ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.6,JUNI, 2021


Diterima: 2021-04-11 Revisi: 2021-05-10 Accepted: 09-06-2021

DETERMINAN PERILAKU SKRINING (SCREENING) DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DENPASAR BARAT I DAN II DALAM KERANGKA

HEALTH BELIEF MODEL

Wirawan, Gede Benny Setia1*; Wisnawa, Ayu Dilia Febriani1;Laksmi Dewi, Ni Luh Putu Mulia1; Dharmayanti, Ni Made Sri1; Kartika Sari, Ayu2

1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 2Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas dan Ilmu Kedokteran Pencegahan, Fakultas Kedokteran, Universitas

Udayana

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku skrining diabetes mellitus pada suatu sampel populasi masyarakat Bali. Desain yang digunakan adalah model cross-sectional analitik dengan consecutive sampling. Data diambil menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh responden. Variabel health belief model dipelajari dengan kuesioner berskala Likert dan meliputi persepsi risiko, persepsi keparahan, persepsi manfaat, dan persepsi hambatan. Determinan lain yang dipelajari meliputi faktor-faktor sosiodemografi, akses layanan kesehatan, dan faktor risiko. Variabel persepsi hambatan ditemukan berhubungan signifikan dengan perilaku skrining dalam analisis bivariat. Sementara faktor lain yang berhubungan signifikan meliputi umur, penghasilan, pendidikan, jarak rumah ke fasyankes, kepemilikan asuransi, riwayat hipertensi, obesitas, dan diabetes mellitus di keluarga. Pada analisis multivariat, perilaku skrining diabetes mellitus ditemukan berhubungan negatif secara independen dengan persepsi hambatan dan persepsi risiko. Faktor lain yang mempengaruhi perilaku skrining secara independen adalah usia, penghasilan, kepemilikan asuransi, dan obesitas.

Kata Kunci: skrining, diabetes mellitus, health belief model. Puskesmas

ABSTRACT

This study aims to study and identify the factors that influence diabetes mellitus screening behavior in a sample of the Balinese population. The design used is a cross-sectional analytic model with consecutive sampling. Data was taken using a questionnaire filled out by the respondents themselves. The health belief variable model was studied with a Likert scale questionnaire and included risk perceptions, severity perceptions, perceived benefits, and perceived barriers. Other determinants studied include sociodemographic factors, access to health services, and risk factors. The variable perception of barriers was found to be significantly associated with screening behavior in bivariate analysis. While other factors that are significantly related include age, income, education, distance of home to health facilities, insurance ownership, history of hypertension, obesity, and diabetes mellitus in the family. In the multivariate analysis, the behavior of diabetes mellitus screening was found to be negatively and independently associated with perceived barriers and perceived risk. Other factors that influence screening behavior independently are age, income, insurance ownership, and obesity.

Keywords: screening, diabetes mellitus, health belief model. Puskesmas

DETERMINAN PERILAKU SKRINING (SCREENING) DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DENPASAR BARAT I DAN II.., Wirawan, Gede Benny Setia1*; Wisnawa, Ayu Dilia Febriani1;Laksmi Dewi, Ni Luh Putu Mulia1; Dharmayanti, Ni Made Sri1; Kartika Sari, Ayu2

PENDAHULUAN

Tatalaksana diabetes mellitus (DM) menitikberatkan pada diagnosis dini dari penderita. Penelitian-penelitian terdahulu menemukan bahwa pasien yang dideteksi lebih awal cenderung memiliki outcome yang lebih baik, dinilai dari onset munculnya komplikasi dan kematian. Deteksi DM yang 6 tahun lebih awal ditemukan mampu mengurangi risiko kejadian kardiovaskuler hingga 4,9%.1 Oleh karena itu, American Diabetes Association merekomendasikan skrining gula darah sewaktu atau gula darah puasa dengan frekuensi minimal sekali setiap 2 tahun.2 Adapun Perkumpulan Endokrinologi Indonesia merekomendasikan skrining dengan pemeriksaan toleransi glukosa atau pemeriksaan gula darah kapiler minimal sekali tiap 3 tahun.3

