RISK FACTORS AND ESOPHAGOGASTRODUODENOSCOPY FINDINGS ON NON-STEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS USER AT SANGLAH HOSPITAL 2016-2018
on
JMU ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.01,JANUARI, 2022
Il—∖OΛ I DIRECTORY OF
U UZAJ JOURNALS^ SlMTA 3 “
Diterima: 2021-01-26 Revisi: 2021-10-28 Accepted: 2022-01-15
FAKTOR RISIKO DAN GAMBARAN ESOFAGOGASTRODUODENOSKOPI PENGGUNA OBAT ANTI INFLAMASI NON-STEROID DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016-2018
Renaldy Frederich Nathanael Magat1, I Dewa Nyoman Wibawa2, Gde Somayana2, I Ketut Mariadi2 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar,
Bali
2Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, Bali
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Pemakaian obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) dalam waktu dan dosis tertentu dapat menyebabkan kelainan pada lambung dan duodenum mulai dari asimtomatis, tukak, perdarahan hingga perforasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi proporsi pasien kelainan pada lambung dan duodenum akibat penggunaan OAINS berdasarkan hasil esofagogastroduodenoskopi (EGD), usia, jenis kelamin, Infeksi H. pylori, Jenis OAINS, riwayat merokok, riwayat antikoagulan, riwayat kortikosteroid dan faktor risiko kelainan EGD pada lambung dan duodenum akibat penggunaan OAINS di RSUP Sanglah di tahun 2016-2018.
Penelitian yang dilakukan berupa studi potong lintang analitik dan memiliki sifat retrospektif sesuai rekam medis pasien yang menjalani endoskopi di RSUP Sanglah pada tahun 2016-2018. Pengambilan sampel dengan total sampling, kemudian data akan dianalisis dengan teknik analisis bivariat uji chi-square dan multivariat regresi logistik.
Dari 92 pasien yang memenuhi kriteria yaitu laki – laki (54,3%) dan perempuan (45,7%) dengan mayoritas kelompok usia ≥ 60 tahun (95,7%), didapatkan kelainan EGD berupa gastritis superfisialis (33,7%), gastritis erosiva (28,3%), ulkus gaster (28,3%), ulkus duodenum (5,4%). Dengan gambaran ulkus terbanyak yaitu Forrest III (90,3%) yang jumlahnya tunggal (74.2%). Mayoritas pasien menggunakan OAINS non selektif (94,5%) yaitu ketorolak 30 mg (40,2%). Dari pemeriksaan biopsi pasien mengalami infeksi H. pylori (20,5%). Berdasarkan penelurusan pasien memiliki riwayat merokok (59,8%). Pada pasien juga ditemukan riwayat penggunaan antikoagulan (16,3%) dan kortikosteroid (35,9%). Ditemukan hubungan yang signifikan antara infeksi H. pylori dengan kelainan EGD berat pada pengguna OAINS (P=0,012).
Dalam penelitian ini tidak didapatkan faktor risiko independen dari kelainan EGD berat pada pengguna OAINS, namun infeksi H. pylori memiliki hubungan yang signifikan dengan kelainan EGD berat pada pengguna OAINS.
Kata kunci : OAINS, EGD, Kelainan EGD pada pengguna OAINS.
ABSTRACT
Usage of non stereoid antiinflammatory drugs (NSAIDs) for a certain time dose can cause abnormalities in the digestive tract ranging from asymptomatic, ulcers, bleeding to perforation. This study determine the distribution of the proportion of patients with abnormality in gastric and duodenal due to NSAIDs based on esophagogastroduodenoscopy (EGD) results, age, gender, H. Pylori infection, type of NSAIDs, history of smoking, history of anticoagulants, history of corticosteroids and risk factors for EGD abnormalities in the gastric and duodenal due to NSAIDs use at Sanglah General Hospital in 2016-2018.
This study is a retrospective cross-sectional study based on the medical records of patients who underwent endoscopy at Sanglah General Hospital in 2016-2018. The sampling technique was total sampling, then all data were analyzed using bivariate analysis of the chi-square test and multivariate logistic regression analysis.
From 92 patients who met the criteria, men (54.3%) and women (45.7%) with the majority of the age group ≥ 60 years (95.7%), EGD abnormalities were obtained in the form of superficial gastritis (33.7%), erosival gastritis (28.3%), gastric ulcer (28.3%), duodenal ulcer (5.4%). With ulcer characteristic are Forrest III (90.3%) and single (74.2%). The majority of patients used non-selective NSAIDs (94.5%), namely ketorolac 30 mg (40.2%). From the biopsy examination, the patient had H. pylori infection (20.5%). Based on medical records, the patients had a history of smoking (59.8%). Patients
also found a history of use of anticoagulants (16.3%) and corticosteroids (35.9%). There was a significant relationship between H. pylori infection and severe EGD abnormalities in NSAID users (P = 0.012).
In this study, there were no independent risk factors for severe EGD abnormalities in NSAID users, but there was a relationship between H. pylori infection and severe EGD abnormalities in NSAID users
Keywords : NSAIDs, EGD, EGD abnormalities in NSAIDs user.
