I—><Λ λ Idirectoryof

I ∕ ∖ OPEN ACCESS

IJOURNALS


JMU

Jurnal medika udayana


ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL.10 NO.1,JANUARI, 2021

SINTA 3

Diterima:10-12-2020 Revisi:19-12-2020 Accepted: 06-01-2021

GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN GANGGUAN BIPOLAR DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR, BALI Jourdan Wirasugianto1, Cokorda Bagus Jaya Lesmana2, Luh Nyoman Alit Aryani2, Anak Ayu Sri Wahyuni2

  • 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

  • 2Departemen Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

Email : [email protected]

ABSTRAK

Gangguan bipolar merupakan gangguan kronis berulang ditandai dengan munculnya fluktuasi keadaan mood dan energi. Gangguan bipolar adalah salah satu penyebab kecacatan di kalangan anak muda, yang menyebabkan gangguan kognitif dan fungsional. Berdasarkan data Riskesdas pada tahun 2013, prevalensi gangguan mental emosional yang ditandai dengan adanya gejala depresi serta kecemasan usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 6% dari jumlah penduduk di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien gangguan bipolar di RSUP Sanglah Denpasar, Bali. Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif studi potong lintang. Sampel dipilih dari populasi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis data menggunakan software SPSS 25.0 untuk mendapatkan karakteristik gangguan bipolar. Hasil penelitian menunjukkan range usia 57 tahun dengan mean yaitu 32,75 tahun serta didominasi oleh jenis kelamin perempuan (53,5%). Pekerjaan sebagai pegawai swasta terbanyak ditemukan sebesar 56,3%. Sekolah Menengah Atas merupakan pendidikan terakhir yang paling banyak ditemukan dengan persentase 47,9% dan sebagian besar pasien berada dalam status belum menikah (76,1%). Tipe gangguan bipolar F31.2 mayoritas ditemukan yaitu sebanyak 45,1% dan pasien rawat inap dengan kunjungan pertama <7 hari (67,2%) didapatkan paling banyak. Secara keseluruhan, risperidone (17,2%) dan olanzapine (15,3%) merupakan obat yang paling sering digunakan untuk pasien gangguan bipolar. Penelitian ini bermanfaat guna memberikan wawasan mengenai gambaran karakteristik pasien gangguan bipolar.

Kata Kunci: Gangguan Bipolar, Karakteristik, Klasifikasi

ABSTRACT

Bipolar disorder is a chronic recurring disorder characterized by fluctuations in mood and energy. Bipolar disorder is one of the main causes of disability among young people, which causes cognitive and functional disorders. Based on Riskesdas in 2013, the prevalence of emotional mental disorders as indicated by symptoms of depression and anxiety start from 15 years old and over reached around 6% of the population in Indonesia. This study aims to determine the characteristics of bipolar disorder patients at Sanglah Hospital Denpasar, Bali. This research was conducted with descriptive method and cross-sectional studies. Samples were selected from the population based on inclusion and exclusion criteria. Data were analyzed using SPSS 25.0 software. The results of the study showed an age range of 57 years old with a mean of 32.75 years old and dominated by female sex (53.5%). Most jobs as private employees were found at 56.3%. Senior High School is the level of education that is most commonly found with a percentage of 47.9% and most of the patients were single (76.1%). The type of bipolar disorder F31.2 was found 45.1% and inpatients with a first visit <7 days (67.2%) were found the most. Risperidone (17.2%) and olanzapine (15.3%) are drugs that are

often used for patients with bipolar disorder. This research is useful to provide insight into the characteristics of bipolar disorder patients.

