ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.6,JUNI, 2021


Diterima: 2021-04-05 Revisi: 2020-05-21 Accepted: 08-06-2021

PREVALENSI PEDICULOSIS CAPITIS DAN FAKTOR RISIKO INFESTASINYA PADA ANAK DI SD NO. 6 DARMASABA, KECAMATAN ABIANSEMAL, KABUPATEN BADUNG

Ni Putu Tamara Bidari Suweta1, I Kadek Swastika2, I Made Sudarmaja2

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universaitas Udayana; 2Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

*email: [email protected]

ABSTRAK

Pediculosis capitis (infestasi kutu kepala) merupakan masalah sosial dan kesehatan di dunia terutama mengenai anak-anak usia sekolah dasar. Sehingga penelitian mengenai prevalensi pediculosis capitis dan faktor risiko infestasinya pada anak menjadi penting dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi pediculosis capitis dan faktor risiko infestasinya pada anak di SD No. 6 Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung. Metode penelitian ini merupakan analitik observasional dengan pendekatan cross sectional dari sumber data primer lapangan berupa seluruh siswa di SD No 6 Darmasaba pada April – Mei 2018. Besar sampel yang digunakan adalah sebanyak 144 sampel dengan teknik total sampling. Pemeriksaan kutu kepala dilakukan secara visual dan menggunakan sisir kutu. Respon sampel dikumpulkan melalui kuesioner. Analisis data dilakukan secara bertahap dengan analisis bivariat dan multivariat. Prevalensi pediculosis capitis pada anak di SD No 6 Darmasaba adalah sebesar 59,7%. Faktor yang berhubungan dengan infestasi pediculosis capitis di SD No 6 Darmasaba adalah jenis kelamin (P value = 0,000), panjang rambut (P value = 0,000), dan kontak dengan orang yang terinfestasi (P value = 0,000). Sedangkan faktor yang tidak berhubungan dengan infestasi pediculosis capitis adalah frekuensi cuci rambut (P value = 0,274), penggunaan sisir / aksesoris rambut / topi bersama (P value = 0,065), dan kebiasaan tidur bersama (P value = 0,841). Prevalensi pediculosis capitis pada anak usia 6-13 tahun di SD No. 6 Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung tergolong tinggi sehingga eradikasi infestasinya perlu dilakukan pada anak usia sekolah dasar.

Kata kunci: pediculosis capitis, prevalensi, faktor risiko

ABSTRACT

Pediculosis capitis (head lice infestation) is a common social and health problem worldwide affecting mostly primary-school children, thus study about the prevalence and risk factors of pediculosis capitis infestation is important to be conducted. The aim of this study is to determine the prevalence of pediculosis capitis and the correlation between gendek, hair length, frequency of hair washing, sharing comb/ hair accessories/ hat, co-sleeping habit, and contact with infested person. This study method is analytical observational study with cross sectional design, the data is collected from the students in SD No 6 Darmasaba in April-May 2018. Sample was collected using total sampling method with 144 samples. Head lice examination is done visually and using louse comb. The samples response was collected using questionnaire. The data was analyzed sequentially by bivariate and multivariate analysis. The prevalence of pediculosis capitis among the children in SD No 6 Darmasaba is 59.7%. Factors related to pediculosis capitis infestation in SD No 6 Darmasaba are gender (P value = 0.000), hair length (P value = 0.000), and contact with infested person (P value = 0.000). Meanwhile factors which are not related to pediculosis capitis infestation are frequency of hair washing (P value = 0.274), sharing comb/ hair accessories/ hat (P value = 0.065), and co-sleeping habit (P value = 0.841). The prevalence of pediculosis capitis in children age 6-13 years old in SD No. 6 Darmasaba, Kecamatan Abiansemal,

Kabupaten Badung is high. Eradication of pediculosis capitis needs to be done in primary school children.

