HUBUNGAN ANTARA DIET SERAT PADA BUAH DAN SAYUR DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI KOTA DENPASAR
on
I—><Λ λ Idirectoryof
I ∕ ∖ OPEN ACCESS
IJOURNALS
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.2,FEBRUARI, 2022
Diterima: 22-12-2020 Revisi: 28-12-2021Accepted: 2022-02-16
HUBUNGAN ANTARA DIET SERAT PADA BUAH DAN SAYUR DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI KOTA DENPASAR
Ni Kadek Sintya Pratiwi1, I Gusti Ayu Eka Pratiwi2, Ni Putu Veny Kartika Yanti2, Ayu Setyorini Mestika Mayangsari2
-
1. Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
-
2. Departemen/KSM Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah/Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Obesitas pada anak menjadi salah satu masalah kesehatan paling serius karena dapat memicu obesitas saat dewasa. Obesitas dapat diatasi dengan meningkatkan asupan serat. Kebutuhan serat dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi berbagai macam buah dan sayuran, tetapi tingkat asupan buah dan sayuran pada anak masih sangat rendah dari yang dianjurkan. Rendahnya asupan buah dan sayur telah menyebabkan 1,7 juta (2,8%) kematian di seluruh dunia.
Penelitian ini menggunakan rancangan case control, metode observasional yang bertujuan mengetahui hubungan antara diet serat pada buah dan sayur dengan kejadian obesitas pada anak usia prasekolah. Penelitian ini melibatkan 8 Taman Kanak-Kanak di Kota Denpasar. Jumlah sampel yang digunakan yaitu 84 anak, dimana tiap taman kanak-kanak dipilih anak usia 4-6 tahun secara purposive sampling. Penelitian dilakukan dalam 2 tahap; 1) penyebaran kuesioner secara online kepada orangtua siswa, dan 2) tahap wawancara dengan responden. Hasil analisa bivariat didapatkan nilai p value = 0,007 < 0,05 artinya ada perbedaan yang signifikan jumlah serat yang dikonsumsi (pada buah dan sayur saja) anak obesitas dengan anak non-obesitas.
Simpulan penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara diet serat pada buah dan sayur dengan kejadian obesitas pada anak usia prasekolah di Kota Denpasar. Rerata jumlah serat yang dikonsumsi (pada buah dan sayur saja) anak obesitas sebesar 0,1366 ± 0,40207 gram perhari dan rerata jumlah serat yang dikonsumsi (pada buah dan sayur saja) anak non-obesitas sebesar 0,4027 ± 0,35679 gram perhari.
Kata kunci : obesitas, serat, buah dan sayur, anak
ABSTRACT
Childhood obesity is one of the most serious health problems because it can trigger obesity in adulthood. Obesity can be addressed by increasing fiber intake. Fiber needs can be met by consuming a wide variety of fruits and vegetables, but the level of fruit and vegetable intake in children is still very low than recommended. Low fruit and vegetable intake has caused 1.7 million (2.8%) deaths all over the world.
This study uses case control design, observational method that aims to find out the relationship between fiber diet in fruit and vegetable and incidence of obesity in preschool age children. This study involved 8 kindergartens in Denpasar City. The number of samples used was 84 children, where each kindergarten was selected by children aged 4-6 years by purposive sampling. The research was conducted in 2 stages; 1) the dissemination of questionnaires online to parents of students, and 2) the stage of interviews with respondents. The results of bivariate analysis obtained p value = 0.007 < 0.05 means there is a significant difference in the amount of fiber consumed (in fruits and vegetables only) obese children with non-obese children.
The conclusion of this study is that there is a relationship between fiber diet in fruits and vegetables and the incidence of obesity in preschool age children in Denpasar City. The average amount of fiber consumed (in fruits and vegetables only) of obese children amounted to 0.1366 ± 0.40207 grams per day and the average amount of fiber consumed (in fruits and vegetables only) of non-obese children amounted to 0.4027 ± 0.35679 grams per day.