Akan tetapi, rekomendasi ini belum sepenuhnya terimplementasi. Dua penelitian di Amerika Serikat dan Kanada menemukan perilaku skrining sesuai rekomendasi tersebut berada pada kisaran 46,2% hingga 80%.3-4 Penilaian mengenai kepesertaan skrining di Indonesia sendiri masih dikendalai kurangnya data dan penelitian yang mempelajari masalah tersebut. Di saat yang sama, Indonesia sedang mengalami pergeseran beban penyakit dengan adanya variasi regional antar provinsi bahkan kabupaten/kota di Indonesia di mana daerah Indonesia Timur masih bergumul dengan masalah kurang gizi dan penyakit menular sementara Jawa dan Bali mulai mengalami peningkatan beban penyakit tidak menular.5

Melihat tantangan dalam masalah epidemiologi DM dan deteksi dininya, penting untuk mengenali faktor-faktor yang mempengaruhi kepesertaan penyarignan di masyarakat. Salah satu teori yang digunakan untuk memprediksi perilaku kesehatan adalah health belief model (HBM). Menurut HBM, perilaku kesehatan seseorang dipengaruhi oleh persepsi atau kepercayaannya mengenai kesehatan dan perilaku tersebut secara spesifik. Persepsi ini tidak berdiri dalam vakum tapi juga dipengaruhi variabel sosiodemografik dari orang tersebut.

Berdasarkan paparan masalah dan teori tersebut, penulis berusaha mempelajari implementasi HBM dalam prediksi perilaku skrining masyarakat pada populasi sampel masyarakat Bali di Denpasar Barat.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian analitik crosssectional. Responden direkrut dengan metode consecutive sampling dari antara orang dewasa berusia minimal 17 tahun yang mengunjungi Puskesmas Denpasar Barat I dan II. Pengumpulan data dan responden dilakukan sejak April 2018 hingga

Aguustus 2018. Penelitian ini sudah mendapat persetujuan etik yang diterbitkan Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar dengan nomor surat 1380/UN14.2.2/PD/KEP/2018.

Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh reponden. Tim peneliti tersedia apabila ada bagian kuesioner yang tidak dimengerti oleh responden. Variabel-variabel HBM, meliputi persepsi risiko, persepsi keparahan, persepsi manfaat, dan persepsi hambatan, dinilai menggunakan kuesioner dengan skala Likert. Responden menyatakan kesetujuan atau tidak setuju terhadap pernyataan yang diberikan dalam kuesioner dengan skala dari 1 (sangat tidak setuju) hingga 4 (sangat setuju). Daftar pernyataan dan analisa konsistensi internal dari pengukuran ini dapat dilihat pada Tabel 1. Kuesioner juga mengumpulkan data tentang variabel sosiodemografik, akses layanan kesehatan, dan faktor risiko DM responden. Variabel sosiodemografik meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan. Variabel akses layanan kesehatan meliputi jarak rumah responden dari fasilitas layanan kesehatan (fasyankes), kepemilikan asuransi kesehatan, dan pemanfaatan layanan kesehatan dalam 6 bulan terakhir. Sementara faktor risiko yang dipelajari meliputi indeks massa tubuh, status obesitas, riwayat hipertensi, dan riwayat DM pada keluarga. Perilaku skrining sendiri didefinisikan sebagai “riwayat melakukan pemeriksaan gula darah dalam 2 tahun terakhir”. Responden yang pernah melakukan pemeriksaan gula darah dalam 2 tahun terakhir diklasifikasi dengan perilaku “baik” dan yang tidak pernah sebagai perilaku “buruk”.

Variabel-variabel kemudian dianalisa dalam asosiasinya dengan perilaku skrining dengan analisis bivariat. Variabel-variabel dengan nilai p kurang dari 0.25 pada analisa bivariat kemudian disertakan dalam analisa multivariat untuk menentukan independensi masing-masing variabel.

HASIL

Dalam periode pengumpulan data diperoleh sebanyak 123 orang responden. Jumlah responden ini terdiri atas 59 orang laki-laki (48%) dan 64 orang perempuan (52%). Rerata umur responden adalah 36,53 tahun dengan sebaran melandai ke kiri. Dalam pengelompokan usia dengan nilai potong 40 tahun, ditemukan 47 orang berusia lebih dari 40 tahun (38,2%) dan 76 orang berusia 40 tahun atau kurang (61,8%).