PENDAHULUAN
Pemakaian obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dalam waktu dan dosis tertentu dapat menyebabkan gangguan maupun kelainan pada saluran pencernaan atas. Kelainan yang dapat terjadi akibat penggunaan OAINS pada saluran pencernaan atas sangat bervariasi, mulai dari asimtomatis, ulkus atau tukak, perdarahan hingga perforasi.1 Kelainan yang dapat terjadi berupa gastritis dan ulkus peptikum. Gastritis adalah inflamasi pada lapisan dinding mukosa dan submukosa lambung, dan ditemukan adanya sel-sel radang pada daerah tersebut berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Umumnya disebabkan karena iritasi endogen dan eksogen pada mukosa lambung, namun juga dapat disebabkan oleh iskemia, stres fisik, atau kongesti kronis.1 obat anti inflamasi non steroid merupakan obat yang digunakan untuk meringankan gejala yang terkait dengan kondisi adanya inflamasi, contohnya pada penyakit osteoarthritis dan rheumatoid arthritis, serta nyeri somatik lainnya.1
Kelainan pada lambung dan duodenum dapat ditemukan akibat penggunaan OAINS secara kronis (> 1 minggu), maupun pada penggunaan OAINS secara akut (< 1 minggu).2 Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada 2014, gastritis merupakan penyakit terbesar ke – 7 di provinsi Bali dengan jumlah 34.521 kasus.3 Prevalensi kelainan pada lambung dan duodenum yang dilaporkan di antara pasien yang memakai OAINS setiap hari selama 1 minggu berkisar antara 30% hingga 40%.1
Faktor risiko terjadinya kelainan pada lambung dan duodenum akibat penggunaan OAINS adalah usia ≥ 60 tahun, penggunaan >1 jenis OAINS, infeksi H. pylori, riwayat penggunaan antikoagulan, riwayat penggunaan kortikosteroid, kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol dan faktor genetik.4–6 Menurut Kaminang dkk6 dalam penelitiannya di Manado menemukan bahwa kelainan EGD pada usia ≥ 60 tahun didapati sebesar 20%. Pasien yang memiliki usia ≥ 60 tahun lebih rentan mengalami penyakit gastrointestinal apabila menjalani pengobatan dengan OAINS, sehingga menyebabkan kerusakan mukosa lambung dan duodenum. Hal ini dikarenakan pada usia lansia, efek samping dari obat akan lebih dominan dari pada efek terapeutiknya diikuti dengan efek toksiknya yang meningkat.5 Penggunaan kortikosteroid ditemukan memiliki hubungan yang signifikan dalam kejadian kelainan EGD.7 Penggunaan antikoagulan tidak secara langsung dapat menyebabkan kelainan EGD namun dapat memperparah perdarahan pada mukosa lambung dan duodenum.8 Efek merokok dalam meningkatkan risiko mengalami kelainan
mukosa lambung dan duodenum yaitu menurunkan sistem pertahanan mukosa lambung dan duodenum sehingga memudahkan infeksi H. pylori. Efek konsumsi minuman beralkohol dalam meningkatkan risiko terjadinya kelainan pada mukosa lambung dan duodenum adalah karena alkohol dapat menurunkan produksi prostaglandin.4
Esofagogastroduodenoskopi (EGD) merupakan salah satu pemeriksaan untuk menilai keadaan dinding mukosa saluran pencernaan dan mendiagnosa kelainan pada lambung dan duodenum. Pemeriksaan gambaran EGD dapat menilai dimana lokasi ulkus, jenis ulkus, jumlah ulkus, dan menentukan klasifikasi ulkus. Pemeriksaan EGD saluran pencernaan bagian atas sering dilakukan untuk mendiagnosa kelainan pada lambung dan duodenum. Selain untuk mendiagnosa, EGD juga bisa memiliki peran dalam terapi kelainan pada lambung dan duodenum.9 Kelainan EGD pada pengguna OAINS dapat dibagi menjadi kelainan EGD berat dan ringan. Kelainan EGD ringan yaitu adanya eritema hingga erosi pada mukosa lambung sedangkan kelainan EGD berat yaitu adanya microbleeding hingga ulkus pada mukosa lambung dan duodenum. Ulkus merupakan diskontinuitas jaringan yang bisa dimulai dari mukosa muskularis, sub-mukosa, hingga pembuluh darah yang lebih dalam sedangkan pada erosi perdarahan hanya terjadi pada area mukosa lambung.9
Kelainan pada lambung dan duodenum akibat penggunaan OAINS sudah seharusnya menjadi perhatian karena dapat menurunkan aktivitas seseorang, dan penelitian di Denpasar tentang hasil endoskopi pasien kelainan pada lambung dan duodenum akibat penggunaan OAINS sangat jarang dilakukan, padahal penelitian terkait hal ini dilakukan untuk mengetahui faktor risiko, diagnosis, terapi, dan prognosis kelainan pada lambung dan duodenum akibat penggunaan OAINS. Sehingga peneliti ingin meneliti mengenai “Faktor risiko dan gambaran esofagogastroduodenoskopi pengguna obat anti inflamasi non-steroid di RSUP Sanglah 2016-2018”.
