ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.10,OKTOBER, 2020



Diterima:12-08-2020 Revisi:17-09-2020 Accepted: 06-10-2020

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA SYOK SEPTIK DI RUANG TERAPI INTENSIF RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH DENPASAR PERIODE OKTOBER 2017–OKTOBER 2018

Jeremy Jonathan1, I Putu Kurniyanta2, Kadek Agus Heryana2 1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2SMF Ilmu Anaestesi dan Terapi Intensif

Email : [email protected]

ABSTRAK

Sepsis adalah keadaan disfungsi organ karena disregulasi respon tubuh terhadap infeksi. Sepsis yang tidak tertangani bisa menjadi syok septik, yaitu sepsis dengan abnormalitas metabolisme seluler dan sirkulatorik meskipun telah diresusitasi secara adekuat. Tingkat mortalitas syok septik sangat tinggi. Namun, data karakteristik pasien syok septik khususnya di Bali belum banyak diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien syok septik di ruang terapi intensif RSUP Sanglah periode Oktober 2017–Oktober 2018 berdasarkan usia, jenis kelamin, sumber infeksi, pola mikroorganisme, dan pemberian antibiotika. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang deskriptif observasional. Pengambilan sampel dilakukan memakai total sampling. Pada 44 pasien yang terlibat, sebesar 40,9% pasien berasal dari rentang umur >65 tahun. Penyakit syok septik lebih banyak ditemukan pada laki-laki sebanyak 56,81%. Sumber infeksi terbanyak adalah infeksi sistem respirasi sebanyak 61,36%. Antibiotika yang paling sering digunakan ialah sefoperazon sebanyak 30%, dan antibiotika kombinasi yang paling sering digunakan yaitu sefoperazon-levofloksasin sebanyak 45,16%. Pada 26 pasien dengan hasil kultur, patogen terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa sebanyak 8%. Pada 18 pasien lainnya tidak ditemukan hasil kultur.

Kata Kunci: Syok septik, karakteristik syok septik, pasien ruang terapi intensif.

ABSTRACT

Sepsis is a state of organ dysfunction due to dysregulation of the host's response to infection. Untreated sepsis can lead to septic shock, namely sepsis with cellular and circulatory disorders which does not improve after adequate resuscitation. Mortality rate of septic shock is very high. However, septik shock characteristics in Bali are not yet available. Therefore, this study aims to study the characteristics of septic shock patients in the intensive care unit at Sanglah General Hospital in October 2017-October 2018 period based on age, gender, source of infection, pattern of microorganisms, and antibiotics. This study used a descriptive observational cross-sectional method. Sampling method is done using total sampling. Of the 44 patients involved, 40.9% of patients were from age range of >65 years old. Septic shock is more common in males with 56.81%. The most common source of infection is respiratory system infection as much as 61.36%. The most commonly used antibiotics are cefoperazon with 30%, and the most commonly used antibiotic combination is cefoperazon-levofloxacin with 45.16%. In 26 patients with culture results, the most common pathogen were Pseudomonas aeruginosa as much as 8%. In 18 other patients, no culture results were found.

Keywords: Septic shock, Septic shock characteristics, intensive care unit patients.

PENDAHULUAN

Sepsis merupakan salah satu penyebab tersering dirawatnya pasien di ruang terapi intensif. Sepsis adalah kondisi mengancam nyawa akibat disfungsi organ disebabkan oleh disregulasi respon tubuh saat infeksi. Sepsis yang tidak ditangani dengan baik dapat berkembang menjadi syok septik, yaitu subtipe sepsis dengan kegagalan sirkulasi dan metabolisme seluler.1

Penelitan dari Centers for Disease Control and Prevention di tahun 2014, sumber terbanyak terjadinya sepsis adalah infeksi pada sistem respirasi (35%), urogenital (25%), pencernaan (11%), dan integumen (11%). Patogen penyebab sepsis terbanyak adalah Staphylococcus spp, Escherichia coli dan Streptococcus spp.2

Secara global, penderita sepsis mencapai angka 13 juta, dengan angka kematian mencapai 4 juta setiap tahunnya. Menurut studi oleh Widodo, tingkat mortalitas syok septik adalah 50%.3 Di Yogyakarta, dilaporkan sebanyak 631 kasus sepsis dengan angka mortalitas sebesar 48,96%.4 Sementara di Bali, dalam satu tahun terdapat 152 dari 3012 neonatus terjangkit sepsis neonatorum.5

Dengan tingkat mortalitas yang tinggi, manajemen dan pencegahan syok septik sangat krusial. Oleh karena itu, karakteristik pasien perlu didapatkan untuk mengenali permasalahan yang terjadi.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini bersifat deskriptif observasional dengan pendekatan potong lintang. Penelitian dilakukan di RSUP Sanglah, sejak April sampai November 2018. Subyek penelitian yaitu pasien syok septik yang dirawat di ruang terapi intensif periode Oktober 2017–Oktober 2018.