Keywords: pediculosis capitis, prevalence, risk factors

PENDAHULUAN

Infestasi kutu kepala (pediculosis capitis) masih menjadi masalah kesehatan yang umum pada anak-anak di seluruh dunia baik di negara maju maupun berkembang. Penyakit ini awalnya dianggap hanya menginfestasi masyarakat sosioekonomi rendah dengan tingkat kebersihan yang buruk, namun saat ini sudah menjangkit ke semua kelas sosioekonomi terutama pada daerah dengan populasi padat.1 Centers for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan sekitar 6 sampai 12 juta infestasi kutu kepala terjadi setiap tahunnya pada anak usia 3 sampai 11 tahun di Amerika Serikat.2

Pediculosis capitis merupakan penyakit infeksi kulit kepala yang disebabkan oleh infestasi ektoparasit spesies Pediculus humanus capitis. Kutu kepala hanya dapat hidup di kulit kepala dan rambut manusia. Siklus hidup kutu kepala terdiri dari telur (nits), nimfa, dan kutu kepala dewasa.3 Dampak utama dari infestasi pediculosis capitis adalah timbulnya gejala pruritus atau gatal pada kulit kepala yang terjadi karena reaksi alergi dari saliva dan feses kutu kepala. Gangguan tidur, penurunan konsentrasi, anemia, luka lecet, dan infeksi bakteri sekunder juga dapat terjadi pada seseorang dengan infestasi pediculosis capitis.4,5 Infestasi kutu kepala tidak hanya menyebabkan gejala fisik namun juga stres psikologis dikarenakan anak-anak memiliki stigma bahwa kutu kepala disebabkan karena higienitas personal yang buruk dan kemiskinan.5,6

Infestasi kutu kepala tidak dianggap sebagai masalah kesehatan yang serius. Pengendalian kutu kepala jarang dilakukan dan belum menjadi prioritas jika dibandingkan dengan penyakit lain. Sehingga penularan kutu kepala menjadi sangat cepat dan angka morbiditasnya seringkali tinggi di suatu wilayah dengan populasi yang padat. Oleh karena itu penelitian ini dilaksanakan untuk menentukan prevalensi pediculosis capitis dan faktor risiko infestasinya pada anak di SD No. 6 Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung dan untuk meningkatkan kesadaran dari sekolah dan pemerintah bahwa pediculosis capitis masih merupakan masalah kesehatan yang signifikan. SD No 6 Darmasaba terletak di Desa Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Desa Darmasaba merupakan daerah rural yang berbatasan langsung dengan daerah urban yaitu Kota Denpasar.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di SD No. 6 Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2018. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan desain cross sectional. Sampel berjumlah 144 orang dari kelas 1 sampai 6 yang telah setuju untuk berpartisipasi pada penelitian ini. Persetujuan didapatkan dari orang tua siswa dengan informed consent tertulis sebelum dilakukan pemeriksaan. Variabel dependen berupa prevalensi infestasi pediculosis capitis diperoleh dengan pemeriksaan kutu kepala secara visual dan menggunakan sisir kutu. Pediculosis capitis dinyatakan positif apabila ditemukan minimal salah satu dari kutu kepala stadium dewasa, nimfa, atau telur. Variabel independen diperoleh melalui pengisian kuesioner untuk siswa kelas 4-6 dan wawancara dengan kuesioner untuk siswa kelas 1-3. Data yang diperoleh kemudian dinyatakan dalam angka dan presentase dan dianalisis secara bivariat dengan uji Chi-Square untuk menilai adanya hubungan antara variabel dengan infestasi kutu kepala. Analisis multivariat dengan uji logistik regresi pada variabel yang memiliki hubungan signifikan digunakan untuk mengetahui variabel yang paling berhubungan dengan infestasi kutu kepala. Nilai p dinyatakan signifikan apabila kurang dari 0,05. Pelaksanaan penelitian telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor izin 384/UN.14.2.2.IV.1/2018.

HASIL

Infestasi kutu kepala diobservasi pada 144 siswa SD No. 6 Darmasaba. Pediculosis capitis ditemukan pada 59,7% dari sampel penelitian. Sampel terdiri dari 71 orang anak perempuan dan 73 orang anak laki-laki. Angka prevalensi positif pediculosis capitis pada anak perempuan (87,3%) di SD No 6 Darmasaba lebih tinggi dibandingkan pada anak laki-laki (32,9%). Sampel penelitian terdiri dari siswa sekolah dasar dari usia 6 sampai dengan 13 tahun dengan median usia 10 tahun. Kejadian pediculosis capitis pada kelompok usia 6-9 tahun dan 10-13 tahun cenderung sama. Infestasi pediculosis capitis tertinggi terjadi pada siswa kelas III (73,7%) dan kejadian terendah pada siswa kelas IV (48,1%). Data karakteristik sampel disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Prevalensi pediculosis capitis berdasarkan karakteristik sampel