Sebaran pendidikan dari 123 responden ditemukan 1orang tidak sekolah (0,8%), 5 orang tamat SD (4,1%),

dan 17 orang tamat SMP (13,8%). Mayoritas responden, 60 orang, menamatkan pendidikan SMA (48,8%), sementara 38 orang menyelesaikan

pendidikan S1 dan/atau diploma (31,9%), dan 2 orang menyelesaikan pendidikan pasca sarjana (1,6%)

Tabel 1 Daftar pernyataan variabel-variabel health belief model dan hasil analisis konsistensi internalnya

Variabel

Pernyataan

Cronbach α

Persepsi risiko

  • 1.   Saya lebih mungkin menderita penyakit dibandingkan

pria/wanita lain seusia saya.

  • 2.   Saya mungkin akan menderita kencing manis dalam 10 tahun

ke depan.

  • 3.   Semua orang mungkin menderita kencing manis.

  • 4.   Saya sering khawatir akan menderita kencing manis.

  • 5.   Saya lebih mungkin menderita kencing manis dibandingkan

pria/wanita lain seusia saya.

  • 6.   Seya berkemungkinan tinggi menderita kencing manis.

0,676

Persepsi keparahan

  • 1.   Menderita   kencing   manis   dapat   mematikan   dan

memperpendek umur saya.

  • 2.   Menderita kencing manis dapat menyebabkan kecacatan fisik.

  • 3.   Menderita kencing manis dapat menghambat kehidupan

sehari-hari saya.

  • 4.   Kencing manis merupakan penyakit yang mudah diobati.

  • 5.   Menderita kencing manis dapat menghabiskan banyak biaya

untuk pengobatan.

  • 6.   Menderita kencing manis merupakan ancaman serius bagi

kesehatan saya.

0,723

Persepsi manfaat

  • 1.   Deteksi dini kencing manis dapat menghemat biaya

pengobatan.

  • 2.   Kencing manis yang diketahui lebih awal lebih mudah untuk

ditangani.

  • 3.   Deteksi dini kencing manis dapat mencegah komplikasi.

  • 4.   Deteksi kencing manis lebih awal dapat menyelamatkan

nyawa penderita.

  • 5.   Pemeriksaan gula darah secara rutin dapat membantu deteksi

dini kencing manis.

  • 6.   Kencing manis yang diobati lebih awal memiliki risiko sakit

jantung yang lebih rendah.

0,789

Persepsi hambatan

  • 1.   Saya tidak tahu mengenai cara deteksi dini kencing manis

  • 2.   Pemeriksaan gula darah secara rutin memerlukan biaya yang

terlalu mahal

  • 3.   Saya terlalu sibuk untuk melakukan pemeriksaan gula darah

rutin

  • 4.   Program  pemeriksaan  gula  darah  oleh  puskesmas

dilaksanakan pada waktu yang tidak bisa saya hadiri

  • 5.   Saya hanya akan melakukan pemeriksaan gula darah apabila

tidak dipungut biaya

  • 6.   Saya tidak berani menjalani pemeriksaan gula darah

  • 7.   Saya tidak tahu bagaimana cara memperoleh layanan deteksi

dini kencing manis

  • 8.   Tempat pemeriksaan gula darah terletak terlalu jauh dari

tempat tinggal saya

  • 9.   Saya tidak mampu menjangkau tempat layanan pemeriksaan

gula darah

  • 10.    Saya tidak tahu di mana mencari informasi mengenai deteksi dini kencing manis

0,747

Rerata penghasilan responden adalah sebesar Rp 3,55 juta. Setelah pengelompokkan dengan nilai potong Rp 2,5 juta, ditemukan mayoritas responden memperoleh penghasilan Rp 2,5 juta atau lebih, yaitu 73 orang

(59,3%). Sementara itu 50 orang memperoleh penghasilan bulanan kurang dari Rp 2,5 juta (40,7%). Rincian data sosiodemografik dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakterisasi sosiodemografi dan faktor risiko DM pada responden

Variables (n = 123)

N (%)

Demografi

Kelompok Umur

> 40 tahun

47 (38,2)

< 40 tahun

76 (61,8)

Jenis Kelamin

Laki-laki

59 (48)

Perempuan

64 (52)

Pendidikan

Tidak sekolah

1 (0,8)

SD

5 (4,1)

SMP

17 (13,8)

SMA

60 (48,8)

