HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN MENGANTUK DENGAN ASUPAN GIZI DAN AKTIVITAS SEHARI-HARI PADA MAHASISWA PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
on
JMU ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL.10 NO.2,FEBRUARI, 2021
Ii—∖λ i Directoryof U UZAJ JOURN^lcSess SIMTA 3
Diterima:09-12-2020 Revisi:11-1-2021 Accepted: 04-02-2021
HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN MENGANTUK DENGAN ASUPAN GIZI DAN AKTIVITAS SEHARI-HARI PADA MAHASISWA PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
Nyoman Yuni Suryani Dharmaputri Pinatih1, Luh Putu Ariastuti2, Komang Ayu Kartika Sari2, Putu Aryani2
1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas dan Kedokteran Pencegahan, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Mahasiswa yang mengalami kekurangan waktu tidur dapat mengakibatkan kondisi mengantuk. Rasa mengantuk yang selalu datang akan berdampak pada produktivitas dan kreativitas mahasiswa. Aktivitas sehari-hari termasuk aktivitas fisik, keterpaparan media, durasi tidur dan asupan gizi merupakan faktor-faktor yang terkait dalam rasa mengantuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kejadian mengantuk dengan asupan gizi dan aktivitas sehari-hari pada mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional. Subjek penelitian adalah 134 mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter yang dipilih dengan menggunakan metode random sampling pada bulan April 2019. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuisioner berisi data mengenai aktivitas sehari-hari serta food recall untuk mengukur konsumsi pangan. Analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik (p=0) dan durasi tidur (p=0,005) dengan rasa kantuk. Tidak tampak adanya hubungan yang signifikan antara kejadian mengantuk dengan keterpaparan media (p=0,631), asupan karbohidrat (p=0,951), protein (p=0,377), lemak (p=0,539), dan serat (p=0,309). Analisis multivariat menunjukkan bahwa aktivitas fisik dan durasi tidur secara bersama-sama memiliki hubungan yang signifikan terhadap rasa kantuk (nilai p<0,05). Variabel durasi tidur memiliki pengaruh dominan terhadap rasa kantuk (OR=4,403). Hasil penelitian ini menyimpulkan adanya hubungan yang signifikan antara kejadian mengantuk dengan aktivitas fisik dan durasi tidur dengan dominansi efek dari durasi tidur.
Kata kunci: Rasa kantuk, aktivitas sehari-hari, asupan gizi
ABSTRACT
Students who experience lack of sleep can result in drowsiness. Drowsiness will have an impact on student’s productivity and creativity. Several factors that are related to drowsiness are daily activities including physical activity, media exposure, sleep duration and nutritional intake. This study aimed to determine the correlation between drowsiness and nutritional intake and daily activities in Medical Education students of the Faculty of Medicine, Udayana University. This study was an analytic observational study with crosssectional approach. Research subjects were 134 students of the Medical Study Program which were chosen randomly in April 2019. Research data were obtained through questionnaire which contained daily activities and food recall to determine dietary intake. Bivariate analysis showed a significant correlation between physical activity (p=0) and sleep duration (p=0.005) with drowsiness. No correlation was found for media exposure (p-0.631), carbohydrate intake (p=0.951), protein intake (p=0.377), fat intake (p=0.539) and fiber
intake (p=0.309). Multivariate analysis showed that daily activities and sleep duration had a significant
correlation with drowsiness (p<0,05). Sleep duration had a dominant effect on drowsiness (OR=4.403). Results of this study conclude that there is significant correlation between physical activity and sleep duration with drowsiness, with dominancy of effect from sleep duration variable.
