STATUS RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP MALATHION 0,8% DI KELURAHAN LABUH BARU TIMUR KECAMATAN PAYUNG SEKAKI KOTA PEKANBARU
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.3,MARET, 2022
DOAJ
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
Diterima: 2020-12-25 Revisi: 28-12-2021Accepted: 2022-03-01
STATUS RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP MALATHION 0,8% DI KELURAHAN LABUH BARU TIMUR KECAMATAN PAYUNG SEKAKI KOTA PEKANBARU
Elva Susanty1, Suri Dwi Lesmana1, Rigandi Taufik2
1Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Riau, Pekanbaru 28133, Indonesia 2Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Riau, Pekanbaru 28133, Indonesia e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Malathion merupakan salah satu jenis insektisida yang telah lama digunakan dalam pemberantasan vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) yaitu Aedes aegypti (Ae.aegypti) Pemakaian insektisida dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan efek samping seperti resistensi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui status resistensi A.aegypti terhadap malathion 0,8% di Kelurahan Labuh Baru Timur. Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan desain cross-sectional. Larva Ae.aegypti diambil dari 4 RW di Kelurahan Labuh Baru Timur, kemudian dibawa ke laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Riau untuk dipelihara menjadi nyamuk dewasa. Metode uji resistensi yang digunakan adalah metode susceptibility test WHO dengan impregnated paper malathion 0,8%. Nyamuk dipindahkan tabung paparan yang sudah diberi malathion 0,8% dan tabung kontrol masing-masing sebanyak 25 ekor kemudian diamati selama 1 jam untuk melihat nyamuk knockdown. Selanjutnya nyamuk Ae.aegypti dipindahkan ke holding tube, diletakkan pada ruangan selama 24 jam kemudian dihitung mortalitas nyamuk. Hasil penelitian ini menunjukkan mortalitas nyamuk Ae.aegypti 24 jam setelah paparn malathion 0,8% adalah 10%. Pemakaian insektisida dalam jangka waktu lama tidak efektif untuk mengeliminasi vektor demam berdarah karena dapat menimbulkan resistensi. Status resistensi nyamuk A.aegypti di Kelurahan Labuh Baru Timur terhadap malathion 0,8% adalah resisten. Perlu adanya rotasi pemakaian malathion dalam pengendalian Ae.aegypti sebagai vektor DBD.
Kata kunci : malathion, resistensi, susceptibility test WHO
ABSTRACT
Malathion is a type of insecticide that has long been used in the eradication of Aedes aegypti (Ae.aegypti) as main vector of the Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). The use of insecticides in the long term can cause side effects such as resistance. This study aims to determine the resistance status of A.aegypti of malathion 0.8% in Labuh Baru Timur Village. This was a descriptive observational study design, based on its time used cross-sectional study design. Larvae were taken from 4 RWs in Labuh Baru Timur, then taken to the Parasitology Laboratory of the Faculty of Medicine, Riau University to be reared as adult mosquitoes. The WHO susceptibility test method with 0.8% impregnated paper malathion was used as resistance test method. Twenty five of Ae. Aegypti were transferred to exposure tubes which had been given malathion 0m8% and control tubes then observed for 1 hour to see the knockdown Ae. Aegypti. Furthermore, the Ae.aegypti mosquito was transferred to a holding tube, placed in the room for 24 hours then calculated of Ae.aegypti mortality. This result showed that Aedes aegypti mortality in 24 hours after exposure of malathion 0,8% was 10%. The use of insecticides in the long term is not effective to eliminating dengue vector because it can cause resistance. The resistance status of Ae.aegypti of malathion 0,8% in Labuh Baru Timur Village was resistant. It is necessary to rotate the use of malathion to control Ae.aegypti as a vector of DHF.
Keywords : malathion, resistance, susceptibility test WHO
PENDAHULUAN
Aedes aegypti (Ae.agypti) merupakan vektor utama penyakit demam berdarah dengue (DBD), 1 dan setiap tahun menginfeksi sekitar 390 juta orang 2. Meningkatnya jumlah wisatawan dan kemudahan sarana transportasi untuk bepergian membantu penyebaran penyakit yang disebabkan oleh vektor nyamuk 3. Demam berdarah dengue merupakan
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia 4. Menurut WHO, Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk zona merah dalam penyebaran DBD 5. Pada tahun 2017, jumlah penderita DBD yang dilaporkan di Indonesia sebanyak 68.407 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 493 orang 2. Pada September tahun 2019 terdapat 327 kasus DBD di Kota Pekanbaru, dengan kasus terbanyak terjadi di Kecamatan Payung Sekaki sebanyak 61 kasus.
