ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL.10 NO.4,APRIL, 2021



Diterima:02-07-2021 Revisi:12-07-2021 Accepted: 23-07-2021

KARAKTERISTIK PASIEN OPTIC NEURITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH PERIODE 1 JANUARI-31 DESEMBER 2018

Siti Fatima1, A. A. Mas Putrawati Triningrat2, I Made Agus Kusumadjaja2, I Putu Budhiastra2 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter FakultasxKedokteran

UniversitasxUdayana

2SMF Mata RSUP Sanglah Denpasar e-mail: fatimah051098@gmail.com

ABSTRAK

Optic neuritis (ON) adalah peradangan yang terjadi pada saraf optik, akibatnya terjadi demielinasi karena peradangan saraf. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan studi crossectional. Data dikumpulkan secara retrospektif berdasarkan catatan rekam medis pasien ON RSUP Sanglah dari 1 Januari hingga 31 Desember 2018. Data mengenai karakteristik subyek dianalisis secara deskriptif, ditampilkan sebagai distribusi frekuensi, persentase, rerata, dan standar deviasi. Dalam periode 1 Januari-31 Desember 2018 terdapat 35 pasien yang terdiagnosis ON di Polimata RSUP Sanglah, dan ada 50 mata yang terlibat. Umur pasien terbanyak ada pada rentang 20-49 tahun (62,9%), dengan jenis kelamin terbanyak perempuan (71,4%). Pasien kebanyakan mengalami ON unilateral (57,1%). Pekerjaan terbanyak pasien ON adalah pegawai swasta (22,9%) dan domisili pasien terbanyak di Denpasar (40%). Visus terbanyak pasien ketika pertama kali datang ke RSUP Sanglah ada pada rentang <6/60-1/60 (26%), dan saat terakhir kontrol visus terbanyak ada pada rentang 6/6-6/18 (36%) dengan rerata onset dari pertama datang hingga terakhir kontrol adalah 14,6±18,07 minggu. Lapang pandangan terbanyak yang diukur dengan konfrontasi adalah normal (40%). Terdapat 8 sampel yang telah melakukan pemeriksaan VEP, dan hasil terbanyak adalah terdapat lesi nervus optikus bilateral (11,4%). Pemeriksaan MRI dilakukan oleh 14 sampel, hasil terbanyak adalah tampak penebalan nervus optikus (14,3%). Penyebab ON di RSUP Sanglah bervariasi, namun yang terbanyak adalah idiophatic optic neuritis (iON) (48,5%). Mayoritas pasien diberikan pengobatan berupa optic neuritis treatment trial (ONTT) (65,7%) dan ada beberapa yang hanya diberikan mecobalamin (31,4%). Beberapa pasien mendapatkan pengobatan ONTT dan disertai dengan obat lain yang berhubungan dengan kausa ON pasien.

Kata kunci: Optic, Neuritis, mata, saraf, karakteristik

ABSTRACT

Optic neuritis (ON) is inflammation that occurs in optic nerve, resulting in demyelination due to nerve inflammation. This research is an observational study with a cross-sectional approach. Data were collected retrospectively based on the medical records of ON patients at Sanglah General Hospital from 1 January to 31 December 2018. Subject's characteristics were analyzed descriptively and displayed as frequency, percentage, average, and standard deviation distributions. In the period of January 1 to December 31 2018, there were 35 patients diagnosed with ON at Sanglah General Hospital, and there were 50 eyes involved. Most patients are in the range of 20-49 years (62.9%), and most of the patients are female (71.4%). Most patients experienced unilateral ON (57.1%). Most patients working as a private employees (22.9%) and most patients domiciled in Denpasar (40%). The highest visual acuity of patients when they first came to Sanglah General Hospital was in the range <6/60-1/60 (26%), and the most recent visual

control was in the range 6/6-6/18 (36%), with an average onset of first coming until the last control was 14.6 ± 18.07 weeks. The most visual field measured by confrontation is normal (40%). There were 8 samples that had performed VEP examination, and the most results were presence of bilateral optic nerve lesions (11.4%). MRI examination was carried out by 14 samples, with the most result are presence of visible thickening of the optic nerve (14.3%). The causes of ON in Sanglah General Hospital varies, but most cases are idiophatic optic neuritis (iON) (48.5%). The majority of patients were treated with optic neuritis treatment trial (ONTT) (65.7%) and there were some who were only given mecobalamin (31.4%). Some patients get ONTT treatment and are accompanied by other drugs that are related to ON cause.

