SPESIFISITAS DAN SENSITIVITAS PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS TBC DIBANDINGKAN PEMERIKSAAN KULTUR TBC PADA PASIEN TUBERKULOSIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH PERIODE JANUARI – DESEMBER 2015
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.6,JUNI, 2021
Diterima: 2021-04-11 Revisi: 2021-05-20 Accepted: 08-06-2021
SPESIFISITAS DAN SENSITIVITAS PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS TBC DIBANDINGKAN PEMERIKSAAN KULTUR TBC PADA PASIEN TUBERKULOSIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH PERIODE JANUARI – DESEMBER 2015
Putu Harrista Indra Pramana1, Ida Bagus Nyoman Putra Dwija2, Made Agus Hendrayana3
-
1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
2
-
2Bagian/SMF Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Bali
ABSTRAK
Penyakit tuberculosis (TBC) merupakan suatu penyakit infeksi menular yang menyerang system pernafasan yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ. Di Indonesia, besarnya angka kematian akibat TBC, maka peranan diagnosis dan perawatan menjadi sangat penting. Metode tercepat untuk diagnosa tuberkulosis yaitu dengan pemeriksaan mikroskopis namun diagnosis pasti penyakit TBC ditegakkan bila ditemukan bakteri M. tuberculosis di dalam spesimen, yang berasal dari organ yang terinfeksi,berdasarkan pemeriksaan bakteriologi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaaan mikroskopis dibandingkan pemeriksaan kultur pada pasien Tuberkulosis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Periode Januari-Desember 2015.Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan design study cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penderita yang dicurigai menderita TBC yang datang ke RSUP Sanglah Denpasar pada Januari 2015-Desember 2015 yang yang melakukan pemeriksaan mikroskopis dan kultur di laboratorium Pemilihan sampel menggunakan metode total sampling dengan total sampel 124 pasien.Dengan uji chi square didapatkan hasil adanya hubungan bermakna antara uji mikroskopis dan uji kultur dengan nilai p<0,05. Dengan tabel 2x2 didapatkan nilai diagnostik pemeriksaan uji mikroskopis dibandingkan uji kultur menunjukkan sensitivitas sebesar 68% dan spesifisitas sebesar 94,9%.
Kata Kunci:Tuberkulosis, Mikroskopis Zn, Kultur LJ, Sensitivitas, Spesifisitas
ABSTRACT
Tuberculosis (TBC) is an infectious disease that attacks the respiratory system caused by Mycobacterium tuberculosis that can attack any organ. In Indonesia, the death rate from TBC is large, then the role of diagnosis and treatment are very important. The fastest method for diagnose TBC is by microscopic examination, but a definitive diagnosis of TBC disease is made when M. tuberculosis was found in the specimen, which is derived from the infected organ, based on bacteriological examination. The purpose of this study was to determine the sensitivity and specificity of microscopic examination compared to culture examination in patients Tuberculosis in General Hospital Sanglah period from January to December, 2015.This study is an observational analytic study with cross sectional design. The populations in this study were all
SPESIFISITAS DAN SENSITIVITAS PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS TBC DIBANDINGKAN PEMERIKSAAN KULTUR TBC PADA PASIEN TUBERKULOSIS.., Putu Harrista Indra Pramana1, Ida Bagus Nyoman Putra Dwija2, Made Agus Hendrayana3
patients suspected of having tuberculosis who came to Sanglah Hospital in Denpasar in January 2015-December 2015 were conducting a microscopic examination and culture in the laboratory. Sample selection using total sampling method with a total sample of 124 patients.With chi square test showed a significant correlation between the microscopic test and culture test with p <0.05. With a 2x2 table values obtained diagnostic test microscopic examination than the culture test showed a sensitivity of 68% and a specificity of 94.9%.