Keywords: Bipolar Disorder, Characteristics, Classification


PENDAHULUAN

Gangguan bipolar merupakan gangguan kronis berulang ditandai dengan munculnya fluktuasi keadaan mood dan energi. Gangguan ini dialami lebih dari 1% populasi dunia terlepas dari kebangsaan, asal etnis, atau status sosial ekonomi.1   Menurut data World Health

Organization (WHO) tahun 2016, terdapat sekitar 60 juta orang mengalami gangguan bipolar di dunia.2 Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi gangguan mental emosional mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk di Indonesia.3

Penyebab terjadinya gangguan bipolar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti studi genetik, disregulasi neurotransmitter, struktur anatomis otak, regulasi neuroendokrin, dan faktor psikososial.4 Risiko anak-anak dengan orang tua yang mengalami gangguan bipolar adalah empat kali lebih besar dibandingkan dengan risiko anak dengan orang tua sehat.5 Dari segi neurotransmitter, menyatakan bahwa depresi terikat pada tingkat rendah norepinefrin dan dopamin, sedangkan mania terikat pada tingkat tinggi norepinefrin dan dopamin. Mania dan depresi sama-sama diasumsikan terikat pada tingkat serotonin yang rendah.6 Peristiwa hidup dan stres lingkungan menjadi salah satu faktor penyebab seseorang menderita gangguan bipolar. Salah satu pengamatan klinis menunjukkan bahwa peristiwa hidup yang penuh dengan tekanan lebih cenderung mendahului episode gangguan mood yang kemudian mengikuti, sehingga faktor psikososial menjadi salah satu faktor yang berperan dalam penyebab terjadinya gangguan bipolar.7 Penanganan saat ini untuk pasien gangguan bipolar berfokus pada pemberian terapi non-farmakologi dan farmakologi.8 Terdapat berbagai macam terapi non-farmakologi untuk gangguan bipolar meliputi; terapi interpersonal, terapi perilaku, terapi kognitif, dan terapi lainnya. Sedangkan, pemberian obat farmakologi dapat diberikan obat mood stabilizer, obat generasi kedua antipsikotik, dan obat antidepresan.9

Berdasarkan hal tersebut, gambaran secara jelas mengenai gangguan bipolar sangat diperlukan agar dapat membantu dalam menangani pasien gangguan bipolar. Oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai gambaran karakteristik pasien gangguan bipolar di RSUP Sanglah Denpasar, Bali sehubungan dengan belum terdapatnya data yang lengkap mengenai gangguan bipolar di RSUP Sanglah Denpasar, https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2021.V10.i1.P06

Bali, selain itu penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi dasar dalam pengembangan penelitian analitik lainnya.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif potong lintang (cross-sectional) dengan pendekatan retrospektif    yang

dilaksanakan di RSUP Sanglah Denpasar, Bali pada bulan Januari 2018-Juni 2019. Subyek

penelitian yang dipilih berdasarkan  kriteria

inklusi yaitu data rekam medik pasien yang telah terdiagnosis gangguan bipolar oleh dokter di RSUP Sanglah Denpasar, Bali tahun 2018/2019. Kriteria eksklusi yang digunakan yaitu data rekam medik pasien gangguan bipolar yang tidak lengkap di RSUP Sanglah Denpasar, Bali tahun 2018/2019.

Data dalam penelitian ini yaitu data sekunder berupa rekam medis pasien gangguan bipolar periode Januari 2018-Juni 2019. Data yang termasuk dalam kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi kemudian diolah dengan program pengolahan data yaitu SPSS versi 25 yang selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi. Penelitian ini sudah dinyatakan layak etik oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar dengan nomor etik 550/UN14.2.2.V.1/LT/2019.

HASIL

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia minimum pada keseluruhan sampel yaitu 15 tahun, sedangkan usia maksimum berada pada usia 72 tahun dengan range yaitu 57 tahun. Pada sampel juga menunjukkan mean yaitu 32,75 tahun dengan standar deviasi yaitu 11,766.