BAHAN DAN METODE
Penelitian yang dilakukan adalah studi potong lintang analitik (analytic cross sectional) yang memiliki sifat retrospektif, berdasarkan data sekunder yang diperoleh dalam rekam medis dan hasil EGD pasien yang dicurigai gastritis erosiva, ulkus peptikum, dan hematemesis melena. Pengambilan sampel melalui total sampling. Setelah didapatkan gambaran EGD yang diberikan maka akan dilakukan analisa data secara deskriptif dan dicari faktor-faktor risiko kelainan EGD pada pengguna OAINS. Teknik
yang digunakan adalah analisis bivariat uji chi square, setelah itu dilanjutkan dengan teknik analisis multivariat regresi logistik, bila dari analisis bivariat didapatkan nilai p < 0.05. Kriteria inklusi penelitian ini adalah Semua pasien berumur ≥ 18 tahun laki-laki maupun perempuan dalam perawatan akibat kecurigaan gastritis erosiva, ulkus peptikum dan hematemesis melena disertai riwayat pemakaian OAINS dan sudah dilakukan pemeriksaan EGD. Kriteria ekslusi penelitian ini adalah Semua pasien berusia ≥ 18 tahun baik laki-laki maupun perempuan yang dirawat karena kecurigaan gastritis erosiva, ulkus peptikum dan hematemesis melena tanpa adanya riwayat pemakaian OAINS dan belum dilakukan pemeriksaan EGD dan pasien dengan riwayat sirosis hati dan konsumsi alkohol.
Variabel yang diteliti adalah usia, jenis kelamin, hasil EGD, jenis OAINS, infeksi H. pylori, riwayat penggunaan antikoagulan, riwayat penggunaan kortikosteroid, dan riwayat merokok. Usia dibagi menjadi kelompok usia ≥ 60 tahun dan < 60 Tahun.5 Jenis kelamin terdiri dari laki-laki dan perempuan.4 Beberapa Hasil EGD terdiri dari gastritis superfisialis, gastritis erosiva, ulkus gaster, ulkus duodenum dan normal. Gastritis superfisialis merupakan gambaran kemerahan atau hiperemis yang disertai edema dan peninggian mukosa tanpa adanya erosi dan ulkus pada mukosa gaster saat pemeriksaan EGD.10 Gastritis erosiva adalah gambaran kemerahan atau hiperemis yang disertai erosi baik berbentuk flat maupun protruded pada mukosa gaster saat pemeriksaan EGD.10 Ulkus gaster adalah gambaran diskontinuitas jaringan mukosa gaster yang berbatas tegas dan diklasifikasikan menurut klasifikasi Forrest saat pemeriksaan EGD.11 Ulkus duodenum adalah gambaran diskontinuitas jaringan mukosa duodenum yang berbatas tegas dan diklasifikasikan menurut klasifikasi Forrest saat pemeriksaan EGD.11 Jenis OAINS yang pernah digunakan pasien dibagi menjadi dua yaitu OAINS non selektif dan selektif COX 2.2 Riwayat infeksi H. pylori pada penelitian ini adalah hasil positif Infeksi H. pylori pada pasien berdasarkan hasil biopsi dalam penelitian yang tercatat direkam medis, terdiri dari positif dan negatif infeksi H. pylori.4 Riwayat penggunaan antikoagulan yang dimaksud adalah penggunaan antikoagulan oleh pasien dalam jangka waktu ≤ 2 minggu dari pemeriksaan EGD dan tercatat dalam rekam medis.8 Riwayat penggunaan kortikosteroid yang dimaksud adalah penggunaan kortikosteroid oleh pasien dalam jangka waktu ≤ 2 minggu dari pemeriksaan EGD dan tercatat dalam rekam medis.7 Riwayat merokok yang dimaksud adalah ada tidaknya riwayat merokok pada pasien.4
Kelainan EGD pada pengguna OAINS dibagi menjadi dua yaitu ringan dan berat. Yang termasuk dalam kelainan EGD ringan adalah gastritis superfisialis dan gastritis erosiva sedangkan yang termasuk kelainan EGD berat adalah ulkus gaster dan ulkus 9
peptikum.
Berdasarkan dalam nomor yang tertera dalam surat yaitu 441/UN14.2.2.VII.14/LP/2020 dari Komisi Etik
Penelitian (KEP) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penelitian ini telah sudah laik etik untuk siap dilaksanakan. HASIL
Setelah melakukan pengumpulan sampel rekam medis dan hasil endoskopi di RSUP Sanglah, didapatkan 92 pasien sesuai berdasarkan kriteria sebagai sampel.
Dalam penelitian presentase pasien berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada pasien berjenis kelamin perempuan, dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 1.
Dalam Penelitian ditemukan total 92 pasien, 4 pasien memiliki usia < 60 tahun dan 88 pasien memiliki usia ≥ 60 tahun. Berdasarkan Tabel 1. pasien kelainan EGD pada pengguna OAINS paling banyak ditemukan pada kategori usia yaitu ≥ 60 tahun.
Dalam Penelitian ditemukan total 92 pasien didapati sebanyak 31 pasien memiliki hasil EGD gastritis superfisialis, 26 pasien memiliki hasil EGD gastritis erosiva, 26 pasien memiliki hasil EGD ulkus gaster, 5 pasien memiliki hasil EGD ulkus duodenum, dan 4 pasien memiliki hasil EGD normal. Proporsi pasien berdasarkan hasil EGD sesuai pada Tabel 2. Pasien ulkus gambaran terbanyak adalah Forrest III berdasarkan klasifikasi Forrest dengan jumlah 28 pasien dan sisanya Forrest IIc dengan jumlah 3 pasien, secara lebih lengkap dapati dilihat pada Tabel 2. Pada pasien ulkus gaster karakteristik terbanyak adalah single sebanyak 23 pasien dan sisanya multiple dengan 8 pasien secara lebih lengkap dapati dilihat pada Tabel 2.
