PEMINDAIAN RADIONUKLIDA DENGAN I-123 PADA PENYAKIT GRAVE

Putu Diah Vedayanti*1, Lisna Astuti*2, Elisanti Dwi Martadiani*2 1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

*2

2Bagian/SMF Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Sanglah Denpasar

ABSTRAK

Penyakit Grave adalah bentuk paling sering dari tirotoksikosis yang disebabkan oleh autoimumitas yang menyerang kelenjar tiroid. Penyakit ini akan menyebabkan sindrom: tirotoksikosis, goiter, oftalmopati, dermopati. Penilaian TSH merupakan tes skrining terbaik dan satu-satunya untuk hipertiroidisme dan pada pasien-pasien rawat jalan. Namun ketika terjadi keraguan untuk membedakan goiter toksis difus (penyakit Grave) dengan nodul toksik autonom (penyakit Plummer), pemindai radionuklida dapat dilakukan dengan I-123 merupakan salah satu radioisotope yang dipilih karena dapat memproduksi gambar yang jelas dengan waktu-paruh singkat walaupun harganya mahal.

Keywords: Pemindai Radioisotop, Penyakit Grave, Iodine-123

RADIONUCLIDE SCANNING WITH I-123 IN GRAVES DISEASE

ABSTRACT

Graves’ disease is the most common form of thyrotoxicosis which caused by autoimmune that attacks the thyroid gland. This disease will lead such following syndromes: thyrotoxicosis, goiter, ophthalmopathy, dermopathy. The sensitive TSH assay is the single best screening test for hyperthyroidism, and in most outpatient clinical situations. But when there is a doubt to distinguish diffuse toxic goiter (Graves’ disease) from autonomous toxic nodule (Plummer’s disease), radioinuclide scanning can be performed. I-123 is one of the preferable radiosisotope because it can produce clear image and short enough half-life, although the price is expensive.

Keywords: radioisotope scanning, graves’ disease, Iodine-123

LATAR BELAKANG

rendah. Selain itu, I-123 mudah

Teknologi kedokteran nuklir merupakan profesi yang rumit namun dibutuhkan. Perkembangan berkesinambungan dalam teknologi, radiofarmasi, prosedur, dan perawatan pasien, menjadikannya salah satu profesi tenaga medis yang berkembang dengan cepat. Fungsinya dalam mendiagnosis dan menterapi juga bervariasi sebagai contoh untuk penyakit tiroid, khususnya kanker dan nodul. Radioisitop yang digunakan juga sangat bergantung pada organ mana yang sedang diinvestigasi atau diterapi. Dan salah satu dari isotop tersebut adalah Iodine-123 atau I-123, yang terlah digunakan secara luas dalam menangani penyakit tiroid. 1,2,3

Dalam pencitraan tiroid, radioisotop ini dapat menghasilkan gambar dengan resolusi lebih tinggi dibanding yang lain. Waktu paruhnya pun cukup singkat, sehingga lamanya paparan radiasi kepada pasien dan petugas lebih

digunakan, dihalau, dan dibuang.

Namun, biaya untuk melakukan tes ini

lebih mahal daripada, sebagai contoh, I-

131.


1,2


Pada pencitraan tiroid sendiri, fungsi pasti radionuklir adalahuntuk menginvestigasi apakah kelenjar ini berfungsi dengan baik atau tidak (hupofungsi atau hiperfungsi) dalam hal mensekresikan tiroksin. Interpretasi dapat dilakukan karena kelenjar ini secara alami mengambil iodine sebagai “bahan” untuk memproduksi T3 dan T4, di samping energi yang dilepaskan lebih rendah sehingga lebih tepat untuk pencitraan fungsi kelenjar. Biasanya ini digunakan untuk mengetahui fungsi suatu pembesaran meyeluruh atau nodul tiroid, apakah hipo-, normal, atau hiperfungsi bila terdapat keraguan. Dan salah satu penyakit benjolan tiroid yang paling sering ditemukan di populasi adalah penyakit Grrave. Penyakit

autoimun ini mempengaruhi hampir 0,5% populasi dan menyebabkan 5080% kasus hipertiroidisme. Penyakit ini memproduksi imunoglubulin yang menyerang reseptor TSH dalam kelenjar tiroid, lalu biasanya membuat kelenjar ini membesar dan memproduksi tiroksin secara berlebihan. 2,4