Keywords: obesity, fiber, fruit and vegetables, children
HUBUNGAN ANTARA DIET SERAT PADA BUAH DAN SAYUR DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA ANAK USIA PRASEKOLAH,,, Ni Kadek Sintya Pratiwi1, I Gusti Ayu Eka Pratiwi2, Ni Putu Veny Kartika Yanti2, Ayu Setyorini Mestika Mayangsari2
PENDAHULUANX
Obesitas pada anak menjadi salah satu masalah kesehatan paling serius di abad ke-21.1 Obesitas pada anak menjadi permasalahan pada negara berpenghasilan tinggi, rendah dan menengah.2 Tahun 2010 terjadi peningkatan prevalensi obesitas sebesar 60% dari tahun 1990.3 Survei Pemeriksaan Kesehatan dan Gizi Nasional pada tahun 2013 hingga 2014 didapatkan 17,4% anak usia 2-19 tahun memenuhi kriteria obesitas kelas I, 6,3% memenuhi kriteria obesitas kelas II dan 2,4% memenuhi kriteria obesitas kelas III. Prevalensi anak dan remaja usia 2-19 tahun yang mengalami obesitas mencapai 18,5% dimana hal ini telah mempengaruhi 13,7 juta anak dan remaja di Amerika Serikat.4 Balita yang mengalami obesitas diperkirakan mencapai 41 juta pada tahun 2016 dimana hampir setengahnya berasal dari Asia. Prevalensi obesitas dikalangan anak-anak dan remaja usia 5-19 tahun meningkat drastis dari 4% menjadi lebih dari 18% pada tahun 2016 dan telah menyerang lebih dari 340 juta anak dan remaja di dunia.5 Prevalensi balita dengan status gizi gemuk di Indonesia sebesar 8,0% sedangkan prevalensi obesitas pada anak usia 5-12 tahun sebesar 9,2%. Prevalensi balita dengan status gizi gemuk di Provinsi Bali sebesar 7,90%, sedangkan prevalensi obesitas pada anak usia 5-12 tahun sebesar 10,6% di tahun 2018.6 Kota Denpasar merupakan salah satu kabupaten di Bali yang memiliki masalah gizi lebih. Perubahan pola makan dari pola makan tradisional ke cepat saji menjadi salah satu pemicu kejadian obesitas pada anak di Kota Denpasar. Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Kota Denpasar menunjukkan 47,5% anak tergolong overweight/obesitas.7
Obesitas didefinisikan bila IMT berdasarkan usia dan jenis kelamin berada pada persentil 95th atau lebih untuk anak dan remaja usia 2-19 tahun, sedangkan untuk anak usia kurang dari 2 tahun dikatakan obesitas bila z-score > + 3SD.8 IMT meningkat cepat selama tahun pertama kehidupan, kemudian menurun secara perlahan dan mencapai titik terendah sekitar usia 6 tahun. Kenaikan IMT fase kedua setelah minimum, menandakan awal terjadinya adiposity rebound dan akan berlanjut menuju IMT dewasa. Usia terjadinya adiposity rebound menjadi kunci perubahan pola IMT berikutnya sehingga rebound awal yang terjadi sebelum usia 5,5 tahun dan diikuti dengan tingginya tingkat adipositas akan menjadi prediktor obesitas pada saat dewasa serta berdampak buruk terhadap kesehatan fisik serta psikologis anak nantinya.9 Konsekuensi dari obesitas dapat menimbulkan berbagai komplikasi seperti sindrom metabolik, penyakit kardiovaskular, diabetes tipe 2, obstructive sleep apnea, kanker, infertilitas, hipertensi, dan lainnya. Komplikasi ini dapat muncul pada usia anak sehingga akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada anak.3
Obesitas umumnya diasumsikan akibat tingginya asupan kalori dan lemak, tetapi sebenarnya obesitas dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti kurangnya aktivitas fisik, genetik, kondisi sosial-ekonomi, gaya hidup, nutrisi, dan lainnya. Meningkatkan aktivitas fisik, mengurangi asupan kalori serta meningkatkan asupan serat dan air dapat mengatasi kejadian obesitas. Kebutuhan serat dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi
berbagai macam buah dan sayuran, tetapi tingkat asupan buah dan sayuran pada anak masih sangat rendah dari yang dianjurkan. Rata-rata tingkat konsumsi sayur pada anak sebesar 84,78 gram/hari sedangkan tingkat konsumsi buah sebesar 98,94 gram/hari. Jumlah ini masih tergolong kurang karena belum memenuhi rekomendasi dari WHO dimana, anjuran konsumsi sayur seharusnya 250 gram/hari, sedangkan anjuran konsumsi buah seharusnya 150 gram/hari.10 Proporsi kurang konsumsi buah dan sayur pada usia 5-9 tahun mencapai 96,9% dan jika dilihat menurut provinsi, proporsi kurang konsumsi buah dan sayur pada usia ≥ 5 tahun di Provinsi Bali mencapai 93,7%.11 Proporsi konsumsi buah dan sayur terendah ada di Kabupaten Karangasem (0,5%), disusul oleh Kabupaten Buleleng (1,5%) dan Kota Denpasar (2,3%). Rendahnya asupan buah dan sayur telah menyebabkan 1,7 juta (2,8%) kematian di seluruh dunia.12
Usia prasekolah menjadi waktu yang tepat untuk membentuk sikap positif anak terhadap makanan dan mengembangkan kebiasaan makan yang baik. Orang tua dan para pendidik memiliki peranan penting dalam mengajarkan pola makan sehat, pemahaman terkait nutrisi, dan membimbing anak dalam mengadopsi perilaku gizi positif dalam kehidupan sehari-hari sehingga diharapkan anak dapat memahami konsep mengenai nilai gizi, fungsi gizi dan dampak nutrisi bagi kesehatan. Mengajarkan anak tentang pentingnya mengkonsumsi buah dan sayur sejak dini dapat mencegah berbagai masalah kesehatan salah satunya obesitas. Apabila sejak dini orang tua tidak pernah memperkenalkan atau membiasakan anak untuk mengkonsumsi buah dan sayur, itu akan mempengaruhi kebiasaan makan anak nantinya. Pemenuhan nutrisi yang tidak memadai dan tidak seimbang akan berdampak negatif terhadap perkembangan fisik, mental dan kemampuan belajar anak.13
BAHANXDANXMETODE
PenelitianX ini menggunakan rancanganX caseX control dengan metode observasional. Total terdapat 84 anak yang menjadi sampel penelitian. Sampel merupakan anak prasekolah yang berusia 4-6 tahun, sedang menjalani pendidikan di tamanX kanak-kanak yangX adaX diX KotaX Denpasar, tidak menderita penyakit metabolik, tidak mengkonsumsi obat steroid dan bersedia mengikuti penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Penelitian dilakukan pada bulan September-November tahun 2020/2021 di Denpasar Timur (TK Saraswati 3, TK Cipta Dharma), Denpasar Barat (TK Santo Yoseph, TK Waturenggong), Denpasar Utara (TK Saraswati 1, TK Kartika VII-13), dan Denpasar Selatan (TK Santo Yoseph 1, TK Harapan Bangsa).
Penelitian dilakukan dalam 2 tahap; 1) penyebaran kuesioner secara online kepada orangtua siswa, dan 2) tahap wawancara dengan responden. Kuesioner yang digunakan berisikan data karakteristik anak (usia, jenis kelamin, berat badan lahir, BB, TB, dan IMT), karakteristik orang tua (pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua, BB, TB, dan IMT), karakteristik konsumsi serat pada buah dan sayur masing-masing anak (food recall 24 jam), diet protein, diet lemak, kebiasaan sedentary lifestyle, riwayat penggunaan obat dan riwayat penyakit pada anak. Frekuensi
konsumsi protein dan lemak diukur menggunakan FFQ (Food Frequency Quesioner).
Analisis statistik menggunakan SPSS. Analisis univariat untuk mengetahui gambaran karakteristik setiap variabel dalam penelitian. Analisis bivariat untuk mengetahui ada/tidak perbedaan karakteristik antar dua kelompok (kasus dan kontrol)
dengan t-test dan Chi Square. Analisis regresi logistik sederhana untuk menentukan OR dari variabel yang diduga sebagai faktor risiko terjadinya obesitas.
HASIL
Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitian
Karakteristik |
Obesitas |
Non-obesitas | ||
n=42 |
% n |
=42 |
% | |
Jenis Kelamin Laki-laki |
24 |
57,10% |
24 |
57,10% |
Berat Badan Lahir Berisiko |
4 |
9,50% |
1 |
2,40% |
Tingkat Pendapatan Keluarga Tinggi |
39 |
92,90% |
40 |
95,20% |
Parental Obesity |
23 |
54,80% |
20 |
47,60% |
Sedentary Lifestyle Tinggi |
9 |
21,40% |
9 |
21,40% |
Diet Lemak Sering |
12 |
28,60% |
6 |
14,30% |
Diet Protein Sering |
37 |
88,10% |
39 |
92,90% |
Pekerjaan Ayah | ||||
Karyawan Swasta |
21 |
50% |
17 |
40,50% |
Wiraswasta |
13 |
31% |
13 |
31% |
Pekerja Professional (Perawat/Guru) |
2 |
4,80% |
2 |
4,80% |
PNS/ASN/BUMN/TNI/Polri |
6 |
14,30% |
10 |
23,80% |
Pekerjaan Ibu | ||||
IRT |
14 |
33,30% |
10 |
23,80% |
Karyawan Swasta |
12 |
28,60% |
11 |