Metode untuk menentukan sampel yaitu total sampling. Didapatkan 44 pasien syok septik pada periode yang ditentukan.

Data berupa data sekunder rekam medis, dengan variabel meliputi; usia, jenis kelamin, sumber infeksi, pola mikroorganisme, dan pemberian antibiotika.

Ijin penelitian didapatkan dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor 630/UN14.2.2/PD/KEP/2018 pada tanggal 19 Maret 2018.

HASIL

Karakteristik pasien diuraikan berdasarkan umur, jenis kelamin, sumber infeksi, pola mikroorganisme, dan pola pemberian antibiotika.

Tabel 1. Data demografi pasien syok septik

Karakteristik

F

%

Usia

12-16 tahun

1

2,27

17-25 tahun

2

4,54

26-35 tahun

2

4,54

36-45 tahun

4

9,09

46-55 tahun

9

20,45

56-65 tahun

8

18,18

>65 tahun

18

40,90

Jenis Kelamin

Laki- laki

25

56,81

Perempuan

19

34,18

Berdasarkan Tabel 1, dari 44 pasien didapatkan rerata usia 59 tahun. Kelompok usia penderita terbanyak adalah >65 tahun sebanyak 40,9% (18 pasien). Distribusi umur berkisar antara 12–89 tahun. Proporsi penderita laki-laki lebih banyak yaitu 56,81% (25 pasien) dibandingkan perempuan 34,18% (19 pasien).

Tabel 2. Distribusi sumber infeksi syok septik

Sumber infeksi

F

%

Sistem respirasi

27

61,36

Sistem gastroenterohepatik

6

13,63

Sistem urogenital

6

13,63

Sistem integumen

2

4,54

Sistem kardiovaskular

2

4,54

Sistem saraf pusat

1

2,27

Sistem hematologi

0

0

Sistem endokrin

0

0

Tabel 2 menunjukkan sumber infeksi tebanyak adalah infeksi sistem respirasi sebanyak 61,36% (27 kasus). Mayoritas infeksi yang ditemukan peneliti adalah community acquired pneumonia dan hospital acquired pneumonia.

Tabel 3. Distribusi penggunaan antibiotika

Golongan

Nama obat

F

%

Sefalosporin

Sefoperazon

24

30

Seftriakson

10

12,5

Fluorokuinolon

Levofloksasin

23

28,75

Siprofloksasin

7

8,75

Moksifloksasin

1

1,25

Karbapenem

Meropenem

5

6,25

Aminoglikosida

Gentamisin

3

3,75

Makrolida

Azitromisin

1

1,25

Golongan lain

Metronidazol

6

7,5

Diperoleh 82 kasus pemakaian antibiotika pada pasien syok septik. Antibiotika dengan proporsi terbesar yaitu Sefoperazon sebanyak 30% (24 kasus), lalu Levofloksasin sebanyak 28,75% (23 kasus). Antibiotika yang paling jarang adalah Moksifloksasin dan Azitromisin masing-masing 1 kasus.

Tabel 4. Distribusi penggunaan antibiotika tunggal

Golongan

Nama obat

F

%

Sefalosporin

Sefoperazon

3

27,27

Seftriakson

3

27,27

Fluorokuinolon

Siprofloksasin

3

27,27

Karbapenem

Meropenem

1

9,09

Aminoglikosida

Gentamisin

1

39,09

Terdapat 10 kasus pemberian antibiotika tunggal. Antibiotika tersering adalah Sefoperazon, Seftriakson, dan Siprofloksasin masing-masing sebesar 27,27% (3 kasus).

Tabel 5. Distribusi penggunaan antibiotika kombinasi

Antibiotika

F

%

Sefoperazon-Levofloksasin

14

45,16

Seftriakson-Metronidazol

3

9,67

Meropenem-Levofloksasin

3

9,67

Seftriakson-Levofloksasin

2

6,45

Sefoperazon-Levofloksasin-Metronidazol

2

6,45

Meropenem-Moksifloksasin

1

3,22

Sefoperazon-Metronidazol

1

3,22

Sefoperazon-Gentamisin

1

3,22

Sefoperazon-Levofloksasin-Siprofloksasin

1

3,22

Seftriakson-Metronidazol-Levofloksasin

1

3,22

Sefoperazon-Metronidazol-Siprofloksasin

1

3,22

Sefoperazon-Gentamisin-Azitromisin

1

3,22

Proporsi antibiotika kombinasi terbesar adalah Sefoperazon-Levofloksasin sebesar 45,16% (14 kasus). Antibiotik lainnya yaitu Seftriakson-Metronidazol dan Meropenem-Levofloksasin masing-masing sebesar 9,67% (3 kasus).