Dalam Penelitian ditemukan total 92 pasien didapati 37 pasien menggunakan OAINS ketorolak 30 mg injeksi, 15 pasien menggunakan aspirin 80 mg, 2 pasien menggunakan aspirin 100 mg, 15 pasien menggunakan asam mefenamat 500 mg, 9 pasien menggunakan ibuprofen 400 mg, 8 pasien menggunakan natrium diklofenak 50 mg, 5 pasien menggunakan selekoksib 200 mg, dan 1 pasien menggunakan piroksikam 20 mg. Jenis dan dosis OAINS yang pernah digunakan pasien dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 5. Pada penelitian ini tidak ada pasien yang menggunakan > 1 OAINS.
Pada total 92 subjek peneliti menemukan sebanyak 87 pasien menggunakan OAINS yang bekerja secara non-selektif, sebanyak 5 pasien menggunakan OAINS yang bekerja sebagai selektif COX 2. Untuk secara lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.
Dalam penelitian ditemukan total 92 pasien sebanyak 37 pasien merokok dan sebanyak 55 pasien tidak merokok. Tabel 1.
Dalam penelitian 92 pasien hanya 88 pasien yang dilakukan biopsi pada saat dilakukan pemeriksaan EGD, dimana didapatkan hasil sebanyak 18 pasien positif infeksi H. pylori dan 70 pasien negatif infeksi H. pylori. Tabel 1.
Dalam penelitian 92 pasien yang menjadi subjek penelitian, penulis mendapatkan sebanyak 15 pasien yang memiliki riwayat menggunakan kortikosteroid dan 77 tidak memiliki riwayat menggunakan kortikosteroid. Tabel 1.
Dalam Penelitian total 92 pasien yang menjadi subjek penelitian, penulis mendapatkan sebanyak 33 pasien yang
memiliki riwayat menggunakan kortikosteroid dan 59 tidak memiliki riwayat menggunakan kortikosteroid. Tabel 1.
Variabel yang memiliki hubungan signifikan (P < 0.05) terhadap kelainan EGD berat pada pengguna OAINS dalam analisis bivariat adalah variabel infeksi H. pylori, sesuai pada Tabel 6.
Tabel 1. Data Karakteristik Pasien | ||
Variabel |
Jumlah |
% |
Usia ≥ 60 tahun |
88 |
95,7 |
< 60 Tahun |
4 |
4,3 |
Jenis Kelamin Laki-laki |
50 |
54,3 |
Perempuan Infeksi H. pylori |
42 |
45,7 |
Positif |
18 |
20,5 |
Negatif |
70 |
79,5 |
Riwayat Merokok Ada |
37 |
40,2 |
Tidak |
55 |
59,8 |
Riwayat Penggunaan Antikoagulan Ada |
15 |
16,3 |
Tidak |
77 |
83,7 |
Riwayat Penggunaan Kortikosteroid Ada |
33 |
35,9 |
Tidak |
59 |
64,1 |
Tabel 2. Proporsi Kelainan EGD Pada Pengguna OAINS Berdasarkan Infeksi H. pylori
Gambaran EGD yang memiliki hasil biopsi |
Jumlah |
Infeksi H. pylori | |
Positif |
Negatif | ||
Gastritis superfisialis |
31 |
0 |
31 |
Gastritis |
26 |
0 |
26 |
erosiva | |||
Ulkus Gaster |
26 |
14 |
12 |
Ulkus Duodenum |
5 |
4 |
1 |
Normal |
0 |
0 |
0 |
Total |
88 |
18 |
74 |
Tabel 3. Proporsi Usia Berdasarkan I |
nfeksi H. pylori | ||
Usia Jumlah |
Infeksi H. pylori | ||
Positif |
Negatif | ||
< 60 tahun |
0 |
0 |
0 |
≥ 60 tahun |
88 |
18 |
70 |
Total |
88 |
18 |
70 |
Tabel 4 Hasil EGD | |||
Variabel |
Jumlah |
% | |
Gambaran EGD | |||
Normal |
4 |
4,3 | |
Gastritis superfisisalis 31 |
33,7 | ||
Gastritis erosiva |
26 |
28,3 | |
Ulkus gaster |
26 |
28,3 | |
Ulkus duodenum |
5 |
5,4 | |
Jumlah Ulkus | |||
Single |
23 |
74,2 | |
Multiple |
8 |
25,8 | |
Klasifikasi Ulkus | |||
Forrest 1 a |
0 |
0 | |
Forrest 1 b |
0 |
0 | |
Forrest 2 a |
0 |
0 | |
Forrest 2 b |
0 |
0 | |
Forrest 2 c |
3 |
9,7 | |
Forrest 3 |
28 |
90,3 | |
Kelainan EGD | |||
Berat |
31 |
35,2 | |
Ringan |
57 |
64,8 |
Tabel 5. Jenis OAINS
Variabel |
Jumlah |
% |
OAINS | ||
Aspirin 80 mg |
15 |
16,3 |
Ketorolak 30 mg |
37 |
40,2 |
Asam Mefenamat |
15 |
16,3 |
500 mg | ||
Ibuprofen 400 mg |
9 |
9,8 |
Natrium |
8 |
8,7 |
diklofenak 50 mg | ||
Selekoksib 200 |
5 |
5,4 |
mg | ||
Aspirin 100 mg |
2 |
2,2 |
Piroksikam 20 |
1 |
1,1 |
mg | ||
Jenis OAINS | ||
Non-selektif |
87 |
94,6 |
Selektif COX 2 |
5 |
5,4 |
Tabel 6. Hubungan Faktor Risiko Kelainan EGD Pada Pengguna OAINS
Variabel N |
Kelainan EGD P OR 95% IK Berat Ringan |
Jenis Kelamin: Laki – Laki 49 Perempuan 39 Usia: ≥ 60 tahun 84 < 60 Tahun 4 Merokok: Ya 36 Tidak 52 Infeksi H. pylori Positif 18 Negatif 70 Jenis OAINS Non-selektif 83 Selektif COX 2 5 Riwayat Antikoagulan Ada 15 Tidak ada 73 Riwayat Kortikosteroid Ada 33 Tidak ada 55 |
21 28
30 54 0,661 1,667 0,166-16,736
13 23 0,885 1,068 0,439-2,595 18 34
11 7 0,010 3,929 1,334-11,571 30 53 0,463 2,264 0,242-21,196 4 11 0,865 0,906 0,292-2,809 11 22 0,773 0,875 0,353-2,171 |
