ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL.10 NO.4,APRIL, 2021



Diterima:03-05-2021 Revisi:17-05-2021 Accepted: 25-05-2021

PERSENTASE LOKASI ROBEKAN SELAPUT DARA BARU PADA PEMERIKSAAN SPERMATOZOA POSITIF DI RSUP SANGLAH TAHUN 20142018

Reyneldis Karmelita Robert1, Dudut Rustyadi2, Ida Bagus Putu Alit2, Kunthi Yulianti2

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas

Udayana, Denpasar, Bali

2Departemen Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Denpasar, Bali

Email: [email protected]

ABSTRAK

Tindakan pemerkosaan terjadi dengan adanya pemaksaan, penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap perempuan di luar pernikahan pelaku untuk melakukan persetubuhan. Bukti terjadinya persetubuhan yakni robekan selaput dara dan adanya cairan mani dengan maupun tanpa sel spermatozoa pada vagina korban. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lokasi robekan selaput dara baru pada pemeriksaan spermatozoa positif di RSUP Sanglah. Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif menggunakan studi potong lintang. Sampel dipilih dari populasi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Data dianalisis menggunakan software SPSS versi 22 untuk mendapatkan lokasi robekan selaput dara baru pada pemeriksaan spermatozoa positif dan negatif di RSUP Sanglah Tahun 2014-2018. Hasil penelitian menunjukkan lokasi robekan selaput dara baru terbanyak di RSUP Sanglah Tahun 2014-2018 adalah pada kedua sisi anterior dan posterior dengan persentase 46,7%. Sementara itu, temuan spermatozoa terbanyak adalah negatif dengan persentase 93,3%. Pada penemuan spermatozoa positif, robekan selaput dara baru ditemukan pada daerah anterior. Pada penemuan spermatozoa negatif, robekan terbanyak ditemukan pada kedua sisi anterior dan posterior dengan persentase 50%.

Kata Kunci : Selaput Dara, Spermatozoa

ABSTRACT

Acts of rape occurred in the presence of coercion, use of violence, or threats of violence against women outside the marriage of perpetrators to do promiscuity. The evidences of promiscuity are hymen tear and presence of sperm with or without spermatozoa cell in vagina of the victims. This study aims to know new hymen tear location in positive spermatozoa examination in RSUP Sanglah 2014-2018. The research was conducted by descriptive method using cross-sectional studies. Samples were selected from the population based on inclusion and exclusion criteria. Data were analyzed using SPSS software version 22 to get the new hymen tear location in positive and negative spermatozoa examination in RSUP Sanglah 2014-2018. The results showed that the most location of new hymen tear is in the two site anterior and posterior with a percentage of 46,7%. Meanwhile, the most frequent of spermatozoa findings is negative with percentage of 93,3%. In the positive finding of spermatozoa, the hymen tear is in the anterior site. In the negative findings of spermatozoa, the most location of hymen tear is in the two site anterior and posterior with percentage of 50%.

Keywords : Hymen, Spermatozoa

PENDAHULUAN

Kekerasan seksual merupakan salah satu isu penting yang diperhatikan di masyarakat. Menurut data, kekerasan seksual selalu menempati peringkat pertama dalam kasus kekerasan di ranah komunitas. Kasus kekerasan seksual banyak macamnya, salah satunya adalah pemerkosaan. Menurut data dari Komnas Perlindungan Perempuan yang disampaikan dalam Lembar Fakta Catatan Tahunan (CATAHU), pada tahun 2014 terjadi 1.033 kasus pemerkosaan.1 Sementara itu, di tahun 2015 terjadi peningkatan dengan jumlah sekitar 1.657 kasus.2 Di tahun 2016 terjadi kurang lebih 1.036 kasus pemerkosaan. Meskipun jumlahnya menurun dibandingkan tahun sebelumnya, kasus pemerkosaan tetap menjadi perhatian. Pasalnya selama tiga tahun tersebut angka kejadian pemerkosaan selalu menempati peringkat pertama dalam kasus kekerasan seksual di ranah komunitas.3

Berdasarkan Pasal 285 KUHP dapat diketahui bahwa tindakan pemerkosaan terjadi dengan adanya pemaksaan, penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap perempuan di luar pernikahan pelaku untuk melakukan persetubuhan.4 Tindakan pemerkosaan ini tidak jarang diikuti adanya kekerasan fisik sebagai bentuk pemaksaan yang dilakukan pelaku terhadap korban. baik persetubuhan maupun kekerasan fisik yang dilakukan tentunya akan meninggalkan bukti sebagai dasar untuk pemeriksaan korban dan penanganan kasus tersebut secara hukum.