Distribusi frekuensi pasien gangguan bipolar dengan jenis kelamin yaitu laki-laki mencapai 33 orang (46,5%) dan sampel dengan jenis kelamin perempuan didapatkan pada 38 orang (53,5%). Pada pekerjaan sebagai pegawai swasta terdapat sebanyak 40 orang (56,3%) dan merupakan yang terbanyak diantara jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan, pada sampel dengan pekerjaan ibu rumah tangga paling sedikit ditemukan yaitu sebanyak 4 orang (5,6%). Pada sampel dengan pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA) terdapat sebanyak 34 orang (47,9%) dan merupakan yang paling banyak ditemukan. Untuk sampel penelitian dengan status pernikahan yaitu belum menikah didapatkan sebanyak 54 orang (76,1%), sedangkan pada kelompok yang telah menikah terdapat sebanyak 17 orang (23,9%). Hasil 29

variabel lainnya menunjukkan bahwa sampel dengan gangguan bipolar tipe F31.2 didapatkan sebesar 32 orang (45,1%) dan merupakan yang paling banyak ditemukan dibandingkan dengan tipe gangguan bipolar lainnya yang terdapat di tabel 1.

Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik demografi pasien gangguan bipolar

Karakteristik Demografi

Usia

Mean (Range)

Min – Maks (STDEV)

32,75 (57)

15 - 72 (11,766)

Karakteristik

f (%)

Jenis

Laki-laki

33 (46,5)

Kelamin

Perempuan

38 (53,5)

Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga

4 (5,6)

Pegawai Swasta

40 (56,3)

Wiraswasta

6 (8,5)

Pelajar

13 (18,3)

Tidak Bekerja

8 (11,3)

Pendidikan

SD

3 (4,2)

SMP

6 (8,5)

SMA

34 (47,9)

Akademi

2 (2,8)

DIII

2 (2,8)

S1

13 (18,3)

S2

2 (2,8)

Lain-lain

9 (12,7)

Status

Belum Menikah

54 (76,1)

Pernikahan

Menikah

17 (23,9)

Klasifikasi

F31.1

3 (4,2)

Gangguan

F31.2

32 (45,1)

Bipolar

F31.3

2 (2,8)

F31.4

4 (5,6)

F31.5

19 (26,8)

F31.6

10 (14,1)

F31.9

1 (1,4)

Total

71 (100)

Keterangan :

STDEV: Standar Deviasi; SD: Sekolah Dasar; SMP: Sekolah Menengah Pertama; SMA: Sekolah Menengah Atas; DIII: Diploma 3; S1: Strata-1; S2: Strata-2.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel rawat inap dengan kunjungan pertama <7 hari didapatkan sebanyak 45 orang (67,2%), pada sampel dengan kunjungan pertama dirawat inap dalam 7-14 hari didapatkan sebanyak 14 orang

(20,9%), sedangkan pada sampel dengan kunjungan pertama dirawat inap >14 hari didapatkan sebanyak 8 orang (11,9%). Pada kelompok yang melakukan kunjungan kedua <7 hari didapatkan sebanyak 2 orang (40%), sedangkan sampel dengan kunjungan kedua yang dirawat selama 7-14 hari didapatkan sebanyak 3 orang (60%). Pada sampel yang dirawat inap sampai pada kunjungan ketiga didapatkan hanya pada 1 orang (100%) dan tercatat dirawat inap selama >14 hari. Terdapat juga sampel dengan rawat jalan sebanyak 4 orang (5,6%) saat kunjungan pertamanya di tabel 2.

Tabel 2. Distribusi frekuensi pasien gangguan bipolar berdasarkan riwayat rawat inap dan rawat jalan

Lama

Rawat

n (%)

Kunjungan Pertama

Kunjungan Kunjungan

Kedua

Ketiga

<7 hari

45 (63,4)

2 (40)

-

7-14 hari

14 (19,7)

3 (60)

-

>14 hari Rawat

8 (11,3)

-

1 (100)

jalan

4 (5,6)

-

-

Total

71 (100)

5 (100)