Karakteristik

Total

Pediculosis capitis

Positif n(%)

Negatif n(%)

Jenis Kelamin

Perempuan

71

62(87,3)

9 (12,7)

Laki-laki

73

24 (32,9)

49 (67,1)

Usia

6-9 tahun

67

40 (59,7)

27 (40,3)

10-13 tahun

77

46 (59,7)

31 (40,3)

Kelas

I

17

11 (64,7)

6 (35,3)

II

20

11 (55,0)

9 (45,0)

III

19

14 (73,7)

5 (26,3)

IV

27

13 (48,1)

14 (51,9)

V

34

19 (55,9)

15 (44,1)

VI

27

18 (66,7)

9 (33,3)


Berdasarkan data sosiodemografi sampel pada Tabel 3 ditemukan kejadian pediculosis capitis pada sampel yang memiliki saudara kandung lebih dari 2 orang (71,4%) lebih tinggi dari yang memiliki saudara kandung sebanyak 2 orang atau kurang (57,7%). Kejadian positif pediculosis capitis tertinggi terjadi pada sampel yang memiliki anggota keluarga lebih dari 6 orang (66,7%) dan yang terendah pada sampel yang memiliki anggota keluarga sebanyak 3 sampai 4 orang (53,6%). Prevalensi kutu kepala terjadi paling tinggi pada sampel dengan tingkat pendidikan ayah tamat SMP yaitu sebesar 72,2%. Prevalensi kutu kepala terjadi paling tinggi pada sampel dengan tingkat pendidikan ibu tamat akademi/S1 yaitu sebesar 77,8%.

Tabel 2. Prevalensi pediculosis capitis berdasarkan karakteristik data sosiodemografi

Data sosiodemografi

Total

Pediculosis capitis

Positif

Negatif

n(%)

n(%)

Jumlah saudara

kandung

≤ 2 orang

123

71 (57,7)

52 (42,3)

> 2 orang

21

15 (71,4)

6 (28,6)

Jumlah anggota

keluarga

3-4 orang

56

30 (53,6)

26 (46,4)

5-6 orang

61

38 (62,3)

23 (37,7)

> 6 orang

27

18 (66,7)

9 (33,3)

Pendidikan ayah

Tidak tamat SD

1

0 (0,0)

1 (100,0)

Tamat SD

9

5 (55,6)

4 (44,4)

Tamat SMP

18

13 (72,2)

5 (27,8)

Tamat SMA

91

51 (56,0)

40 (44,0)

Akademi/S1

25

17 (68,0)

8 (32,0)

Pendidikan ibu

Tidak tamat SD

1

0 (0,0)

1 (100,0)

Tamat SD

12

6 (50,0)

6 (50,0)

Tamat SMP

26

18 (69,2)

8 (30,8)

Tamat SMA

86

48 (55,8)

38 (44,2)

Akademi/S1

18

14 (77,8)

4 (22,2)

Meninggal dunia

1

0 (0,0)

1 (100,0)


Analisis hubungan antara faktor risiko dengan prevalensi pediculosis capitis dengan uji statistik chi square disajikan pada Tabel 3. Prevalensi pediculosis capitis secara signifikan lebih tinggi pada jenis kelamin perempuan dibandingkan laki-laki (p < 0,05). Kejadian pediculosis capitis secara signifikan lebih tinggi pada rambut panjang (sebahu atau lebih) dibandingkan rambut pendek (setelinga) (p < 0,05). Prevalensi kutu kepala bermakna secara signifikan lebih tinggi pada sampel yang pernah kontak dengan orang yang terinfestasi dibandingkan dengan yang tidak (p < 0,05). Prevalensi pediculosis capitis tidak berbeda secara signifikan dengan frekuensi cuci rambut, penggunaan sisir/ aksesoris rambut/ topi bersama, dan kebiasaan tidur bersama (p > 0,05).

