ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.9,SEPTEMBER, 2021


Diterima: 2020-12-30 Revisi: 2021-04-16 Accepted: 12-09-2021

GAMBARAN KARAKTERISTIK FRAKTUR INTERTROKANTER FEMUR DI RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE 1 JANUARI 2019 - 31 DESEMBER 2019

Made Priska Arya Agustini1*, I Ketut Suyasa2, I Wayan Suryanto Dusak2, A. A. Gde Yuda Asmara2

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

2Departemen KSM Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, Bali, Indonesia

*e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Fraktur intertrokanter merupakan fraktur yang terjadi di antara trokanter mayor dan trokanter minor. Diperkirakan angka kejadian fraktur intertrokanter meningkat setiap tahunnya. Namun, data mengenai fraktur intertokanter di Indonesia khususnya di Denpasar masih sulit ditemukan. Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik fraktur intertrokanter femur di RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif dengan menggunakan data rekam medis dan teknik penentuan sampel adalah total sampling. Data yang didapat sesuai kriteria inklusi dan eksklusi adalah 60 data yang kemudian dianalisis dengan SPSS versi 25. Penelitian ini menujukkan 66,7% pasien adalah perempuan. Sebagian besar pasien berusia di atas 65 tahun (73,3%). Mekanisme trauma terbanyak adalah low energy trauma (86,7%). Jenis fraktur intertrokanter yang banyak ditemukan adalah Boyd dan Griffin (BG) Tipe II (61,7%). Semua pasien dilakukan pembedahan dengan jenis prosedur terbanyak adalah proximal femoral nail anti rotation atau PFNA (45%). Mayoritas pasien menunggu lebih dari dua hari untuk operasi (90%). Sebagian besar karakteristik pasien fraktur intertrokanter di RSUP Sanglah adalah perempuan, usia > 65 tahun, mekanisme penyebab cedera adalah low energy trauma, jenis fraktur BG Tipe II, pembedahan dilakukan dengan prosedur PFNA, dan waktu tunggu operasi > 2 hari.

Kata kunci: karakteristik, fraktur intertrokanter, RSUP Sanglah Denpasar.

ABSTRACT

Intertrochanteric fracture is a fracture that occurs between the major and minor trochanters. It is estimated that the incidence of intertrochanteric fractures increases every year. However, data of intertrochanteric fractures in Indonesia, especially in Denpasar, are still difficult to find. Thus, this study aims to determine the characteristics of the femoral intertrochanteric fracture at Sanglah General Hospital. This research is a retrospective descriptive study using medical record data and the sampling technique is total sampling. The data obtained according to the inclusion and exclusion criteria were 60 data which were then analyzed using SPSS version 25. This study showed that 66.7% of patients were women. Most of the patients were over 65 years old (73.3%). The most common trauma mechanism was low energy trauma (86.7%). The most common type of intertrochanter fracture was Boyd and Griffin (BG) Type II (61.7%). All patients underwent surgery with the most common type of procedure being proximal femoral nail anti rotation or PFNA (45%). The majority of patients waited more than two days for surgery (90%). Most of the characteristics of intertrochanteric fracture at Sanglah General Hospital are female, aged > 65 years old, low energy trauma, type of fracture was BG Type II, surgery was performed using the PFNA procedure, and surgery waiting time > 2 days.

Keywords: characteristics, intertrochanteric fracture, Sanglah General Hospital Denpasar.

PENDAHULUAN

Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas tulang yang bersifat total maupun parsial. Fraktur dapat disebabkan karena adanya trauma dan peristiwa patologis. Fraktur dapat terjadi secara langsung seperti terbentur bumper mobil atau secara tidak langsung seperti jatuh dari ketinggian. Sedangkan peristiwa patologis pada fraktur terjadi akibat adanya aktivitas berulang pada tulang atau karena kondisi kelemahan tulang akibat osteoporosis, tumor, dan infeksi. Salah satu fraktur yang cukup banyak ditemukan adalah fraktur femur.