Keywords: Drowsiness, daily activities, nutrition
PENDAHULUAN
Mahasiswa harus memiliki energi yang optimal dalam menjalani studi yang kompleks dan padat. Energi optimal tersebut salah satunya akan mengakibatkan konsentrasi belajar yang stabil. Konsentrasi pada mahasiswa dalam belajar adalah penting, karena mahasiswa diharapkan untuk memiliki prestasi yang baik dalam kegiatan belajar mengajar dimana salah satu aspek pentingnya adalah konsentrasi belajar.1
Kualitas tidur berhubungan dengan kemampuan konsentrasi belajar. Kualitas tidur yang buruk dapat menimbulkan rasa kantuk yang selanjutnya dapat menurunkan energi sehingga menyebabkan tingkat waspada yang kurang, gangguan konsentrasi dan ketidakmampuan berpikir dengan jelas, serta aktivitas sehari-hari yang tidak optimal.2 Konsentrasi yang menurun dalam periode jangka panjang dapat berdampak pada tidak tercapainya target akademik mahasiswa. Mahasiswa dengan waktu tidur yang tidak cukup dapat mengalami penurunan prestasi akademik karena timbulnya kantuk dan terpecahnya konsentrasi pada saat pembelajaran di siang hari.3
National Sleep Foundation menyatakan bahwa sebagian besar remaja tidak memiliki waktu untuk tidur yang cukup. Satu studi melaporkan hanya 15% dari remaja memiliki waktu tidur 8 jam 30 menit pada malam hari.4 Mahasiswa yang mengalami kekurangan waktu tidur dapat mengakibatkan cepat mengantuk. Rasa mengantuk yang selalu datang akan berdampak pada produktivitas, kreativitas dan stabilisasi emosi menurun.5 Penelitian menyebukan bahwa proporsi mahasiswa yang mengalami kejadian mengantuk adalah 54%.6
Mahasiswa mengantuk menurut penelitian terjadi juga karena mengkonsumsi makanan dengan indeks glikemik yang tinggi, terutama yang berasal dari karbohidrat, dibandingkan dengan mahasiswa yang mengkonsumsi makanan dengan indeks glikemik yang rendah.7 Salah satu yang juga dikatakan berkaitan dengan mahasiswa yang mengalami kantuk adalah kurangnya durasi tidur. Durasi tidur yang kurang dapat disebabkan karena paparan gelombang elektromagnetik yang tinggi.8 Individu yang mempunyai durasi tidur cukup umumnya memiliki tingkat konsumsi media seperti menonton televisi (TV) dan menggunakan komputer yang rendah.9 Sekitar 72% penduduk Asia cenderung menggunakan internet sebelum tidur. Sekitar 76% remaja menonton televisi sebelum tidur dan hampir semua remaja (97%) mempunyai paling tidak
satu jenis benda elektronik di kamar mereka.4 Mengantuk biasanya disebabkan juga oleh aktivitas fisik, penggunaan obat, asupan gizi, riwayat penyakit, kurang tidur, dan durasi tidur. Fenomena mengantuk juga dapat disebabkan oleh kurangnya olahraga, kondisi prediabetes, psikologis, gaya hidup, dan anemia.10
Faktor-faktor yang terkait dalam mengantuk sangat bervariasi. Penulis memilih variabel asupan gizi dan aktivitas sehari-hari. Observasi sebelumnya menemukan bahwa mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter mengalami rasa kantuk saat mengikuti pelajaran di ruang kelas, namun belum ada data tentang berapa besar kejadian mengantuk dan kaitannya dengan asupan gizi dan durasi tidur, serta publikasi mengenai mengantuk pada mahasiswa di Bali juga masih sangat terbatas. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena sejauh ini belum ada yang meneliti mengenai permasalahan tersebut. Penulis melakukan penelitian dengan melihat pada adanya fenomena mengantuk yang dialami mahasiswa saat periode pembelajaran atau saat mendengarkan arahan dan uraian ilmiah dari pembicara (dosen).
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan pendekatan potong-lintang untuk mengetahui hubungan antara kejadian mengantuk dengan asupan gizi dan aktivitas sehari-hari pada mahasiswa pendidikan dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Sampel penelitian adalah 134 orang mahasiswa pendidikan dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang dipilih dengan menggunakan metode random sampling pada bulan April 2019. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuisioner untuk mengetahui aktivitas sehari-hari serta food recall untuk mengukur konsumsi pangan.