PENYAKIT GRAVE

Penyakit Grave merupakan bentuk paling umum ditemukan dari tirotoksikosis dan dapat terjadi pada setiap usia dan lebih sering terjadi pada wanita disbanding pria. Penyakit ini sering dilihat sebagai penyakit autoimun dengan penyebab yang belum diketahui. Terdapat predisposisi familial yang kuat dan pemicu munculnya penyakit ini pada induvidu yang memiliki predisposisi genetic termasuk stress, kelebihan iodine, terapi litium, penghentian glukokortikoid, infeksi, dan melahirkan. Tanda dan gejalanya meliputi tingkat metabolic meningkat,

termasuk penurunan berat badan, intoleransi terhadap panas, sulit tidur, tremor, frekuensi defekasi meningkat, kelemahan otot tubuh proksimal, iritabilitas, siklus menstruasi yang ireguler, takikardi, melotot, oftalmopati, proptosis, tremor saat istirahat, hiperrefleks, ginekomastia, penurunan libido, dan disfungsi ereksi. 4,5,6

Diagnosis penyakit ini ditegakkan dengan menginvestigasi riwayat penyakit sekarang, terdahulu, keluarga, dan sosial. Pengecekan kadar TSH merupakan tes skrining yang paling sensitive satu-satunya untuk hipertiroidisme, dan juga sangat sensitive untuk mendeteksi kelebihan atau kekurangan hormone tiroid yang ringan (subklinis). Tes fungsi tiroid pada penyakit Grave biasanya menunjukkan level serum TSH yang menurun dan level T4 dan T3 bebas yang meningkat. Selain itu, metode lain untuk mendiagnosis penyakit ini adalah

FNAB, autoantibody tiroid, termasuk antibody reseptor TSH (TRAb) atau immunoglobulin penstrimulasi tiroid (TSI, pemindaian tiroid – dengan I-123 (lebih disukai) atau 00mTc pertechnetate, USGdoppler. 4,5,6

PEMINDAIAN RADIONUKLIDA I-

123

Pemindaian radionuklida, atau yang dikenal juga sebagai scintigraphy, merupakan prosedur yang menghasilkan gambar struktur di dalam tubuh. Ini biasanya digunakan untuk mendiagnosis, staging, dan memonitor penyakit. Beberapa contoh struktur yang biasanya diinvestigasi adalah jantung, tulang, tiroid, paratiroid, dan banyak lagi. Metode pindai ini menggunakan radiasi yang dilepas oleh radionuklida (disebut nuklir) untuk menghasilkan gambar. Radionuklida sendiri merupakan suatu isotop yang tidak stabil yang akan menjadi lebih stabil dengan melepaskan energi

sebagai radiasi. Radiasi ini yang kemudian ditangkap oleh kamera dan divisualisasikan dengan komputer untuk menggambarkan struktur yang sedang diinvestigasi. Radionuklida yang biasanya digunakan yaitu Technetium-99, Iodine-123, Iodine-131, Gallium-67, Thallium-201.7,8,9

Pemindaian ini bukanlah tes untuk mengetahui fungsinya namun dilakukan untuk membantu dalam menentukan penyebab hipertiroidisme. Pemindaian ini juga bermanfaat dalam menilai status fungsional setiap nodul atau ketidakreguleran tiroid yang teraba yang dihubungkan dengan goiter toksik. Sebuah studi pengambilan radioiodine harus dilakukan pada pasien dengan tiroiditis yang tidak nyeri untuk diagnosis. Nodul non-fungsional harus dievaluasi untuk mengetahui ada-tidaknya kanker tiroid, biasanya dengan melakukan ultrasonografi tiroid dan FNAB untuk sitologi. Beberapa studi

telah menunjukkan bahwa kanker tiroid papiler pada pasien dengan penyakit Grave lebih agresif dibandingkan pada pasien tanpa penyakit ini, walaupun hal ini masih controversial. 4,6

