77,69

72,11

85,28 ±

67,37 ±

80,28 ±

68,26 ±

75,64 ±

74,76 ±

±

+31,88

18,80

15,35

17,38

16,54

35,97

16,34

21,73

p-value

0,622

0,050*

0,061

0,263

0,048*

0,286

0,004*

0,411

Status

Bekerja

Tidak

26

79,31

60,34 ±

82,84 ±

66,43 ±

78,44 ±

71,03 ±

55,17 ±

76,96 ±

Bekerja

±

37,51

23,67

15,59

21,36

16,87

41,09

16,58

23,28

Bekerja

17

70,62

76,18 ±

74,37 ±

62,50 ±

69,53 ±

69,68 ±

70,83 ±

75,25 ±

±

38,42

21,14

17,48

16,43

16,68

43,67

15,19

22,12

p-value

0,230

0,564

0,240

0,442

0,155

0,798

0,238

0,734

Status

Pendidikan

Sekolah

39

79,87

62,17

80,83 ±

66,23 ±

76,28 ±

71,02 ±

63,24 ±

76,41 ±

±

±37,11

22,78

16,13

20,23

16,98

41,03

15,91

19,65

Tidak

4

52,50

66,66 ±

73,33 ±

57,22 ±

68,75 ±

67,50

44,44 ±

76,00 ±

Sekolah

±

43,77

24,98

15,73

18,95

±15,08

50,18

17,70

30,78

p-value

0,005*

0,789

0,462

0,208

0,397

0,634

0,315

0,954

Group

n

RERATA

± SB

Fungsi

Peran

Nyeri

Kesehatan

Fungsi

Vitalitas

Peran

Kesehatan

Fisik

Fisik

Umun

Sosial

Emosi

Mental

Usia

< 60

33

80,71

60,71 ±

80,21 ±

66,30 ±

75,35 ±

71,85 ±

60,95 ±

76,22 ±

±

70,00

23,50

16,40

20,44

17,32

42,38

16,05

19,78

≥ 60

10

60,50

70,00 ±

78,50 ±

60,58 ±

75,00 ±

66,00 ±

60,00 ±

76,80 ±

±

36,89

21,92

15,45

19,54

13,70

43,88

16,41

27,53

p-value

0,013*

0,497

0,838

0,330

0,961

0,332

0,951

0,922

Komorbid

Dengan

Komorbid

11

82,27 ± 16,02

54,54 ±

41,56

75,68 ± 28,08

64,01 ± 14,93

71,59 ±

24,42

76,36 ± 17,04

48,48 ±

43,11

74,90 ±

16,30

Tanpa

Komorbid

32

74,26 ± 24,74

65,44 ±

36,41

81,17 ±

21,32

65,36 ±

16,79

76,47 ±

18,65

68,67 ±

16,29

64,70 ±

41,79

76,82 ± 16,05

p-value

0,321

0,409

0,496

0,813

0,489

0,186

0,273

0,734

*:Perbedaan signifikan (p-value < 0,05)

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa lebih dari 50% pasien tuberkulosis bejenis kelamin laki-laki yang tergolong dalam rata-rata usia produktif. Lebih dari 50% pasien menjalani pengobatan pada fase intensif dan pendidikan paling banyak ialah


SMA. Lebih dari 50% pasien tuberkulosis tidak bekerja dan tanpa memiliki penyakit komorbid. Hasil nilai cronbach alfa pada delapan domain SF-36 seperti ditunjukkan pada tabel 2.


Berdasarkan hasil nilai cronbach alfa, didapatkan empat domain yaitu domain vitalitas, kesehatan mental, fungsi sosial, dan kesehatan umum yang belum memenuhi uji reliabilitas (< 0,70).


Hasil uji validitas konvergen dan diskriminan kuesioner SF-36 pada pasien tuberkulosis seperti ditunjukkan pada tabel 3.