Keywords: Tuberculosis, Microscopic Zn, LJ culture, Sensitivity, Specificity
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu penyakit infeksi yang bersifat kronis ditandai oleh adanya pembentukan tuberkel dan nekrosis kaseosa pada jaringan yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.1 Diperkirakan 95% penderita TB terdapat di negara-negara berkembang. Di Indonesia setiap tahunnya terdapat 583.000 kasus baru dengan kematian 140.000 serta diperkirakan terdapat 130 kasus baru dengan BTA (+) setiap 100.000 penduduk.2
Diagnosis TB pada tahap dini cukup sulit dilakukan, karena gambaran klinis yang timbul tidak spesifik. Pemeriksaan gejala klinis yang timbul, pemeriksaan fisik, radiologis dan pemeriksaan laboratoris, dibutuhkan untuk diagnosis TB. Diagnosis pasti adalah dengan ditemukannya M. tuberculosis pada pemeriksaan biakan dahak atau kultur.2 Metode tercepat untuk diagnosa tuberkulosis yaitu dengan pemeriksaan mikroskopis. Meskipun pemeriksaan mikroskopis tergolong cepat, namun masih terdapat masalah dalam hal interpretasi hasil laboratorium, dimana para klinisi sering mengalami kesulitan untuk menentukan diagnosis tuberkulosis pada pasien yang memiliki hasil pemeriksaan mikroskopik scanty.2
Instalasi Mikrobiologi Klink RSUP Sanglah Denpasar merupakan satu sentra pemeriksaan mikroskopis dan kultur BTA, tetapi belum ada data mengenai hubungan antara gambaran mikroskopis dengan hasil kultur. Sehingga pada penelitian ini akan dilakukan pemeriksaan hubungan antara mikroskopis dengan kultur BTA.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain studi potong lintang (cross sectional), yaitu cara pendekatan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Tuberkulosis RSUP Sanglah Denpasar, Bali pada bulan April 2016 – Juli 2016. Seluruh penderitan yang dicurigai menderita TBC dijadikan populasi target dan penderitan yang dicurigai TBC yang datang ke RSUP Sanglah Denpasar pada Januari-Desember 2015 merupakan populasi terjangkau.
Kriteria inklusi yang digunakan adalah pasien yang datang ke RSUP Sanglah dengan kecurigaan penyakit TBC yaitu apabila terdapat salah satu gejala dari gelaja batuk yang menetap minimal tiga minggu dengan kemungkinan penyebab lain telah disingkirkan, berat bada menurut umur kurang dari 80% berat badan ideal, gejala sakit yang tidak jelas penyebabnya yang sudah berlangsung selama minimal dua minggu (termasuk di dalamnya gejala demam berkepanjangan, keluhan gastrointestinal yang tidak jelas penyebabnya), yang melakukan pemeriksaan mikroskopis dan kultus di laboratorium RSUP Sanglah Denpasar periode Januari-Desember 2015. Kriteria eksklusi pada studi ini adalah apabila didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan tidak lengkap.
Sampel akan diambil menggunakan data sekunder yaitu dengan data hasil pemeriksaan di bagian
laboratorium TBC RSUP Sanglah menggunakan metode total sampling. Dalam penelitian ini, sampel yang didapatkan sebesar 124 sampel.
Setelah mendapatkan data hasil pemeriksaan, selanjutnya data sampel akan dicatat sesuai keperluan penelitian dan selanjutnya akan diolah melalui program SPSS.
HASIL
Berdasarkan jenis kelamin, dari 124 sampel yang diteliti, 61 sampel (49,2%) berjenis kelamin lelaki dan 63 sampel (50,8%) berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan kriteria umur, jumlah sampel sebanyak 61 orang (49,2%) berumur kurang dari atau sama dengan 41 tahun dan 63 orang (50,8%) berumur diatas 41 tahun. Dari 124 sampel, 102 sampel (82,3%) mendapatkan hasil negatif, sebanyak 1 sampel (0,8%) ditemukan adanya 2 BTA / 100 lapang pandang, 1 sampel (0,8%) ditemukan adanya 5 BTA / 100 lapang pandang, 9 sampel (7,3%) memiliki penilaian +1, 3 sampel (2,4%) dengan penilaian +2 dan 8 sampel (6,5%) dengan penilaian +3. Pada uji kultur didapatkan hasil negatif sebanyak 91 sampel (73,4%), sebanyak 4 sampel (3,2%) memiliki hasil 1-9 koloni dengan masing-masing ditemukan 1 sampel dengan 1 koloni, 2 sampel dengan 2 koloni, dan 1 sampel dengan 4 koloni. Sampel yang memiliki penilaian +1 sebanyak 3 sampel (2,4%), 1 orang (0,8%) memiliki hasil MOTT dan 25 sampel (20,2%) memiliki hasil uji kultur positif (tabel 1).
