HUBUNGAN DEPRESI, ANSIETAS DAN STRES TERHADAP NYERI LEHER PADA MAHASISWA ANGKATAN 2016 PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER UNIVERSITAS UDAYANA
on

ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL.10 NO.2,Februari, 2021


Diterima:06-12-2020 Revisi: 13-01-2020 Accepted: 02-02-2021
HUBUNGAN DEPRESI, ANSIETAS DAN STRES TERHADAP NYERI LEHER PADA MAHASISWA ANGKATAN 2016 PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER UNIVERSITAS UDAYANA
Bagus Budi Airlangga1, Ketut Tirtayasa 2, Susy Purnawati, 2, I Dewa Putu Sutjana 2
-
1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali, Indonesia
-
2Departemen Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar, Bali, Indonesia
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Bagaimana beradaptasi, menjaga nilai agar selalu bagus dan memikirkan masa depan dapat menyebabkan kecemasan bahkan depresi pada mahasiswa. Selain itu, mahasiswa juga dapat mengalami stres yang bersumber dari berbagai macam hal, termasuk dalam kegiatan perkuliahan/akademik. Ketiga gangguan emosional tersebut dapat menyebabkan seseorang menderita nyeri leher. Berdasarkan penelitian, depresi dan ansietas secara signifikan berhubungan dengan peningkatan pada keluhan di leher. Orang – orang yang teridentifikasi dengan depresi dan kecemasan cenderung masuk ke dalam kelompok dengan tingkat keluhan di leher yang tinggi. Sedangkan stres dihubungkan dengan keluhan di leher diakibatkan oleh meningkatnya aktivitas listrik dalam otot yang menyebabkan otot menjadi menegang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara depresi, ansietas dan stres terhadap nyeri leher pada mahasiswa angkatan 2016 Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Universitas Udayana. Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian analitik korelasi dengan menggunakan metode cross-sectional pada 128 responden. Simpulan dari penelitian adalah terdapat hubungan yang signifikan antara depresi, ansietas dan stres terhadap nyeri leher dengan hubungan antar variabel tergolong sedang.
Kata Kunci: Mahasiswa, Depresi, Ansietas, Stres, Nyeri Leher
ABSTRACT
College students on its purpose to get expert at something has many things to do. Maintain high grades and thinking about the future can cause someone to get anxiety or even worse depression. A college student can also get stressed out that comes from many sources, including college activities and internally or externally mental pressure. Those 3 emotional problem can cause neck pain. People that identified with depression and anxiety tend to has higher possibility to get a neck pain. While stress can cause a neck pain because of the activity of electricity in muscle that can cause a muscle spasm which can lead someone to have a neck pain. The aim of the study is to determine the relationship between depression, anxiety and stress to neck pain in the 2016 class of medical undergraduate and medical profession of Udayana University. This study was a correlation analytic study using a crosssectional method with 128 respondents involved. The result of the study is that there is a significant relationship between depression, anxiety and stress to neck pain with the relation between variables is classified as moderate.