PEMBAHASAN

Berdasarkan tabel karakteristik pasien tuberkulosis, dapat dilihat bahwa jenis kelamin terbanyak pada pasien tuberkulosis yaitu laki-laki. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian kami sebelumnya yang didapatkan hasil bahwa pada pasien tuberkulosis, mayoritas berjenis kelamin laki-laki.13 Penelitian lain oleh Dewi et al, juga menyatakan bahwa pasien tuberkulosis yang menjalani pengobatan di poliklinik RSUP Sanglah, sebesar 70% merupakan berjenis kelamin laki-laki.14 Hal ini dikarenakan pasien dengan jenis kelamin laki-laki memiliki kebiasaan gaya hidup merokok yang dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan bakteri tuberkulosis. Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 22 pasoien TB baik perokok aktif maupun dengan riwayat merokok keseluruhan berjenis kelamin laki-laki. Hubungan merokok dengan peningkatan risiko TB paru yaitu mengganggu fungsi silia di saluran pernapasan serta akan menurunkan kemampuan makrofag untuk melakukan proses fagositosis bakteri tuberkulosis. Selain itu merokok dapat mengganggu mekanisme pertahanan alamiah yang dimediasi oleh makrofag, sel epitel, sel dendritik (DCs), dan sel natural killer (NK) sehingga meningkatkan risiko, keparahan dan durasi infeksi.15 Salah satu uji untuk menilai keandalan dari kuesioner SF-36 dalam penelitian ini yaitu dengan menguji konsistensi internal yang menggunakan uji cronbach alfa. Korelasi antar setiap butir pertanyaan dalam satu domain dikatakan baik jika nilai cronbach alfa > 0,70. Berdasarkan tabel 2, didapatkan empat domain yang nilai cronbach alfa kurang dari 0,70, yaitu pada domain vitalitas, kesehatan mental, fungsi sosial, dan kesehatan umum.

Nilai cronbach alfa < 0,70 tidak selalu menunjukkan tingkat keandalan yang rendah. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai cronbach alfa yaitu waktu yang diperlukan untuk pengisian kuesioner atau jumlah pertanyaan yang terdapat di setiap domain. Tidak ada ukuran yang pasti jumlah pertanyaan yang disarankan pada setiap domain. Beberapa penelitian melaporkan bahwa nilai cronbach alfa akan lebih rendah daripada nilai yang seharusnya jika jumlah pertanyaan pada setiap domain kurang dari 4. Akan tetapi, jika jumlah pertanyaan juga terlalu banyak akan menyebabkan nilai cronbach alfa yang

semakin kecil. Lebih lanjut, nilai cronbach alfa juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain jumlah sampel atau responden, daripada pertanyaan nomor 5b (0,729). Nomor 2 memiliki nilai r yang lebih kecil daripada pertanyaan nomor 3e (0,390). Nomor 9b dan nomor 9f memiliki nilai r yang lebih kecil daripada pertanyaan nomor 9g (0,536). Pada pertanyaan nomor 3j di domain fungsi fisik tertulis “dalam empat minggu terakhir apakah keadaan kesehatan bapak/ibu sangat membatasi aktifitas mandi atau memakai baju sendiri” didapatkan nilai r yang paling kecil (0,494) dibandingkan dengan sembilan pertanyaan lainnya. Pada pertanyaan nomor 4d di domain peran fisik, tertulis “selama 4 minggu terakhir apakah bapak/ibu mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan atau aktifitas-aktifitas lain yang membutuhkan tenaga atau usaha ekstra” menghasilkan nilai r yang paling kecil (0,681) diantara empat pertanyaan pada domain peran fisik. Jika melihat dari pertanyaan tersebut, dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda diantara pasien tuberkulosis yang mengisi kuesioner. Hal ini dikarenakan pekerjaan atau aktifitas yang membutuhkan tenaga atau usaha ekstra yang lebih dari biasanya dapat berbeda antar individu.

Pada pertanyaan nomor 2 yang termasuk di dalam domain kesehatan secara umum tertulis” bagaimana kesehatan bapak/ibu saat ini dibandingkan satu tahun yang lalu” dengan lima pilihan jawaban didapatkan nilai r yang paling kecil (0,467) diantara lima pertanyaan lainnya. Melihat dari pertanyaan tersebut, pasien cenderung kesulitan untuk membandingkan kondisi kesehatan sekarang dengan kondisi kesehatan satu tahun yang lalu. Sehat menurut WHO merupakan keadaan sejahtera yang meliputi komponen fisik, mental, dan sosial yang tidak hanya bebas dari suatu kondisi penyakit maupun kecacatan. Melihat dari pertanyaan tersebut, kesehatan yang dirasakan oleh pasien ialah kesehatan secara fisik yang ditandai oleh ada tidaknya gejala penyakit yang dirasakannya. Hal ini tentulah yang menyebabkan pasien menjawab apa yang dirasakannya secara fisik, tetapi belum apa yang pasien rasakan secara mental dan sosial.