Tabel 3. Hubungan antara faktor risiko dengan prevalensi pediculosis capitis

Faktor yang berhubungan

Total

Pediculosis capitis

Nilai P

Positif

Negatif

n(%)

n(%)

Jenis Kelamin

<0,001

Perempuan

71

62 (87,3)

9 (12,7)

Laki-laki

73

24 (32,9)

49 (67,1)

Panjang rambut

<0,001

Panjang (sebahu taau lebih)

71

62 (87,3)

9 (12,7)

Pendek (setelinga)

73

24 (32,9)

49 (67,1)

Frekuensi cuci rambut

0,274

1x seminggu

33

17 (51,5)

16 (48,5)

> 1x seminggu

111

69 (62,2)

42 (37,8)

Penggunaan sisir/ aksesoris rambut/ topi bersama

0,065

Ya

90

59 (65,6)

31 (34,4)

Tidak

54

27 (50,0)

27 (50,0)

Kebiasaan tidur bersama

0,841

Ya

113

67 (59,3)

46 (40,7)

Tidak

31

19 (61,3)

12 (38,7)

Kontak dengan orang yang terinfestasi

<0,001

Ya

117

82 (70,1)

35 (29,9)

Tidak

27

4 (14,8)

23 (85,2)

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik ganda pada Tabel 4, variabel yang memiliki hubungan signifikan secara statistik dengan infestasi pediculosis capitis adalah jenis kelamin, panjang rambut, dan kontak dengan orang yang terinfestasi. Variabel jenis kelamin dan panjang rambut digabung oleh karena saling merepresentasikan satu sama lain. Perempuan

berisiko mengalami infestasi pediculosis capitis 10,8 kali lebih sering dibandingkan laki-laki. Rambut panjang berisiko mengalami infestasi pediculosis capitis 10,8 kali lebih sering dibandingkan rambut pendek. Kontak dengan orang yang terinfestasi berisiko mengalami infestasi pediculosis capitis 8,4 kali lebih sering dibandingkan yang tidak.

Tabel 4. Analisis regresi logistik ganda pada hubungan antara faktor risiko potensial dengan prevalensi pediculosis capitis

Faktor risiko

B

Wald

Sig.

OR

95% CI

Jenis kelamin dan panjang rambut

2,384

27,327

0,000

10,853

4,439 – 26,535

Kontak dengan orang yang terinfestasi

2,124

11,003

0,001

8,362

2,384 – 29,327

Constant

-4,529

32,638

0,000

0,011

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini ditemukan prevalensi infestasi pediculosis capitis pada anak usia sekolah dasar adalah sebesar 59,7%. Prevalensi yang tinggi juga didapatkan pada beberapa penelitian yaitu di Pakistasn 74%7 dan Malaysia 35%8. Namun prevalensi yang rendah juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan di Korea 4,1%6 dan Iran 4%9. Beberapa penelitian juga dilakukan di Indonesia salah satunya di Jatinangor didapatkan angka prevalensi sebesar 55,3%10.

Prevalensi pediculosis capitis ditemukan lebih tinggi (87,3%) pada perempuan. Hal tersebut disebabkan oleh karena perbedaan perilaku dan panjang rambut antara perempuan dan laki-laki.6

Angka kejadian pediculosis capitis cenderung sama pada kelompok usia 6-9 tahun dan 10-13 tahun. Kejadian tertinggi terjadi pada siswa kelas III (73,7%) dan terendah pada siswa kelas IV (48,1%). Kutu kepala merupakan permasalahan utama yang paling sering

mengenai anak sekolah usia 5-13 tahun dan transmisinya terjadi di sekolah itu sendiri.9

Prevalensi kutu kepala pada siswa yang memiliki saudara kandung lebih dari 2 orang dan anggota keluarga lebih dari 6 orang cenderung lebih tinggi. Jumlah saudara dan anggota keluarga yang besar memfasilitasi transmisi dari kutu kepala oleh karena kontak dekat pada tempat tinggal yang lebih sesak.8

Kejadian kutu kepala pada sampel dengan tingkat pendidikan ayah terjadi paling tinggi pada sampel dengan ayah tamat SMP dan ibu tamat akademi/S1. Tingkat pendidikan orangtua dapat diasumsikan sebagai representasi dari tingkat sosioekonomi mereka. Infestasi pediculosis capitis tidak hanya terbatas pada tingkat pendidikan dan sosioekonomi yang rendah9. Pekerjaan orangtua terutama ibu dengan kesibukan kerja tinggi memiliki perhatian yang kurang terhadap infestasi kutu kepala pada anaknya.