S1/Diploma

38 (31,9)

S2/S3

2 (1,6)

Kelompok Penghasilan

> Rp 2,5 juta

73 (59,3)

< Rp 2,5 juta

50 (40,7)

Akses Layanan Kesehatan

Jarak Rumah ke Fasyankes

> 5 km

22 (17,9)

< 5 km

101 (82,1)

Asuransi Kesehatan

BPJS/Swasta

84 (68,3)

Tanpa asuransi

39 (31,7)

Pemanfaatan Fasyankes

Pernah

56 (45,5)

Tidak pernah

67 (54,5)

Faktor Risiko DM

Obesitas

Obesitas

24 (19,5)

Tidak Obesitas

99 (80,5)

Riwayat Hipertensi

Ada riwayat

26 (21,1)

Tidak ada riwayat

97 (78,9)

Riwayat DM Keluarga

Ada riwayat

20 (16,3)

Tidak ada riwayat

103 (83,7)

Perilaku Skrining

Perilaku Skrining

Baik

32 (26)

Buruk

91 (74)

Kami menemukan sebagian besar responden memiliki akses layanan kesehatan yang baik. Mayoritas responden, 101 orang (82,1%) bertempat tinggal dalam 5 km dari fasyankes terdekat. Mayoritas responden, 84 orang (68,3%) juga memiliki asuransi kesehatan dengan rincian 76 orang (61,8%) merupakan anggota BPJS Kesehatan dan 8 orang (6,5%) memiliki asuransi swasta. Sementara itu, hanya minoritas responden pernah memanfaatkan fasyankes dalam 6 bulan terakhir yaitu 56 orang (45,5%). Dari faktor risiko yang dipelajari, sebagian besar responden tidak memiliki faktor risiko. Rerata indeks massa tubuh responden adalah 23,94 kg/m2. Dengan menggunakan nilai potong obesitas WHO yaitu 27,5 kg/m2, 24 orang responden tergolong obesitas (19,5%). Sementara itu 26 orang responden memiliki riwayat hipertensi (21,1%) dan 20 orang responden memiliki keluarga dengan riwayat DM (16,3%).7 Jika melihat kombinasi faktor risiko yang dipelajari, 43 responden memiliki sedikitnya satu faktor risiko (35%), 12 orang memiliki kombinasi 2 faktor risiko (9,8%), dan 1 orang memiliki tiga faktor risiko (0,8%).

Jika melihat dari perilaku skrining, 32 orang responden mengaku pernah melakukan pemeriksaan gula darah dengan inisiatif sendiri dalam 2 tahun terakhir (26%). Sementara itu, sebagian besar responden, yaitu 91 orang (74%) mengaku tidak pernah melakukan pemeriksaan gula darah dalam 2 tahun terakhir. Rincian karakterisasi akses layanan kesehatan dan faktor risiko, dan perilaku skrining responden dapat dilihat pada Tabel 1.

Kami mempelajari empat persepsi terkait kesehatan dan perilaku kesehatan yang menjadi komponen health belief model. Persepsi risiko, keparahan, dan manfaat masing-masing dinilai dengan 6 pernyataan sementara persepsi hambatan dinilai dengan 10 pernyataan. Pada analisa konsistensi internal, ditemukan koefisien Cronbach α masing-masing persepsi risiko, keparahan, manfaat, dan hambatan secara berurutan adalah 0,676, 0,723, 0,789, dan 0,747. Rincian daftar pertanyaan

dapat dilihat di Tabel 1.

Tabel 3 Rerata skor persepsi health belief responden terhadap skrining diabetes mellitus

Persepsi

Rerata Skor

Persepsi risiko

2,22

Persepsi keparahan

2,84

Persepsi manfaat

3,06

Persepsi hambatan

2,31

Dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat diperoleh rerata skor persepsi untuk masing-masing komponen https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2021.V10.i6.P17

health belief model. Hasilnya menunjukkan rata-rata responden memiliki persepsi risiko yang relatif rendah. Rata-rata responden juga ditemukan memiliki persepsi bahwa DM merupakan penyakit yang parah dan deteksi dini melalui pemeriksaan gula darah bermanfaat dalam penatalaksanaan DM. Selain itu, rata-rata responden juga memiliki persepsi bahwa tidak banyak hambatan atau kesulitan dalam melakukan pemeriksaan dini. Hasil ini dapat dilihat dari skor persepsi risiko, keparahan, manfaat, dan hambatan yang masing-masing bernilai 2,22, 2,84, 3,06, dan 2,31 seperti tercantum dalam Tabel 3.