Keywords: College Students, Depression, Anxiety, Stress, Neck Pain
PENDAHULUAN
Mahasiswa dalam tujuannya yaitu menimba, menekuni suatu ilmu memiliki banyak kegiatan mulai dari berorganisasi, menjalani perkuliahan di kelas hingga kegiatan lain baik yang bersifat akademik maupun non-akademik. Bagaimana beradaptasi, menjaga nilai agar selalu bagus dan memikirkan masa depan dapat menyebabkan kecemasan bahkan depresi pada mahasiswa.1 Selain itu, mahasiswa juga dapat mengalami stres. Stres pada mahasiswa dapat bersumber dari berbagai macam hal, termasuk dalam kegiatan perkuliahan/akademik terutama akibat dari tuntutan orang – orang sekitar serta dalam diri sendiri. Ketiga hal tersebut dapat menyebabkan seseorang mengalami nyeri leher.2
Nyeri leher merupakan suatu kondisi yang sering dijumpai terutama pada pekerja manual. Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya nyeri leher yaitu akibat cedera, postur tubuh, pengaruh emosi, aktivitas listrik di dalam jaringan serta proses degeneratif. Dari hasil penelitian yang dilakukan, sebanyak 36,6% melaporkan sembuh total dari nyeri leher, 32,7% melaporkan kemajuan dalam pengobatan, 37,3% melaporkan tidak ada perubahan selama pengobatan sedangkan 9,9% mengeluhkan gejala yang bertambah berat.3
Berdasarkan penelitian, depresi dan ansietas secara signifikan berhubungan dengan peningkatan pada keluhan di leher. Orang – orang yang teridentifikasi dengan depresi dan kecemasan cenderung masuk ke dalam kelompok dengan tingkat keluhan di leher yang tinggi.4 Sedangkan stres dihubungkan dengan keluhan di leher diakibatkan oleh meningkatnya aktivitas listrik dalam otot yang menyebabkan otot menjadi menegang.5
BAHAN DAN METODE
Desain penelitian yang digunakan adalah analitik korelasi dengan menggunakan metode cross-sectional. Data yang digunakan adalah data kuisioner Depression Anxiety Stress Scale (DASS) dan Neck Disability Index (NDI) pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang dikumpulkan dari bulan April – Juni 2019. Pengumpulan data dilakukan dengan bantuan dari koordinator tingkat dari masing – masing kelas yang telah dimintai persetujuan sebelumnya. Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan dengan menggunakan aplikasi program SPSS versi 22.0. Data dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia dan kelas. Penelitian yang diajukan oleh peneliti
ini telah mendapat kelaikan etik dengan nomor: 2817/UN14.2.2.VII.14/LP/2019 pada tanggal 11 Nopember 2019.
HASIL
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Jalan P.B Sudirman, Dangin Puri Kelod, Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali pada Bulan April sampai Juni 2019. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden. Penelitian ini dilakukan terhadap 128 sampel yang memenuhi kriteria inklusi.
Berdasarkan Tabel 1, distribusi usia responden berdasarkan usia yaitu dari 128 responden yang didapatkan jumlah dan persentase usia responden terbanyak di usia 21 tahun dengan 94 responden (73,4%). Kemudian responden dengan usia 20 tahun sebanyak 15 orang (11,7%) dan responden dengan usia 22 tahun sebanyak 14 orang (10,9%). Sedangkan jumlah dan persentase terkecil di usia 19 tahun dengan 5 responden (3,9%). Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin yaitu dari 128 responden, didapatkan 50 responden (39,1%) berjenis kelamin laki-laki dan 78 responden (60,9%) berjenis kelamin perempuan. Distribusi berdasarkan kelas yaitu dari 128 responden, didapatkan 107 (83,6%) termasuk ke dalam KUA dan 21 (16,4%) termasuk ke dalam KUB.
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik Frekuensi Persentase
(n=128) (%)
Jenis Kelamin | ||
Laki Laki |
50 |
39,1 |
Perempuan |
78 |
60,9 |
Usia | ||
19 tahun |
5 |
3,9 |
20 tahun |
15 |
11,7 |
21 tahun |
94 |
73,4 |
22 tahun |
14 |
10,9 |
Kelas | ||
KUA |
107 |
83,6 |
KUB |
21 |
16,4 |
Tabel 2. Rerata Karakteristik Skor |
Responden | |
Karakte Median(IR) |
N. |
N. |
ristik |
Minim- |
Maksimum |
um | ||
Depresi 2,00 ± 4,00 |
0 |
31 |
Cemas 6,00 ± 6,00 |
0 |
32 |
Stres 7,00 ± 8,00 |
0 |
33 |
NDI 8,00 ± 10,00 |
0 |
52 |
Pada tabel 2, didapatkan rerata karakteristik responden dengan nilai maksimum skor depresi adalah 31 dengan nilai minimum 0 dan median 2,00 ± 4,00, nilai maksimum skor kecemasan adalah 32 dengan nilai minimum 0 dan median 6,00 ± 6,00, nilai maksimum skor stres adalah 33 dengan nilai minimum 0 median 7,00 ± 8,00 dan nilai maksimum skor NDI adalah 52 dengan nilai minimum 0 dan median 8,00 ± 10,00.