Analisis univariat dilakukan untuk memperlihatkan distribusi frekuensi dari setiap variabel penelitian. Hasil dari analisis ini adalah distribusi dan persentase dari variabel penelitian tersebut. Analisis bivariat dengan uji chi-square digunakan untuk mengetahui kaitan antara variabel rasa kantuk dengan variabel aktivitas sehari-hari dan variabel asupan gizi dengan tingkat signifikansi tertentu. Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel bebas yang memiliki hubungan paling signifikan terhadap variabel terikat (rasa kantuk). Hipotesis nol (Ho) penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara rasa kantuk dengan aktivitas sehari-hari dan asupan gizi pada mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Hipotesis alternatif (H1) penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan antara rasa kantuk dengan aktivitas sehari-hari dan asupan gizi pada mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Nilai p<0,05 dianggap signifikan secara statistik. Data yang telah terkumpul kemudian dikategorikan sesuai tujuan dan ditabulasi dalam bentuk tabel untuk setiap variabel sesuai dengan tujuan penelitian.
Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar, Bali (Ethical Clearance Nomor: 327/UN14.2.2.VII.14/LP/2019 tertanggal 19 Februari 2019).
HASIL
Sejumlah 134 sampel digunakan pada penelitian ini. Gambaran karakteristik sampel penelitian tertera pada tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Sampel Penelitian
No |
Karakteristik |
Frekuensi (n) |
Persentase (%) |
1 |
Jenis Kelamin Laki-laki |
51 |
38,1 |
Perempuan |
83 |
61,9 | |
Total |
134 |
100 | |
2 |
Usia 18 |
10 |
7,5 |
19 |
51 |
38,1 | |
20 |
34 |
25,4 | |
21 |
37 |
27,6 | |
22 |
1 |
7 | |
23 |
1 |
7 | |
Total |
134 |
100 | |
3 |
Angkatan 2016 |
47 |
35,1 |
2017 |
39 |
29,1 | |
2018 |
48 |
35,8 | |
Total |
134 |
100 |
Analisis univariat memperlihatkan distribusi frekuensi dari setiap variabel penelitian. Tabel 2 merupakan gambaran variabel sampel yaitu rasa kantuk, aktivitas sehari-hari (keterpaparan media, aktivitas fisik, durasi tidur), dan asupan gizi (karbohidrat, protein, lemak, serat).
Tabel 2. Gambaran Variabel Sampel Penelitian
No |
Variabel |
Frekuensi (n) |
Persentase (%) |
1 |
Rasa kantuk Sering |
44 |
382,8 |
Jarang |
90 |
67,2 | |
Total |
134 |
100 | |
2 |
Keterpaparan media Tinggi |
74 |
55,2 |
Rendah |
60 |
44,8 | |
Total |
134 |
100 | |
3 |
Aktivitas fisik Berat |
68 |
50,7 |
Ringan |
66 |
49,3 | |
Total |
134 |
100 | |
4 |
Durasi tidur Pendek |
57 |
42,5 |
Cukup |
77 |
57,5 | |
Total |
134 |
100 | |
5 |
Asupan karbohidrat Lebih |
27 |
20,1 |
Cukup |
107 |
79,9 | |
Total |
134 |
100 | |
6 |
Asupan protein Tinggi |
97 |
72,4 |
Cukup |
37 |
27,6 | |
Total |
134 |
100 | |
7 |
Asupan lemak Lebih |
66 |
49,3 |
Cukup |
68 |
50,7 | |
Total |
134 |
100 | |
8 |
Asupan serat Rendah |
24 |
17,9 |
Cukup |
110 |
82,1 | |
Total |
134 |
100 |
Rasa kantuk mahasiswa dibagi menjadi 4 (empat) yaitu sering mengantuk, kadang-kadang mengantuk, jarang megantuk, dan tidak mengantuk. Sering mengantuk dan kadang-kadang mengantuk dimasukkan dalam kategori sering mengantuk. Jarang mengantuk dan tidak mengantuk dimasukkan dalam kategori jarang mengantuk. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa sebagian besar mahasiswa kedokteran memiliki status rasa kantuk jarang yaitu sebanyak 90 orang (67,2%). Keterpaparan media terhadap mahasiswa dibagi menjadi 2 (dua) yaitu tinggi jika keterpaparan media ≥ median dan rendah untuk keterpaparan media < median. Hasil penelitian
memperoleh dominansi mahasiswa kedokteran yang terpapar media yang tinggi sebanyak 74 orang (55,2%).