Tabel 4 Kelompok berdasarkan skor persepsi health belief

Kelompok Persepsi              N (%)

Persepsi risiko

Tinggi

57 (46,3)

Rendah

66 (53,7)

Persepsi keparahan

Tinggi

78 (63,4)

Rendah

45 (36,6)

Persepsi manfaat

Tinggi

81 (65,9)

Rendah

42 (34,1)

Persepsi hambatan

Tinggi

68 (55,3)

Rendah

55 (44,7)

Masing-masing skor persepsi dikategorikan dengan menggunakan median sebagai nilai potong. Hasilnya 57 orang responden (46,3%) dikelompokkan persepsi risiko tinggi, 78 orang responden (63,4%) dikelompokkan persepsi keparahan tinggi, 81 orang responden (65,9%) dikelompokkan persepsi manfaat tinggi, dan 68 orang (55,3%) dikelompokkan persepsi hambatan tinggi. Rincian ini dapat dilihat di Tabel 4.

Tabel 5 Tabulasi silang kelompok persepsi dan perilaku skrining

Kelompok

Perilaku Baik

Perilaku Buruk

p

Persepsi risiko

Tinggi

12

45

0,244+

Rendah

20

46

Persepsi keparahan

Tinggi

22

56

0,466

Rendah

10

35

Persepsi manfaat

Tinggi

23

58

0,404

Rendah

9

33

Persepsi hambatan

Tinggi

11

57

0,006*+

Rendah

21

34

*p < 0,05 +Diinklusi dalam analisa multivariat

Kami melakukan analisa tabulasi silang untuk menilai hubungan bivariat antara kelompok persepsi dan perilaku skrining yang baik. Hasil tabulasi silang dapat dilihat pada Tabel 5 dan menunjukkan bahwa persepsi keparahan dan persepsi manfaat tidak terasosiasi signifikan dengan perilaku skrining (p > 0,05). Persepsi hambatan rendah terasosiasi dengan perilaku skrining yang baik dengan OR 3,20 (IK 95% 1,38 – 7,44). Sementara itu, persepsi risiko, walaupun tidak

signifikan secara statistik (p > 0,05), memenuhi kriteria untuk inklusi pada analisa multivariat dengan p < 0,25.

Dari analisa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi risiko dan hambatan, kami menemukan beberapa variabel faktor risiko DM yang terasosiasi dengan persepsi risiko. Pada tabulasi silang, obesitas dan riwayat keluarga dengan DM terasosiasi dengan persepsi risiko yang lebih tinggi dengan nilai p masing-masing 0,077 dan 0,067.

Tabel 6 Analisa bivariat sosiodemografi, akses layanan kesehatan, dan faktor risiko dengan perilaku skrining

Variables (n = 123)

OR Bivariat (IK 95%)

p

Demografi

Jenis Kelamin

Laki-laki

1,32 (0,59 – 2,97)

0,498

Kelompok Umur > 40 tahun

4,77 (2,02 – 11,28)

0,000*+

Pendidikan

D1 ke atas

2,33 (1,01 – 5,36)

0,047*+

Kelompok Penghasilan > Rp 2,5 juta

3,20 (1,26 – 8,14)

0,015*+

Akses Layanan Kesehatan

Jarak Rumah ke Fasyankes

< 5 km

2,55 (0,701 – 9,28)

0,155+

Asuransi Kesehatan BPJS/Swasta

4,38 (1,41 – 13,54)

0,01*+

Pemanfaatan Fasyankes Pernah

0,91 (0,403 – 2,042)

0,814

Faktor Risiko DM

Obesitas

Obesitas

1,98 (0,768 – 5,121)

0,157+

Riwayat Hipertensi Ada riwayat

4,105 (1,640 – 10,279)

0,003*+

Riwayat DM Keluarga Ada riwayat

2,846 (1,052 – 7,701)

0,039*+

*p < 0,05 +Diinklusi dalam analisa multivariat

Sebagai kontrol, kami juga menguji hubungan antara variabel sosiodemografi, akses layanan kesehatan, dan faktor risiko dengan perilaku skrining DM. Variabel-variabel dengan nilai p kurang dari 0,25 kemudian diinklusi dalam analisis multivariat. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 6. Kami menemukan sebagian besar variabel yang dipelajari terasosiasi signifikan terhadap perilaku skrining. Dari variabel-variabel sosiodemografi, akses layanan kesehatan, dan faktor risiko DM, hanya variabel jenis kelamin dan riwayat pemanfaatan fasyankes yang tidak diinklusi untuk analisa multivariat.

