RELATIONSHIP OF BALI DANCING FREQUENCY WITH THE STRESS LEVEL OF BALI DANCERS IN DENPASAR
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL.10 NO.11,NOVEMBER, 2021
Diterima: 2021-01-18
Revisi: 2021-04-21
Accepted: 2021-11-18
HUBUNGAN FREKUENSI MENARI BALI DENGAN TINGKAT STRES PADA PENARI BALI DI DENPASAR
Clara Ratu Angela Christi1), I Dewa Ayu Inten Dwi Primayanti2), I Putu Gede Adiatmika3) 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali
2Departemen/Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali Koresponding author: Clara Ratu Angela Christi
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Perkembangan teknologi berdampak pada menurunnya aktivitas fisik masyarakat. Beban kerja masyarakat juga meningkat yang dapat berujung pada stres. Stres adalah gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang disebabkan oleh faktor luar seperti ketegangan. Penelitian merupakan analitik korelasi metode potong lintang yang bertujuan mengetahui hubungan frekuensi menari Bali dengan tingkat stres pada penari Bali di Denpasar. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober-Desember 2020 di Institut Seni Indonesia Denpasar dan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan jumlah 93 responden penari Bali yang mengisi quesioner Perceived Stress Scale (PSS). Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas frekuensi menari Bali, variabel terikat tingkat stres, dan variabel kontrol usia, jenis kelamin, dan durasi tari. Hasil pengujian bivariat Somers’ D menyatakan tidak ada hubungan (p>0,05) antara frekuensi menari Bali dengan tingkat stres. Hal ini dipengaruhi oleh jenis tari dan beban pada penari karena menari sebagai tugas bukan hobi. Perlu dilakukan kontrol variabel seperti jenis tari agar tidak banyak bias yang dapat mengganggu hasil penelitian.
Kata Kunci: tingkat stres, frekuensi menari Bali, penari Bali
ABSTRACT
Technological developments have an impact on decreasing the physical activity of the community. Community workload also increases which can lead to stress. Stress is a mental and emotional disorder or disorder caused by external factors; tension. This study is an analytic cross-sectional correlation method which aims to determine the relationship between the frequency of Balinese dancing and the stress level of Balinese dancers in Denpasar. The research was conducted in October-December 2020 at the Indonesian Art Institute in Denpasar and the Faculty of Medicine at Udayana University with a total of 93 Balinese dancers who filled out the PSS (Perceived Stress Scale) questionnaire. The variables of this research consisted of independent variables of Balinese dancing frequency, the dependent variable of stress level, and control variables of age, gender, and dance duration. The results of Somers' D bivariate test indicated that there was no relationship (p> 0.05) between the frequency of Balinese dancing and stress levels. This is influenced by the type of dance and the burden on the dancer because dancing is not a hobby. It is necessary to control variables such as the type of dance so that there are not many biases that can interfere with the research results.
Keywords: stress level, frequency of Balinese dancing, Balinese dancer
PENDAHULUAN
Pada dekade terakhir ini, terjadi perkembangan pesat dalam bidang teknologi. Manfaat dari perkembangan teknologi terdapat di berbagai bidang seperti komunikasi, transportasi dan sosial budaya. Salah satu yang diuntungkan yaitu penari Bali. Para penari Bali dapat berlatih dan menyalurkan aspirasi melalui media sosial sehingga berperan dalam melestarikan budaya. Dampak positifnya adalah dengan menari maka aktivitas fisik tetap dilakukan, sehingga menjadi seimbang. Sebaliknya, pada masyarakat yang tidak menari terdapat perubahan gaya hidup. Dengan bantuan teknologi, menurunkan minat masyarakat dalam beraktivitas fisik seperti berjalan kaki. Saat ini, hampir seluruh masyarakat memesan makanan hanya dengan menggunakan ponsel. Kondisi ini berdampak pada penurunan aktivitas fisik. Stres menjadi salah satu dampak negatif yang saat ini masih sulit diatasi.
Tari merupakan wujud dari ekspresi, pikiran, kehendak, serta perasaan seseorang yang diwujudkan dalam sebuah gerakan.1 Tari Bali merupakan salah satu budaya Bali. Dalam tari Bali, terdapat berbagai jenis gerak yang sumbernya dari gerak alam, binatang dan sosial.2 Menari dapat dikategorikan sebagai aktivitas fisik karena menari melibatkan otot skelet dalam bergerak dan juga mengeluarkan energi.