PEMBAHASAN
Usia dan Jenis Kelamin
Berdasarkan teori semakin tua usia seseorang maka sel-sel epitel pada lambung dan duodenum mereka akan mengalami fase degeneratif sehingga lebih rentan mengalami kerusakan mukosa karena pemakaian OAINS.4 Sesuai teori pada penelitian ini ditemukan bahwa penderita kelainan EGD pada pengguna OAINS didominasi oleh usia ≥ 60 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Hasil yang sama ditemukan oleh Chi dkk5 bahwa penggunaan OAINS lebih banyak ditemukan pada orang-orang yang berusia ≥ 60 tahun. Dalam penelitian ini ditemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara usia ≥ 60 tahun dan kelainan EGD berat pada pengguna OAINS (P = 0,661; OR = 1,667; 95%IK = 0,166-16,736).
Hal yang serupa juga ditemukan apabila penulis melihat penelitian yang dilakukan Chi dkk5 bahwa tidak ditemukan hubungan signifikan antara usia ≥ 60 tahun dan kelainan EGD berat pada pengguna OAINS (P = 0,211). Hasil berlawanan pada penelitian yang dilakukan Jiang dkk12 di China, dengan ditemukan adanya hubungan signifikan antara usia ≥ 60 tahun dan kelainan EGD berat pada pengguna OAINS (P = 0,003). Hasil yang tidak sama ini terjadi karena terdapat perbedaan lifestyle dan budaya antara China dengan Indonesia sehingga memungkinkan adanya perbedaan hasil penelitian, selain itu juga terdapat perbedaan jumlah sampel pada penelitian yang dilakukan penulis dan penelitian sebelumnnya sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan hasil yang ditemukan.
Pada penelitian sebelumnya oleh Antappan dkk13 ditemukan bahwa penderita kelainan EGD berat pada pengguna OAINS lebih banyak ditemukan pada kaum perempuan dengan presentase 81,9%. Hasil yang berlawanan ini terjadi karena lokasi penelitian yang berbeda, Antapan dkk13 melakukan penelitian di India, sedangkan penulis melakukan penelitian di Indonesia, sehingga memungkinkan adanya perbedaan budaya dan data demografi pada kedua lokasi tersebut. Penulis mendapatkan bahwa jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kelainan EGD berat pada pengguna OAINS (P= 0,093). Penelitian sebelumnya juga mendapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan kelainan EGD berat pada pengguna OAINS (P=0,581).5 Sehingga kedua penelitian memiliki hasil yang sama, yaitu jenis kelamin tidak memiliki hubungan dengan kelainan EGD berat pada pengguna OAINS.
Gambaran EGD dan Jenis OAINS
Berdasarkan teori, penggunaan OAINS non-selektif lebih berisiko untuk menyebabkan ulkus pada gaster maupun duodenum, hal ini karena OAINS non-selektif menghambat COX 1, dimana COX 1 memiliki peranan dalam menghasilkan prostaglandin E1 (faktor pelindung mukosa lambung dan duodenum), sehingga kerusakan mukosa lambung atau duodenum lebih mudah terjadi.14 Pada penelitian ini gambaran EGD yang ditemukan adalah gastritis superfisialis (33,7%), ulkus gaster (26,8%), gastritis erosiva (26,8%), ulkus duodenum (5,4%) dan normal (4,3%). Lalu jenis ulkus terbanyak yaitu Forrest 3 (90,3%) dan jumlah tunggal (74,2%). Hasil yang sama juga didapat jika penulis melihat penelitian cross sectional sebelumnya yang dilakukan Jose dkk15 di Valensia Spanyol, ditemukan bahwa kelainan EGD pada pengguna OAINS yang terbanyak adalah ulkus gaster dengan klasifikasi Forrest 3 dan single sebesar 27,5%. Pada penelitian yang dilakukan tersebut jenis OAINS yang banyak digunakan juga jenis OAINS non-selektif.15 Dalam penelitian deskriptif sebelumnya di Austria oleh Atabaeva dkk16, ditemukan bahwa gambaran EGD pada pengguna OAINS adalah gastritis superfisialis (56,2 %), gastritis erosiva (32,3 %), ulkus gaster (29,8 %), dan ulkus duodenum (23,2%). Pada penelitian oleh Atabeva dkk16 gambaran yang paling banyak ditemukan adalah gastritis superfisialis. Temuan ini memiliki hasil serupa dengan temuan oleh penulis, bahwa gambaran EGD terbanyak pada pengguna OAINS adalah gastritis superfisialis, ulkus gaster, dan ulkus duodenum.15,16
Berdasarkan teori, jenis OAINS yang cenderung menyebabkan kerusakan mukosa lambung dan duodenum adalah jenis OAINS yang non-selektif. Ketorolak termasuk dalam OAINS yang kerjanya non-selektif.17 Sehingga sesuai dengan teori, hasil dalam penelitian ini ditemukan bahwa OAINS yang paling banyak menyebabkan kelainan EGD adalah ketorolak 30 mg (40,2 %).