Keywords: Optic, Neuritis, eye, nerve, characteristics.

PENDAHULUAN

Saraf optik dibentuk oleh satu juta akson yang berasal dari sel ganglion retina dan merupakan perpanjangan dari sistem saraf pusat (SSP). Atau lebih mudah bila didefinisikan sebagai saluran yang memanjang dari mata ke kiasma optik 1. Optic neuritis (ON) adalah peradangan yang terjadi pada saraf optik, akibatnya terjadi dimielinnasi karena peradangan saraf.2 ON terjadi di seluruh dunia. Kasus ON unilateral diseluruh dunia berkisar 1-5 kasus per 100.000 jiwa per tahun. Sebagian besar kasus ON akut terjadi pada dan berkembang pada pasien dengan rentang usia 20-49 tahun.3,4

Pada banyak kasus, ON terjadi tanpa diketahui penyebabnya, ON semacam ini kerap disebut idiopathic optic neuritis (iON). Namun di sisi lain, banyak penyebab yang telah dijelaskan oleh peneliti sebagai penyebab terjadinya ON, seperti penyakit dimielinasi sistem saraf pusat, penyakit sistem imun, penyakit menular, juga bisa disebabkan karena respon inflamasi dan vaksinasi.5,6

ON dapat dibagi menjadi bentuk tipikal dan atipikal. Optic neuritis tipikal umumnya terkait dengan multiple sclerosis (MS) dan sering terjadi pada populasi kulit putih, ON atipikal sering dihubungkan dengan penyakit non-MS seperti neuromyelitis optica, gangguan sistemik, atau nongangguan sistemik.7 Ada pula yang mengklasifikasikan ON menjadi papillitis, neuroretinitis, perineuritis, dan retrobular neuritis.8,9 Gejala yang umum terjadi pada penderita ON adalah menurunnya kepekaan terhadap penglihatan dan warna, dan sakit saat menggerakan mata.2

Belum adanya data mengenai gambaran karakteristik pasien ON di RSUP Sanglah Denpasar menyebabkan kesusahan pada tenaga medis dalam menentukan prevalensi sekaligus dalam mengatur usaha-usaha dalam pencegahan serta penanggulangan penyakit ini. Maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “Karakteristik Pasien Optic Neuritis di Rumah

Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar Periode 1 Januari-31 Desember 2018” yang nantinya akan penulis lakukan dengan mengumpulkan data berupa umur, jenis kelamin, pekerjaan, domisili, mata yang terlibat (unilateral

atau bilateral), visus saat pertama kali datang dan terakhir kali kontrol, lapang pandangan, vocal evoked potential (VEP), magnetic resonance imaging (MRI), penyebab, dan terapi yang diberikan kepada pasien berdasarkan rekam medis pasien. Penulis berharap penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya dan atau lembaga terkait dalam usaha peningkatan kesehatan masyarakat khususnya dalam bidang kesehatan mata.

BAHAN DAN METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif retrospektif dengan rancangan cross-sectional. Pengumpulan data diperoleh dari rekam medis (data sekunder) penderita ON di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar Periode 1 Januari-31 Desember 2018. Penelitian dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar kurang lebih 4 bulan yakni selama Juli sampai November 2019.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini mencakup seluruh populasi yang didapatkan dari rekam medis yang sesuai. Adapun besar sampel yang digunakan adalah sama dengan jumlah populasi (consecutive sampling), dimana semua subjek yang memenuhi kriteria dimasukkan ke dalam penelitian. Yang memenuhi kriteria inklusi adalah semua pasien yang terdaftar dan terdiagnosis ON pada rekam medis di RSUP Sanglah Denpasar.