Belum efektifnya vaksin atau pengobatan menyebabkan pengendalian vektor dengan insektisida sering digunakan 3,6. Space spraying (thermal fogging/pengasapan dan Ultra Low Volume (ULV) merupakan salah satu program yang dilakukan dalam pengendalian vektor DBD untuk membunuh Ae. aegypti dewasa sehingga rantai penularan DBD terputus 7,8. Fogging akan efektif apabila nyamuk Ae.aegypti belum resisten terhadap insektisida yang dipakai 7. Insektisida yang biasa digunakan dalam fogging adalah malathion, sipermetrin, piretroid, dan sintetik piretroid 8. Malathion merupakan insektisida yang paling sering digunakan untuk fogging dan telah digunakan lebih dari 10 tahun 4. Pajanan lama terhadap insektisida memicu munculnya galur serangga resisten 7 karena nyamuk dapat beradaptasi terhadap insektisida yang digunakan 3.
Beberapa cara yang dapat mendeteksi resistensi vektor terhadap insektisida yaitu: deteksi secara konvensional dengan metode standar susceptibility test WHO, deteksi secara biokimia atau enzimatis menggunakan mikroplate, dan deteksi secara biologi molekuler 4. Deteksi secara konvensional dengan metode standar WHO merupakan cara yang paling mudah dan murah untuk dilakukan dengan menggunakan impregnated paper konsentrasi insektisida tertentu 7. Hasil penelitian dengan uji susceptibility WHO di empat kabupaten di Propinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa Ae. aegypti telah resisten terhadap malathion 0,8 % 4. Terjadinya resistensi terhadap insektisida akan memunculkan masalah karena serangga yang telah resisten akan bereproduksi dan akan menimbulkan perubahan genetik yang menghasilkan keturunan resisten (filialnya) sehingga proporsi vektor yang resisten dalam populasi meningkat 6. Data dasar dan monitoring status resistensi Ae.aegypti sangat diperlukan untuk mengetahui karakteristik potensial terjadinya resistensi sebagai bahan pertimbangan dalam strategi program pengendalian vektor DBD 7,9.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status resistensi Ae.aegypti terhadap malathion 0,8% di Kelurahan Labuh Baru Timur, Kecamatan Payung Sekaki, Kota Pekanbaru, Propinsi Riau.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan desain cross-sectional, data diperoleh dengan mengamati dan menghitung jumlah nyamuk Ae.aegypti knockdown selama 1 jam paparan malathion 0,8% dan mortalitas nyamuk setelah 24 jam paparan malathion. Penelitian ini dilakukan pada bulan September-Oktober 2020. Sampel larva diambil dari 100 rumah di Kelurahan Labuh Baru Timur, kemudian dibawa ke laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Riau untuk dipelihara menjadi nyamuk dewasa. Identifikasi larva Ae.aegypti dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Secara mikroskopis dilakukan dengan cara menggunakan senter. Larva Ae.aegypti bergerak aktif apabila terkena
cahaya. Secara mikroskopis untuk memastikan bahwa larva tersebut benar larva Ae.aegypti. Larva yang digunakan adalah larva A.aegypti, dengan melihat gambaran adanya gigi sisir, berduri lateral pada segmen abdomen, sepasang bulu sifon dan terdapat pelana terbuka pada segmen anal secara mikroskopis. Larva diletakkan dalam wadah berisi air dan diberi makan pelet ikan yang dihaluskan dan dikembangbiakkan dalam kandang nyamuk menjadi pupa dan menjadi nyamuk dewasa.
Metode yang digunakan adalah succeptibility test WHO dengan impregnated paper malathion 0,8% dan larutan gula melalui kapas sebagai makanannya. Nyamuk dewasa Ae.agypti yang digunakan dalam penelitian adalah nyamuk dewasa berusia 3-5 hari yang kenyang dengan larutan gula. Pada penelitian ini menggunakan malation 0,8% karena menurut WHO merupakan dosis diagnostik untuk mendeteksi terjadinya resistensi Ae.aegypti terhadap malathion. Nyamuk dewasa diambil dengan menggunakan aspirator kemudian dipindahkan ke holding tube (6 buah) selanjutnya dipindahkan ke tabung paparan (4 buah) yang telah diberi impregnated paper malathion 0,8% dan tabung kontrol (2 buah) dan masing-masing berjumlah 25 ekor nyamuk.