Analisis statistik diperoleh bahwa perempuan memiliki prevalensi infestasi yang secara signifikan lebih besar dibanding laki-laki (P<0,05). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Korea, ditemukan bahwa prevalensi kutu kepala terjadi tiga kali lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki.6 Hal tersebut disebabkan karena perempuan memiliki kebiasaan berinteraksi lebih dekat dan lebih lama satu sama lain dibandingkan dengan laki-laki, sehingga meningkatkan risiko transmisi kutu kepala.6 Selain itu, perempuan usia sekolah dasar memiliki rambut yang cenderung lebih panjang daripada laki-laki. Rambut panjang merupakan tempat hidup yang baik untuk kutu kepala dibanding pada laki-laki.11

Rambut panjang (sebahu atau lebih) memiliki prevalensi infestasi yang secara signifikan lebih besar dibandingkan dengan rambut pendek setelinga (P<0,05). Penelitian sebelumnya didapatkan bahwa semakin panjang rambut maka infestasi pediculosis capitis semakin berat.9 Hal tersebut disebabkan karena rambut panjang memiliki lingkungan yang hangat dan lembab yang menjadi tempat hidup dan berkembang biak yang baik untuk kutu kepala.11 Rambut panjang juga lebih sulit untuk dilakukan cuci rambut yang bersih dibandingkan dengan rambut pendek. Sehingga higienitas pada rambut panjang tidak maksimal. Selain itu, inspeksi untuk eradikasi kutu kepala manual

cenderung lebih sulit dilakukan pada anak dengan rambut panjang.

Frekuensi cuci rambut yang jarang (1x seminggu) tidak memiliki peran yang signifikan pada prevalensi infestasi pediculosis capitis (P>0,05). Hasil serupa pada penelitian lain juga didapatkan bahwa frekuensi cuci rambut tidak berhubungan dengan infestasi pediculosis capitis.12 Higienitas personal suatu individu bukan merupakan hal yang penting pada infestasi pediculosis capitis. Transmisi pediculosis capitis masih dapat terjadi walaupun pada orang dengan higienitas personal yang baik. Prevalensi frekuensi cuci rambut yang lebih sering terjadi pada anak-anak dengan pediculosis capitis dapat disebabkan karena rasa gatal yang ditimbulkan oleh infestasi kutu kepala terasa mengganggu aktivitas sehari-hari.12

Hasil uji statistik didapatkan bahwa penggunaan sisir/ aksesoris rambut/ topi bersama tidak memiliki peran yang signifikan pada prevalensi infestasi (P>0,05). Penelitian yang dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara penggunaan sisir dan topi bersamaan dengan infestasi pediculosis capitis.13 Penggunaan sisir bersama dapat menjadi salah satu mode transmisi kutu kepala secara tidak aktif, namun peluangnya kecil atau jarang terjadi dibandingkan dengan mode transmisi kutu kepala lainnya.14

Faktor kebiasaan tidur bersama tidak memiliki peran yang signifikan pada prevalensi infestasi kutu kepala (P>0,05). Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah kamar per anggota keluarga dengan prevalensi pediculosis capitis.15 Hal tersebut dapat terjadi karena anak usia sekolah umumnya masih belum mandiri dalam hal tidur sendiri. Sedangkan tidak semua anak yang memiliki kebiasaan tidur bersama orang lain memiliki partner dengan riwayat infestasi pediculosis capitis. Infestasi pediculosis capitis hanya dapat ditularkan dari orang yang terinfestasi, sedangkan orang yang tidak terinfestasi pediculosis capitis tidak dapat menularkan.

Sampel yang pernah kontak dengan orang yang terinfestasi pediculosis capitis didapatkan bahwa prevalensi infestasinya secara signifikan lebih besar dibanding yang tidak (P<0,05). Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki riwayat kontak dengan seseorang yang terinfestasi pediculosis capitis

meningkatkan kemungkinan terinfestasi pediculosis capitis sebesar dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat kontak dengan orang yang terinfestasi pediculosis capitis.12 Kontak dekat pada anak-anak usia sekolah dasar biasanya terjadi dengan saudara kandung, teman bermain, dan anggota keluarga serumah. Kontak dekat antar kepala dengan kepala sejauh ini merupakan rute penularan kutu kepala yang paling umum. Kutu kepala tidak dapat terbang karena tidak mempunyai sayap dan tidak dapat meloncat secara kuat. Kutu kepala pindah dari seseorang dengan rambut terinfestasi ke rambut lain dengan bantuan cakar untuk merangkak pada kakinya.11

SIMPULAN

Prevalensi infestasi pediculosis capitis pada anak di SD 6 Darmasaba adalah 57,9%. Faktor risiko yang berhubungan signifikan dengan infestasi pediculosis capitis pada anak di SD No 6 Darmasaba adalah jenis kelamin, panjang rambut, dan kontak dengan orang yang terinfestasi.