Pada pertanyaan nomor 9h tertulis”apakah bapak/ibu merupakan seseorang yang bahagia” didapatkan nilai r yang paling kecil (0.498) diantara empat pertanyaan lainnya.

Hasil ini sejalan dengan penelitian lain yang dilakukan oleh Novitasari dkk, yang didapatkan hasil bahwa pertanyaan no 9h tidak memenuhi validitas diskriminan pada pengukuran kualitas hidup pasien rheumatoid arthritis. 9 terdiridari enam pertanyaan yakni pertanyaan nomor 1, 2, 11a, 11, 11c, dan 11d. Dapat dilihat bahwa pada keempat domaintersebut, pertanyaan disusun dengan tidak berurutan yang dapat mengakibatkan pasien kebingungan dalam menjawab pertanyaan tersebut. Lebih lanjut, pada penelitian ini waktu homogenitas karakteristik sampel, serta keterkaitan yang kurang baik di setiap pertanyaan pada setiap domain.16 Pada kuesioner SF-36. Banyaknya waktu yang dibutuhkan tersebut dapat mempengaruhi nilai cronbach alfa. 17 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Novitasari dkk yang melakukan validasi kuesioner SF-36 pada pasien rheumatoid arthritis, didapatkan hasil domain vitalitas memiliki nilai cronbach alfa 0,523, yang artinya belum memenuhi persyaratan reliabilitas.9

Berdasarkan tabel 4, dapat dilihat bahwa keseluruhan pertanyaan memenuhi validitas konvergen yang ditandai dengan nilai r > 0,40. Akan tetapi, didapatkan pertanyaan yang belum memenuhi validitas diskriminan yaitu pertanyaan nomor 3f, 3j, 4d, 2, 9b, dan 9h. Nomor 3f dan 3j memiliki nilai r yang lebih kecil daripada pertanyaan nomor 9e (0,584). Nomor 4d memiliki nilai r yang lebih kecil

Berdasarkan hasil uji known group validity, ditemukan nilai rerata fungsi fisik pada laki-laki secara signifikan lebih besar daripada perempuan (p-value < 0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa laki-laki tidak mengalami keterbatasan maupun kesulitan dalam menjalankan aktifitas fisik sehari-hari. Pada domain fisik, terdapat dua pertanyaan terkait aktifitas sehari-hari yakni pertanyaan 3a yang tertulis “aktifitas yang membutuhkan banyak energi seperti mengangkat benda berat dan olah raga berat serta pertanyaan nomor 3b yang tertulis” aktifitas ringan seperti memindahkan meja, menyapu, jogging atau jalan santai”, yang mana kedua  hal tersebut  dapat menyebabkan

perbedaan respon pada laki-laki dan perempuan. Laki-laki kemungkinan besar  tidak terlalu terbatasi pada saat

melakukan aktifitas ringan maupun berat. Sebaliknya, hal tersebut dapat menjadi suatu keterbatasan pada perempuan. Berdasarkan fase pengobatan tuberkulosis, didapatkan hasil bahwa domain fungsi fisik, peran sosial, dan peran emosi yang memberikan perbedaan secara signifikan. Nilai skor kualitas hidup pada ketiga domain tersebut lebih besar pada fase lanjutan dibandingkan pada fase intensif (p-value 0,05). Penelitian oleh Tinartayu dkk, menyatakan bahwa terjadi peningkatkan skor kualitas hidup pada delapan domain kuesioner SF-36 setelah diberikan pengobatan OAT selama 2 bulan dengan rata-rata skor kualitas hidup sebesar 43,58 sebelum pengobatan dan meningkat menjadi 76,76 di akhir fase intensif. 18