Pasien yang menjalani pemindaian nuklir kedokteran ini menerima obat yang telah diberi material radioaktif. Substansiini telah dipilih sehingga diproses dan dimetabolisme dalam organ tubuh yang ingin diperiksa. Setelah pasien mengkonsumsi radioisotop, ia menjadi redioaktif secara efektif dan dapat bersifat sebagai sumber paparan kepada orang-orang yang melakukan kontak. Walaupun paparan ini relative rendah, namun untuk meminimalisir paparan pada petugas, beberapa perhatian sederhana disarankan sebagai berikut:

  • 1.    Menghindari kontak dekat (kurang dari 0.5 meter) dengan pasien.

  • 2.    Sarung tangan dan apron plastik harus digunakan ketika menangani

kantong kencing, botol, dan kain kotor pasien. Bersihkan dengan cepat dan hati-hati terhadap tumpahan.

  • 3.    Linen yang sudah direbus harus ditempatkan dan disimpan selama 24 jam sebelum dikirim ke binatu.

  • 4.    Petugas yang hamil   harus

meminimalisir waktu saat kontak dengan pasien.

  • 5.    Pengunjung yang hamil atau anak kecil dilarang mengunjungi pasien saat pemeriksaan.

  • 6.    Pertimbangkan untuk menunda investigasi dan pengobatan yang tidak mendesak yang memerlukan petugas untuk kontak langsung dengan pasien lebih dari 5 menit.

  • 7.    Pasien harus meminum banyak cairan dan sering mengosongkan kandung kencing. 3

Indikasi melakukan scintigraphy tiroid termasuk pasien dengan tirotoksikosis untuk membedakan goiter toksik difus

(penyakit Grave) dari nodul toksik autonom (penyakit Plummer); pasien dengan sebuah massa dalam leher, lidah atau mulut untuk mengetahui hubungannya dengan tiroid; adanya goiter atau nodul untuk menentukan jumlah dan aktivitas nodul; dalam mendeteksi tiroid ektopik, lingual, atau mediastinal; untuk memonitor perkembangan tiroiditis; untuk menemukan metastasistiroid yang berfungsi; ketika kita curiga keganasan tiroid tersembunyi misalnya pada pasien dengan penyakit metastasis yang asalnya belum pasti.10

IODINE-123 SEBAGAI

RADIOIDOTOP

Iodine-123 (I-123) adalah salah satu isotop radioaktif dari iodine, sebuah anggota elemen halogen nonmetalik, dengan nomor atom 123 dan aktifitas radioisotopik. I-123 dihasilkan dalam siklotron oleh iradiasi proton pada xenon yang telah penuh. Waktu

paruhnya sekitar 13,2 jam dan digunakan dalam kedokteran nuklir sebagai pencitraan. Untuk diagnosis, ia berakumulasi sendirinya dalam jaringan tiroid, lalu memancarkan sinar gamma yang dapat dideteksi dengan scintigraphy gamma sehingga dapat melokalisir jaringan tiroid. Agen ini dapat digunakan sebagai pelacak dalam scintigraphy seluruh tubuh (WBS-whole body scintigraphy) untuk melokasisasi metastasis dari karsinoma tiroid. 7,11

Dosis Iodin-123

Iodin-123 tersedia sebagai natrium iodide (Na123I) untuk diagnosis, dalam bentuk kapsul yang dimasukkan secara oral maupun injeksi. Kekuatan yang tersedia dalam kapsul yakni 3,7 dan 7,4 megabacquerels (MBq) atau100 dan 200 μCi I-123 pada waktu kalibrasi. Pancaran radiasi berupa sinar gamma-2 dengan disintegrasi rata-rata 83,4% dan energy 159keV. Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan berat badan 70kg

adalah 3,7 hingga 14,8 MBq (100-400 μCi). Rentangan dosis terendah, 3.7 MBq (100 μCi), direkomendasikan untuk konsumsi saja, dan batas yang lebih tinggi yakni 14.8 MBq (400 μCi) adalah untuk pencitraan tiroid.12