Pengamatan nyamuk Ae.aegypti dilakukan selama 1 jam paparan malathion untuk melihat nyamuk knockdown yaitu nyamuk jatuh (paralisis sementara), kemudian nyamuk dipindahkan ke holding tube, diletakkan di ruangan dengan suhu 27oC ± 2oC, diberi makan larutan gula melalui kapas kemudian dihitung mortalitas nyamuk. Mortalitas nyamuk Ae.aegypti dilihat apabila nyamuk tidak berdiri atau bergerak lagi. Klasifikasi hasil uji kerentanan dengan melihat kematian nyamuk uji setelah 24 jam yaitu: rentan (kematian ≥ 98100%), toleran (kematian 90 – <98%), dan resisten (kematian <90%) 10.
jumlah nyamuk uji mati
% kematian nyamuk uji = x 100 jumlah nyamuk uji
Uji kerentanan dilakukan kembali apabila mortalitas kelompok kontrol lebih dari 10%.Koreksi mortalitas kelompok uji dengan rumus Abbot.
A1
A-C 100-C
x 100
Keterangan:
A1 = Kematian setelah koreksi
A = Kematian pada perlakuan
C = Kematian pada control
HASIL
Tabel 1 menunjukkan persentase knockdown nyamuk uji setelah 1 jam paparan malathion sebesar 15%. Hasil penelitian ini juga menunjukkan persentase knockdown nyamuk kontrol setelah 1 jam sebesar 2%.
Tabel 1. Persentase knockdown nyamuk uji setelah
paparan malathion 0,8%
Ulangan |
Perlakuan | ||
Pengamatan 1 jam | |||
Jumlah nyamuk |
Jumlah Knockdown | ||
nyamuk knockdown |
(%) | ||
1 |
25 |
1 |
1 |
II |
25 |
7 |
7 |
III |
25 |
4 |
4 |
IV |
25 |
3 |
3 |
Total |
100 |
15 |
15 |
Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase mortalitas setelah 24 jam paparan malathion 0,8% adalah 10%. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa nyamuk Ae.aegypti di Kelurahan Labuh Baru Timur Kecamatan Payung Sekaki Kaki, Pekanbaru, resisten terhadap malathion. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa persentase mortalitas nyamuk control setelah 24 jam adalah 2%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahwa analisa data dapat diteruskan karena kematian nyamuk < 10%.
Tabel 2. Persentase mortalitas nyamuk uji setelahpaparan malathion 0,8%
Ulangan |
Perlakuan | ||
Pengamatan 24 jam | |||
Jumlah nyamuk |
Jumlah Mortalitas | ||
nyamuk mati |
(%) | ||
1 |
25 |
0 |
0 |
II |
25 |
3 |
3 |
III |
25 |
4 |
4 |
IV |
25 |
3 |
3 |
Total |
100 |
10 |
10 |
PEMBAHASAN
Knockdown Ae.aegypti yang terjadi pada penelitian ini kemungkinan disebabkan karena perubahan target site dalam tubuh nyamuk terhadap malathion sehingga setelah 1 jam dipaparkan malathion 0,8%, hanya sedikit nyamuk yang knockdown. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti dan Ikawati 11 yang menunjukkan hanya sedikit nyamuk Ae.aegypti di Kabupaten Pekalongan yang knockdown (1,25%) setelah dipaparkan dengan malathion 0,8%. Resistensi nyamuk karena mutasi target site disebut juga mutasi resistensi knockdown (kdr) menyebabkan berkurangnya efek knockdown yaitu paralisis sementara yang terjadi setelah paparan singkat dengan insektisida 12. Hal ini disebabkan karena asetilkolinesterase tidak sensitif atau menyebabkan perubahan pada saluran Na+ yang mencegah pengikatan insektisida sehingga nyamuk
tidak mengalami knockdown setelah terpapar insektisida 13. Mutasi kdr juga dapat disebabkan oleh resistensi silang 12.