Aktivitas fisik mahasiswa dibagi menjadi 2 (dua) yaitu berat jika aktivitas fisik ≥ median dan ringan jika aktivitas fisik < median. Hasil penelitian memperoleh mahasiswa kedokteran yang melakukan aktivitas fisik berat adalah sebanyak 68 orang (50,7%). Durasi tidur mahasiswa dibagi menjadi 2 (dua) yaitu pendek jika durasi tidur <8 jam/hari dan cukup jika durasi tidur ≥8 jam/hari. Hasil penelitian mendapatkan mahasiswa kedokteran yang tidur dengan durasi cukup adalah lebih dominan yaitu sebanyak 77 orang (57,5%).
Asupan karbohidrat mahasiswa dibagi menjadi 2 (dua) yaitu lebih jika asupan karbohidrat ≥60% dari total konsumsi energi dan cukup jika asupan karbohidrat <60% dari total konsumsi energi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa kedokteran mendapatkan asupan karbohidratnya cukup yaitu sebanyak 107 orang (79,9%). Asupan protein mahasiswa dibagi menjadi 2 (dua), yaitu tinggi jika asupan protein ≥15 % total konsumsi energi dan cukup jika asupan protein <15% total konsumsi energi. Sebagian besar mahasiswa kedokteran mendapatkan asupan protein tinggi yaitu sebanyak 97 orang (72,4%).
Asupan lemak mahasiswa dibagi menjadi 2 (dua), yaitu lebih jika asupan lemak ≥25 % total konsumsi energi dan cukup jika asupan lemak <25% total konsumsi energi. Hasil penelitian yang tertera pada tabel 2 menunjukkan lebih banyak mahasiswa kedokteran yang mendapatkan asupan lemak cukup (50,7%) dibandingkan yang lebih (49,3%). Asupan serat mahasiswa dibagi menjadi 2 (dua), yaitu rendah jika asupan serat <20 gram/hari dan cukup jika asupan serat ≥20 gram/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa kedokteran dengan asupan serat cukup adalah sebanyak 110 orang (82,1%).
Rasa kantuk yang sering lebih banyak terjadi pada mahasiswa yang terpapar media tinggi (52,3%) dibandingkan dengan mahasiswa yang terpapar media rendah (47,7%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,631, dimana nilai p>0,05 sehingga menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara keterpaparan media dengan rasa kantuk.
Tabel 3. Hubungan antara Keterpaparan Media dengan Rasa Kantuk
Keterpap aran media |
Rasa Kantuk |
Total N % |
Nilai p | |
Sering |
Jarang | |||
N % |
N % | |||
Tinggi |
23 52,3 |
51 56,7 |
74 55,2 |
0,631 |
Rendah |
21 |
47,7 |
39 |
43,3 |
60 |
44,8 |
Total |
44 |
100 |
90 |
100 |
134 |
100 |
Rasa kantuk yang sering lebih banyak terjadi pada mahasiswa yang melakukan aktivitas fisik berat (68,2%) dibandingkan dengan mahasiswa yang melakukan aktivitas fisik ringan (31,8%). Hasil uji statistik mendapatkan nilai p=0,005, dimana nilai p<0,05 yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan rasa kantuk.