Fraktur femur merupakan kasus fraktur yang paling sering ditemukan dengan jumlah kasus sebanyak 39%, diikuti fraktur humerus 15% dan fraktur tibia serta fibula 11%.1 Pada tahun 2012 sebanyak 239 kasus fraktur femur atau rerata 20 kasus per bulan tercatat di RSUP Sanglah.2 Fraktur femur dapat memperburuk kualitas hidup dengan menyebabkan morbiditas bahkan mortalitas. Terdapat berbagai jenis fraktur femur, salah satunya adalah fraktur intertrokanter.

Fraktur intertrokanter merupakan salah satu dari tiga jenis fraktur femur proksimal (hip fracture). Bagian proksimal femur terdiri dari caput femoris, collumn femoris, dan dua trokanter (trokanter major dan trokanter minor). Fraktur intertrokanter adalah fraktur yang terjadi di antara trokanter major dan trokanter minor. Penelitian di RSUP Sanglah pada tahun 2013 menyebutkan fraktur intertrokanter merupakan jenis fraktur femur proksimal yang memiliki insiden tertinggi yaitu sebesar 48,5%.3 Umumnya fraktur intertrokanter terjadi pada usia lanjut atau diatas 60 tahun.

Fraktur intertrokanter pada usia lanjut disebabkan karena beberapa faktor seperti: menurunnya massa jenis tulang (osteoporosis), tingginya resiko jatuh, rendahnya aktivitas fisik, dan rendahnya asupan nutrisi khususnya asupan kalsium.4 Angka kejadian fraktur intertrokanter di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat menjadi 6,26 juta pada tahun 2050 akibat dari semakin meningkatkan angka harapan hidup dan jumlah usia lanjut.5 Selain pada usia lanjut, fraktur intertrokanter juga dapat terjadi pada usia dewasa muda.

Fraktur intertrokanter pada usia dewasa muda lebih jarang terjadi dan umumnya lebih banyak terjadi pada laki-laki karena gaya hidup yang lebih aktif sehingga meningkatkan risiko cedera. Angka kejadian fraktur intertrokanter pada usia muda juga diperkirakan akan meningkat akibat peningkatan pengguna kendaraan bermotor dan kecelakaan lalu lintas.

Berdasarkan uraian di atas, insiden fraktur intertrokanter cukuplah tinggi dan diperkirakan akan terus meningkat. Namun, hingga saat ini informasi terkait sosiodemografi, mekanisme terjadinya trauma, jenis atau klasifikasi, penanganan, dan waktu tunggu operasi dari fraktur intertrokanter di RSUP Sanglah Denpasar maupun di Indonesia masih sangat minim. Sehingga penulis tertarik

untuk melakukan penelitian ini dengan harapan dapat menyumbangkan informasi mengenai penelitian terkait dan penatalaksanaan mutakhir kedepannya.

BAHAN DAN METODE

Penelitian yang dilakukan dari bulan Februari hingga Agustus 2020 ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif dengan menggunakan data sekunder (data rekam medis pasien RSUP Sanglah Denpasar). Penelitian ini telah mendapatkan surat kelaikan etik dengan nomor 2678/UN14.2.2.VII.14/LP/2019 dari komisi etik FakultassKedokteran Universitasc Udayana. Pengambilan sampel dilakukan dengan Teknik total sampling dengan jumlah sampel yang diperoleh adalah 60 data. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien usia ≥ 26 yang didiagnosis fraktur intertrokanter femur dan memiliki data rekam medis lengkap, sedangkan kriteria eksklusinya adalah pasien dengan usia ≤ 26 tahun dan data tidak lengkap. Data-data rekam medis yang telah dikelompokan akan dianalisis dengan menggunakan program pengolah data digital (SPSS). Kemudian peneliti akan menyajikan data dalam bentuk tabel dan narasi berdasarkan analisis data univariat.