1 (100)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel dengan gangguan bipolar tipe F31.1 yang diberikan obat sodium valproat didapatkan pada 2 orang (40%), sedangkan sampel yang diberikan pengobatan berupa obat risperidone didapatkan sebanyak 1 orang (20%). Pada sampel dengan gangguan bipolar tipe F31.2 yang menerima pengobatan berupa haloperidol sebanyak 16 orang (19,5%) dan merupakan yang paling banyak ditemukan. Tipe gangguan bipolar F31.3 yang menerima pengobatan berupa sodium valproat ditemukan pada 1 orang (25%), sedangkan lithium sebanyak 1 orang (25%). Untuk tipe gangguan bipolar F31.4 yang menerima pengobatan berupa risperidone sebanyak 2 orang (25%) dan merupakan yang paling banyak ditemukan. Tipe gangguan bipolar F31.5 yang menerima pengobatan berupa asam valproat sebanyak 8 orang (18,1%) dan merupakan salah satu yang paling banyak ditemukan untuk pengobatan tipe ini. Berdasarkan hasil penelitian, tipe gangguan bipolar F31.6 yang menerima pengobatan berupa risperidone didapatkan pada 5 orang (18,5%) dan haloperidol sebanyak 4 orang (14,8%). Sedangkan, untuk tipe gangguan bipolar F31.9 yang menerima pengobatan berupa lorazepam didapatkan pada 1 orang (100%) seperti yang ditampilkan pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi frekuensi riwayat pengobatan pasien gangguan bipolar berdasarkan tipe gangguan bipolar

Nama Obat

n (%)

F31.1    F31.2    F31.3   F31.4    F31.5    F31.6    F31.9     Total

Aripiprazole Asam Valproat Clozapine Fluoxetine

-       7 (8,5)     1 (25)       -       2 (4,5)    1 (5,2)       -        11 (6,7)

-       3 (3,6)       -          -       8 (18,1)    1 (5,2)       -        12 (7,3)

2 (40)    6 (7,3)       -      1 (12,5)   2 (4,5)       -          -        11 (6,7)

-            -            -           -         1 (2,2)        -            -          1 (0,6)

Haloperidol

Lithium

-      16 (19,5)     -         -       3 (6,8)   4 (21,1)      -      23 (14,1)

-       5 (6,1)     1 (25)       -        1 (2,2)       -          -        7 (4,3)

Olanzapine Paliperidone Quetiapine Risperidone Sertraline

  • -      15 (18,3)   1 (25)      -      6 (13,6)  3 (15,8)      -      25 (15,3)

  • -         1 (1,2)        -           -            -            -            -          1 (0,6)

  • -       1 (1,2)       -          -       2 (4,5)    1 (5,2)       -        4 (2,4)

1 (20)   11 (13,4)     -      2 (25)   9 (20,4)  5 (26,3)      -      28 (17,2)

  • -           -           -      1 (12,5)       -           -           -         1 (0,6)

Sodium Valproat Amitriptyline Fluphenazine Trifluoperazine Lorazepam

2 (40)   11 (13,4)   1 (25)   1 (12,5)  6 (13,6)  3 (15,8)      -      24 (14,7)

  • -            -            -           -         1 (2,2)        -            -          1 (0,6)

  • -            -            -           -         1 (2,2)        -            -          1 (0,6)

  • -        2 (2,4)        -          -        1 (2,2)        -           -         3 (1,8)

  • -       4 (4,9)       -      3 (37,5)    1 (2,2)    1 (5,2)    1 (100)    10 (6,1)

Total

5        82        4       8        44       19        1        163

(100)     (100)    (100)    (100)     (100)     (100)     (100)      (100)

PEMBAHASAN

Karakteristik     gangguan    bipolar

berdasarkan usia, didapatkan mean yaitu 32,75 tahun dengan usia minimum pada keseluruhan sampel yaitu 15 tahun, sedangkan usia maksimum berada pada umur 72 tahun dengan standar deviasi yaitu 11.766. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian dengan buku ajar psikiatri klinis oleh Kaplan dan Sadock yang menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah kasus gangguan bipolar pada rentangan umur 20-50 tahun dengan mean 30 tahun. Pada penelitian yang dilakukan di salah satu rumah sakit yang berlokasi di bogor, Indonesia didapatkan bahwa kategori dengan rentangan usia 26-45 paling banyak ditemukan dengan persentase mencapai 67% pada keseluruhan sampel yang didapatkan.10 Hal ini diperkirakan karena pada rentangan usia tersebut cenderung didapatkan adanya faktor psikososial yang dinamik dan mengakibatkan terjadinya perubahan fungsional pada neurotransmitter dan perubahan sistem sinyal intraneuron mencakup neuron yang hilang serta menurunnya kontak sinaps yang berlebihan. Sehingga, dapat menyebabkan individu memiliki risiko tinggi untuk mengalami episode gangguan mood.7