Kami melakukan analisis multivariat berupa regresi logistik biner multipel dengan menginklusi variabel-variabel dengan nilai p asosiasi bivariat kurang dari 0,25. Hasilnya ditemukan variabel persepsi risiko dan persepsi hambatan memiliki nilai p kurang dari 0,1 tetapi lebih dari 0,05. Variabel-variabel pendidikan, jarak rumah ke fasyankes, riwayat hipertensi, dan riwayat DM keluarga tidak terasosiasi independen dengan perilaku skrining DM. Sementara itu, variabel-variabel umur, kepemilikan asuransi, dan obesitas terasosiasi independen dengan perilaku skrining DM dengan nilai p kurang dari 0,05.

Di antara variabel-variabel yang terasosiasi independen, kelompok umur di atas 40 tahun meningkatkan kemungkinan pernah melakukan pemeriksaan gula darah dalam 2 tahun terakhir dengan OR 6,24 (IK 95% 1,93 – 20,16). Kepemilikan asuransi

kesehatan, baik BPJS ataupun swasta juga terasosiasi dengan perilaku skrining DM dengan OR 4,70 (IK 95% 1,13 – 19,5). Sementara itu, obesitas terasosiasi dengan OR 4,00 (IK 95% 1,03 – 15,57). Rincian hasil analisa multivariat dapat dilihat di Tabel 7.

Tabel 7 Regresi logistic binomial multipel terhadap perilaku skrining

Variables (n = 123)

OR Multivariat (IK 95%)

p

Persepsi

Persepsi Risiko

Tinggi

Persepsi Hambatan

Rendah

0,35 (0,105 – 1,189)

2,41 (0,847 – 6,879)

0,093**

0,099**

Demografi

Kelompok Umur

  • >    40 tahun Pendidikan

D1 ke atas

Kelompok Penghasilan

  • >    Rp 2,5 juta

6,24 (1,93 – 20,16)

1,59 (0,51 – 4,91)

3,31 (0,93 – 10,51)

0,002*

0,423

0,065**

Akses Layanan Kesehatan

Jarak Rumah ke Fasyankes < 5 km

Asuransi Kesehatan BPJS/Swasta

1,74 (0,34 – 8,82)

4,70 (1,13 – 19,5)

0,506

0,033*

Faktor Risiko DM

Obesitas

Obesitas

Riwayat Hipertensi Ada riwayat

Riwayat DM Keluarga Ada riwayat

4,00 (1,03 – 15,57)

0,47 (0,15 – 1,54)

2,92 (0,81 – 10,56)

0,046*

0,215

0,103

*p < 0,05 **p < 0,1

PEMBAHASAN

Penelitian ini berusaha mempelajari pola perilaku skrining dini diabetes mellitus di masyarakat Indonesia, khususnya di Bali. Secara spesifik, kami berusaha mengimplementasikan teori health belief model sebagai kerangka prediksi pola perilaku kesehatan masyarakat, terutama dalam perilaku skrining sebagai deteksi dini DM.

Kami menemukan proporsi responden dengan perilaku skrining DM yang baik sebesar 26%. Proporsi ini lebih rendah dari pada perbandingan data di Amerika Serikat dan Kanada yang mencapai 80%.3-4 Pada penelitian lain di Inggris Raya, undangan pemeriksaan gula darah tanpa stratifikasi risiko terlebih dahulu

direspon oleh 20,2% dari undangan, mendekati proporsi yang kami temukan di penelitian ini.8