Uji normalitas data skor stres, skor ansietas, skor stres dan skor NDI menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dikatakan tidak terdistribusi normal atau p<0,05. Oleh karena itu uji korelasi yang dilakukan untuk melihat bagaimana hubungan antara variabel menggunakan uji korelasi Spearman’s Rank. Hubungan antar variabel dianalisis dengan uji korelasi serta tingkat kemaknaan p<0,05.
Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman’s Rank pada tabel 4 terhadap hubungan depresi dan nyeri leher, didapatkan nilai signifikansi p = 0,001 dan memiliki nilai lebih kecil dari nilai α (0,05). Hal tersebut menunjukan bahwa data yang didapatkan bernilai signifikan. Adapun didapatkan nilai koefisien korelasi r sebesar 0,483 yang berarti besar hubungan antar variabel tergolong sedang. Hasil uji korelasi ansietas dengan nyeri leher didapatkan nilai signifikansi p=0,001 serta nilai koefisien korelasi r sebesar 0,550 yang berarti terdapat hubungan signifikan antara depresi dan nyeri leher dengan hubungan antar variabel tergolong sedang. Pada uji korelasi antara stres dengan nyeri leher didapatkan hasil p=0,001 dan nilai koefisien korelasi r sebesar 0,557 sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara stres dan nyeri leher bernilai signifikan dan hubungan antar variabel tergolong sedang.
Tabel 4. Analisis Hubungan Depresi, Ansietas dan Stres dengan Nyeri Leher
Variabel Rerata ± SB |
Median Nilai Nilai Maksimum p r Minimum |
Depresi dengan Nyeri Leher Depresi 3,81 ± 5,60 N. Leher 10,54 ± 10,19 |
2,00 0 31 8,00 0 52 0,001 0,483 |
Ansietas dengan Nyeri Leher Ansietas 6,96 ± 5,44 N. Leher 10,54 ± 10,19 |
6,00 0 32 8,00 0 52 0,001 0,550 |
Stres dengan Nyeri Leher Stres 8,48 ± 6,38 N. Leher 10,54 ± 10,19 |
7,00 0 33 8,00 0 52 0,001 0,557 |
PEMBAHASAN
Temuan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara depresi terhadap nyeri leher pada mahasiswa angkatan 2016 Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Universitas Udayana. Mekanisme yang menghubungkan antara nyeri leher dengan depresi adalah sistem alostatik di dalam tubuh yang memiliki tugas dalam mengatur kontraksi dan relaksasi otot. Pada orang yang mengalami depresi, terjadi beban alostatik yang berlebihan di dalam tubuh akibat dari paparan stresor yang bersifat kronis dan tidak tertangani sehingga tubuh tidak dapat mengatur kontraksi dan relaksasi dari otot yang pada akhirnya menyebabkan seseorang mudah mengalami nyeri leher. Penjelasan lainnya yang dapat menjelaskan hubungan antara depresi dengan terjadinya nyeri leher adalah pada orang dengan depresi terjadi fleksi kepala akibat rendahnya kepercayaan diri dimana pada wanita sehat didapat rerata sudut kepala adalah 52,0 ± 6,5° sedangkan pada orang
dengan depresi rata – rata sudut kepala adalah 47,06 ± 4,77° pada kedua jenis kelamin yang melibatkan otot paraspinal, otot serviks posterior dan trapezius untuk mengimbangi kepala yang pada akhirnya akan menyebabkan kekakuan pada otot leher.6 Hal ini senada dengan penelitian potong lintang yang memiliki judul Depression and Anxiety as Major Determinants of Neck Pain: a Cross-sectional Study in General Practinioner dengan jumlah sampel sebanyak 448 responden dengan menggunakan uji chisquare didapatkan bahwa depresi berhubungan dengan nyeri leher (p < 0,001).4 Sedangkan studi kohort yang dilakukan oleh Lin dkk. mendapatkan hasil bahwa orang dengan depresi memiliki kecenderungan 1,8 kali lebih besar mengalami spondilosis servikal yang diakibatkan oleh postur yang tidak tepat dalam waktu yang cukup lama sehingga memungkinkan seseorang lebih mudah mengalami cedera pada jaringan di sekitar leher.7
Penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat hubungan signifikan antara ansietas
Bagus Budi Airlangga1, Ketut Tirtayasa 2, Susy Purnawati, 2, I
Dewa Putu Sutjana 2