Karakteristik     demografi    pasien

gangguan bipolar berdasarkan jenis kelamin https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2021.V10.i1.P06

menunjukkan bahwa sampel dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak didapatkan dengan    persentase    mencapai    53,5%

dibandingkan dengan laki-laki. Hasil tersebut menunjukkan adanya kesesuaian dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, Indonesia. Pada penelitian tersebut didapatkan kasus gangguan bipolar pada laki-laki (47%) lebih sedikit ditemukan dibandingan dengan perempuan (53%) walaupun tidak terdapat perbedaan yang signifikan.10 Hal ini diduga terjadi karena episode manik lebih banyak dialami oleh laki-laki dan pada episode depresif cenderung terjadi pada perempuan sehingga ditemukan prevalensi yang seimbang antara kedua jenis kelamin. Selain itu, adanya pengaruh hormonal, pengaruh kelahiran anak, stresor psikososial menyebabkan kasus depresif lebih banyak ditemukan pada perempuan.7

Karakteristik     demografi     pasien

gangguan bipolar berdasarkan pekerjaan, didapatkan bahwa sampel dengan pekerjaan sebagai pegawai swasta paling banyak ditemukan dengan persentase mencapai 56,3% (40 orang). Pelajar menempati posisi kedua dengan persentase 18,3% (13 orang) dan diikuti dengan pasien yang tidak bekerja sebanyak 8 orang (11,3%). Pada sampel dengan pekerjaan sebagai wiraswasta ditemukan sebanyak 6 orang (8,5%) 31

dan ibu rumah tangga menempati posisi paling rendah dengan persentase sebanyak 5,6% (4 orang). Hal tersebut menunjukkan adanya kesesuaian dengan salah satu penelitian yang dilaksanakan di Amerika Serikat dan Argentina yang menunjukkan bahwa kasus gangguan bipolar lebih banyak ditemukan pada sampel yang bekerja dengan persentase 63,7%, sedangkan yang tidak bekerja didapatkan persentase sebanyak 36,3%.11 Penelitian yang dilaksanakan di RSMM Bogor, Indonesia didapatkan kasus gangguan bipolar dominan pada non-pegawai sebanyak 76%. Perbedaan hasil tersebut kemungkinan disebabkan oleh karena adanya perbedaan jenis kriteria inklusi yang digunakan dengan perbedaan mata pencaharian penduduk yang berada di lokasi yang berbeda.10

Karakteristik demografi pasien gangguan bipolar menurut pendidikan terakhir yang tercatat, didapatkan bahwa sampel dengan pendidikan terakhir SMA paling banyak ditemukan dengan persentase 47,9% (34 orang), selanjutnya diikuti oleh sampel dengan pendidikan terakhir S1 dengan persentase sebanyak 18,3% (13 orang). Sampel dengan pendidikan terakhir berupa SMP ditemukan sebanyak 8,5% (6 orang), SD sebanyak 4,2% (3 orang). Sedangkan, sampel dengan pendidikan terakhir berupa akademi, DIII, dan S2 didapatkan sebanyak 2,8% (2 orang) untuk masing-masing kategori pendidikan tersebut. Hasil ini menunjukkan adanya kesesuaian dengan penelitian yang dilakukan di RSMM Bogor, Indonesia. Pada penelitian tersebut didapatkan kasus gangguan bipolar lebih banyak ditemukan pada sampel dengan pendidikan terakhir berupa SMP-SMA sebanyak 72% dan pada sampel dengan pendidikan terakhir berupa sarjana didapatkan sebanyak 28%.10