Farmakokinetik Iodin-123

Natrium iodide I-123 diserap di saluran pencernaan bagian atas. Kemudian iodide didistribusikan utamanya dalam cairan ekstraseluler. Ia terjebak dan berikatan secara organic dengan jarigan tiroid dan, pada jumlah yang lebih sedikit, pada kelenjar saliva, kandung kecing, dan lainnya. Fraksi dari dosis iodine yang diberikan dan berakumulasi di kelenjar tiroid dapat digunakan untuk mengukur fungsi tiroid dalam ketiadaan intake iodine atau obat lain yang mempengaruhi akumulasi iodine dalam kelenjar tiroid. Sehingga, pasien harus ditanyakan dengan seksama mengenai pengobatan sebelumnya dan/atau prosedur lain yang berhubungan dengan

media radiografi lainnya. Pasien normal dapat mengakumulasi sekitar 10-50% dari dosis iodine yang dimasukkan; walaupun demikian, rentangan normal dan abnormal ditentukan oleh criteria dokter individu masing-masing. Pemetaan      (pencitraan)penyebaran

natrium iodide I-123 di kelenjar tiroid dapat menyediakan informasi yang beguna mengenai anatomi tiroid dan definisi fungsi jaringan yang normal 12

atau abnormal dalam kelenjar. 12 Jaringan tiroid anak-anak memiliki sensitifitas yang lebih besar terhadap radiasi. Iodine juga dapat melewati plasenta dan disekresikan ke dalam air susu ibu. Sehingga wanita yang sedang hamil dan menyusui serta pasien pediatric tidak boleh diperiksa kecuali manfaat dari pemeriksaan melebihi risiko paparan. Karena I-123 disekresikan ke dalam air susu ibu, pemberian susu formula harus diberikan sebagai pengganti bila ibu harus

menerima   I-123   selama   periode

perlunya koreksi persiapan pasien dan

menyusui. Walaupun jarang, reaksi

detail   pemeriksaan   yang   akan

yang berhubungan dengan penggunaan

dilakukan. Pasien yang alergi terhadap

isotop ini yakni frekuensi, mual,

iodine   dpaat  diberikan  potassium

muntah, nyeri dada, takikardi, gatal,

perklorat 3 kali sehari dimulai pada

kemerahan, dan urtikaria.10,12

sehari    sebelum    intervensi    dan

Penentuan konsentrasi  I-123  pada

dilanjutkan selama 2 hari setelah

kelenjar tiroid mulai dilakukan pada 6

pemeriksaan.  Ion perklorat adalah

jam setelah diberikan, dan harus diukur

inhibitor kompetitif iodine pada proses

sesuai dengan prosedur standar. Kapsul

pengambilan aktifnya ke dalam sel

dapat digunakan hingga 30 jam setelah

folikular tiroid,   sehingga ion ini

waktu kalibrasi, sehingga sesuai dengan

mengurangi ambilan iodine. Perklorat

prosedur keamanan standar, kapsul

menghambat sementara kemampuan

harus dibuang bila melewati waktu

kelenjar tiroid untuk menyerap iodine

tersebut. Petugas harus menggunakan

dari aliran darah, sebagai hasilnya

sarung tangan kedap ait saat kontak

bioakumulasi    radioiodine    dapat

12

dengan kapsul atau container.12

dicegah. 13,14

PROSEDUR      PEMINDAIAN

Banyak obat telah diketahui (atau

RADIONUKLIDA DENGAN I-123

diperkirakan)  menghalangi  ambilan

Prosedur Pra-Pemeriksaan

dan/atau penyimpanan vesicular dari I-

Petugas, perawat, dan dokter harus

123, sehingga harus dipastikan bahwa

memberikan  informasi  menyeluruh

konsumsi obat-obat ini dihentikan (bila

kepada pasien atau orang tuanya, bila

memungkinkan) cukup lama sebelum

pasien adalah anak-anak, mengenai

pencitraan. Obat-obat berikut dapat

mempengaruhi hasil scintigraphy iodine: media kontras, T4, carbimazole dan obat anti-tiroid lainnya, amiodarone, beberapa obat batuk, beberapa kontrasepsi oral, dan lainnya. Penghentian obat dilakukan sleama sekitar 7 hari – sebulan, tergantung pada jenis obat yang dikonsumsi. Sebagai contoh, pada pasien yang sebelumnya mendapatkan media kontras, jadwal pemindaian rasioiodin harus diatur ulang sampai dengan sebulansetelah mendapat kontras. Atau bila pasien dalam pengobatan tiroksin, harus diganti dengan T3 sekitar sebulan sebelum pemeriksaan direncanakan, dan T3 harus dihentikan selama beberapa hari sebelum diperiksa.10,1