Tabel 6. Pola mikroorganisme pasien syok septik

Mikroorganisme

F

%

Bakteri gram positif

Staphylococcus epidermidis (MRSE)

2

5,71

Enterococcus faecalis

1

2,85

Staphylococcus hemolyticus

1

2,85

Bakteri gram negatif

Pseudomonas aeruginosa

7

20

Klebsiella pneumoniae

3

8,57

Acinetobacter baumannii

3

8,57

Escherichia coli

1

2,85

Morganella morgani

1

2,85

Jamur

Candida tropicalis

1

2,85

Candida albicans

1

2,85

Candida lusitaniae

1

2,85

Candida glabrata

1

2,85

Tidak ada pertumbuhan

12

34,28

Terdapat 26 dari 44 pasien dengan hasil kultur. Hasil kultur terbanyak yaitu tidak ada pertumbuhan sebesar 34,28% (12 kasus). Patogen tersering yaitu Pseudomonas aeruginosa sebesar 20% (7 kasus). Pada 18 pasien lainnya, tidak ditemui hasil kultur pada rekam medis.

PEMBAHASAN

Pada pasien syok septik yang diteliti, kelompok usia pasien terbanyak ialah >65 tahun (N=18, 40,9%). Sejalan pada penelitian di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, dimana mayoritas pasien berusia >65 tahun (28,3%).6 Penelitian di RSUP Dr. Kariadi Semarang hampir sama, yaitu sebanyak 41,5% pada usia >60 tahun.7 Proposi pasien laki-laki (56,81%) lebih banyak dibandingkan perempuan (34,18%). Hubungan antara jenis kelamin dengan morbiditas syok septik tidak diketahui karena tidak dilakukan uji korelasi. Serupa dengan penelitian di Itali dan EPIC II, proporsi pasien laki-laki lebih banyak ketimbang perempuan.8,9

Sumber infeksi terbanyak adalah infeksi sistem respirasi, sebanyak 61,36% (27 kasus), diikuti dengan gastroenterohepatik dan urogenital masing-masing 13,63% (6 kasus). Sama halnya penelitian di RSUP Dr. R.D Kandou dan RSUP Dr. Kariadi, yaitu infeksi sistem respirasi sebagai sumber infeksi terbanyak, 71,4% dan 42% secara berurutan.7,10

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA SYOK SEPTIK DI RUANG TERAPI INTENSIF RUMAH SAKIT UMUM PUSAT..,

Sejalan dengan penelitian Centers for Disease Control and Prevention, sumber penyebab sepsis terbanyak ialah infeksi sistem respirasi sebesar 35%.2 Beberapa teori menjelaskan kejadian syok septik yang disebabkan oleh infeksi sistem respirasi, antara lain lama perawatan dan penggunaan ventilator. Sebab itu, kondisi ruangan terapi perlu diperhatikan untuk menurunkan peluang terjadinya syok septik.11

Jenis antibiotika tersering dipakai yakni Sefoperazon 24 kasus (30%), lalu Levofloksasin 23 kasus (28,75%), Seftriakson 10 kasus (12,5%), dan beberapa jenis lainnya. Antibiotika kombinasi yang paling sering dipakai adalah Sefoperazon-Levofloksasin sebanyak 14 kasus (45,16%). Di ICU RSUP Dr. Kariadi, Seftriakson adalah antibiotika terbanyak digunakan sebanyak 66 kasus (43,4%), lalu Metronidazol (19,8%) dan Levofloksasin (10,4%).12

Terdapat 26 dari 44 pasien dengan hasil kultur pada rekam medis. Sejumlah 12 (34,28%) dengan hasil tidak ada pertumbuhan, yang bisa merupakan reaksi pemberian terapi empiris sebelum pengambilan kultur. Patogen terbanyak yakni Pseudomonas aeruginosa sebanyak 7 kasus (20%), Klebsiella pneumoniae dan Acinetobacter baumannii masing-masing sebanyak 3 kasus (8,57%). Pada penelitian ini, mayoritas patogen merupakan bakteri gram negatif. Sejalan dengan penelitian EPIC II dan penelitian di Taiwan, yaitu lebih banyak insiden sepsis gram negatif dibandingkan sepsis gram positif.13,14