Namun pada penelitian ini juga ditemukan pasien yang mengalami ulkus duodenum padahal sudah menggunakan OAINS jenis selektif COX 2 yaitu selekoksib 200 mg. Berdasarkan penelitian systematic review yang dilakukan Castellsague dkk18, ketorolak 30 mg merupakan faktor risiko terjadinya kelainan EGD berat pada pengguna OAINS (RR= 11,5; 95%IK=5,56-23,78), Begitu juga dengan OAINS lainnya yaitu Ibuprofen 400 mg (RR=1,84; 95%IK=1,54-2,20), natrium diklofenak 50 mg (RR=3,34; 95%IK=2,79-3,99), dan selekoksib 200 mg (RR=1,45; 95%IK=1,17-1,81). Hal ini membuktikan bahwa penggunaan OAINS selektif COX 2 tidak sepenuhnya aman dalam hal mencegah kerusakan mukosa lambung dan duodenum.
Dalam penelitian tidak didapatkan hubungan signifikan antara jenis OAINS dan kelainan EGD berat pada pengguna OAINS (P=0,463; OR=2,264; 95%IK=0,242-21,196). Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jose dkk15 OAINS terbanyak yang digunakan adalah Ibuprofen 400 mg dengan presentase 45,2% dari total 62 sampel. Penelitian lainnya oleh Antappan dkk13 menemukan bahwa OAINS terbanyak yang digunakan adalah lornoxicam dengan presentase 51,4% dari total 105 sampel. Ibuprofen dan lornoxicam merupakan OAINS yang kerjanya non-selektif sehingga hasilnya sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis .13,15 Hasil serupa juga ditemukan oleh penulis apabila melihat penelitian randomised controlled trial yang dilakukan oleh MacDonald dkk19, bahwa pasien yang menggunakan OAINS non-selektif (Ibuprofen 400 mg dan natrium diklofenak 50 mg) mengalami kelainan EGD berat pada pengguna OAINS lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang menggunakan OAINS selektif COX 2 (selekoksib 20 mg). Dengan perbandingan 50,9% : 30,2% dan nilai P<0,001. Hasil yang didapatkan penulis sama dengan teori dan penelitian sebelumnya bahwa OAINS jenis non-selektif memiliki kemungkinan lebih besar untuk menyebabkan kelainan EGD berat pada pengguna OAINS dibandingkan dengan OAINS jenis selektif COX 2, namun OAINS non selektif bukan faktor risiko independen dari kelainan EGD yang berat.
Infeksi H. pylori
Pada penelitian ini sebesar 20,5% didapati positif infeksi H. pylori dari semua pasien yang melakukan pemeriksaan biopsi, serta ditemukan hubungan yang signifikan antara infeksi H. pylori dengan kelainan EGD berat pada pengguna OAINS (P=0,010; OR=3,929; 95%IK=1,334-11,571). Hal sesuai dengan teori bahwa infeksi H. pylori dan penggunaan OAINS memberikan peran penting dalam menyebabkan kerusakan mukosa lambung dan duodenum. OAINS menyebabkan kerusakan mukosa melalui mekanisme penghambatan enzim COX 1 sedangkan H. pylori yang berada dilapisan mukosa lambung
akan menyebab peningkatan gastrin dan asam melalui enzim dan toksinnya. Akibat dari kedua hal ini adalah terjadinya inflamasi pada daerah mukosa lambung hingga bisa menyebabkan ulkus.4
Infeksi H. pylori ditemukan dalam pasien dengan usia ≥ 60 tahun dan pasien yang mengalami ulkus gaster dan ulkus duodenum, sesuai pada Tabel 2. dan Tabel 3. Berdasarkan teori, adanya infeksi H. pylori dan penggunaan OAINS dapat memicu kerusakan mukosa lambung dan duodenum berupa ulkus terutama pada lansia.5
Berdasarkan Tabel 2. infeksi H. pylori lebih tinggi didapatkan pada ulkus gaster dibandingan ulkus duodenum. Berdasarkan teori, kejadian ulkus oleh karena infeksi H. pylori sangat tinggi terjadi pada duodenum, sedangkan pada ulkus gaster lebih banyak terjadi karena kerusakan mucosal barrier lambung.20 Perbedaan ditemukan pada penelitian ini, bahwa infeksi H. pylori lebih tinggi ditemukan pada ulkus gaster dari pada ulkus duodenum. Temuan seperti ini didapatkan juga pada penelitian di Jepang sebelumnya, bahwa infeksi H. pylori sangat tinggi ditemukan pada ulkus gaster dibandingkan dengan ulkus duodenum pada pasien yang menggunakan OAINS.21
Berdasarkan Tabel 3. ditemukan bahwa infeksi H. pylori sangat tinggi ditemukan pada usia ≥ 60 tahun. Hal ini sesuai dengan teori bahwa, infeksi H. pylori sangat tinggi ditemukan pada lansia, hal ini disebabkan pada usia tua lebih sering mengalami kerusakan mukosa lambung akibat proses penuaan dan penurunan sekresi prostaglandin secara alami, sehingga memudahkan terjadinya infeksi H. pylori.22 Dalam teori lain mendapatkan semakin meningkat umur seseorang maka sel-sel epitel pada lambung dan duodenum akan mengalami fase degeneratif sehingga lebih rentan mengalami kerusakan mukosa akibat penggunaan OAINS.4 Hasil yang serupa juga ditemukan penulis apabila melihat penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Chi dkk5, didapatkan bahwa infeksi H. pylori ditemukan lebih tinggi di usia ≥ 60 tahun.