Sementara itu, data Riset Kesehatan Dasar 2018 menemukan bahwa proporsi masyarakat Indonesia yang pernah melakukan pemeriksaan gula darah dalam 1 tahun terakhir, sesuai rekomendasi Perkeni, adalah 1,8%. Selebihnya sebanyak 12,8% pernah melakukan pemeriksaan gula darah tetapi tidak sesuai rekomendasi minimal sekali setahun. Secara spesifik di Bali, 2% masyarakat mengatakan melakukan pemeriksaan gula darah sesuai rekomendasi dan 12,3% melakukan pemeriksaan tidak sesuai rekomendasi.9

Perbedaan temuan proporsi skrining pemeriksaan gula darah pada responden dan data luar negeri dapat disebabkan oleh perbedaan ajakan skrining. Penelitian-penelitian yang kami jadikan referensi umumnya mengundang responden untuk melakukan pemeriksaan dan menilai perilaku skrining berdasarkan respon terhadap undangan.8 Sementara itu, perbedaan dengan data di Indonesa dan Bali yang ditemukan dalam Riskesdas 2018 dapat disebabkan perbedaan populasi maupun kemungkinan adanya recall bias yang merupakan risiko intrinsik dari menanyakan riwayat kepada responden.

Penelitian kami menemukan rata-rata responden merasa berisiko rendah dan merasa tidak banyak hambatan untuk melakukan skrining. Temuan ini didasari dari skor untuk persepsi risiko dan persepsi hambatan responden. Sementara itu, rata-rata responden juga memiliki persepsi bahwa DM merupakan penyakit parah dengan risiko penurunan kualitas hidup dan kematian, serta merasa bahwa deteksi dini merupakan upaya efektif untuk mengurangi kesakitan dan kematian dari DM. Akan tetapi, hanya persepsi risiko dan persepsi hambatan yang ditemukan terasosisasi dengan perilaku skrining, Selain itu, persepsi risiko yang tinggi justru terasosiasi dengan riwayat perilaku skrining yang buruk.

Beberapa penelitian referensi yang mempelajari health belief model pada perilaku skrining DM juga mempelajari hubungan persepsi risiko terhadap perilaku skrining. Penelitian di Mexico menemukan kebersediaan mengikuti skrining dipengaruhi oleh persepsi risiko dan persepsi keparahan di mana persepsi risiko dan keparahan yang tinggi meningkatkan kemungkinan responden bersedia mengikuti skrining.10 Penelitian lain yang menggunakan desain kualitatif juga menemukan hasil serupa di mana persepsi risiko meningkatkan kemungkinan menghadiri skrining. Keinginan untuk skrining juga ditingkatkan dengan persepsi mengenai kemudahan melakukan skrining, atau persepsi hambatan.11 Hubungan persepsi risiko dan perilaku preventif juga dikonfirmasi pada penelitian lain di Arab Saudi sementara penelitian di Belanda menemukan persepsi hambatan juga terasosiasi mengurangi kebersediaan skrining.12-13

Hubungan persepsi risiko dan perilaku skrining yang kami temukan terbalik dibandingkan dengan temuan penelitian-penelitian referensi. Kami menemukan persepsi risko tinggi terhubung negatif dengan riwayat skrining 2 tahun terakhir dengan OR kurang dari 1. Terbaliknya hubungan persepsi risiko dan skrining mungkin disebabkan hubungan waktu yang juga terbalik. Penelitian referensi umumnya menanyakan

keinginan atau kebersediaan skrining setelah diadakannya penelitian atau bersifat prospektif.10,12 Sementara itu, penelitian ini menanyakan riwayat skrining yang bersifat retrospektif. Responden yang sudah pernah melakukan skrining dengan hasil negatif mungkin akan mengevaluasi ulang persepsi risikonya.

Selain persepsi health belief model beberapa faktor lain juga ditemukan mempengaruhi kebersediaan skrining pada responden. Lavielle dan Wacher di Mexico menemukan usia di atas 45 tahun, status sosioekonomi menengah ke atas, dan riwayat DM di keluarga meningkatkan kebersediaan skrining.10 Nijhof menemukan jenis kelamin sebagai faktor yang mempengaruhi kebersediaan skrining selain persepsi hambatan. Sementara penelitian pada imigran di Kanada menemukan kunjungan ke fasyankes primer sebagai faktor utama kepersetaan skrining.14 Hasil-hasil ini tidak jauh berbeda dengan data kami yang menemukan faktor-faktor seperti usia, penghasilan, kepemilikan asuransi, dan obesitas sebagai determinan riwayat skrining.