SARAN

Skrining dan terapi terhadap infestasi pediculosis capitis pada anak usia sekolah dasar perlu dilakukan.

UCAPAN TERIMAKASIH

  •    Dosen pembimbing di Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

  •    Kepala SD No. 6 Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali

  •    Siswa SD No. 6 Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Moosazadeh, M., Afshari M., Keianian H., Nezammahalleh A., Enayati AA. Prevalence of Head Lice Infestation and Its Associated Factors among Primary School Students in Iran: A Systematic Review       and       Meta-analysis

2015;6(6):346-356

  • 2.    Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Head Lice – Epidemiology & Risk Factors. https://www.cdc.gov/parasites/lice/head/ epi.html. 24 September 2013.

  • 3.    Feldmeier, H. Pediculosis capitis: new insights into epidemiology, diagnosis and treatment. Eur J Clin Microbiol Infect Dis 2012; 31: 2105–2110.

  • 4.    Sari, D. Dampak Infestasasi Pedikulosis Kapitis Terhadap Anak Usia Sekolah. Jurnal Majority, 2016; 5(5), 69-74.

  • 5.    Tappeh, K. H., Chavshin, A. R., Hajipirloo, H. M., Khashaveh, S., Hanifian, H., Bozorgomid, A., & Azizi, H. Pediculosis capitis among primary school children and related risk factors in Urmia, the main city of West Azarbaijan, Iran. Journal of arthropod-borne diseases, 2012; 6(1), 79.

  • 6.    Oh, J. M., Lee, I. Y., Lee, W. J., Seo, M., Park, S. A., Lee, S. H., & Pai, K. S. Prevalence of pediculosis capitis among Korean children. Parasitology research 2010;107(6):1415-1419.

  • 7.    Lashari MH, Sial N, Akhtar MS, Siddique F, Nawaz M, Yousaf M, et al. Prevalence of head lice among school children. Gomal J Med Sci 2015;13:239-42.

  • 8.    Bachok N, Nordin RB, Awang CW, et al. Prevalence and associated factors of head lice infestation among primary schoolchildren in Kelantan, Malaysia. Southeast Asian J Trop Med Public Health 2006;37(3):536e43.

  • 9.    Tappeh, K. H., Chavshin, A. R., Hajipirloo, H. M., Khashaveh, S., Hanifian, H., Bozorgomid, A., & Azizi, H. Pediculosis capitis among primary school children and related risk factors in Urmia, the main city of West Azarbaijan, Iran. Journal of arthropod-borne diseases 2012;6(1): 79.

  • 10.    Karimah, A., Hidayah, R. M. N., &

Dahlan, A. Prevalence and Predisposing Factors of Pediculosis Capitis on Elementary School Students at Jatinangor. Althea Medical  Journal,

2016;3(2), 254-258.

  • 11.    Cummings, C., Finlay JC., MacDonald NE. Head Lice Infestations: A Clinical Update. Canadian Paediatric Society, 2018;e18-e24.

  • 12.    Tohit, NFM., Rampal, L., Sann, LM. Prevalence and predictors of pediculosis capitis among primary school children in Hulu Langat, Selangor. Med J Malaysia. 2017; Vol 72 no 1; 12-17.

  • 13.    Munusamy, H., Murhandarwati, E. E. H.,

& Umniyati, S. R. The relationship between the prevalence of head lice infestation with hygiene and knowledge among the rural school children in Yogyakarta. Tropical Medicine Journal, 2014; 1(2).

  • 14.    Canyon DV, Speare R. Indirect transmission of head lice via inanimate objects. The Open Dermatology Journal, 2010; 4: 72-6.

  • 15.    Değerli S, Malatyalı E, Mumcuoğlu KY. Head lice prevalence and associated factors in two boarding schools in Sivas. Turkiye Parazitol Derg, 2013; 37(1):32e5.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V10.i6.P11

60