Tabel 4. Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Rasa Kantuk
Aktivitas fisik |
Rasa Kantuk |
Total |
Nilai p | ||||
Sering |
Jarang | ||||||
N |
% |
N |
% |
N |
% | ||
Berat |
30 |
68,2 |
38 |
42,2 |
68 |
50,7 |
0,005 |
Ringan |
14 |
31,8 |
52 |
57,8 |
66 |
49,3 | |
Total |
44 |
100 |
90 |
100 |
134 |
100 |
Rasa kantuk yang sering lebih banyak terjadi pada mahasiswa yang tidur dengan durasi pendek (68,2%) dibandingkan dengan mahasiswa yang tidur dengan durasi cukup (31,8%). Uji statistik mendapatkan hasil nilai p=0, dimana nilai p<0,05 yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara durasi tidur dengan rasa kantuk.
Tabel 5. Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Rasa Kantuk
Durasi tidur |
Rasa Kantuk |
Total |
Nilai p | ||||
Sering |
Jarang | ||||||
N |
% |
N |
% |
N |
% | ||
Pendek |
30 |
68,2 |
27 |
30 |
57 |
42,5 |
0 |
Cukup |
14 |
31,8 |
63 |
70 |
63 |
57,5 | |
Total |
44 |
100 |
90 |
100 |
134 |
100 |
Hasil penelitian memperoleh bahwa rasa kantuk yang sering lebih banyak terjadi pada mahasiswa dengan asupan karbohidrat yang cukup (79,5%) dibandingkan dengan mahasiswa dengan asupan karbohidrat lebih (20,5%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,951, dimana nilai p>0,05. Hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara asupan karbohidrat dengan rasa kantuk.
Total 44 100 90 100 134 100
Tabel 6. Hubungan antara Asupan Karbohidrat dengan Rasa Kantuk
Asupan Karbohidrat |
Rasa Kantuk |
Total |
Nilai p | ||||
Sering |
Jarang | ||||||
N |
% | ||||||
N |
% |
N |
% | ||||
Lebih |
9 |
20,5 |
18 |
20 |
27 |
20,1 |
0,951 |
Cukup |
35 |
79,5 |
72 |
80 |
107 |
107 | |
Total |
44 |
100 |
90 |
100 |
134 |
100 |
Rasa kantuk yang sering lebih banyak terjadi pada mahasiswa yang asupan proteinnya tinggi (77,3%) dibandingkan dengan mahasiswa yang asupan proteinnya cukup (22,7%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,377 yang menandakan tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan rasa kantuk.
Tabel 7. Hubungan antara Asupan Protein dengan Rasa Kantuk
Asupan lemak |
Rasa Kantuk |
Total |
Nilai p | ||||
Sering |
Jarang | ||||||
N |
% |
N |
% |
N |
% | ||
Tinggi |
34 |
77,3 |
63 |
70 |
97 |
72,4 |
0,377 |
Cukup |
10 |
22,7 |
27 |
30 |
37 |
27,6 | |
Total |
44 |
100 |
90 |
100 |
134 |
100 |
Rasa kantuk yang sering lebih banyak terjadi pada mahasiswa yang asupan lemaknya cukup (54,5%) dibandingkan dengan mahasiswa yang asupan lemaknya lebih (45,5%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,539, yang artinya tidak terdapat hubungan antara asupan lemak dengan rasa kantuk.
Rasa kantuk yang sering lebih banyak terjadi pada mahasiswa yang asupan seratnya cukup (77,3%) dibandingkan dengan mahasiswa yang asupan seratnya rendah (22,7%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,309 (nilai p>0,05) yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan serat dengan rasa kantuk.
Tabel 9. Hubungan antara Asupan Serat dengan Rasa Kantuk
No |
Variabel |
Nilai p |
1 |
Ketepaparan media |
0,631 |
2 |
Aktivitas fisik |
0,005 |
3 |
Durasi tidur |
0,000 |
4 |
Asupan karbohidrat |
0,951 |
5 |
Asupan protein |
0,377 |
6 |
Asupan lemak |
0,539 |
7 |
Asupan serat |
0,309 |
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui variabel bebas yang mempunyai pengaruh paling signifikan terhadap variabel terikat (rasa kantuk). Variabel bebas yang digunakan pada analisis multivariat adalah variabel yang memiliki nilai p<0,025 pada saat analisis bivariat.