Makanan yang mengandung vanili dan zat menyerupai katekolamin (misalnya cokelat dan blue-veined cheeses) dapat menghambat ambilan I-123. Konsumsi makanan yang mengandung iodine juga harus dihentikan selama beberapa hari

sebelum pemeriksaan. Pasien harus buang air kecil sesaat sebelum diperiksa. Beberapa instritusi lebih memilih agar pasien tidak makan atau minum setelah tengah malam pada sehari sebelum pemeriksaan. Pasien sudah dapat makan seperti biasa 2 jam setelah mengonsumsi radioisotope. Gigi palsu, perhiasan, dan objek metal lainnya harus dilepas sebelum pemindaian dilakukan. Pasien harus mengerti bahwa jumlah total radiasi yang diserap lebih sedikit dibandingkan dengan sinar-X biasa. Pemindai atau kamera tidak memancarkan radiasi, ia hanya mendeteksi dan merekam radiasi dari pasien.13

Prosedur Setelah Konsumsi Radioiodida-123

Pasien harus meminum banyak cairan setelah mendapat I-123 dan pemindaian dilakukan 3-4 jam setelahnya atau 24 jam untuk mendapatkan gambaran dengan latar belakang tubuh yang lebih

rendah. Pasien dalam posisi supinasi dengan ekstensi leher dan dialasi dengan sebuah bantal di bawah bahu saat kamera diposisikan di atas area tiroid selama pemindaian. Pada pasien yang tidak mampu tidur telentang, dipilih posisi duduk. Marker radioaktif atau radioopak digunakan untuk identifikasi penanda anatomi (contohnya takik sternum, kartilago tiroid) dan lokasi nodul yang teraba.10,13,15

HASIL PEMINDAIAN

RADIOIODINE PADA PENYAKIT GRAVE

Konsep dasar untuk menginterpretasi gambar hasil pemindaian radionuklida adalah fungsi setara dengan ambilan, dengan tanpa factor pengganggu seperti obat-obatan yang disebutkan sebelumnya. Saat jaringan menghasilkan T3 dan T4 secara aktif, ia akan memerlukan iodine lebih banyak sebagai “bahan baku”. Setelah

mengonsumsi radioiodine secara oral atau parenteral, radioiodine sebagai sumber iodine diambil oleh jaringan kelenjar. Kemudian memancarkan sinar gamma dan jumlah I-123 yang diambil akan dicerminkan melalui internsitas gambar yang dihasilkan.2,4

Kriteria Interpretasi

Untuk mengevaluasi gambar, beberapa hal perlu dipertimbangkan, termasuk hal klinis yang mendasari permintaan scintigraphy; riwayat pasien; lokasi topografis ambilan sesuai data pencitraan; ambilan pada area non-fisiologis (curiga adanya tumor neuroendokrin atau lokasi metastasis); intensitas dan sifat ambilan pelacak (ambilan MIBG dapat diamati pada tumor jinak dan ganas); hubungan klinis dengan data pemeriksaan klinis, biokimia, dan morfologis; penyebab hasil yang negative palsu (ukuran lesi, biologi tumor, lesi kanker dengan ambilan fisiologis, gangguan farmasi,

dan lainnya); penyebab hasil yang positif palsu (artefak, ambilan karena proses fisiologis, ambilan jinak, dan lainnya).13

Interpretasi Gambar yang Dihasilkan Dalam interpretasi pemindaian radionuklida, istilah nodul “panas” atau “dingin” digunakan. Istilah ini digunakan setelah membantingkan perbedaan intensitas di antara gambar area tiroid. Nodul “panas” mencerminkan area dimana produksi T3 dan T4-nya meningkat sehingga ambilan I-123 juga meningkat. Sebaliknya, nodul “dingin” mencerminkan area non-fungsional tiroid yang hanya mengambil sedikit I-123.2,4,10