SIMPULAN

Insiden syok septik pada pasien ruang terapi intensif RSUP Sanglah periode Oktober 2017 -Oktober 2018 didapatkan lebih banyak pada pasien dengan usia >65 tahun (40,90%). Rerata usia pasien adalah 59 tahun. Pasien laki-laki lebih banyak ditemukan dibandingkan perempuan (56,81% vs 34,18%). Sumber infeksi tersering syok septik adalah infeksi sistem respirasi dengan 27 kasus (61,36%). Penggunaan antibiotika terbanyak yaitu Sefoperazon 24 kasus (30%), diikuti dengan Levofloksasin 23 kasus (28,75%). Antibiotika tunggal yang tersering adalah Siprofloksasin, Seftriakson, dan Sefoperazon sebanyak 3 kasus (27,27%). Antibiotika kombinasi Sefoperazon-Levofloksasin paling sering digunakan ditemukan pada 14 kasus (45,16%). Pada 26 pasien dengan hasil kultur, hasil terbanyak yakni tidak ada pertumbuhan pada 12 pasien. Patogen terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa sebanyak 7 kasus (20%).

SARAN

Penelitian       selanjutnya       diharapkan

memperpanjang durasi penelitian agar mendapatkan sampel yang lebih banyak. Angka insiden infeksi sistem respirasi yang tinggi dapat menjadi bahan untuk penelitian selanjutnya.

Kelengkapan penyimpanan data pasien sangat esensial untuk memaksimalkan penanganan serta menunjang penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Singer M, Deutschman C, Seymour C, Shankar-hari M, Annane D, Bauer M, dkk. The Third International Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock (Sepsis-3). JAMA; 2016; 315(8): 801.

  • 2.    Novosad S, Sapiano M, Grigg C, Lake J, Robyn M, Dumyati G, dkk. Vital signs: Epidemiology of sepsis: Prevalence of health care factors and opportunities for prevention. MMWR; 2016;

65(33): 864-869.

  • 3.    Widodo A, Tumbelaka A. Penggunaan steroid dalam tatalaksana sepsis analisis kasus berbasis bukti. Sari Pediatri; 2016; 11(6); 387.

  • 4.   Pradipta I, Sodik D, Parwati I, Lestari K,

Halimah E, Diantini A, dkk. Antibiotic resistance in sepsis patients: Evaluation and recommendation of antibiotic use. North American Journal of Medical Sciences; 2013; 5(6); 344.

  • 5.    Putra, P. Insiden dan faktor-faktor yang berhubungan dengan sepsis neonatus di RSUP Sanglah Denpasar. Sari Pediatri; 2016; 14(3); 205.

  • 6.    Rukmana, R. Evaluasi rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien sepsis di ICU RSUD DR. Moewardi Surakarta tahun 2016-2017; 2018.

  • 7.    Rahmawati, F. Angka kejadian pneumonia pada pasien sepsis di ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang. Jurnal Kedokteran Diponegoro; 2014; 3(1).

  • 8.    Sakr Y, Elia C, Mascia L, Barberis B, Cardellino S, Livigni S, dkk. The influence of gender on the epidemiology of and outcome from severe sepsis. Critical Care; 2013; 17(2); 50.

  • 9.    Vincent, J. International study of the prevalence and outcomes of infection in intensive care units. JAMA; 2009; 302(21); 2323.

  • 10.    Tambojang R, Lalenoh D, Kumaat L. Profil penderita sepsis di ICU RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado periode Desember 2014 –

November 2015. Jurnal e-Clinic (eCl); 2016; 4(1); 452.

  • 11.    Barsanthi M dan Woeltje K. Infection prevention in the icu. 2009. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1966509 1. Diakses 14 November 2018.

  • 12.    Suwondo, V. Karakteristik dasar pasien sepsis yang meninggal di ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang periode 1 Januari – 31 Desember 2014. Jurnal Kedokteran Diponegoro; 2015; 4(4).

  • 13.  Mayr F, Yende S, Angus D. Epidemiology of

severe sepsis. Virulence; 2013; 5(1): 4-11.

  • 14.    Huang C, Tsai Y, Tsai P, Yu C, Ko W. Epidemiology and outcome of severe sepsis and septic shock in surgical intensive care units in northern Taiwan. Medicine;  2015;  94(47);

2136.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V9.i10.P14

84