Karakteristik demografi pasien gangguan bipolar berdasarkan status pernikahan, didapatkan bahwa sampel dengan gangguan bipolar yang belum menikah lebih banyak ditemukan dengan persentase mencapai 76,1% (54 orang), sedangkan pada sampel dengan status sudah menikah ditemukan sebanyak 23,9% (17 orang). Hasil tersebut juga menunjukkan adanya kesesuaian dengan penelitian yang dilakukan di RSMM Bogor, Indonesia yang mendapatkan kasus gangguan bipolar lebih banyak ditemukan pada sampel dengan status pernikahan berupa belum menikah sebanyak 69% dan pada sampel yang sudah menikah didapatkan sebanyak 31%.10 Hal ini diperkirakan karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi status pernikahan seperti pasien yang mengalami kesulitan psikososial dan pekerjaan, masalah keuangan, kegagalan perkawinan, penyalahgunaan zat, defisit neuropsikologis, disfungsi seksual, bunuh

diri, kualitas hidup yang buruk, masalah hukum, keterampilan mengasuh anak yang tidak mumpuni, dan kecacatan.12

Karakteristik demografi pasien gangguan bipolar menurut klasifikasi Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III), didapatkan sampel dengan bipolar tipe F31.2 paling banyak ditemukan dengan persentase mencapai 45,1%, diikuti dengan gangguan bipolar tipe F31.5 dengan persentase 26,8%. Gangguan bipolar tipe F31.6 menempati urutan ketiga dengan persentase 14,1%, dan gangguan bipolar tipe F31.4 mencapai persentase sebesar 5,6%. Sedangkan, gangguan bipolar tipe F31.1, F31.3, dan F31.9 didapatkan sebanyak 4,2%, 2,8%, dan 1,4% untuk masing-masing tipe tersebut. Pembagian tersebut didasarkan atas PPDGJ III yang ada di Indonesia dan juga digunakan oleh RSUP Sanglah Denpasar, Bali sebagai pedoman dalam penggolongan pasien gangguan jiwa.13 Masih belum terdapat penelitian epidemiologi lainnya yang menggunakan PPDGJ III sebagai pedoman. Dalam suatu penelitian cross-sectional yang dilaksanakan di 11 negara menemukan bahwa prevalensi keseluruhan spektrum gangguan bipolar adalah 2,4%, dengan prevalensi 0,6% untuk tipe bipolar I dan 0,4% untuk bipolar tipe II yang merupakan pembagian klasifikasi gangguan bipolar oleh Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder V (DSM V).14

Karakteristik pasien gangguan bipolar berdasarkan riwayat rawat inap dan rawat jalannya didapatkan bahwa rerata pasien menerima rawat inap pada kunjungan pertamanya (94,4%) dan selebihnya menerima rawat jalan (5,6%). Pada tabel menunjukkan bahwa pasien rawat inap dengan kunjungan pertama <7 hari didapatkan sebanyak 45 orang (67,2%) dan pasien dengan kunjungan pertama dirawat inap dalam waktu 7-14 hari didapatkan sebanyak 14 orang (20,9%), sedangkan pada pasien dengan kunjungan pertama dirawat inap >14 hari didapatkan sebanyak 8 orang (11,9%). Indikasi rawat inap untuk pasien gangguan bipolar sangat dibutuhkan, diantaranya kebutuhan prosedur dalam diagnosis, ketidakmampuan pasien untuk mendapatkan makanan dan tempat tinggal, adanya risiko bunuh diri atau membunuh, gejala yang terus berkembang dengan pesat, dan kurangnya sistem dukungan yang dapat dijadikan sebagai indikasi untuk pasien menjalani rawat inap.7 Selain itu, terdapat juga sampel yang melakukan kunjungan kedua dalam jangka waktu <7 hari didapatkan sebanyak 2 orang (40%), dan sampel dengan kunjungan kedua yang dirawat dalam waktu 7-14 hari didapatkan sebanyak 3 orang (60%). Sedangkan, pada sampel yang melakukan kunjungan untuk ketiga kalinya didapatkan

hanya pada 1 orang (100%) dan tercatat dirawat inap selama >14 hari.