HASIL

Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas pasien fraktur intertrokanter femur adalah perempuan yaitu sejumlah 40 orang (66,7%), sedangkan pasien laki-laki hanya 20 orang (33,3%). Dari 60 data yang dikumpulkan, rerata (±SB) usia pasien fraktur intertrokanter femur adalah 71,12 ± 14,6 tahun dengan usia termuda yaitu 26 tahun dan usia tertua adalah 103 tahun. Usia pasien kemudian dikelompokkan dalam bentuk kategori. Kelompok usia pasien fraktur intertrokanter femur di RSUP Sanglah yang paling banyak adalah kelompok usia lanjut atau senium (>65 tahun) yaitu sejumlah 73,3%, diikuti kelompok usia lanjut dini atau presenium (56-65 tahun) sebanyak 11,7%, menjelang usia lanjut atau masa virilitas (46-55 tahun) sejumlah 10% dan kelompok dewasa (26-45 tahun) sebesar 5%.

Low energy trauma merupakan mekanisme yang lebih sering menyebabkan terjadinya fraktur intertrokanter femur dibandingkan high energy trauma yaitu sebesar 86,7%. Mekanisme low-energy trauma yang paling banyak dialami pasien di RSUP Sanglah adalah terpleset, sedangkan peristiwa yang menyebabkan high energy trauma adalah jatuh dari ketinggian (jatuh dari atap rumah atau pohon kelapa) dan kecelakaan lalu lintas.

Klasifikasi fraktur intertrokanter di RSUP Sanglah menggunakan klasifikasi Boyd and Griffin (BG). BG tipe II merupakan jenis fraktur intertrokanter femur terbanyak dengan total 37 kasus (61,7%), diikuti dengan BG tipe IV sebanyak 12 kasus (20%), BG tipe I sejumlah 8 kasus (13,3%), dan BG tipe III dengan jumlah 3 kasus (5%).

Tabel 1. Karakteristik Fraktur Intertrokanter Femur di RSUP Sanglah Denpasar Periode 1 Januari 2019 - 31 Desember

2019

Karakteristik

N=60

Jenis Kelamin

Perempuan

40 (66,7%)

Laki-laki

20 (33,3%)

Usia (tahun)

26-45

3 (5%)

46-55

6 (10%)

56-65

7 (11,7%)

>65

44 (73,3%)

Mekanisme Trauma

High Energy

8 (13,3%)

Low Energy

52 (86,7%)

Klasifikasi Fraktur

BG Tipe I

8 (13,3%)

BG Tipe II

37 (61,7%)

BG Tipe III

3 (5%)

BG Tipe IV

12 (20%)

Penatalaksanaan

Tanpa pembedahan (Traksi)

0 (0%)

Tanpa pembedahan (Hip Spica)

0 (0%

Pembedahan (Dynamic Hip Screw)

10 (16,7%)

Pembedahan (Multiple Screw)

0 (0%)

Pembedahan (Proximal Femoral Nail Anti Rotation)

27 (45%)

Pembedahan (Hemiarthroplasty Bipolar)

23 (38,3%)

Waktu Tunggu Operasi

0 - 2 hari

6 (10%)

> 2 hari

54 (90%)


Semua pasien dilakukan tatalaksana secara operatif atau pembedahan. Jenis pembedahan yang paling banyak digunakan adalah proximal femoral nail antirotation (PFNA) sebanyak 27 kasus (45%), jumlah ini tidak berbeda jauh dengan prosthetic replacement yaitu sebanyak 23 kasus (38,3%). Sedangkan total pasien fraktur intertrokanter femur yang dilakukan operasi DHS adalah 10 orang (16,7%).

Rerata (±SB) waktu tunggu operasi pasien fraktur intertrokanter femur di RSUP Sanglah Denpasar adalah 8 ± 6,9 hari dengan rentang waktu paling singkat adalah satu hari dan yang paling lama adalah 42 hari. kemudian waktu tunggu operasi dikategorikan menjadi 0-2 hari dan > 2 hari. Sebesar 90% pasien fraktur intertrokanter femur di RSUP Sanglah menunggu lebih dari dua hari untuk dilakukan operasi dan hanya 10% yang menunggu selama 0-2 hari.

PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas pasien fraktur intertrokanter femur di RSUP Sanglah adalah perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian di Amerika Serikat pada tahun 2014 yang menyatakan dari 5.905 pasien fraktur intertrokanter, 75%nya merupakan wanita.6 Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan wanita khususnya yang berusia di atas 60 tahun sebagai salah satu

faktor risiko terjadi fraktur intertrokanter.7 Umumnya hal ini dihubungkan dengan kondisi post menopause dimana terjadi penurunan densitas tulang akibat menurunnya kadar esterogen. Penurunan kualitas massa tulang dan meningkatnya risiko jatuh inilah yang mungkin menyebabkan wanita tua rentan mengalami fraktur intertrokanter.8

Mayoritas pasien fraktur intertrokanter tergolong usia lanjut atau senium dan sangat sedikit pasien yang tergolong usia dewasa muda. Hal ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa fraktur intertrokanter memang lebih umum dialami oleh usia tua. Penelitian di Amerika Serikat pada tahun 2012-2014 menunjukkan rerata (±SB) usia dari 158 pasien fraktur intertrokanter adalah 82,5±9,6 tahun, dengan kelompok usia terbanyak adalah 8089 tahun.9 Beberapa faktor yang menyebabkan usia tua rentan mengalami fraktur adalah meningkatnya risiko jatuh akibat penurunan tajam penglihatan, meningkatnya kerapuhan tulang, dan kondisi patologis lainnya.10

Tingginya angka kejadian fraktur intertrokanter di RSUP Sanglah yang disebabkan oleh low energy trauma sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian di Swedia pada tahun 2014-2016 menunjukkan dari 10.249 pasien fraktur intertrokanter, mayoritas disebabkan oleh simple fall (83%), diikuti dengan jatuh yang tidak spesifik

(9,8%) jatuh dari ketinggian (4%), kecelakaan lalu lintas (2%), dan penyebab lain (0,8%). Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh usia tua dimana terjadi peningkatan risiko jatuh dan penurunan kualitas tulang sehingga memudahkan terjadinya fraktur walaupun hanya mengalami trauma ringan.11

Klasifikasi fraktur intertrokanter femur di RSUP Sanglah Denpasar mengikuti klasifikasi Boyd dan Griffin (BG). BG Tipe I merupakan tipe fraktur intertrokanter yang stabil, sedangkan BG Tipe II, III, IV tergolong fraktur yang tidak stabil. Mayoritas pasien di RSUP Sanglah mengalami fraktur intertrokanter BG tipe II. Hasil serupa juga didapatkan pada penelitian di India, dimana dari 20 pasien yang mengalami fraktur intertrokanter, 45%nya merupakan BG tipe II, diikuti BG tipe 3 sebanyak 30%, BG tipe 4 (20%), dan BG tipe I (5%).12 Apabila dilihat kembali maka jumlah pasien di RSUP Sanglah lebih banyak yang mengalami fraktur intertrokanter tidak stabil daripada yang stabil. Faktor yang mempengaruhi stabilitas fraktur intertrokanter pada pasien usia lanjut masih belum diketahui secara pasti. Namun, kepadatan mineral tulang atau arah cedera diperkirakan menjadi faktor yang berkontribusi.13

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pentalaksanaan semua fraktur intertrokanter di RSUP Sanglah dilakukan dengan operasi. Hal ini sesuai dengan beberapa studi sebelumnya yang menyatakan bahwa saat ini, pembedahan memang menjadi pilihan dalam penanganan fraktur intertrokanter (kecuali terdapat kontraindikasi) mengingat tingginya morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh tindakan non operasi.14 Fiksasi internal merupakan terapi pembedahan yang banyak digunakan pada fraktur intertrokanter dengan dua jenis pembedahan yaitu intramedullary (PFNA) dan ekstramedullary (DHS). Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa pasien fraktur intertrokanter di RSUP Sanglah lebih banyak menggunakan PFNA dibandingkan dengan DHS. Hal ini sesuai dengan penelitian di Philadelphia, Amerika Serikat yang menyatakan dari 93 pasien fraktur intertrokanter, sebanyak 74 pasien dilakukan pembedahan dengan PFNA dan 19 pasien dengan DHS.15 Namun, pada penelitian di China menunjukkan hasil yang berbeda dimana dari 108 pasien fraktur intertrokanter, 62 pasien dilakukan pemebedahan dengan DHS dan 46 pasien dengan PFNA.16