Tabel 1. Analisis Univariat Sampel
Variabel |
f |
Proporsi (%) |
Jenis Kelamin | ||
Laki-laki |
61 |
49,2 |
Perempuan Umur |
63 |
50,8 |
≤ 41 tahun |
61 |
49,2 |
>41tahun Hasil Pemeriksaan Mikroskopis |
63 |
50,8 |
Negatif |
102 |
82,3 |
1-9 BTA |
2 |
1,6 |
+1 |
9 |
7,3 |
+2 |
3 |
2,4 |
+3 Hasil Pemeriksaan Kultur |
8 |
6,5 |
Negatif |
91 |
73,4 |
1-9 Koloni |
4 |
3,2 |
MOTT |
1 |
0,8 |
+1 |
3 |
2,4 |
Positif |
25 |
20,2 |
Distribusi hasil uji mikroskopis dan uji kultur, dari 102 sampel yang dinyatakan negatif pada uji mikroskopis, 88 sampel memiliki hasil uji yang sama pada uji kultur, 1 sampel memiliki hasil MOTT, 1 sampel didapatkan 1 koloni bakteri, 2 sampel didapatkan hasil 2 koloni bakteri, 1 sampel didapatkan hasil 4 koloni bakteri, 1 sampel didapatkan hasil +1 dan 8 sampel memiliki hasil positif. 1 sampel yang ditemukan 2 BTA pada ujimikroskopis ditemukan hasil negative pada uji kutur. 1 sampel yang ditemukan 5 BTA pada uji mikroskopis, memiliki hasi uji kultur yang positif.
Dari 9 sampel yang memiliki hasil uji mikroskopis +1, 2 diantaranya memiliki hasil uji kultur negatif, 2 sampel memiliki hasil uji kultur +1,
dan 5 sampel memiliki hasil positif. 3 sampel uji mikroskopis yang memiliki hasil +2, seluruhnya memiliki hasil uji positif pada hasil uji kultur dan 8 sampel yang memiliki hasil uji +3 pada uji mikroskopis, seluruhnya memiliki hasil uji positif pada pemeriksaan kultur.
Sebelum dianalisis menggunakan kurva ROC, dilakukan pengelompokan pada data. Data uji kultur dan uji mikroskopis dikelompokkan menjadi 4 kelompok. Kelompok 1 merupakan data dengan uji mikroskopis dengan hasil
Tabel 2. Pengelompokkan dari Hasil Uji Mikroskopis dan Uji Kultur
Komponen Uji |
Jumlah Data | |||
Positif |
Negatif |
Positif (n(%)) |
Negatif (n(%)) | |
Kelompok 1 |
+1,+2,+3 |
Negatif dan 1-9 BTA |
20 (16,1) |
104 (83,9) |
Kelompok 2 |
+1,+2,+3,1-9 BTA |
Negatif |
22 (17,7) |
102 (82,3) |
Kelompok 3 |
+1,+2,+3 |
MOTT, Negatif, 1-9 Koloni |
25 (20,2) |
99 (79,8) |
Kelompok 4 |
+1,+2,+3, 1-9 Koloni |
Negatif, MOTT |
32 (25,8) |
92 (74,2) |
Hasil yang didapatkan pada titik potong kelompok 1, memiliki sensitivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok 2. Namun, spesifisitas kelompok 1 lebih baik daripada kelompok 2 (gambar 1).