Riwayat pengobatan yang diberikan kepada pasien gangguan bipolar di RSUP Sanglah Denpasar, Bali dibagi berdasarkan klasifikasi PPDGJ III dan dapat dilihat pada tabel 3. Secara keseluruhan risperidone (17,2%) dan olanzapine (15,3%) merupakan obat yang paling sering digunakan untuk pasien gangguan bipolar. Pada tipe F31.1 gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik, pengobatan yang paling banyak digunakan yaitu sodium valproat (40%) dan clozapine (40%). Sodium valproat banyak digunakan sebagai antikonvulsan dan merupakan pilihan pengobatan lini pertama untuk mengatasi gejala manik.15 Sedangkan, clozapine merupakan antipsikotik atipikal yang juga disebut sebagai serotonin - dopamin antagonis (SDA) yang bermanfaat dalam pengendalian awal agitasi selama episode manik.7 Pada tipe F31.2 gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik, pengobatan yang paling banyak digunakan adalah haloperidol (19,5%) dan olanzapine (18,3%). Haloperidol merupakan obat antipsikotik generasi pertama yang sering dikombinasikan dengan obat antimanik untuk mengatasi gejala psikotik dan manik pada gangguan bipolar. Sedangkan, olanzapine merupakan antipsikotik generasi kedua yang digunakan dalam mengatasi gejala akut mania dan kekambuhan pada gangguan bipolar.7

Pada tipe F31.3 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang, pengobatan yang digunakan yaitu lithium (25%) dan aripiprazole (25%). Lithium efektif digunakan dalam terapi gangguan depresif dan sering digunakan sebagai monoterapi atau bersamaan dengan antidepresan. Aripiprazole merupakan antipsikotik generasi kedua yang juga disebut sebagai agonis parsial reseptor dopamin D2 yang sering digunakan pada pasien skizofrenia dan dikombinasikan dengan antidepresan untuk mengatasi gejala depresi. Pada tipe F31.4 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik, pengobatan yang digunakan yaitu risperidone (25%) dan sertraline (12,5%). Risperidone merupakan antipsikotik atipikal yang disebut sebagai SDA yang biasa digunakan untuk memperkuat antidepresan dalam penatalaksanaan jangka pendek depresi berat. Sedangkan, sertraline merupakan obat golongan antidepresan jenis Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) yang digunakan sebagai lini pertama dalam menangani gangguan depresi, gangguan obsesif-kompulsif serta gangguan panik.7

Pada tipe F31.5 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik, pengobatan yang paling banyak https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2021.V10.i1.P06

digunakan adalah risperidone (20,4%) dan asam valproat (18,1%). Risperidone merupakan antipsikotik generasi kedua) yang biasa digunakan untuk memperkuat antidepresan dalam penatalaksanaan jangka pendek depresi berat dengan gejala psikotik. Sedangkan, asam valproat    banyak     digunakan     sebagai

antikonvulsan yang efektif dalam pengendalian kegelisahan, agitasi, agresi fisik, dan agresi verbal pada pasien gangguan bipolar. Pada tipe F31.6 gangguan afektif bipolar, episode kini campuran, pengobatan yang paling banyak digunakan yaitu risperidone (26,3) dan haloperidol (21,1%) yang digunakan untuk mengatasi gejala depresif dan gejala agitasi atau manik pada bipolar. Pada tipe F31.9 gangguan afektif bipolar yang tidak tergolongkan, pengobatan yang digunakan yaitu lorazepam yang merupakan obat golongan benzodiazepine reseptor agonis untuk mengatasi gejala ansietas akut dan agitasi pada pasien gangguan bipolar.7

SIMPULAN

Dari hasil penelitian gambaran karakteristik pasien gangguan bipolar di RSUP Sanglah Denpasar, Bali, dapat disimpulkan bahwa kasus gangguan bipolar di RSUP Sanglah Denpasar, Bali menunjukkan mean 32,75 tahun dengan standar deviasi yakni 11,766. Kasus gangguan bipolar sebagian besar memiliki karakteristik berjenis kelamin perempuan dan dominan memiliki karakteristik pekerjaan sebagai pegawai swasta, serta sebagian besar memiliki karakteristik berupa Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai pendidikan terakhir yang tercatat.