terhadap nyeri leher pada mahasiswa angkatan 2016 Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Universitas Udayana. Hal ini disebabkan karena pada orang dengan ansietas, sistem fight or flight tidak akan merespon terhadap nyeri yang dirasakan termasuk nyeri leher akut yang diderita. Ketika kontraksi otot leher terjadi cukup lama, tubuh memiliki kecenderungan untuk tidak mengaktifkan sistem alostatik sehingga akan terjadi spasme otot yang mengakibatkan seseorang lebih mudah mengalami nyeri leher.8 Penjelasan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Blozoik, menunjukan bahwa dari 448 sampel yang diambil, 123 diantaranya terdiagnosa dengan kecemasan dan dari hasil uji chi-square didapatkan p<0,001. Hal ini menunjukan bahwa adanya hubungan antara ansietas terhadap nyeri leher kronis yang diderita oleh seseorang.4 Selain itu penelitian penjelasan ini juga didukung oleh studi kohort yang dilakukan oleh Bair dkk. dengan total sampel sebanyak 500 responden mendapatkan hasil uji chi-square p<0,001 yang menandakan bahwa terdapat hubungan antara ansietas terhadap nyeri yang dialami oleh seseorang.9
Temuan terakhir didapatkan bahwa terdapat hubungan siginifikan antara stres terhadap nyeri leher. Temuan ini sejalan dengan penjelasan oleh Kimura dkk. yang menjelaskan bahwa stres dapat mempengaruhi lama seseorang mengalami nyeri leher. Hal ini diakibatkan oleh otot-otot pada daerah leher yang mengalami kontraksi sehingga dapat menyebabkan nyeri leher seseorang menetap lebih lama. Stres juga dapat menyebabkan penurunan tekanan darah di sekitar otot trape ius serta meningkatkan aliran listrik di dalam otot sehingga otot berkontraksi dan pada akhirnya akan menyebabkan spasme.10 Penelitian dengan hasil yang senada dilakukan oleh Lago dkk. dimana didapatkan sampel sebanyak 557 orang responden. Hasil dari studi ini yaitu pada uji Relative Risk (RR) antara stres terhadap nyeri leher didapatkan nilai RR = 3,0 yang menunjukan bahwa terdapat hubungan antara stres terhadap terjadinya nyeri leher dengan kemungkinan 3 kali lebih besar menderita nyeri leher dibandingkan dengan pasien tanpa stres. Pada uji chi-square penulis mengkategorikan pasien dengan stres (total 325 responden) dan tanpa stres (total 192 responden) serta keluhan nyeri leher dikategorikan sebagai ada keluhan nyeri leher (total 304 responden) dan tanpa keluhan nyeri leher (total 213 responden). Hasil pada uji chi-square antara pasien dengan stres dan keluhan nyeri leher didapatkan nilai p = 0,000, menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara stres dan nyeri leher.11 Pada penelitian lainnya dengan jumlah sampel sebanyak 53 responden didapatkan nilai p dari
hasil uji chi-square yaitu 0,042, yang menunjukan bahwa terdapat hubungan bermakna antara stres dan nyeri leher pada pekerja kantoran. Pada penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa peningkatan jumlah skor stres yang sedikit berdampak cukup besar terhadap nyeri leher yang dirasakan oleh para responden, walaupun diketahui bahwa peran stres terhadap nyeri leher bersifat sangat kompleks. Salah satu penjelasan mengenai bagaimana stres dapat menyebabkan seseorang menderita nyeri leher adalah tekanan psikologis dapat menyebabkan ketegangan pada otot sehingga seseorang mudah mengalami nyeri leher.12
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan antara depresi, ansietas dan stres terhadap nyeri leher pada mahasiswa angkatan 2016 Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Universitas Udayana.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari penelitian yang telah dilakukan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara depresi, ansietas dan stres terhadap nyeri leher pada mahasiswa angkatan 2016 Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Universitas Udayana dengan hasil uji Spearman’s Rank bernilai signifikan.
Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis kepada peneliti selanjutnya adalah untuk dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perjalanan penyakit dari nyeri leher terutama kaitannya dengan depresi, ansietas dan stres dikarenakan pada beberapa jurnal tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai hubungan perjalanan penyakit dari depresi, ansietas dan stres hingga menjadi nyeri leher.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Thurai SRT, Westa W. Tingkat Depresi dalam Kalangan Mahasiswa Kedokteran Semester VII Universitas Udayana dan Keterlibatan Mereka dalam Kegiatan Fisik. Directory of Open Access Journals. 2017;8(2): 147-150.
-
2. Legiran, Azis MZ , Bellinawati N. Faktor Risiko Stres dan Perbedaannya Pada
Mahasiswa Berbagai Angkatan di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.2015;2:197-208.
-
3. Cote P, McIntosh G, Alleyne JM. A Pain in The Neck Spine Health. Research Gate.2015;5(1):25-34.
-
4. Blo ik E, Laptinskaya D, Hermann-Lingen C, Schaefer H, Kochen MM, Himmel W, Scherer M. Depression and Anxiety as Major Determinants of Neck Pain: Sectional Study
in General Practice. BMC Musculoskeletal Disorders.2009.
-
5. Herlambang EA, Doda VD, Wungouw HIS. 2016. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Nyeri Ekstremitas Inferior pada Guru Sekolah Dasar di Kecamatan Tuminting. Jurnal e-Biomedik (eBm). 2016;4(1):43-52.
-
6. Canales JZ , Cordas T, Fiquer JT, Cavalcante AV. Posture and Body Image in Individuals with Major Depressive Disorder: A
Controlled Study. 2010;32(4):375-80.
-
7. Lin SY, Sung FC, Lin CL, Chou LW, Hsu CY, Kao CH. 2018. Association of
Depression and Cervical Spondylosis: A Nationwide Retrospective Prospensity Score-Matched Cohort Study. J Clin Medicine. 2018;7(11):387.
-
8. Fanavoll, Rannveig. Association Between Work Stress, Physical Exercise, and Chronic Shoulder/Neck Pain: the HUNT Study. Trondheim: Norwegian University of Science and Technology. 2011.
-
9. Bair MJ, WU J, Damush TM, Sutherland JM, Kroenke K. Association of Depression and Anxiety Alone in Combination With Chronic Musculoskeletal Pain in Primary Care Patients. Psycosomatic Medicine.
2008;70:890-897.
-
10. Kimura T, Tsuda Y, Uchida S, Eboshida A. Association of Perceived Stress and Stiff Neck/Shoulder with Health Status. Multiple Regression Models by Gender. Hiroshime J. Med. Sci. 2006;55(4):101-107.
-
11. Lago EP, Estany ER, Delgado JAG, Cordero JM, Acosta TB, Morales IP. Cervicalgia and Its Relation to Stress in the Population in Doctor’s Office. 2018;2(2):1-5.
-
12. Hush JM, Michaleff , Maher CG, Refshauge K. Individual, Physical and Psychological Risk Factors for Neck Pain in Australian Office Workers: a 1 Year Longitudinal Study. Euro Spine Journal. 2009;10:1532-1540.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2021.V10.i2.P12
71
Discussion and feedback