Mortalitas nyamuk setelah 24 jam paparan pada penelitian adalah 10% dan ini menunjukkan bahwa status resistensi nyamuk Ae. Aegypti di Kelurahan Labuh Baru Timur adalah resisten. Kemungkinan penyebabnya adalah karena penggunaan insektisida malathion untuk fogging sudah berlangsung lama baik yang dilaksanakan oleh Puskesmas maupun swadaya masyarakat. Pemakaian malathion untuk fogging oleh Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru sudah berlangsung sejak tahun 1990-an dan masih digunakan saat ini di daerah endemis malaria di Pekanbaru.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Isfanda dan Riezki 14, yang menunjukkan bahwa Ae.aegypti rentan terhadap malathion 0,8% di Desa Jeulingke Banda Aceh. Penelitian oleh Kawatu et al 15 di Minahasa yang menunjukkan bahwa Ae.aegypti telah resisten terhadap malathion 0,8% di Kelurahan Papakelan Kabupaten Minahasa dengan mortalitas nyamuk 70%. Insektisida yang digunakan secara terus menerus, tidak tepat dalam dosis pemakaian dan teknis penggunaanya, serta tidak ada perputaran pemakaian insektisida dapat menyebabkan resistensi Ae. Aegypti 16. Terjadinya resistensi pada nyamuk disebabkan karena pemakaian insektisida dalam jangka waktu lama dan tidak teratur sehingga menyebabkan vektor tidak dapat dibunuh dengan insektisida tersebut atau dapat menghindari kontak dengan insektisida tersebut 17.
Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadinya resistensi yaitu mutasi target site, berkurangnya penetrasi senyawa insektisida ke tubuh serangga karena perubahan lapisan kutikula pada kulit atau integument, perubahan prilaku nyamuk, dan peningkatan detoksifikasi karena enzim-enzim tertentu seperti esterase, gluthation s-transferase, dan sitokrom P450 monooksigenase 12,13,18–20. Nyamuk dapat menjadi resisten apabila terjadi salah satu atau lebih dari mekanisme tersebut 11. Diantara mekanisme resistensi tersebut, mekanisme utama terjadinya resistensi adalah karena mutasi target site dan meningkatnya metabolisme insektisida (resistensi metabolik) 21. Perubahan target site menyebabkan insektisida mengikat target site tertentu dan mengganggu fungsinya sehingga menyebabkan penurunan penetrasi insketisida ke tubuh serangga, peningkatan ekskresi, peningkatan metabolisme serangga dan akhirnya mengganggu pengikatan insektisida 22.
Kemungkinan lain penyebab resistensi Ae. Aegypti di Kelurahan Labuh Baru Timur adalah karena meningkatnya enzim esterase. Enzim esterase merupakan salah satu enzim yang berperan pada mekanisme metabolik yang menyebabkan terjadinya resistensi 12,23. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti dan Ikawati 11 yang menunjukkan bahwa resistensi yang terjadi di Kabupaten Pekalongan didasari oleh mekanisme enzimatis khususnya enzim esterase. Enzim esterase memiliki dua gugus ester asam kaboksilat yang memiliki peran dalam metabolisme lipid dan metabolisme xenobiotik pada tubuh
nyamuk untuk menghidrolis malathion 18. Paparan malathion yang berlangsung lama membuat keturunan Ae.aegypti dapat mengeluarkan enzim esterase dalam jumlah berlebih sehingga nyamuk dapat mengikat malathion, mendetoksifikasi racun secara perlahan, dan mencegah malathion mencapai target sasaran yaitu asetilkolinesterase dan nyamuk menjadi tidak mati 23,24.
Perkembangan resistensi dalam populasi nyamuk terjadi karena adanya paparan insektisida terhadap vektor, penggunaan insektisida yang sejenis dan terus menerus, memiliki efek residual lama, serta faktor biologik vektor 16. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya resistensi adalah adanya dugaan resistensi silang antar insektisida yang sejenis atau kelompok 4. Resistensi silang bisa saja terjadi, hal ini didukung oleh hasil penelitian Mulyaningsih et al 25, yang menunjukkan bahwa Ae.aegypti resisten terhadap malathion (organofospat) dan sipermetrin (piretroid).