Hingga saat ini, jenis pembedahan untuk fraktur intertrokanter masih kontroversi. Belum ada konsensus mengenai pembedahan terbaik untuk fraktur intertokanter. Namun beberapa penelitian menyatakan jenis dan stabilitas fraktur merupakan dasar pertimbangan pemilihan tipe pembedahan. DHS umumnya diindikasikan untuk fraktur intertrokanter yang stabil dan PFNA untuk yang tidak stabil. Selain itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa hemiarthroplasty bipolar merupakan jenis pembedahan terbanyak kedua yang digunakan klinisi. Walaupun terapi pembedahan untuk fraktur tidak stabil masih kontroversi namun sebagian besar penulis merekomendasikan

hemiarthroplasty bipolar dan PFNA untuk pasien usia lanjut dengan fraktur tidak stabil. PFNA memiliki beberapa keuntungan seperti: teknik insisi yang minimal, waktu operasi lebih pendek, trauma lebih sedikit, dan pemulihan pasca operasi lebih cepat, namun hemiarthroplasty bipolar lebih disukai untuk pasien fraktur intertrokanter usia tua dengan osteoporosis berat, fraktur kominusi yang parah, kegagalan fiksasi internal, dan ketidakmampuan untuk mentolerir tirah baring jangka panjang.17

Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas waktu tunggu operasi pasien fraktur intertrokanter femur di RSUP Sanglah adalah lebih dari dua hari dengan rerata (±SD) 8 ± 6,9 hari. Penelitian ini sesuai dengan penelitian di di India yang menyebutkan dari 70 pasien fraktur intertrokanter sebanyak 47 pasien dilakukan pembedahan > 48 jam, dan 23 pasien ≤ 48 jam. Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi waktu tunggu operasi seperti: waktu untuk menstabilkan kondisi medis pasien, adanya kondisi medis atau komorbiditas tertentu, ketersediaan tenaga operator dan kamar operasi, proses administrasi. Waktu tunggu dari admisi hingga operasi pada fraktur intertrokanter masih menjadi kontroversi. Beberapa penelitian menyebutkan semakin lama waktu tunggu operasi akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas pasien, namun penelitian lain menyebutkan tidak ada hubungan. American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS) merekomendasikan tindakan pembedahan pada hip fracture yang dilakukan dalam 48 jam akan memberikan hasil yang lebih baik.18

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan mayoritas karakteristik pasien fraktur intertrokanter femur di RSUP Sanglah peridoe 1 Januari 2019 - 31 Desember 2019 adalah perempuan, usia > 65 tahun, mekanisme penyebab cedera adalah low energy trauma, jenis fraktur Boyd dan Griffin Tipe II, pembedahan dilakukan dengan prosedur proximal femoral nail anti rotation (PFNA), dan waktu tunggu operasi > 2 hari. Adanya keterbatasan pada penelitian ini yang hanya dapat menggambarkan beberapa karakteristik pasien fraktur intertrokanter femur di RSUP Sanglah Denpasar, maka perlu dilakukan penelitian deskriptif lanjutan dengan menambahkan karakteristik ataupun penelitian analitik untuk mencari hubungan antar karakteristik. Diperlukan juga peningkatan prosedur pencatatan rekam medis sehingga data pasien dapat ditemukan secara lebih mudah dan lengkap. Melihat tingginya insiden fraktur intertrokanter femur khususnya pada orang tua maka perlu dilakukan tindakan pencegahan seperti edukasi asupan nutrisi, aktivitas fisik, dan kondisi lingkungan lansia.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Desiartama, A. & Aryana, W. "Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur Femur Akibat Kecelakaan Lalu Lintas pada Orang Dewasa di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2013". E-Jurnal Medika. 2017;6(5):1-4.