Data karakteristik yang dicatat meliputi sosiodemografi (usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan domisili), mata yang terlibat/mata yang sakit (unilateral atau bilateral), lapang pandangan, VEP, MRI, penyebab, dan terapi yang didapatkan oleh

pasien ON yang datang dan berobat ke RSUP Sanglah Denpasar.

Data dianalisis secara deskriptif menggunakan aplikasi Ms Excel dan ditampilkan sebagai distribusi frekuensi, persentase, rerata, dan standar deviasi. Penelitian ini telah mendapat izin kelayakan penelitian dari Komite Etika Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar dengan nomor 2019.01.1.0477.

HASIL

Dalam periode 1 Januari-31 Desember 2018 terdapat 35 pasien yang terdiagnosis ON di Polimata RSUP Sanglah. Dari 35 pasien tersebut, terhitung 50 mata yang sakit dan dimasukkan sebagai sampel penelitian. Data karakteristik pasien disajikan dalam beberapa tabel berikut:

Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian(umur, jenis kelamin, mata yang terlibat)

Karakteristik pasien            Frekuensi n=35 (presentase)

Umur (n%)

< 20 tahun

7(20)

20-49 tahun

22(62,9)

>49 tahun

6(17,1)

Jenis Kelamin

Laki-laki

10(28,5)

Perempuan

25(71,4)

Mata yang terlibat

ODS

15(42,9)

OD

5(14,3)

OS

15(42,9)

Tabel 2. Karakteristik subjek penelitian (pekerjaan dan domisili)

Karakteristik pasien

Frekuensi n=35 (presentase)

Pekerjaan

Wirasawasta

3(8,5)

Pegawai swasta

8(22,9)

Ibu Rumah Tangga

4(11,4)

PNS

3(8,6)

Pelajar

5(14,3)

Pensiunan

2(5,7)

Petani

3(8,6)

Tidak bekerja

3(8,6)

Tidak tercantum

4(11,4)

Domisili

Badung

4(11,4)

Bangli

2(5,7)

Buleleng

2(5,7)

Denpasar

14(40)

Gianyar

3(8,5)

Jembrana

2(5,7)

Klungkung

2(5,7)

Karangasem

1(2,8)

Tabanan

2(5,7)

Lombok

1(2,8)

Sumba barat daya

1(2,8)

Tidak tercantum

1(2,8)

Tabel 3. Karakteristik mata

Karakteristik Mata

Visus pertama datang

6/6-6/18

<6/18-6/60

<6/60-1/60

Frekuensi n=50 (presentase)

8(16)

11(22)

13(26)

<1/60-hm

LP

NLP

Visus terakhir kontrol

12(24)

2(4)

4(8)

6/6-6/18

18(36)

<6/18-6/60

10(20)

<6/60-1/60

10(20)

<1/60-hm

5(10)

LP

0

NLP

2(4)

Tidak tercantum

5(10)

Onset terakhir kontrol(rerata±SD)

14,6±18,07 minggu

Lapang pandangan

Normal

14 (40)

Defek superior

1 (4,2)

Defek temporal

3 (12,5)

Defek nasal

1 (4,2)

Defek inferior

2 (8,3)

Skotoma sentral

1(4,2)

Tidak dapat dievaluasi

28 (60,3)

frekuensi n=50 (jumlah mata terlibat), LP: light perception, NLP: no light perception

Tabel 4. Gambaran pemeriksaan penunjang optic neuritis

Pemeriksaan penunjang                              Frekuensi n=35 (presentase)

VEP

Lesi nervus optikus bilateral

4 (11,4)

Lesi nervus optikus unilateral

3 (8,5)