Ferrer et al 24, resistensi Ceratitis capitata terhadap malathion disebabkan karena adanya resistensi silang dengan insektisida lain seperti golongan piretroid yang menyebabkan meningkatnya aktivitas enzim esterase. Detoksifikasi enzim yang sama seperti esterase dapat memetabolisme insektisida dengan golongan yang berbeda sehingga menimbulkan resistensi silang 22.
Keterbatasan penelitian ini adalah peneliti tidak melakukan survey larva Ae.aegypti di semua kontainer yang di rumah responden karena keterbatasan peneliti memasuki rumah responden dan tidak dilakukan uji biokimia untuk melihat aktivitas enzim esterase sebagai dasar terjadinya resistensi Ae.aegypti.
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil uji resistensi nyamuk Ae.aegypti di Kelurahan Labuh Baru Timur, Kecamatan Payung Sekaki, telah resisten terhadap malathion 0,8%. Berdasarkan hasil penelitian ini, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi penggunaan insektisida dalam pengendalian vektor demam berdarah sebagai program di Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru sehingga bisa dipilih insektisida yang tepat untuk pengendalian Ae.aegypti.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Fakultas Kedokteran Universitas Riau yang telah mendanai penelitian ini, Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, Kecamatan Payung Sekaki, Kelurahan Labuh Baru Timur atas izin, bantuan, dan kerjasama selama penelitian berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. World Health Organization. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever [Internet]. WHO Regional Publication SEARO. 2011. Diunduh dari: http://scholar.google.com/scholar?hl=en&btnG=Searc
h&q=intitle:Comprehensive+Guidelines+for+Preventi on+and+Control+of+Dengue+and+Dengue+Haemorrh agic+Fever#1 pada 16Oct 2020
-
2. Kementrian Kesehatan RI. Situasi Penyakit Demam Berdarah di Indonesia tahun 2017. InfoDatin. 2018
-
3. Francis S, Karla SR, Perera R, Paine M, Black WC, Delgoda R. Insecticide Resistance to Permethrin and Malathion and Associated Mechanisms in Aedes aegypti Mosquitoes from St. Andrew Jamaica. PLoS One. 2017;12(6):1–13
-
4. Sunaryo S, Ikawati B, Rahmawati R, widiastuti D. Status Resistensi Vektor Demam Berdarah Dengue (Aedes aegypti) terhadap Malathion 0,8% dan
Permethrin 0,25% di Provinsi Jawa Tengah. J Ekol Kesehat. 2015;13(2):146–152
-
5. Hamid PH, Ninditya VI, Prastowo J, Haryanto A, Taubert A, Hermosilla C. Current Status of Aedes aegypti Insecticide Resistance Development from Banjarmasin, Kalimantan, Indonesia. Biomed Res Int. 2018;2018
-
6. Sunaryo S, Widiastuti D. Resistensi Aedes aegypti terhadap Insektisida Kelompok Organopospat dan Sintetik Piretroid di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Jambi. BALABA-J Litbang Pengendali
Penyakit Bersumber Binatang Banjarnegara. 2018;95– 106
-
7. Pradani FY, Ipa M, Marina R, Yuliasih Y. Status Resistensi Aedes aegypti dengan Metode Susceptibility di Kota Cimahi terhadap Cypermethrin. ASPIRATOR -Jurnal Penelitian Penyakit Tular Vektor .2013;3(1):18– 24
-
8. Ambarita LP, Taviv Y, Budiyanto A, Sitorus H, Pahlepi RI, Febriyanto F. Tingkat Kerentanan Aedes aegypti (Linn.) terhadap Malation di Provinsi Sumatera Selatan. Bul Penelit Kesehat. 2015;43(2):97–104
-
9. Nwankwo EN, Ononye IP, Ogbonna CU, Ezihe EK, Onwude CO, Nwangwu UC. Insecticide Susceptibility Status of Aedes aegypti and Aedes albopictus (Diptera: Culicidae) in Awka South Local Government Area, Anambra State, Nigeria. Entomol Ornithol Herpetol Curr Res. 2019;8(3):1–7
-