Aktivitas fisik yang rutin dapat membantu menunda atau mencegah banyak masalah kesehatan.3 Tiga sampel tarian yaitu Tari Sekar Jagat (TSJ), Tari Cendrawasih (TCN) dan Tari Panyembrahma (TPM) dikatakan memenuhi kriteria sebagai aktivitas fisik yang memberikan manfaat kesehatan pada penarinya.4
Stres merupakan gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang disebabkan oleh faktor luar; ketegangan.5 Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial, dan juga muncul pada
situasi kerja, di rumah, dalam kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya.6
Hormon endorfin adalah opioid endogen yang dilepaskan dari kelenjar pituitari yang diyakini dapat memediasi analgesia, memicu euforia, dan mempunyai peranan dalam sistem reward di otak. 7 Dance Movement Therapy (DMT) secara ilmiah efisien dalam pengobantan stres.8
BAHAN DAN METODE
Penelitian tergolong ke dalam penelitian analitik korelasi cross sectional yang dilakukan di Institut Seni Indonesia Denpasar dan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana bulan Oktober sampai Desember 2020 dan sudah mendapat izin kelayakan etik dari Komisi Etik Penelitian (KEP) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor 2072/UN14.2.2.VII.14/LT/2020. Populasi target yaitu penari Bali yang ada di Kota Denpasar. Sampel penelitian berjumlah 93 responden. Sampel merupakan populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang dipilih menggunakan metode purposive sampling. Variabel bebas berupa frekuensi menari Bali, variabel terikat berupa tingkat stres dan variabel kontrol berupa usia, jenis kelamin dan durasi menari.
Instrumen yang digunakan yaitu Perceived Stress Scale (PSS) dan link google form. Quesioner PSS terdiri dari 10 pertanyaan seputar perasaan responden selama satu bulan terakhir. Masing-masing pertanyaan, akan dijawab dengan memilih dari skala 0 sampai 4. Hasil interpretasi PSS dikelompokkan berdasarkan total poin yang didapat. Interpretasi PSS dikelompokkan menjadi stres ringan (0-13), sedang (14-26), berat 27-40). Quesioner frekuensi menari dikelompokkan menjadi kadang-kadang (1-2 kali dalam satu minggu), sering (3-4 kali dalam satu minggu) dan sangat sering (lebih dari 5 kali dalam satu minggu).
Responden yang memenuhi kriteria inklusi akan dikirimkan link google form yang didalamnya sudah terdapat informed consent sebagai bukti persetujuan menjadi sampel penelitian dan
HASIL
dilanjutkan dengan pengisian quesioner. Data yang sudah terkumpul dianalisis menggunakan IBM SPSS Statistic versi 20. Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk tabel.
Tabel 1. Karakteristik responden
Karakteristik responden |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
Umur | ||
18 Tahun |
9 |
9,7 |
19 Tahun |
20 |
21,5 |
20 Tahun |
33 |
35,5 |
21 Tahun |
17 |
18,3 |
22 Tahun |
5 |
5,4 |
23 Tahun |
5 |
5,4 |
25 Tahun |
3 |
3,2 |
27 Tahun |
1 |
1,2 |
Jenis Kelamin | ||
Laki-laki |
26 |
28 |
Perempuan |
67 |
72 |
Frekuensi Menari Bali | ||
Kadang-kadang |
62 |
66,7 |
Sering |
21 |
22,6 |
Sangat sering |
10 |
10,8 |
Durasi Menari Bali | ||
<15 menit |
52 |
55,9 |
15-30 menit |
31 |
33,3 |
>30 menit |
10 |
10,8 |
Tingkat Stres | ||
Ringan |
16 |
17,2 |
Sedang |
75 |
80,6 |
Berat |
2 |
2,2 |
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa responden berjumlah 93 orang, jumlah dan persentase umur responden terbanyak pada umur 20 tahun sebanyak 33 orang (35,5%) dan paling sedikit pada umur 27 tahun yaitu 1 orang (1,2%). Responden perempuan lebih banyak daripada laki-laki yaitu 67 orang (72%), sedangkan laki-laki 26 orang (28%).
Pada umumnya, frekuensi menari responden adalah kadang-kadang. Hasil penelitian menunjukkan 62 responden (66,7%) kadang-kadang menari. Diikuti dengan 21 responden (22,6%) sering menari dan 10 responden (10,8%) sangat sering menari. Durasi menari paling banyak adalah <15 menit dengan jumlah 52 responden (55,9%), diikuti dengan 1530 menit sebanyak 31 responden (33,3%) dan >30 menit sebanyakk 10 responden (10,8%). Tingkat stres responden pada umumnya sedang, dengan jumlah 75 responden (80,6%). Tingkat stres ringan sebanyak 16 responden (17,2%) dan paling sedikit tingkat stres berat sebanyak 2 responden (2,2%).