Normal

1 (2,8)

Tidak dilakukan pemeriksaan VEP

27 (77,1)

MRI

Hiperintensitas pada FLAIR

2 (5,7)

Penebalan nervus optikus

5 (14,3)

Enhancement nervus optikus

2 (5,7)

Soft tissue mass

1 (2,8)

Cairan di sinus maxillaris, ethmoid, dan sphenoid

1 (2,8)

Normal

4 (11,4)

Tidak dilakukan pemeriksaan MRI

21 (60)

Tabel 5. Penyebab optic neuritis

Penyebab

Frekuensi n=35 (presentase)

SLE/MS/autoimun

Toxoplasma

CMV

Sifilis

HSV

Infeksi

NMO

Immunocompromise

Idiopatik

5(14,3)

3(8,6)

2(5,7)

3(8,6) 1(2,9)

2(5,7) 1(2,9) 1(2,9)

17(48,5)

Tabel 6. Gambaran terapi optic neuritis

Terapi

Frekuensi n=35 (presentase)

ONTT

19(51,4)

ONTT dan lain-lain

5 (14,3)

Mecobalamin

11(31,4)

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini usia pasien dikategorikan menjadi tiga kategori: <20 tahun; 20-49 tahun; dan >49 tahun. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa lebih dari setengah jumlah sampel berumur pada rentang 20-49 tahun. Hal ini sesuai dengan yang telah disebutkan di salah satu artikel Rinjani, dkk bahwa rentang usia dengan prevalensi kasus ON terbanyak adalah 20-49 tahun.4 Untuk variabel jenis kelamin dan keterilibatan mata, hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa hampir ¾ dari sampel berjenis kelamin perempuan dan lebih dari setengah sampel mengalami ON unilateral. Hal ini juga sesuai dengan yang telah disebutkan dalam artikel Rinjani, dkk bahwa ON paling sering terjadi pada wanita (77% kasus) dan unilateral (70% kasus).4 Pada penelitian ini, sampel dengan ON bilateral pun cukup banyak, hal ini sesuai dengan yang telah dilaporkan oleh Osborne dan Balcer bahwa ON bilateral lebih sering dialami pada pasien dengan umur dibawah 12 sampai 15 tahun dan juga pasien yang berasal dari Asia dan Afrika Selatan.10

Tabel 2 menyajikan frekuensi distribusi dari pekerjaan dan domisili sampel. Sampel memiliki pekerjaan yang bervariasi, mulai dari ibu rumah tangga sampai Pegawai Negri Sipil, perbedaan jumlah sampelnya pun tidak terlalu jauh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel kebanyakan bekerja sebagai pegawai swasta. Berbeda halnya dengan domisili sampel, hampir setengah dari sampel berdomisili di kota Denpasar, kemudian diikuti kabupaten Badung dan kabupaten lainnya di Bali, bahkan ada yang berdomisili di luar Bali. Faktor yang menyebabkan banyaknya pasien dari Denpasar dan Badung adalah karena lokasi dari RSUP Sanglah sendiri berada di Denpasar sehingga pasien yang berdomisili di Denpasar dan sekitarnya akan lebih mudah menjangkau RSUP Sanglah.

Pada karakteristik mata, frekuensi penulis hitung per mata yang terlibat (50 mata). Visus sampel penulis kategorikan berdasarkan kategori buta menurut WHO yakni <6/18-6/60, <6/60-1/60, dan <1/60-hand motion (hm) kemudian penulis menambahkan kategori lain, yakni kategori normal 6/6-6/18, kategori light perception (LP) dan no light perception (NLP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika pertama kali datang, kebanyakan sampel memiliki visus pada rentang <6/60-1/60. Terdapat pasien dengan visus LP dan NLP dan banyak juga pasien yang datang dengan visus yang normal. Hal ini sesuai dengan yang telah dilaporkan oleh Kemp dkk pada tahun 2012 bahwa visus pasien ON bervariasi dari 6/6 sampai