Tanda adanya kekerasan fisik yang diterima korban dapat berupa, luka memar, luka lecet, robekan pada kulit, adanya bagian kuku yang tercabut, tanda-tanda jeratan dan lain sebagainya. Sementara itu, bukti terjadinya persetubuhan antara lain robekan pada selaput dara, adanya cairan mani dan/ sel spermatozoa pada vagina korban (jika persetubuhan diikuti dengan ejakulasi), dan lain sebagainya.5 Robekan selaput dara yang terjadi dapat diperhatikan dari beberapa aspek, antara lain jumlah robekan, lokasi dan arah robekan (disesuaikan dengan arah jarum jam saat posisi pasien litotomi), kedalaman robekan, dan dapat juga diperhatikan tanda penyembuhan luka maupun perdarahan. Robekan selaput dara akibat persetubuhan biasanya ditemukan di bagian posterior kanan atau kiri dengan asumsi bahwa persetubuhan dilakukan dengan posisi saling berhadapan.6

Air mani yang ditemukan di dalam vagina korban merupakan tanda pasti terjadinya persetubuhan. Namun, tidak jarang dalam pemeriksaan tersebut, tidak ditemukan adanya spermatozoa. Selain itu, komponen-komponen lain dalam cairan mani tidak dapat menjadi dasar yang kuat untuk menentukan terjadinya persetubuhan.6

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang deskriptif di mana variabel terikat dan variabel bebas diamati hanya satu kali. Penelitian ini dilakukan di Instalasi Kedokteran Forensik di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dari Agustus 2019 sampai dengan September 2019. Pada penelitian ini digunakan data sekunder berupa hasil pemeriksaan kasus kekerasan seksual di RSUP Sanglah tahun 2014-2018 yang memuat informasi korban sesuai dengan variabel yang diteliti. Populasi target penelitian ini adalah seluruh wanita korban persetubuhan. Populasi yang dapat dijangkau penelitian ini adalah wanita korban persetubuhan yang diperiksa di RSUP Sanglah, Denpasar. Sampel diambil secara tidak acak (non-probability sampling) melalui teknik total sampling. Pemilihan sampel dari populasi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah hasil pemeriksaan kasus kekerasan seksual di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah Denpasar, Bali dari tahun 2014-2018 yang menyebutkan lokasi robekan selaput dara baru. Kriteria eksklusi adalah hasil hasil pemeriksaan kasus kekerasan seksual di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah Denpasar, Bali dari tahun 2014-2018 yang tidak mencantumkan hasil pemeriksaan spermatozoa.

Teknik analisis data menggunakan perangkat lunak SPSS. Data dikumpulkan kemudian diolah dan digambarkan dalam bentuk tabel distribusi korban pemerkosaan berdasarkan karakteristik usia, lokasi robekan selaput dara, dan temuan spermatozoa. Penelitian ini telah mendapat izin kelayakan etik dari Komisi Etik Penelitian (KEP) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor surat 1318/UN.14.2.2.VII.14/LP/2019.

HASIL

Berdasarkan data yang diperoleh (Tabel 1) didapatkan bahwa jumlah korban pemerkosaan terbanyak berada dalam rentang umur 0–17 tahun

dengan jumlah 11 korban (73,3%). Sementara itu, jumlah korban dengan rentang umur 18–65 tahun adalah sebanyak 4 korban (26,7 %).

Tabel 1. Distribusi berdasarkan karakteristik

umur

Umur

Frekuensi

Persentase

0–17 tahun

11

73,3

18–65 tahun

4

26,7

Total

15

100

Hasil pemeriksaan kasus kekerasan seksual yang menyatakan korban pemerkosaan dengan lokasi robekan selaput dara baru di bagian anterior adalah sebanyak 2 kasus (13,3%). Lokasi robekan di bagian posterior sebanyak 6 kasus (40%). Sementara pada 7 kasus (46,7%) ditemukan robekan pada kedua bagian, anterior dan posterior. Data dari variabel lokasi robekan selaput dara dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi berdasarkan lokasi robekan

selaput dara

Jenis kelamin

Frekuensi

Persentase

Anterior

2

13,3

Posterior

6

40

Anterior dan

7

46,7

Posterior

Total

15

100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada korban dengan robekan selaput dara baru, pemeriksaan spermatozoa yang menunjukkan hasil positif hanya 1 kasus (6,7%). Sementara, 14 kasus (93,3%) menunjukkan tidak adanya penemuan spermatozoa. Adapun data temuan spermatozoa dengan robekan selaput dara baru pada korban pemerkosaan yang diperiksa di RSUP Sanglah Tahun 2014-2018 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi berdasarkan temuan