Tingkat pendidikan memberikan perbedaan hanya pada domain fungsi fisik. Pasien tuberkulosis yang mengenyam pendidikan memiliki skor kualitas hidup yang lebih besar secara signifikan dibandingkan pasien yang tidak

yang diperlukan untuk pasien mengisi kuesioner berkisar antara 10-15 menit. Hal ini dikarenakan pasien harus menjawab dari 36 pertanyaan yang terdapat pada domain kesehatan mental terdiri dari lima pertanyaan yakni pertanyaan nomor 9b, 9c, 9d, 9f, dan 9h. Pada domain fungsi sosial, terdapat dua pertanyaan, yaitu pertanyaan nomor 6 dan 10. Pada domain kesehatan secara umum domain vitalitas terdiri dari empat pertanyaan yakni pertanyaan nomor 9a, 9e, 9g, dan 9i. lebih lanjut pada mengeyam pendidikan. Hasil ini sejalan dengan penelitian oleh Kakhki dkk, yang juga mendapatkan hasil bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi skor kualitas hidup yang diukur menggunakan kuesioner SF-36 pada domain fungsi fisik, peran fisik, rasa nyeri, dan vitalitas.19 Pendidikan menyebabkan lebih banyak fleksibilitas dalam hidup dan dorongan untuk perawatan diri yang akan mencegah penurunan masalah fisik, meningkatkan vitalitas dan meningkatkan fungsi fisik. Di sisi lain, pendidikan dapat menyebabkan peningkatan status pekerjaan, masalah sosial dan keuangan, tekanan psikologis yang lebih rendah dan akibatnya kesejahteraan meningkat dan kemudahan untuk akses ke layanan kesehatan. 20

Lebih lanjut, penelitian lain oleh Juliasih dkk, menyatakan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap domain fungsi fisik pada pasien tuberkulosis.21 Tingkat pendidikan merupakan prediktor kuat kualitas hidup. Seorang individu yang memiliki pendidikan tinggi lebih mudah menerima informasi baru.22 Kemampuan menerima informasi berdampak pada cara berpikir seseorang, termasuk kemampuan mengatasi masalah, seperti masalah emosional. Individu dengan pendidikan tinggi cenderung memiliki lebih banyak pengetahuan dan mampu menemukan cara untuk mengatasi masalah karena mereka memiliki pengetahuan dasar, kemampuan penalaran, pengaturan emosi diri, dan kemampuan interaksional. 23

Keterbatasan pada penelitian ini ialah pengambilan sampel hanya dilakukan di satu Puskesmas di Kota Surabaya, dikarenakan pembatasan penelitian yang bertemu langsung dengan pasien pada kondisi COVID-19. Lebih lanjut pada penelitian ini tidak dilakukan analisis intra classcorrelation (ICC) untuk melihat reliabilitas data ketika diukur di hari yang berbeda

SIMPULAN

Kesimpulan pada penelitian ini ialah penggunaan kuesioner short form-36 (SF-36) berbahasa Indonesia belum menunjukkan hasil validitas dan reliabilitas yang memuaskan. Hanya empat dari delapan domain yang memenuhi uji reliabilitas, yaitu domain fungsi fisik, peran fisik, peranan emosi, dan rasa nyeri. Diperlukan studi lanjutan dengan merekonstruksi ulang susunan pertanyaan yang disesuaikan dengan kondisi sosiodemografi pasien untuk mendapatkan kuesioner SF-36 yang valid dan reliabel.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada petugas layanan tuberkulosis di Puskesmas Perak Timur, Surabaya yang telah membantu selama proses pengambilan data

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.     Osman M, Meehan SA, von Delft A, Du Preez K,

Dunbar R, Marx FM, dkk. Early mortality in tuberculosis patients initially lost to follow up following diagnosis in provincial hospitals and primary health care facilities in Western Cape, South Africa. PLoS One. 2021;16(6):1–15.

  • 2.      World Health Organization quality of life

assessment (WHOQOL): position paper from the World Health Organization. Soc Sci Med. 1995:41(10);1403-9

  • 3.      Susilawati TN, Larasati R. A recent update of the

diagnostic methods for tuberculosis and their applicability in indonesia: A narrative review. Med J Indones. 2019;28(3):284–91.

  • 4.      Aggarwal AN. Quality of life with tuberculosis. J

Clin Tuberc Other Mycobact Dis. 2019;17:100121.

  • 5.     Datta S, Gilman RH, Montoya R, Cruz LQ,

Valencia T, Huff D, dkk. Quality of life, tuberculosis and treatment outcome; a case-control and nested cohort study. Eur Respir J. 2020;56(2).

  • 6.     Hilka TK, Rosenkranz B, Sinanovic E, Bennett B,

Schwenkglenks M. Health-related quality of life in South African patients with pulmonary tuberculosis.PLoS ONE. 2017:12(4);e0174605

  • 7.     Louw JS, Mabaso M, Peltzer K. Change in health-

related quality of life among pulmonary tuberculosis patients at primary health care settings in South Africa: A prospective cohort study. PLoS One. 2016;11(5):1–13.