Kasus gangguan bipolar juga sebagian besar memiliki karakteristik status pernikahan berupa belum menikah, mayoritas memiliki klasifikasi gangguan bipolar tipe F31.2, dan kebanyakan menerima rawat inap dengan kunjungan pertama <7 hari, serta kasus gangguan bipolar di RSUP Sanglah Denpasar, Bali paling banyak menerima pengobatan risperidone dan olanzapine sebagai obat pilihan untuk keseluruhan tipe gangguan bipolar berdasarkan pembagian PPDGJ III.

SARAN

Permasalahan terdapatnya data rekam medis yang tidak tersedia atau tidak lengkap menjadi penghambat bagi peneliti dan dapat memengaruhi hasil penelitian secara signifikan. Selain itu, perlu dilakukannya penelitian deskriptif dengan sampel yang lebih luas guna mengetahui secara spesifik dan memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai karakteristik gangguan bipolar. Penelitian deskriptif lebih lanjut juga dapat dilakukan 33

dengan menambahkan variabel berupa status psikiatri meliputi kesan umum, kesadaran, afek, proses pikir, pencerapan, intelegensi, dorongan insting dan psikomotor dapat dikembangkan guna memberikan wawasan lebih lanjut mengenai gangguan bipolar.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Anderson, M.I., Hadad, P.M., Scott, J. Clinical Review: Bipolar Disorder. BMJ 2012. 2012; 345:e8508.

  • 2.    Kemenkes Republik Indonesia. Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa Masyarakat. Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat. 2016.

  • 3.    Riskesdas 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI. 2013. h.125-129.

  • 4.    Miklo, J.D., Jonhson, S.L. The Psychopathology and Treatments of Bipolar Disorder. Annual Review of Clin Psycology. 2010; 2: 199.

  • 5.    McGuffins, P., Rijdijk, F., Andrew, M., Shem, P., Katz, R., Cardon,  A. The

heritability of bipolar affective disorder and the genetic relationship to  unipolar

depresion. Archives Gen Psychiatry. 2006; 60(5): 497-502.

  • 6.    Stockmeir, C.A. Involvement of serotonin in depression: evidence from postmortem and imaging studies of serotonin receptor and the serotonin transporter. J Psychiatr Res. 2007; 37(5): 357-373.

  • 7.    Sadock, B.J., Sadock, V.A. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Lippincott Williams dan Wilkins, USA. 2010. h.189-216.

  • 8.    Yatham, L.N. Clinical and Neurobiological Foundations:  Bipolar Disorder. Wiley-

Blackwell. 2010. h.275-304.

  • 9.    Conolly, K.R., Thase, M.E. A Review of Evidence-Based Guidelines: The Clinical Management of Bipolar Disorder. Prim Care Companion CNS Disorder. 2011;

13(4): PCC.10r01097

  • 10.    Tinambunan, I.R., Amir, N., Budiman, R., Kusumaningrum, P. Komorbiditas Fisik pada Gangguan Bipolar di RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. J Indon Med

Assoc. 2018; 68 (8): 373-377.

  • 11.    Holtzman, J.N., Lolic, M., Ketter, T.A., Vazquez, G.H. Clinical Characteristic of Bipolar Disorder: a Comparative Study between Argentina and the United States. International Journal of Bipolar Disorder. 2015; 3(8). h.3-8.

  • 12.    Groover, S., Nehra, R., Thakur, A. Bipolar affective disorder and its impacts on various aspects of marital relationship. Ind Psychiatry J. 2017; 26: 114-120.

  • 13.    Maslim, R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa; Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. 2013. h.60-69.

  • 14.    Rowlands,     T.A.,     Marwaha,     S.

Epidemiology and risk factor for bipolar disorder. Ther Adv in Psychopharmacology. 2018; 8(9): 251-269.

  • 15.    David, L.L., William, R., Kates, M. Divalproex sodium in the treatment of adults with bipolar disorder. Expert Rev of Neurother. 2004; 4(3): 349-362.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2021.V10.i1.P06

34