Hasil uji bivariat Somers’ D tentang hubungan frekuensi menari dengan tingkat stres didapatkan nilai signifikansi p (p value) sebesar 0,6 (α > 0,05) sehingga menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi atau hubungan antara kedua variabel. Nilai kekuatan koefisiensi korelasi (r) kedua variabel tidak dapat diinterpretasikan sebab tidak ada hubungan antar variabel tersebut. Nilai r (-0,043). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ditemukan hubungan antara frekuensi menari Bali terhadap tingkat stres.
PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis bivariat menggunakan uji korelasi Somers’ D diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara frekuensi menari Bali terhadap tingkat stres. Hal ini dapat dipengaruhi oleh banyak hal.
Stres dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti kondisi fisik, perilaku, minat, kecerdasan emosi, intelektual dan spiritual. Sedangkan faktor eksternal seperti tugas, lingkungan sosial dan lingkungan fisik.9 Sehingga, faktor lain ini lah yang dapat mempengaruhi hasil penelitian yang tidak signifikan.
Peneliti tidak melakukan kontrol terhadap jenis tari, sehingga setiap responden memiliki perbedaan jenis tari. Hal ini dapat mempengaruhi karena perbedaan jenis tari maka berbeda pula gerak yang dilakukan. Responden didominasi oleh perempuan, hal ini dapat menjadi bias. Walaupun perempuan frekuensi menarinya lebih banyak, tetapi perempuan cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi.
Hal ini didukung oleh penelitian dari Charbonneau yang dilakukan pada 315 remaja.10 Pada studi ini, frekuensi menari Bali paling banyak yaitu kadang-kadang (1-2 kali) sehingga tidak sesuai dengan penelitian lainnya dimana menari dilakukan 3-7x dalam satu minggu dengan total durasi minimal 1,5 jam. Selain itu, terdapat beban pada mahasiswa karena harus mengerjakan berbagai projek pentas seni sehingga mendapat banyak tuntutan. Menari menjadi tugas kuliah bukan menjadi hobi, sehingga menimbulkan stres.
SIMPULAN
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara frekuensi menari Bali dengan tingkat stres (p > 0,05).
Perlu dilakukan kontrol variabel seperti jenis tari agar tidak banyak bias yang dapat mengganggu hasil penelitian. Bagi penari dan masyarakat lainnya, disarankan untuk tetap dapat melakukan kegiatan tari untuk melestarikan budaya Bali dan sebagai alternatif aktivitas fisik.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Suwaji. Jurnal seni tari. JOGED J Seni Tari. Published online 2012.
-
2. Erawati NMP. Estetika Tari Legong Sebuah Identitas Tari Bali. Widyadari. 2020;21(2):706-713.
doi:10.5281/zenodo.4049473
-
3. NIDDK. Overweight & Obesity Statistics | NIDDK. Natl Inst Diabetes Dig Kidney Dis. Published online 2017.
-
4. Griadhi IPA, Primayanti DAID. Karakteristik Denyut Nadi Kerja dan Jumlah Pemakaian Energy pada Tarian Tradisional Bali Memenuhi Kriteria Aktivitas Fisik Erobik Intensitas Ringan -Sedang yang Bermanfaat untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana. Sport Fit J.
2014;2(2):1-8.
-
5. Setiawan E. KBBI - Kamus Besar Bahasa Indonesia. kamus besar Bhs Indones. Published online 2019.
-
6. Kusumajati DA. Sumber-Sumber Stres Kerja. Psychology. Published online 2010.
-
7. Balchin R, Linde J, Blackhurst D, Rauch HL, Schönbächler G. Sweating away depression? the impact of intensive exercise on depression. J Affect Disord. Published online 2016.
doi:10.1016/j.jad.2016.04.030
-
8. Bräuninger I. Dance movement therapy group intervention in stress treatment: A randomized controlled trial (RCT). Arts Psychother. Published online 2012. doi:10.1016/j.aip.2012.07.002
-
9. Sudarya IW, Bagia IW, Suwendra IW. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres Pada Mahasiswa Dalam Penyusunan Skripsi Jurusan Manajemen Undiksha Angkatan 2009. eJournal Bisma Univ Pendidik Ganesha Jur Manaj. 2014;2(1):1-10.
-
10. Charbonneau AM, Mezulis AH, Hyde JS. Stress and emotional reactivity as explanations for gender differences in adolescents’ depressive symptoms. J Youth Adolesc. Published online 2009. doi:10.1007/s10964-009-9398-8
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2021.V10.i11.P11
60
Discussion and feedback