spermatozoa

Keluhan utama

Frekuensi

Persentase

Positif

1

6,7

Negatif

14

93,3

Total

15

100

Penemuan spermatozoa positif pada penelitian ini yang berjumlah 1 kasus (6,7%), menunjukkan lokasi robekan selaput dara baru pada daerah anterior. Sedangkan, pada 14 kasus (93,3%) temuan spermatozoa negatif, 1 kasus (7,1%) mengalami robekan pada daerah anterior, 6 kasus (42,9%) pada daerah posterior, dan 7 kasus (50%) mengalami robekan pada kedua sisi anterior

dan posterior. Distribusi lokasi robekan selaput dara baru berdasarkan temuan spermatozoa dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4. Distribusi lokasi robekan selaput dara

baru pada penemuan spermatozoa positif

Diagnosis klinis

Frekuensi

Persentase

Anterior

1

100

Total

1

100

Tabel 5.    Distribusi lokasi robekan selaput dara

baru

pada penemuan spermatozoa

negatif

Jumlah leukosit

Frekuensi

Persentase

Anterior

1

7,1

Posterior

6

42,9

Anterior dan

7

50

Posterior

Total

14

100

DISKUSI

Hasil penelitian yang didapatkan peneliti menunjukkan persentase korban pemerkosaan yang diperiksa di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah tahun 2014-2018 berdasarkan karakteristik umur lebih banyak terjadi pada rentang usia 0–17 tahun dengan jumlah 11 kasus dan persentase 73,3%. Sementara itu, pada rentang usia 18–65 tahun hanya ditemukan 4 kasus dengan persentase 26,7%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada perempuan di Kabupaten Nias. Berdasarkan karakteristik umur, jumlah korban kasus pemerkosaan lebih banyak pada perempuan usia muda dibandingkan usia dewasa.7

Hasil penelitian ini juga menunjukkan persentase korban pemerkosaan dengan robekan selaput dara baru yang diperiksa di RSUP Sanglah tahun 2014-2018berdasarkan lokasi robekan selaput dara, terbanyak memiliki lokasi robekan pada kedua sisi anterior dan posterior dengan jumlah sebanyak 7 kasus (46,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Bayangkara Tingkat I RS Sukanto, dengan responden berjumlah 80 orang. Pada penelitian tersebut ditemukan sebanyak 47 orang (58,75%) mengalami perlukaan tidak teratur pada anterior dan posterior. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Emma Curtis pada 1000 remaja yang aktif melakukan hubungan seksual maupun pernah mengalami kekerasan seksual menunjukkan selaput dara terbanyak dengan robekan tidak tentu ke tepi bebas. Selanjutnya pada penelitian ini, jumlah kasus dengan robekan selaput dara posterior

menempati posisi kedua yakni dengan jumlah 6 kasus (40%). Sementara itu, robekan selaput dara pada bagian anterior menempati posisi terakhir dengan jumlah 2 kasus (13,3%). Hasil ini sesuai pula dengan penelitian di Rumah Sakit Bayangkara Tingkat I RS Sukanto dimana lokasi robekan selaput dara posterior menempati posisi kedua dengan jumlah 17 orang (21,25%) dan posisi terakhir yakni robekan pada daerah anterior sebanyak 16 orang (20%).8 Robekan selaput dara pada bagian posterior lebih sering muncul dalam bentuk V memanjang dibandingkan berbentuk kurva terutama pada arah jam 6. Sementara robekan pada daerah anterior sering sulit untuk dikenali terutama pada selaput dara crescentic karena selaput dara yang meluas secara bilateral dan simetris dari arah jam 11 ke jam 1.9

Hasil penelitian yang didapatkan peneliti juga menunjukkan persentase korban pemerkosaan yang diperiksa di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah tahun 2014-2018 berdasarkan temuan spermatozoa dengan kasus terbanyak yakni temuan spermatozoa negatif dengan jumlah 14 kasus (93,3%) dibandingkan temuan spermatozoa positif yang hanya sejumlah 1 kasus (6,7%). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan di RSUP Dokter Kariadi dan RSUD Dokter Adhyatma,MPH Semarang pada Tahun 2015-2016, jumlah temuan spermatozoa negatif sangat dominan. Dari total 95 kasus pada penelitian tersebut, 5 kasus dilakukan pemeriksaan swab dan cairan spermatozoa. Dari 5 kasus tersebut, seluruhnya menunjukkan hasil temuan spermatozoa negatif. Pada saat dilakukan pemeriksaan spermatozoa, memang lebih sering spermatozoa tidak ditemukan. Hal ini dikarenakan korban sering menyembunyikan hal yang terjadi, tidak melaporkan kasus, ataupun menunda pelaporan sehingga spermatozoa tidak lagi ditemukan.10 Sementara itu diketahui bahwa spermatozoa motil hanya dapat bertahan di liang vagina selama 30 menit sampai dengan 6 jam dan bertahan di serviks sekitar 7 jam sampai dengan 5 hari. Spermatozoa non-motil sendiri masih dapat ditemukan di vagina sekitar 7-12 jam setelah persetubuhan, kadang-kadang dapat bertahan sampai 24 jam, dan sangat jarang dapat bertahan selama 3-4 hari. Sementara, di serviks spermatozoa non-motil masih bisa bertahan hingga 17 hari.11