Tabel 10. Hasil Seleksi Analisis Bivariat Variabel Independen
Asupan serat |
Rasa Kantuk |
Total |
Nilai p | ||||
Sering |
Jarang | ||||||
N |
% |
N |
% |
N |
% | ||
Rendah |
10 |
22,7 |
14 |
15,6 |
24 |
16,7 |
0,309 |
Cukup |
34 |
77,3 |
76 |
84,4 |
10 |
83,3 | |
Total |
44 |
100 |
90 |
100 |
134 |
100 |
Tabel 8. Hubungan antara Asupan Lemak dengan Rasa Kantuk
Asupan lemak |
Rasa Kantuk |
Total |
Nilai p | ||||
Sering |
Jarang | ||||||
N |
% |
N |
% |
N |
% | ||
Lebih |
20 |
45,5 |
46 |
51,1 |
66 |
49,3 |
0,539 |
Cukup |
24 |
54,5 |
44 |
48,9 |
68 |
40,7 |
Tabel 10 menunjukkan variabel aktivitas fisik dan durasi tidur memiliki nilai p<0,025 sehingga variabel aktivitas fisik dan durasi tidur selanjutnya digunakan untuk analisis multivariat. Aktivitas fisik dan durasi tidur secara bersama-sama memiliki hubungan yang signifikan terhadap rasa kantuk (nilai p<0,05). Variabel aktivitas fisik memiliki nilai OR sebesar 2,365, yang berarti bahwa mahasiswa yang melakukan aktivitas fisik yang tinggi memiliki resiko mengalami rasa kantuk yang sering 2,365 kali lebih besar daripada
mahasiswa yang melakukan aktivitas fisik ringan. Durasi tidur memiliki nilai OR sebesar 4,403, yang berarti bahwa mahasiswa yang durasi tidurnya pendek memiliki risiko mengalami rasa kantuk yang sering 4,403 kali lebih besar daripada mahasiswa yang durasi tidurnya cukup. Nilai p dan OR yang diperoleh menunjukkan bahwa variabel durasi tidur memiliki pengaruh yang lebih dominan dibandingkan dengan variabel aktivitas fisik.
Tabel 11. Model Regresi Logistik Ganda dengan Variabel Potensial | |||
No |
Variabel |
Nilai p |
OR |
1 |
Aktivitas Fisik |
0,036 |
2,365 |
2 |
Durasi Tidur |
0 |
4,403 |
PEMBAHASAN
Hasil penelitian pada mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana menunjukkan bahwa hipotesis peneliti terbukti dimana terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian mengantuk dengan aktivitas sehari-hari antara lain aktivitas fisik dan durasi tidur. Analisis multivariat dengan model regresi logistik ganda dengan variabel potensial memperoleh dua variabel independen yang berhubungan dengan masalah mengantuk, yaitu aktivitas fisik dan durasi tidur. Variabel durasi tidur memiliki pengaruh yang dominan berhubungan dengan masalah mengantuk dibandingkan dengan variabel aktivitas fisik jika dilihat dari nilai OR. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa proporsi mahasiswa yang mengalami kejadian mengantuk adalah sebesar 54% dan durasi tidur berhubungan secara bermakna dengan kejadian mengantuk yang juga ditemukan sebagai faktor dominan yang berkorelasi dengan kejadian mengantuk.6
National Sleep Foundation menyatakan bahwa hanya sebagian kecil remaja yang memiliki durasi tidur cukup yaitu 8 jam 30 menit pada saat weekdays.4 Hal ini sesuai dengan pernyataan dari National Institute of Health bahwa durasi tidur mempengaruhi kejadian mengantuk. Penelitian ini menyatakan bahwa responden lebih memilih mengganti durasi tidur yang kurang pada weekdays dengan durasi tidur yang lebih lama pada saat weekend.11