Merokok
Pada penelitian ini sebesar 40,2 % didapati mempunyai riwayat merokok dari semua sampel penelitian, serta ditemukan hubungan yang tidak signifikan riwayat merokok dengan kelainan EGD berat pada pengguna OAINS (P=0,885). Berdasarkan teori, memiliki kebiasaan merokok dapat merusak mukosa lambung dan duodenum karena terjadi inflamasi kronis sehingga menurun faktor pertahanan dari mukosa lambung dan duodenum.4 Temuan oleh Strate dkk23, menyatakan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara kebisaan merokok dan kelainan EGD berat pada pengguna OAINS (P=0,21). Hasil dari kedua penelitian ini sama, diduga karena adanya kelemahan dari penggunaan data sekunder, serta pada penelitian yang dilakukan Strate hanya dilakukan pada kalangan laki-laki sehingga tidak
mewakili semua populasi, akibatnya tidak sesuai dengan teori.
Antikoagulan dan Kortikosteroid
Dalam studi ini, penggunaan OAINS banyak ditemukan bersamaan dengan penggunaan obat-obatan lainnya seperti kortikosteroid dan antikoagulan. Kombinasi dari penggunaan OAINS, antikoagulan, dan kortikosteroid ini dapat meningkatkan terjadinya kerusakan pada mukosa lambung dan duodenum hingga berupa ulkus. Berdasarkan teori penggunaan antikoagulan dapat memperparah perdarahan pada microbledding dan ulkus pada mukosa lambung.8 Berdasarkan teori lainnya penggunaan kortikosteroid dan OAINS secara bersamaan dapat menimbulkan rusaknya mukosa saluran pencernaan atas hingga terjadinya ulkus.7
Dalam penelitian, tidak ada hubungan signifikan diantara pemakaian antikoagulan dan kortikosteroid dan kelainan EGD pada pengguna OAINS (P ≥ 0,05). Hal serupa juga ditemukan pada penelitian sebelumnya bahwa tidak ada hubungan signifikan diantara penggunaan antikoagulan dan kelainan EGD berat di pengguna OAINS (P=0,181).5 Chi dkk5 juga menemukan tidak ada hubungan signifikan diantara penggunaan kortikosteroid dan kelainan EGD berat di pengguna OAINS (P=0,352).
Namun hal yang berbeda ditemukan oleh Lanas dkk8, pasien yang menggunakan antikoagulan dan OAINS akan lebih rentan untuk mengalami kelainan EGD berat pada pengguna OAINS (RR=4,2; 95%IK= 2,9-6,2). Pada penelitian lainnya ditemukan bahwa penggunaan kortikosteroid dapat meningkatkan risiko untuk untuk terjadinya kelainan EGD berat pada pengguna OAINS (OR=1,43; 95%IK=1,22-1,66).7
Hasil yang berlawanan ini terjadi karena ada perbedaan jenis data. Dalam penelitian oleh Narum dkk7 dan Lanas dkk8 mereka menggunakan data primer. Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Chi dkk5 dan penulis menggunakan data sekunder, Pada data sekunder memiliki kekurangan karena hanya berdasarkan dari apa yang sudah dikumpulkan oleh tenaga medis sebelumnya, penulis tidak mendapatkan datanya langsung dari pasien, sehingga perbedaan hasil penelitian ini dapat ditemukan.
Pada penelitian ini penggunaan antikoagulan dan kortikosteroid tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kelainan berat pada pengguna OAINS kemungkinan penyebabnya adalah karena jumlah sampel relatif kecil. Penyebab lainnya adalah karena dasar yang digunakan untuk mengetahui adanya penggunaan antikoagulan dan kortikosteroid berdasarkan dari anamnesis, sehingga pasien kemungkinan tidak mengerti jenis obat yang diminum, atau pasien sudah lupa dengan obat yang sudah diminum tersebut, sehingga jumlah pasien yang tercatat tidak menggunakan antikoagulan dan kortikosteroid
cukup tinggi yaitu masing-masing 83,7% dan 64,1%, akibatnya hasil ini juga berdampak pada hasil analisis.
SIMPULAN DAN SARAN
Kelainan EGD berupa gastritis superfisialis banyak ditemukan pada pengguna OAINS non selektif, dikelompok usia ≥ 60 tahun dan jenis kelamin laki-laki. Tidak
didapatkan faktor risiko independen kelainan EGD berat pada pengguna OAINS, namun infeksi H. pylori memiliki hubungan yang signifikan dengan kelainan EGD berat pada pengguna OAINS.
Dari penulisan penelitian ini dapat digunakan berbagai pihak sebagai acuan data yang dapat dikembangkan untuk penelitian lain. Untuk pasien usia ≥ 60 tahun, harus lebih hati-hati dalam menggunakan OAINS terutama ketorolak 30 mg. Penggunaan OAINS non-selektif sebaiknya dihindari dan digantikan dengan menggunakan OAINS selektif COX 2 atau menggunakan OAINS bersamaan dengan penggunaan PPI agar dapat mencegah terjadinya kerusakan pada mukosa lambung dan duodenum.
UNGKAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengungkapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. dr. I Dewa Nyoman Wibawa Sp.PD-KGEH, FINASIM dan dr. Gde Somayana Sp.PD-KGEH sebagai dosen pembimbing serta dr. I Ketut Mariadi Sp.PD-KGEH sebagai dosen penguji.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Drini M. Peptic ulcer disease and non-steroid
antiinflammatory drug. Aust Prescr. 2017;40(3):91– 3.
-
2. Sostres C, Gargallo CJ, Lanas A. Nonsteroid
antiinflammatory drug and upper and lower gastrointestinal mucosal damage. Arthritis Res Ther. 2013;15(3):1–8.
-
3. Bali DKP. Profil Kesehatan Provinsi Bali. 2014;3–
8.
-
4. Zatorski H. Pathophysiology and Risk Factors in
Peptic Ulcer Disease. Introd to Gastrointest Dis Vol 2 Springer Int Publ. 2017;2:1–177.
-
5. Chi TY, Zhu HM. Risk factors associated with
nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs)-induced gastrointestinal bleeding resulting on people over 60 years old in Beijing. Med (United States). 2018;97(18):1–8.
-
6. Kaminang GA, Waleleng BJ, Polii EB. Profil
endoskopi gastrointestinal di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2016 – Agustus 2016. e-CliniC. 2016;4(2).
-
7. Narum S, Westergren T. Corticosteroids and risk of
gastrointestinal bleeding: A systematic review and meta-analysis. BMJ Open. 2014;4(e004587):1–9.
-
8. Lanas A, Carrera-Lasfuentes P, Arguedas Y, et al.
Risk of upper and lower gastrointestinal bleeding in patients taking nonsteroid antiinflammatory drug, antiplatelet agents, or anticoagulants. Clin Gastroenterol Hepatol. 2015;13(5):906-12.e2.
-
9. Laursen SB, Leontiadis GI, Stanley AJ, Møller MH.
Relationship between timing of endoscopy and mortality in patients with peptic ulcer bleeding: a nationwide cohort study. Gastrointest Endosc. 2017;85(5):936–44.
-
10. Chun, H., Yang, S. and Choi M. Clinical
Gastrointestinal Endoscopy. Vol. 2, Springer Nature Singapore. 2018. 749 p.
-
11. Kim DS, Jung Y, et al. Usefulness of the forrest
classification to predict artificial ulcer rebleeding during second-look endoscopy after endoscopic submucosal dissection. Clin Endosc.
2016;49(3):273–81.
-
12. Jiang Y, Li Y. Risk factors for upper gastrointestinal
bleeding requiring hospitalization. Int J Clin Exp Med. 2016;9(2):4539–44.
-
13. Antappan AP, Micheal BP, et al. Prescription
pattern of NSAIDs and the prevalence of NSAID-induced gastrointestinal risk factors of orthopaedic patients. Indian J Pharm Biol Res. 2017;5(3):17–25.
-
14. Nikose S, Arora M. Gastrointestinal Adverse Effects due to Use of Non-Steroidal AntiInflammatory Drugs (NSAIDs) in Non-Traumatic Painful Musculoskeletal Disorders. J Gastrointest Dig Syst. 2015;5(6):1–8.
-
15. Marco Garbayo JL, Koninckx Cañada M. Cross
sectional analysis of retrospective case series of hospitalisations for gastropathy caused by non steroid anti inflammatory treatment: Risk factors and gastroprotection use. Eur J Hosp Pharm . 2017;24(6):355–60.
-
16. Atabaeva SM, Khamrabaeva FI. Clinico-endoscopic
characteristic of gastropathy due to non-steroid antiinflammatory drugs in the patients with ischemic heart disease. Eur Sci Rev. 2016;5(3):51–3.
-
17. Schellack N. An overview of gastropathy induced
by nonsteroidal anti-inflammatory drugs. SA Pharm J. 2012;79(4):12–8.
-
18. Castellsague J, Riera-Guardia N, et al. Individual
NSAIDs and upper gastrointestinal complications: A systematic review and meta-analysis of observational studies. Drug Saf. 2012;35(12):1128– 45.
-
19. Macdonald TM, Hawkey CJ, et al. Randomized trial
of switching from prescribed non-selective nonsteroidal anti-inflammatory drugs to prescribed celecoxib: The Standard care vs. Celecoxib
Outcome Trial (SCOT). Eur Heart J. 2017;38(23):1843–50.
-
20. Kate V, Ananthakrishnan N. Is helicobacter pylori
infection the primary cause of duodenal ulceration 22. or a secondary factor? A review of the evidence.
Gastroenterol Res Pract. 2013;2013:425840.
-
21. Kim Y, Yokoyama S, et al. Endoscopic and clinical 23.
features of gastric ulcers in Japanese patients with or without Helicobacter pylori infection who were using NSAIDs or low-dose aspirin. J Gastroenterol. 2012;47(8):904–11.
Cizginer S. Approach to Helicobacter pylori infection in geriatric population . World J Gastrointest Pharmacol Ther. 2014;5(3):139.
Strate LL, Singh P. A prospective study of alcohol consumption and smoking and the risk of major gastrointestinal bleeding in men. PLoS One. 2016;11(11):e0165278.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2022.V11.i01.P07
45
Discussion and feedback