Hasil penelitian yang didapatkan peneliti menunjukkan persentase korban pemerkosaan yang diperiksa di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah tahun 2014-2018 berdasarkan temuan spermatozoa dan lokasi robekan selaput dara dimana jumlah temuan spermatozoa positif memang sangat sedikit dibandingkan temuan spermatozoa negatif dan pada penelitian ini, 1 kasus dengan temuan

spermatozoa positif tersebut menunjukkan robekan pada daerah anterior. Sementara itu, temuan spermatozoa negatif dengan jumlah kasus yang lebih banyak (14 kasus), menunjukkan lokasi robekan yang lebih bervariasi, yaitu pada daerah anterior, posterior, dan robekan pada kedua lokasi, anterior dan posterior. Robekan pada daerah anterior dengan temuan spermatozoa negatif terjadi pada 1 kasus (7,1%), selanjutnya 6 kasus (42,9%) mengalami robekan pada posterior, dan 7 kasus (50%) robekan selaput dara terdapat pada kedua sisi, anterior dan posterior.

SIMPULAN

Korban pemerkosaan terbanyak berada pada rentang usia 0–17 tahun. Robekan selaput dara baru pada korban paling sering ditemukan pada kedua sisi, yakni anterior dan posterior. Sementara itu spermatozoa lebih sering tidak ditemukan pada saat pemeriksaan. Ketika temuan spermatozoa positif, robekan selaput dara ditemukan pada daerah anterior. Sedangkan ketika temuan spermatozoa negatif, robekan selaput dara terbanyak berada pada kedua sisi, anterior dan posterior.

SARAN

Penelitian selanjutnya bisa menggunakan robekan lama juga sebagai kriteria inklusi untuk memperbesar jumlah sampel.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.  Komnas Perempuan. Kekerasan terhadap

Perempuan: Negara Segera Putus Impunitas Pelaku. 2015.

  • 2.  Komnas Perempuan. Kekerasan terhadap

Perempuan Meluas: Mendesak Negara Hadir Hentikan Kekerasan terhadap Perempuan di Ranah Domestik, Komunitas, dan Negara. 2016

  • 3.  Komnas Perempuan. Labirin Kekerasan

terhadap Perempuan: Dari Gang Rape hingga Femicide, Alarm bagi Negara untuk Berindak Tepat. 2017

  • 4.  Turangan DD. Penerapan Pasal 285 KUHP

tentang Pelaku Tindak Pidana Perkosaan [Skripsi]. Universitas Sam Ratulangi; 2011.

  • 5.    Meilia PDI. Prinsip Pemeriksaan dan Penatalaksanaan Korban (P3K) Kekerasan Seksual. Cermin Dunia Kedokteran. 2012:39(8): 579-583.

  • 6.    Husnayain KI, Utama WT. Tindak Kesusilaan pada Anak di Bawah Umur. Jurnal Medula Universitas Lampung. 2016:5(2): 33-40.

  • 7.    Lase FJ. Karakteristik Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan di Kabupaten Nias. Jurnal Inada. 2018:1(1): 1-25.

  • 8.    Nursasmi AT, Susanti R, Bachtiar H. Perbedaan Perlukaan Genitalia Perempuan Berdasarkan Posisi Persetubuhan Diluar Perkawinan di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2010-2012. Jurnal Kesehatan Andalas. 2014:3(2): 102-105.

  • 9.    Hobbs CJ, Wynne JM, Thomas AJ. Colposcopic Genital Findings in Prepubertal Girls Assessed for Sexual Abuse. Arch Dis Child.1995:73: 465-471.

  • 10.    Albizar R. Pengaruh Teknik Pencucian terhadap Hasil Pemeriksaan Cairan Mani dan Spermatozoa pada Kain Katun. JOM. 2014:1(2):9-15.

  • 11.    Stewart JK. Source Book in Forensic Serology, Immunology, and Biochemistry. New York; 1983.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2021.V10.i5.P13

76