Gambar 1. Hasil Kurva ROC dari Kelompok 1 dan Kelompok 2 dibandingkan dengan Kelompok 3
Hasil yang didapatkan adalah sensitivitas pada kelompok 2 lebih baik tetapi spesifisitasnya lebih baik pada kelompok 1 (gambar 2).
positif hanya terdiri dari hasil uji +1, +2, dan +3 dan sisanya dianggap negatif. Kelompok 2 merupakan data dengan uji mikrokopis dengan hasil negatif hanya terdiri dari hasil uji negatif dan sisanya dianggap positif. Kelompok 3 merupakan data dengan hasil uji kultur dengan hasil positif hanya terdiri dari data uji positif sedangkan sisanya dianggap negatif dan kelompok 4 merupakan pengelompokan dari uji kultur yang nilai negatif hanya terdiri dari hasil uji negatif dan sisanya dianggap positif (tabel 2).
Gambar 2. Hasil Kurva ROC dari
Kelompok 1 dan Kelompok 2
dibandingkan dengan Kelompok 4
Selain melihat hasil kurva ROC,
kita juga dapat melihat hasil dari AUC (Area Under Curve) yang dapat menginterpretasikan rerata sensitivitas dan spesifisitas untuk semua nilai yang mungkin (tabel 3).
Setelah dilakukan analisis kurva ROC pada masing-masing kelompok yaitu kelompok 1 dan kelompok 2 yang dibandingkan dengan gold standard
yaitu kelompok 3 dan kelompok 4, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tabel 2x2 untuk penilaian uji sensitivitas dan spesifisitas dan uji chi-square akan
menggunakan Kelompok 2 sebagai uji mikroskopis dan Kelompok 3 sebagai uji kultur. asasasasasasjahsjahsahjsha
Tabel 3. AUC pada Variabel Kelompok 1 dan Kelompok 2
AUC pada Variabel Kelompok 1 dan Kelompok 2 dibandingkan dengan Kelompok 3 |
Variabel Area p IK 95% Kelompok 1 0,800 0,000 0,681-0,918 Kelompok 2 0,815 0,000 0,701-0,929 |
AUC pada Variabel Kelompok 1 dan Kelompok 2 dibandingkan dengan Kelompok 4 |
Variabel Area p IK 95% Kelompok 1 0,770 0,000 0,658-0,882 Kelompok 2 0,781 0,000 0,671-0,890 |
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa hubungan ini bermakna. Jumlah pasien melalui uji chi-square nilai p yang dengan hasil uji negatif semu sebanyak 8 didapatkan adalah 0,000 yang artinya sampel dan positif palsu sebanyak 5 p<0,05 sehingga dapat dikatakan sampel.
Tabel 4. Hubungan Uji Mikroskopis dengan Uji Kultur pada Pasien Suspek Tuberkulosis di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2015.
Uji Kultur |
Total (n(%)) |
Nilai p | |||
Positif (n(%)) |
Negatif (n(%)) | ||||
Uji Mikroskopis |
Positif |
17 (77,3) |
5 (22,7) |
22 (100) |
0,000 |
Negatif |
8 (7,8) |
94 (92,2) |
102 (100) | ||
Total |
25 (20,2) |
99 (79,8) |
124 (100) |
Sensitivitas dari hasil diatas adalah hasil uji mikroskopis (positif benar) dibandingkan seluruh sampel yang sakit (positif benar + negatif semu) sama dengan 68%
Spesifisitas dari hasil diatas adalah hasil uji mikroskopis negatif (negatif benar) dibandingkan dengan seluruh subyek yang tidak sakit (negatif benar + positif semu) yaitu 94,9%
PEMBAHASAN
Hasil uji mikroskopis yang dibandingkan dengan uji kultur LJ ditemukan 5 sampel yang menunjukkan hasil positif palsu. Kemungkinan yang menyebabkan terjadinya positif palsu adalah fenomena dead bacilli atau non culturable obat anti tuberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu yang pendek atau memang terdapat kuman BTA tetapi jenis lain (bukan Mycobacterium Tuberculosis).3 Jumlah sampel yang menunjukkan hasil negatif palsu pada uji
mikroskopis sebanyak 8 sampel. Hasil negatif palsu berkaitan dengan proses dalam pengolahan sputum dan kualitas sputum yang diperiksa yang meliputi kualitas ukuran sputum, kualitas kerataan sputum, kualitas ketebalan, kualitas kebersihan dan kualitas pewarnaan. Pemeriksaan mikroskopis dalam diagnosis dini penyakit Tuberkulosis adalah penting. Di Indonesia, standar dalam penegakan diagnosis Tuberkulosis menggunakan hasil kultur namun untuk mencegah penyebaran dan penularan bakteri yang meluas serta mencegah risiko komplikasi yang dapat terjadi dapat digunakan hasil pemeriksaan mikroskopis karena hasil kultur memerlukan waktu yang lebih lama.