  • 2.    Kartika, K.T.P., Subawa, I.W., Wiguna, I.G.N.L.A.A. "Profil Kasus Fraktur Leher Femur yang Dilakukan Tindakan Operasi di RSUP Sanglah Denpasar Periode Maret 2016-Agustus 2017". E-Jurnal Medika. 2018;7(12):1-6.

  • 3.    Sulistyaningsih, NK & Aryana, IGNW. "Karakteristik Fraktur Femur Proksimal pada Geriatri di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2013". E-Jurnal Medika. 2016;5(11):1-5.

  • 4.    Dhanwal, D., Dennison, E., Harvey, N., Cooper, C. "Epidemiology of Hip Fracture:   Worldwide

Geographic    Variation".    Indian Journal of

Orthopaedics. 2011;45 (1):15-22.

  • 5.    Adeyemi, A & Delhougne, G. "Incidence and Economic Burden of Intertrochanteric Fracture". JB JS Open Access. 2019;4 (1):1-6.

  • 6.    Ahn, J & Bernstein, J. "Fracture in Brief: Intertrochanteric Hip Fractures". Clin Orthop Relat Res. 2010;468(5):1450-2.

  • 7.    Rapp, K., Buchele, G., Dreinhofer, K., Bucking, B., Becker, C., Benzinger, P. "Epidemiology of Hip Fracture. Z Gerontol Geriatr". 2019;52(1):10-16.

  • 8.    Mangram, A dkk. "Geriatric trauma hip fracture: is there a difference between outcomes based on fracture pattern". World J Emerg Surg. 2014;9(59):1-8.

  • 9.    Kellam, J.F. 2018. Intertrochanteric Hip Fracture, diunduh            dari            https://emedicine

.medscape.com/article/1247210-overview#a9 pada 2 Mei 2018.

Mattisson, L., Bojan, A., Enoscon, A. "Epidemiology, Treatment, and Mortality of Trochanteric and Subtrochanteric Hip Fracture: Data from The Swedish Fracture Register". BMC Muskuloskelet Disord 2018;19(369):1-8.

Naganur, R & Basavaraddi, BR. "Clinical Profile of Patient with Intertrocanteric Fracture of Femur". IJOS. 2019;5(3):726-728.

Cheng, Y & Sheng, X. "Optimal Surgical Method to Treat Intertrochanteric Fracture: a Bayesian Network Meta-Analysis Based on 36 Randomized Controll Trial". Journal of Orthopaedic Surgery and Research. 2020;14 (402):1-14.

Yu, Jiajie dkk. "Internal Fixation Treatments for Intertrochanteric Fracture: A Systematic Review and Metaanalysis of Randomized Evidence". Scientific Report. 2015;5 (18195):1-10.

Voleti, P.B., Liu, S.Y., Baldwin, K.D., Mehta, S., Donegan, D.J. "Intertrochanteric Femur Fracture Stability. Geriatr Orthop Surg Rehabil". 2015;6(3):192-196.

Duan, W., Wu, Y., Liu, G., Chen, J. "Comparasion of the Currative Effect of PFNA and DHS Fixation in Treating Intertrochanteric Fracture in Elderly Patients". Biomedical Research. 2017;28(6):2717-2723.

Zhou, S dkk. 2019. "Proximal Femoral Nail AntiRotation versus Cementless Hemiarthroplasty for Unstable Femoral Intertrochanteric Fracture in the Elderly: a retrospective study". BMC Musculoskeletal Disorder. 2019;20(500):1-7.

Paul, P dan Issac, R.T. "Delay in Time from Fracture to Surgery: A Potential Risk Factor in Hospital Mortality in Elderly Patients with Hip Fracture". J Orthop. 2018;15(2):375-378.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V10.i9.P17

106