NLP.11 Setelah onset subakut, ketajaman visual pasien akan terus memburuk selama beberapa hari lagi, dalam perjalanan penyakit yang tidak diobati, penurunan visus umumnya mencapai titik nadir dalam satu hingga dua minggu dan kemudian membaik lagi.12

Visus terakhir kontrol, kebanyakan sampel memiliki visus dalam rentang normal yakni 6/66/18, tidak terdapat sampel dengan visus LP dan jumlah sampel dengan visus NLP menurun. Ada beberapa sampel yang tidak dapat ditemukan visus terakhirnya, hal ini dikarenakan sampel yang tidak pernah kontrol kembali setelah kedatangan pertama. Peningkatan visus antara kedatangan pertama dan kontrol terakhir tentu saja dipengaruhi oleh pengobatan yang telah diberikan oleh dokter mata di RSUP Sanglah. Pada penelitian ini kontrol terakhir dilakukan rata-rata 14,6±18,07 minggu setelah kedatangan pertama. Wilhelm dan Schabet menyebutkan bahwa sekitar 60% pasien ON mendapatkan kembali ketajaman normal dalam waktu dua bulan, dan dalam ONTT, hanya 6% dari pasien masih memiliki ketajaman kurang dari 0,5(6/12) selama 6 bulan setelah onset.12 Sedangkan Chen menyebutkan bahwa peningkatan visus menjadi 20/40 (6/12) atau lebih baik terlihat pada 92% pasien. Namun, tidak semua kasus membaik, dengan 3% dari pasien yang tersisa masih memiliki visus 20/200 (6/60) atau lebih buruk.13

Defek lapang pandang sendiri merupakan salah satu manifestasi klinis pada pasien ON. Pada hasil penelitian di atas diketahui bahwa hanya 22 mata yang telah dilakukan pemeriksaan lapang pandang konfrontasi, dan 28 mata lainnya tidak dites. Hal ini mungkin disebabkan karena ada beberapa pasien yang memiliki visus yang sangat buruk sehingga tes konfrontasi tidak dapat dilakukan. Selain itu banyak rekam medis yang tidak lengkap dan tidak berisikan catatan pemeriksaan lapang pandang. Lebih dari sebagian pasien yang diperiksa lapang pandannya berlapang pandang normal, yang kemudian diikuti dengan defek temporal, inferior, superior dan temporal. Ada satu pasien yang memiliki skotoma sentral atau hilangnya lapang pandangan bagian tengah. Hal ini sedikit berbeda dengan artikel kebanyakan yang sering menyebutkan bahwa skotoma sentral adalah gangguan tersering pada pasien ON. Meskipun begitu, Osborne dan Balcer telah menyebutkan bahwa menurut ONTT, hampir semua tipe defek lapang pandang dapat ditemukan pada ON, termasuk diffuse visual loss dan altitudinal, arkuta, hemianopik, dan defek sekosentral.10

Pemeriksaan penunjang yang penulis sertakan dalam penelitian ini adalah VEP dan MRI. Tentu tidak semua pasien membutuhkan pemeriksaan penunjang. Dari hasil penelitian, diketahui hanya 8 orang yang telah menjalankan VEP dan 14 orang telah melakukan tes MRI. Hasil VEP terbanyak adalah lesi nervus optikus bilateral, yang diikuti lesi nervus optikus unilateral dan hasil normal. Sedangkan hasil MRI terbanyak adalah terlihat penebalan pada nervus optikus dan diikuti oleh kelainan-kelainan lain, juga terdapat beberapa pemeriksaan yang normal. Menurut Osborne dan Balcer, gambaran MRI pada pasien ON adalah bervariasi. Banyak pasien yang mengalami keabnormalan white matter (pada 23 sampai 75% kasus). Untuk VEP, perlambatan yang terjadi dalam P100 adalah manifestasi elektrofisiologi dari konduksi yang lambat dalam saraf optik karena proses dimielinasi. Amplutidonya bisa normal atau berkurang. Latensi pattern reversal VEP memanjang dalam semua kasus ON. Amplitudonya bisa normal atau berkurang. Jika serangan ON nya kuat, dapat menyebabkan VEP tak dapat terekam/unrecordable.11