Penelitian ini mempunyai nilai sensitivitas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sapatawati, dkk4 pada tahun 2012 yang membandingkan hasil pewarnaan Ziehl Neelsen dengan Kultur
LJ dimana dengan jumlah sampel sebanyak 90 sampel, didapatkan hasil nilai sensitivitas 90,4% dan spesitifitas 86,8%.4 Penelitian lain yang dilakukan oleh Jasaputra, Onggowidjaja, dan Soeng mendapatkan hasil bahwa hasil uji BTA dibandingkan dengan Kultur memiliki nilai sensitivitas 31,6% dan spesitifitas 81,8% dengan uji kemaknaan dengan Mc Nemar mendapatkan hasil 6,67 (p<0,01) yang dapat disimpulkan ada perbedaan yang bermakna secara statistic yang sering menyebabkan Mycobacterium tuberculosis dalam sputum sering tidak terdeteksi sebagai BTA secara mikroskopik.5
SIMPULAN
Nilai diagnostik pemeriksaan uji mikroskopis dibandingkan uji kultur menunjukkan sensitivitas sebesar 68% dan spesifisitas sebesar 94,9% SARAN
Pemeriksaan mikroskopis dapat dianjurkan untuk menegakkan diagnosis dini pada pasien yang dicurigai menderita tuberculosis Perlunya evaluasi lebih lanjut dari penelitian ini dengan menambah jumlah sampel penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Jannah D, Rahmawati I, Rujito L.
Sensitivitas dan Spesifisitas Pemeriksaan Imunokromatografi Tuberkulosis Dibandingkan
Dengan Kultur Lowenstein-Jensen. Jurnal Sains Medika, 2009;1:106-114.
-
2. Firdaous AK. Hasil Kultur Lowenstein Jensen pada
Spesimen dengan Mikroskopis Scanty. Universitas Gadjah Mada, 2014;1:1-4.
-
3. Hyung KK, Byeong-Ho J, dkk. Clinical significance of smear positivity for acid-fast bacilli after ≥5 months of treatment in patients with drug-susceptible pulmonary tuberculosis.
Medicine (Baltimore),
2016;95(31):6-8.
-
4. Saptawati, Leli, dkk. Evaluasi Metode FAST Plaquetbtm untuk Mendeteksi Mycobacterium
Tuberculosis pada Sputum di Beberapa Unit Pelayanan Kesehatan di Jakarta-Indonesia. Jurnal Tuberkulosis Indonesia, 2012;8:2-6.
-
5. Jasaputra, DK, dkk. Akurasi Deteksi Mycobacterium
Tuberculosis dengan Teknik PCR Menggunakan “Primer X” Dibandingkan dengan
Pemeriksaan Mikroskopik (BTA) dan Kultur Sputum Penderita dengan Gejala Tuberkulosis Paru. Jurnal Kedokteran Maranatha, 2010;5:5-6.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2021.V10.i6.P15
84
Discussion and feedback