Untuk menilai apakah tiroid itu hipo-, normal, atau hiperfungsi, kita harus mengetahui penampakan kelenjar normal. Pada tiroid yang normal, gambar yang dihasilkan memperlihatkan bahwa lobus kanan dan

kiri hampir sama ukurannya, walaupun sedikit asimetris ditemukan, namun masih dapat diterima. Setiap lobus memiliki panjang kraniokaudal hingga 7 cm, dan lebar hingga 3 cm. Ambilan iodine terlihat seragam dan minimal sedikit lebih banyak dibanding ambilan kelenjar paratiroid dan submandibula. Pada kasus yang jarang, lobus pyramidal yang kecil dapat terlihat di dekat garis tengah.10

Pada penyakit Grave, hasil pemindaian radioiodine akan menunjukkan peningkatan difus ambilan I-123dan lobus pyramidal lebih sering terlihat dibandingkan dengan pasien eutiroid. Pada kasus dimana kelenjar tidak membesar, pemindaian juga memperlihatkan sebuah penyakit Grave yang tidak dapat diraba.6,10

Sumber Kesalahan

Terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan hasil pindai yang positif atau palsu seperti penemuan klinis dan

biokimia yang tidak diketahui atau belum dipertimbangkan, sehingga investigasi menyeluruh mengenai status klinis dan pengobatan harus dilakukan sebelum menjadwalkan pemeriksaan. Selain itu, lesi kecil di bawah kekuatan resolusi dari pemeriksaan juga menghasilkan hasil yang negative palsu. Persiapan pasien yang salah (misalnya foto pelvis tidak dapat diinterpretasikan dengan benar bila pasien belum buang air kecil sebelum pemeriksaan), lesi yang dekat denga area ambila fisiologis atau patologis yang tinggi, juga gerakan pasien (utamanya anak-anak) juga dipertimbangkan sebagai sumber kesalahan interpretasi. Selain itu semua, ambilan difus yang fisiologis (utamanya pada saluran kencing atau usus), aktifitas tiroid (bila blockade tiroid yang dilakukan tidak adekuat), dan kontaminasi urine atau kontaminasi

KESIMPULAN

I-123 sebagai salah satu radioisotope lebih dipilih ketika terjadi keraguan untuk membedakan goiter toksik difus (penyakit Grave) dari nodul toksik autonom (penyakit Plummer), karena dapat menghasilkan gambar yang jernih dan waktu paruh yang singkat, 13,2 jam meskipun harganya mahal. Gambar tiroid normal yang dihasilkan berupa kelenjar yang sama besar antara kiri dan kanan, walaupun sedikit keasimetrisan masih dapat diterima. Ambilan I-123 seragam dan minimal sedikit lebih banyak dibandingkan dengan kelenjar paratiroid dan submandibula. Pada penyakit Grave, hasil pemindaian radioiodine memperlihatkan peningkatan ambilan I-123 yang difus dan lobus pyramidal lebih terlihat dibandingkan dengan pasien eutiroid.

eksternal apapun juga dapat menjadi

13

sumber kesalahan interpretasi. 13


Daftar Pustaka:

  • 1.    Anonim. I-123 Fact sheet Iodine-123 Radiochemical Sodium Iodide Solution 2008. (cited : 2010January 10th). Available at:    URL:

http://www.mdsnordion.com .

  • 2.    Kogai T, Taki K, Brent G. Review :Enhancement of Sodium/Iodide Symporter

Expression in Thyroid and Breast Cancer. Endocrine-related cancer. 2006;13:797-826.

  • 3.    Carrio I. Best practice in nuclear medicine part 1: A Technologist’s Guide. 2003. Brister-Myers Squibb Medical Imaging. (cited : 2010January 10th). Available from: URL:

http://tech.eanm.org/tech_best_pract ice.pdf .

  • 4.    Brent G. Clinical practice: Graves’ Disease. N Engl J Med 2008;358:2594-605.