Penelitian ini mempelajari determinan perilaku skrining di masyarakat, suatu subyek yang masih kurang dipelajari dan bersifat terlokalisasi pada masyarakat yang dipelajari. Materi ini semakin relevan dengan bergesernya beban penyakit Indonesia menjadi didominasi penyakit tidak menular, terutama dengan kenyataan masih tingginya prevalensi DM yang tidak terdiagnosis.9 Akan tetapi, penelitian ini memiliki kelemahan yaitu perilaku skrining yang didefinisikan sebagai riwayat perilaku yang memiliki risiko recall bias serta keterbatasan metode sampling yang dibatasi waktu dan sumber daya peneliti.

SIMPULAN

Penelitian kami menemukan bahwa hanya sebagian kecil masyarakat Denpasar Barat memiliki perilaku skrining yang baik, sesuai dengan temuan dalam Riskesdas 2018. Persepsi kesehatan sebagai prediktor perilaku skrining tidak bisa diimplementasikan seutuhnya pada populasi target dengan adanya beberapa faktor lain yang mempengaruhi perilaku skrining secara independen seperti usia, penghasilan, akses asuransi, dan faktor risiko obesitas.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Herman WH, Ye W, Griffin SJ, Simmons RK, Davies MJ, Khunti K, Rutten GE, Sandbaek A, Lauritzen T, Borch-Johnsen K, Brown MB. Early detection and treatment of type 2 diabetes reduce cardiovascular morbidity and mortality:   a

simulation of the results of the Anglo-Danish-Dutch Study of Intensive Treatment in People With Screen-Detected Diabetes in Primary Care

(ADDITION-Europe). Diabetes care. 2015 Aug 1;38(8):1449-55.

  • 2.    American Diabetes Association. Screening for type 2 diabetes. Diabetes care. 2004 Jan 1;27(suppl 1):s11-4.

  • 3.    Wilson SE, Rosella LC, Lipscombe LL, Manuel DG. The effectiveness and efficiency of diabetes screening in Ontario, Canada: a population-based cohort study. BMC Public Health. 2010 Dec;10(1):506.

  • 4.    Kiefer MM, Silverman JB, Young BA, Nelson KM. National patterns in diabetes screening: data from the National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) 2005–2012. Journal of general internal medicine. 2015 May 1;30(5):612-8.

  • 5.    Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia. 2015. Jakarta: PB Perkeni.

  • 6.    Soewondo P, Ferrario A, Tahapary DL. Challenges in diabetes management in Indonesia: a literature review. Globalization and health. 2013 Dec;9(1):63.

  • 7.    Who EC. Appropriate body-mass index for Asian populations and its implications for policy and intervention strategies. Lancet (London, England). 2004 Jan 10;363(9403):157.

  • 8.    van den Donk M, Sandbæk A, Borch Johnsen K, Lauritzen T, Simmons RK, Wareham NJ, Griffin

SJ, Davies MJ, Khunti K, Rutten GE. Screening for Type 2 diabetes. Lessons from the ADDITION Europe study. Diabetic Medicine. 2011 Nov;28(11):1416-24.

  • 9.    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Jakarta: Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

  • 10.    Lavielle P, Wacher N. The predictors of glucose screening: the contribution of risk perception. BMC family practice. 2014 Dec;15(1):108.

  • 11.    Eborall H, Stone M, Aujla N, Taub N, Davies M, Khunti K. Influences on the uptake of diabetes screening: a qualitative study in primary care. Br J Gen Pract. 2012 Mar 1;62(596):e204-11.

  • 12.    Al-Mutairi RL, Bawazir AA, Ahmed AE, Jradi H. Health beliefs related to diabetes mellitus prevention among adolescents in Saudi Arabia. Sultan Qaboos University Medical Journal. 2015 Aug;15(3):e398.

  • 13.    Nijhof N, Ter Hoeven CL, de Jong MD.

Determinants of the use of a diabetes riskscreening test. Journal of community health. 2008 Oct 1;33(5):313-7.

  • 14.    Creatore MI, Booth GL, Manuel DG, Moineddin R, Glazier RH. Diabetes screening among immigrants: a population-based urban cohort study. Diabetes Care. 2012 Apr 1;35(4):754-61.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2021.V10.i6.P17

96