Responden penelitian ini memiliki aktivitas fisik yang banyak dimana selain melaksanakan kuliah yang padat juga melaksanakan jalan-jalan atau refreshing pada saat memiliki waktu luang. Perkuliahan yang padat, dan kegiatan kampus membuat mahasiswa banyak menghabiskan waktu di kampus. Aktivitas fisik
yang tinggi hingga malam sebelum tidur dapat menyebabkan kualitas tidur yang buruk. Penggunaan televisi, handphone dan laptop juga mempengaruhi masalah mengantuk. Responden pada penelitian ini menggunakan laptop dan handphone untuk browsing, bermain dan mengakses media sosial. Televisi juga digunakan pada saat waktu luang di akhir minggu. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada tahun 2009 yang menyatakan bahwa aktivitas yang santai dilakukan oleh seseorang yang cenderung mengantuk.9
SIMPULAN
Terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dan durasi tidur dengan rasa kantuk. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian mengantuk dengan keterpaparan media, asupan karbohidrat, protein, lemak, dan serat. Variabel durasi tidur memiliki pengaruh dominan terhadap rasa kantuk.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Hendra S. 2004. Kiat Mengatasi Kesulitan Belajar. PT Gramedia. 2004. h.135-9.
-
2. Dewantri AR. Gambaran kualitas tidur pada mahasiswa profesi ners Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro dan STIKES Ngudi Waluyo Semarang. 2016. [sumber online]. Diakses tanggal: 6 Juni 2018. Diakses dari: http://eprints.undip.ac.id/51124/1/PROPOSAL_Ad e_Rahma_Dewantri_22020112140117.pdf
-
3. Desouky EME, Lawend JAA, Awed HAEM. Relationship between quality of sleep and academic performance among female nursing students. OSR Journal of Nursing and Health Science. 2015;4(4):1-9.
-
4. National Sleep Foundation. Teens and sleep. 2011. [sumber online]. Diakses tanggal: 6 Juni 2018. Diakses dari:
http://www.sleepfoundation.org/article/sleep-topics/teens-and-sleep.
-
5. Triamiyono H. Upaya mengatasi rasa kantuk di kelas dalam proses belajar mahasiswa Taruna Akademi Maritim Djadajat. Jurnal Ilmiah WIDYA. 2014;2(2):64-9.
-
6. Rasmada S, Triyanti T, Indrawani YM, Sartika RA. Nutrition intake and sleepiness on students. National Public Health Journal KESMAS. 2012;7(3):99-103.
-
7. Afaghi A, O’Connor H, Chow CM. High-glycemic-index carbohydrate meals shorten sleep onset. The
American Journal of Clinical Nutrition.
2007;85(2):426-30.
-
8. Helaly ME, Abu-Hashem E. Oxidative stress, melatonin level, and sleep insufficiency among electronic equipment repairers. Indian Journal of Occupational & Environmental Medicine. 2010; 14(3):66-70.
-
9. Hitze B, Bosy-Westphal A, Bielfeldt F, Settler U, Plachta-Danielzik S, Pfeuffer M, et al. Determinants and impacts of sleep duration in children and adolescents: data of the kiel obesity prevention study. Europan Journal of Clinical Nutrition. 2009;63:739-46.
-
10. Fachrudin F, Wahyuning CS, Yuniar. 2015. Analisis pengaruh tingkat kantuk terhadap kecepatan reaksi masinis daerah operasi II Bandung. Reka Integra. 2015;3(1):296-306.
-
11. Soewondo S, Husaini M, Pollitt E. Effects of iron deficiency on attention and learning processes in preschool children: Bandung, Indonesia. 1989. Am J Clin Nutr. 1989;50(3):667-73.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2021.V10.i2.P03
18
Discussion and feedback