Selain untuk menegakkan diagnosis, beberapa penelitian menyebutkan bahwa pemeriksaan VEP dan MRI dapat digunakan untuk memprediksi prognosis dan kemungkinan rekurensi ON.11,12 Kelainan pada VEP dapat bertahan setelah penglihatan pulih secara penuh. Dalam waktu satu tahun, 80 % hingga 90% pasien akan menjadi abnormal; 35 % akan kembali normal pada dua tahun.13 Menurut ONTT, pasien tanpa lesi demyelinasi otak pada MRI memiliki 25% risiko pengembangan menjadi MS dalam 15 tahun, sedangkan pasien yang memiliki setidaknya satu lesi otak pada hasil MRI berisiko 75% untuk berkembang menjadi MS dalam periode waktu yang sama.12

Penyebab dari ON sendiri sangat bervariasi. Pada hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah sampel terbanyak mengalami penyakit autoimun, ada yang hanya mencantumkan autoimun saja dan ada yang mencantumkan penyakitnya yakni SLE atau NMO. Beberapa penyakit infeksi juga banyak berperan, beberapa penyakit infeksi yang tercantum sebagai kausa ON sampel adalah toxoplasma, infeksi CMV, infeksi HSV, dan infeksi HIV (immunokompromise). Hal tersebut sesuai dengan yang telah dilaporkan Voss bahwa ON tipikal disebabkan oleh MS sedangkan ON atipikal adalah ON yang disebabkan oleh penyakit dan faktor risiko selain MS, seperti neuromyelitis optica (NMO), penyakit autoimun, penyakit menular, peradangan dan vaksinasi. ON atipikal

sendiri memang lebih sering dialami oleh populasi orang Afrika, Asia, dan keturunan Polynesia.1,7,14

Pengobatan pasien ON yang disarankan berdasarkan ONTT adalah injeksi metilprednisolon 250 mg setiap 6 jam selama 3 hari dan dilanjutkan dengan prednisone oral 1 mg/hari selama 11 hari.12 Pada penelitian ini lebih dari sebagian pasien diobati dengan metode ini. Ada beberapa yang hanya diberikan mecobalamin, hal ini disebabkan karena pasien tidak kontrol kembali setelah dokter mengajukan pemeriksaan laboratorium. Selain itu ada beberapa pasien yang selain diberikan ONTT juga diberikan obat lain guna menyembuhkan penyakit kausa ON, yakni cefixim untuk infeksi, benzatin penicillin untuk pasien sifilis, dan kotrimoksazol untuk pasien toxoplasma.

SIMPULAN DAN SARAN

Dalam periode 1 Januari-31 Desember 2018 terdapat 35 pasien yang terdiagnosis Optic Neuritis (ON) di Polimata RSUP Sanglah. Dari 35 pasien tersebut, terhitung 50 mata yang dimasukkan sebagai sampel penelitian. Umur pasien terbanyak ada pada rentang 20-49 tahun dengan jenis kelamin terbanyak perempuan. Untuk mata yang terlibat (yang sakit) paling banyak dialami adalah bilateral dan mata kiri, jika dibandingkan berdasarkan lateralisasinya maka pasien dengan ON unilateral yang menduduki jumlah terbanyak. Pekerjaan terbanyak pasien ON adalah pegawai swasta dan domisili pasien terbanyak di Denpasar. Visus terbanyak pasien ketika pertama kali datang ke RSUP Sanglah ada pada rentang <6/60-1/60. Visus saat terakhir kontrol, rentang dengan jumlah terbanyak adalah 6/6-6/18dengan rerata onset dari pertama dating hingga terakhir kontrol adalah 14,6±18,07 minggu. Lapang pandangan terbanyak yang diukur adalah normal. Terdapat 8 sampel yang telah melakukan pemeriksaan VEP, dan hasil terbanyak adalah terdapat lesi nervus optikus bilateral. Pemeriksaan MRI dilakukan oleh 14 sampel, hasil terbanyak dari pemeriksaan tersebut adalah tampak penebalan nervus optikus sampel. Peyebab ON di RSUP Sanglah bervariasi dari autoimun sampai infeksi, namun yang terbanyak adalah iON (idiophatic Optic Neuritis). Mayoritas pasien diberikan pengobatan berupa ONTT dan ada beberapa yang hanya diberikan mecobalamin. Beberapa pasien mendapatkan pengobatan ONTT dan disertai dengan obat lain yang berhubungan dengan kausa ON pasien yakni antara lain cefixim, benzatin penicillin, dan kotrimoksazol.