  • 5.    Greenspan, Francis S. The Thyroid Gland. In Greenspan, Francis S. (ed). “Basic and Clinical Endocrinology 7th Edition”.2004. New York : Mc Graw Hill. 215-91.

  • 6.    Baskin J. American Association of Clinical EndocrinologistsnMedical Guidelines for Clinical Practice for The Evaluation and Treatment Of

Hyperthyroidism              and

Hypothyroidism.2006.Amended Version. Endocrine Practice 2002; 8(6):457-69.

  • 7.    Anonymous. Dictionary of Cancer Terms provided by National Cancer Institute. 2009. (cited: 2010 January 10th).    Available at:    URL:

http://cancer.gov/dictionary/?CdrID =46552 .

  • 8.    Jacobson J. Radionuclide Scanning – The Merck Manual Medical Library. 2009. (cited: 2010 January 15th 2010). Available from: URL: http://www.merck.com/mmpe/sec22 /ch329/ch329f.html .

  • 9.    Anonymous. Guidelines for Patients with Thyroid Nodules and Differentiated Thyroid Cancer National Guideline Clearinghouse. 2008. (cited : 2010 January 15th ) Available        at:        URL:

http://www.guideline.gov/guide1.ht ml .

  • 10.    Robinson, Philip J.A. Radionuclide Imaging of the Thyroid. In Sutton, David.(ed): “Textbook of Radiology and Imaging Volume 11”. 2003.

China: Elsevier. 1504-05.

  • 11.    Segerman,Djilda. Miles, Kenneth A. Radionuclide Imaging:   General

Principles. In Adam A. Dixon A.K.

(ed) “Grainger & Allison’s Diagnostic Radiology A Textbook of Medical Imaging Volume 1”. 2008. China: Churchill Livingstone Elsevier. 129-46.

  • 12.    Anonim. Sodium Iodide I-123. 2007. (cited: 2010 January 9th). Available      at:      URL      :

http://www.drugs.com/pro/sodium-iodide-i-123 .

  • 13.    Emilio B, Cumali A, Richard P et al.                         131I/123I-

Metaiodobenzylguanidine (Mibg) Scintigraphy Procedure Guidelines for Tumour Imaging. 2003. (cited: 2010 January 9th). Available from: URL

:https://www.eanm.org/scientific_in fo/guidelines/gl_onco_mibg.pdf .

  • 14.    Greer, Monte A. Goodman, Gay. Pleus, Richard C. Greer, Susan E. Health Effects Assessment for

Environmental         Perchlorate

Contamination: The Dose Response for Inhibition of Thyroidal Radioiodine Uptake in Humans.

2002. Environmental Health Perspectives Vol. 110 Number 9: 927–37.

  • 15.    Becker, David V. et al. Society of Nuclear Medicine Procedure Guideline for Thyroid Scintigraphy. 1999. (cited 2010 January 12th) Available    from:    URL    :

http://interactive.snm.org/docs/pg_c h05_0403.pdf

  • 16.    Floyld, John L. Thyrotoxicosis. Emedicine. 2009. Available from: URL:

http://emedicine.medscape.com/artic le/383062-overview (cited January 20th 2010)


Gambar 01: pemindaian tiroid dengan Iodine-123 pada pasien dengan penyakit Grave: ambilan pelacak seragam di seluruh kelenjar. Ambilan iodine pada jam ke-5 setinggi 53%16

Gambar 02: pemindaian tiroid dengan Iodine-123 pada pasien dengan penyakit Grave: ambilan iodine pada jam ke-5 meningkat 29%. Perhatikan level konsentrasi iodine yang tinggi di dekat tiroid. Perhatikan juga lobus pyramidal yang sering terlihat pada kelenjar yang

terhiperstimulasi. Nodul “dingin” pada lobus kanan juga harus diperlakukan sama seperti nodul “dingin” pada pasien tanpa penyakit Grave. 16

Gambar 03: pemindaian kelenjar tiroid normal dengan I-123 (A) dan kondisi

hipertiroid biasa dengan peningkatan ambilan radioiodine, termasuk penyakit

Grave (B), toxic multinodular goiter (C), dan toxic adenoma (D)16