10. World Health Organization. Monitoring and Managing Insecticide Resistance in Aedes mosquito Populations.[Internet]. 2016 Diunduh
dari:http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/204588/2/ WHO_ZIKV_VC_16.1_eng.pdf pada 30 Oktober 2020
-
11. Widiastuti D, Ikawati B. Resistensi Malathion dan Aktivitas Enzim Esterase pada Populasi Nyamuk Aedes aegypti di Kabupaten Pekalongan. BALABA- J Litbang Pengendali Penyakit Bersumber Binatang Banjarnegara. 2016;12(2):61–70
-
12. Nkya TE, Akhouayri I, Kisinza W, David JP. Impact of Environment on Mosquito Response to Pyrethroid Insecticides: Facts, Evidences and Prospects. Insect Biochem Mol Biol. 2013;43(4):407–416
-
13. Pinto J, Palomino M, Mendoza-Uribe L, Sinti C,
Liebman KA, Lenhart A. Susceptibility to Insecticides and Resistance Mechanisms in Three Populations of Aedes aegypti from Peru. Parasites and Vectors. 2019;12(1):1–11
-
14. Isfanda I, Riezky AK. Status Kerentanan Aedes Aegypti (Linn.) terhadap Insektisida dan Kaitannya dengan Kejadian Kasus Demam Berdarah di Kota Banda Aceh. Sel J Penelit Kesehat. 2019;6(1):35–46
-
15. Kawatu LM, Soenjono SJ, Watung AT. Resistensi Nyamuk Aedes sp terhadap malathion di Kelurahan Papakelan Kabupaten Minahasa. JKL. 2019; 9(1):56-61
-
16. Hendri J, Kusnandar AJ, Astuti EP. Identifikasi Jenis Bahan Aktif dan Penggunaan Insektisida Antinyamuk serta Kerentanan Vektor DBD terhadap Organofosfat pada Tiga Kota Endemis DBD di Provinsi Banten. ASPIRATOR- Jurnal Penelitian Penyakit Tular Vektor. 2016;8(2):77–86
-
17. World Health Organization. WHO Global Malaria Programme: Global Plan For Insecticide Resistance Management. 2012. Diunduh dari:
http://www.who.int/about/licensing/copyright_form/en /index.html pada 30 Oktober 2020
-
18. Prasad KM, Raghavendra K, Verma V, Velamuri PS, Pande V. Esterases are Responsible for Malathion Resistance in Anopheles stephensi: A proof Using Biochemical and Insecticide Inhibition Studies. J Vector Borne Dis. 2017;54(3):226–232
-
19. Saha P, Chatterjee M, Ballav S, Chowdhury A, Basu N, Maji AK. Prevalence of kdr Mutations and Insecticide Susceptibility among Natural Population of Aedes aegypti in West Bengal. PLoS One. 2019;14(4):1–15
-
20. Bharati M, Saha D. Multiple Insecticide Resistance Mechanisms in Primary Dengue Vector, Aedes aegypti (Linn.) from Dengue Endemic Districts of Sub-Himalayan West Bengal, India. PLoS One. 2018;13(9):1–13
-
21. Ishak IH, Jaal Z, Ranson H, Wondji CS. Contrasting Patterns of Insecticide Resistance and Knockdown Resistance (kdr) in the Dengue Vectors Aedes aegypti and Aedes albopictus from Malaysia. Parasites and Vectors. 2015;8(1)
-
22. Labbé P, David JP, Alout H, Milesi P, Djogbénou L, Pasteur N, et.al. Evolution of Resistance to Insecticide in Disease Vectors. Genet Evol Infect Dis Second Ed. 2017:313–39
-
23. Sudiharto M, Udiyono A, Kusariana N. Status Resistensi Aedes aegypti terhadap Malathion 0,8% dan Sipermetrin 0,05% di Pelabuha Pulau Baai Kota Bengkulu. J Kesehat Masy. 2020;8(2):243–249
-
24. Couso-Ferrer F, Arouri R, Beroiz B, Perera N, Cervera A, Navarro-Llopis V, et.al. Cross-Resistance to Insecticides in A Malathion-Resistant Strain of Ceratitis Capitata (Diptera: Tephritidae). J Econ Entomol. 2011;104(4):1349–1356
-
25. Mulyaningsih B, Umniyati SR, Satoto TBT, Diptyanusa A, Nugrahaningsih DAA, Selian Y. Insecticide Resistance and Mechanisms of Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) in Yogyakarta. J thee Med Sci (Berkala Ilmu Kedokteran). 2018;50(01):24–32
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2022.V11.i3.P13
89
Discussion and feedback