Pencatatan riwayat penyakit dan pemeriksaan pasien perlu dilengkapkan lagi di rekam medis agar memudahkan jika nantinya

dibutuhkan untuk penelitian. Diperlukan adanya penelitian yang meneliti mengenai etiologi dari ON sendiri, agar dapat digunakan sebagai acuan untuk usaha pencegahan ON.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Francisco PB, Lorena GV, Nestor AV, Gabriel AV, Enrique SB, et al. Diagnosis approach of optic neuritis. J Neurol Neurophysiol. 2015 Des 30;6(6):13.

  • 2.    Patient brochure optic neuritis [Internet]. North American Neuro-Ophthalmo-logy Society. 2016. [Diunduh: 27 Februari 2017]. Tersedia di: http://www.nanosweb.org/files/Patient%20 Brochures/English/OpticNeuritis_English.pdf.

  • 3.    Sembiring OR, Setiohadji B, Musa IR, Karfia-ti F. Overview results of optic neuritis after steroid     therapy.     Ophthalmol     Ina.

2015;41(2):177-81.

  • 4.    Rinjani NP, Putrawati AA, Manuaba IB. Characteristics     and     response     to

methylprednisolone and prednisone treatment of optic neuritic patient at sanglah general hospital denpasar. Bali Med J. 2012;1(2):48-51.

  • 5.    Lapiscina EH, Pumar EF, Pastor X, Go´mez M, et al. Is the incidence of optic neuritis rising? Evidence from an epidemiological study in Barcelona (Spain) 2008–2012. J Neurol. 2014 Apr;261(4):759-67.

  • 6.    Hoorbakht H, Bagerkashi F. Optic neuritis, its differential diagnosis and management. Open Ophthalmol J. 2012;6: 65–72.

  • 7.    Toosy AT, Mason DF, Miller DH. Optic neuritis. Lancet Neurol. 2014;13(1): 83–99.

  • 8.    Rajaratnam M. Optic neuritis [skripsi]. 2012. Perlis: Universitas Sumatera Utara & Alli -anzeuniversity College Of Medical Sciences (Usu-Aucms).

  • 9.    Grzybowski A, Pieniążek M. Treatment of optic neuritis [Internet]. Touch Medical Media. 2012 [Diunduh: 27 Februari 2017]. Tersedia di: http://www.touchophthalmology .com/system/files/private/articles/2108/pdf/eu ophthgrzybowkifinal.pdf.

  • 10.    Osborne B, Balcer LJ. Optic neuritis: Pathophysiology, clinical features, and diagnosis. Uptodate. 2015 [Diunduh: 16 Maret 2017]. Tersedia di: https://www.uptodate.com/con tents/opticneuritis-pathophysiology-cli  nical-

features-and-diagnosis.

  • 11.    Kemp PS, Winges KM, Wall M. Optic neuritis [internet]. EyeRounds.org. 2012 [Diunduh: 1 November 2019]. Tersedia di:   http://

www.EyeRounds.org/cases/159-opticneuritis .htm.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2021.V10.i7.P13

74