  • 8.     RAND Corporation. 36-item short form survey (SF-

  • 36) .               [internet].               Available

from:https://www.rand.org/health-

care/survey_tools/mos/36-item-short-form-html. Diakses tanggal 06 Maret 2021

  • 9.     Novitasari L, Perwitasari DA, Khoirunnisa SM.

Validity SF-36 Indonesian version on rheumatoid arhtritis patients. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia. 2016:7(3);80-86

  • 10.    Perwitasari DA. Development the Validation of

Indonesian Version of Sf-36 Questionnaire in Cancer Disease. Indones J Pharm. 2012;23(4):248– 53.

  • 11.    Arovah NI, Heesch KC. Verification of the

reliability and validity of the short form 36 scale in Indonesian middle-aged and older adults. J Prev Med Public Heal. 2020;53(3):180–8.

  • 12.    Musa AF, Yasin MSM, Smith J, Yakub MA, Nordin

R Bin. The Malay version of SF-36 health survey instrument:    testing data quality, scaling

assumptions, reliability and validity in post-

coronary artery bypass grafting (CABG) surgery patients at the National Heart Institute (Institut Jantung Negara—IJN), Kuala Lumpur. Health Qual Life Outcomes. 2021;19(1):1–11.

  • 13.    Kartikasari W, Putra ON, Hardiyono H, Faizah AK.

Korelasi Antara Konversi BTA Pada Fase Intensif Dan Lanjutan Pada Pasien TB Paru Kategori 1. J Farm Sains dan Prakt. 2021;7(1):81–8.

  • 14.    Dewi AAIS, Andrika P, Artana IB. Gambaran

Karakteristik Pasien Tuberculosis Di Poliklinik Paru RSUP Sanglah Denpasar. J Med Udayana. 2020: 9(6);6-10

  • 15.    Burusie A, Enquesilassie F, Addissie A, Dessalegn

  • B,    Lamaro T. Effect of smoking on tuberculosis treatment outcomes: A systematic review and metaanalysis. PLoS One. 2020;15(9):e0239333

  • 16.    Falah NM, Putranto R, Setyohadi B, Rinaldi I. Uji

Keandalan dan  Kesahihan Kuesioner Kualitas

Hidup Short Form 12 Berbahasa Indonesia pada Pasien Artritis  Reumatoid.  J Penyakit Dalam

Indones. 2017;4(3):105.

  • 17.    Heryanto CAW, Korangbuku CSF, Djeen MIA,

Widayati A. Pengembangan dan Validasi Kuesioner untuk Mengukur Penggunaan Internet dan Media Sosial dalam Pelayanan Kefarmasian. Indones J Clin Pharm. 2019;8(3).

  • 18.    Tinartayu S, Riyanto BUD. SF-36 sebagai

instrumen penilai kualitas hidup penderita tuberkulosis (TB) paru. Mutiara Med J Kedokt dan Kesehat. 2015;15(1):7–14.

  • 19.    Kakhki AD, Masjedi MR. Factors associated with

health-related quality of life in tuberculosis patients referred to the national research institute of tuberculosis and lung disease in Tehran. Tuberc Respir Dis . 2015;78(4):309–14.

  • 20.    Kittikraisak W, Kingkaew P, Teerawattananon Y,

Yothasamut J, Natesuwan S, Manosuthi W, et al. Health related quality of life among patients with tuberculosis and HIV in thailand. PLoS One. 2012;7(1):6–13.

  • 21.    Juliasih NN, Mertaniasih NM, Hadi C, Soedarsono,

Sari RM, Alfian IN. Factors affecting tuberculosis patients’ quality of life in Surabaya, Indonesia. J Multidiscip Healthc. 2020;13:1475–80.

  • 22.    Hahn RA, Truman BI. Education improves public

health and promotes health equity. Int J Heal Serv. 2015;45(4):657–78.

  • 23.    Diaz-Quijano FA, Martínez-Vega RA, Rodriguez-

Morales AJ, Rojas-Calero RA, Luna-González ML, Díaz-Quijano RG. Association between the level of education and knowledge, attitudes and practices regarding dengue in the Caribbean region of Colombia. BMC Public Health. 2018;18(1):1–10.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2022.V11.i10.P08

49