26,20% |
Wiraswasta |
4 |
9,50% |
3 |
7,10% |
Pekerja Professional | ||||
(Dokter/Perawat/ApotekerGuru/Dosen) PNS/ASN/BUMN/Polri |
6 |
14,30% 14,30% |
10 |
19% 23,80% |
Pendidikan Terakhir Ayah | ||||
SMP/Sederajat |
2 |
4,80% |
0 |
0% |
SMA/Sederajat |
12 |
28,60% |
9 |
21,40% |
S1/Sederajat |
23 |
54,80% |
26 |
61,90% |
Lainnya |
5 |
11,90% |
7 |
16,70% |
Pendidikan Terakhir Ibu | ||||
SMP/Sederajat |
0 |
0% |
1 |
2,40% |
SMA/Sederajat |
9 |
21,40% |
9 |
21,40% |
S1/Sederajat |
28 |
66,70% |
18 |
42,90% |
Lainnya |
5 |
11,90% |
14 |
33,30% |
Tabel 2. Rata-rata Jumlah Serat yang Dikonsumsi pada Anak Obesitas dan Non-Obesitas | ||||
Jumlah Serat yang | ||||
um a erat yang Rerata ± SB p Dikonsumsi |
Perbedaan Rerata (IK95%) | |||
0,1366 ± .40207 | ||||
es tas (n ) 0,004 |
-.26602 (- |
.44235-(-.08970)) | ||
Non-obesitas (n=42) 0,4027 ± .35679 |
Tabel 3. Hasil Analisa Bivariat IMT Anak dan Jumlah Serat yang Dikonsumsi (pada Buah dan Sayur Saja)
Koefisien |
S.E. |
Wald |
df |
Nilai |
OR |
95% CI | ||
p |
Lower |
Upper | ||||||
Jumlah Serat yang Dikonsumsi |
1.914 |
.705 |
7.364 |
1 |
.007 |
6.777 |
1.701 |
26.995 |
Konstanta |
-.253 |
.312 |
.656 |
1 |
.418 |
.776 |
PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan dari bulan September-November 2020, didapatkan sampel sebanyak 84 anak. Penelitian dilakukan di 8 TamanX Kanak-KanakX yangX adaXdiXKotaXDenpasar. Mayoritas siswa berasal dari TK Saraswati 3 Denpasar sebanyak 29 anak (34,5%), TK Cipta Dharma Denpasar sebanyak 14 anak (16,7%), dan TK Kartika VII-13 Denpasar sebanyak 11 anak (13,1%).
Berdasarkan Tabel 1, subyek penelitian didominasi oleh anak yang berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan uji ‘Pearson ChiXSquare’ diperoleh nilai pXvalue = 1 > alpha (0,05) Xartinya proporsi anak obesitas berjenis kelamin laki-laki tidak berbeda bermakna dengan proporsi anak obesitas berjenis kelamin perempuan. Meskipun demikian, beberapa penelitian justru didapatkan terjadinya obesitas dipengaruhi oleh jenis kelamin. Anak laki-laki berisiko lebih mengalami overweight dibandingkan anak perempuan. Hasil penelitian lain didapatkan proporsi kejadian kegemukan pada balita laki-laki 29,8% lebih tinggi dibandingkan dengan balita perempuan (2,7%).14
Genetik menjadi salah satu faktor terbesar penyebab obesitas. Riwayat obesitas pada keluarga berpengaruh tiga kali lipat terhadap kejadian obesitasX padaXanak. Kemungkinan obesitasXpada anak dengan orangtua tanpa riwayatX obesitas sebesar 14%, sedangkan jika salah satu orangtua mengalami obesitas maka kemungkinan anak mengalami obesitas sebesar 40% dan bila kedua orangtua mengalami obesitas maka kemungkinan anak mengalami obesitas sebesar 80%.7 Namun dari hasil penelitian, faktor genetik yang ditunjukkan dengan variabel parental obesity menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (p value = 0,513 > 0,05) antara anak obesitas dengan parental obesity dan tanpa parental obesity.
Faktor risiko ketiga yang dapat memicu obesitas pada anak adalah berat badan lahir. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa kejadian kegemukan pada balita yang memiliki berat lahir berisiko (< 2,500 gram atau > 4,000 gram) sekitar 80%, sedangkan balita yang memiliki berat lahir tidak berisiko (2,5004,000 gram) sekitar 7,6%. Penelitian lainnya juga menyatakan bahwa anak-anak dengan berat lahir > 4,000 gram memiliki risiko 2,5 kali untuk mengalami obesitas.14 Namun dari hasil penelitian, berdasarkan uji ‘Fisher’sXExactXTest’ diperoleh nilai p value = 0,360 > alpha (0,05) artinya proporsi anak obesitas yang memiliki berat badan lahir berisiko tidak berbeda bermakna dengan proporsi anak obesitas yang memiliki berat badan lahir tidak berisiko. HalXiniXsesuai denganX penelitianX yangX dilakukanX padaX anakX sekolahX dasar di Kota Denpasar dimana tidak didapatkan
hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian obesitas pada anak.15
Faktor risiko keempat yang dapat menyebabkan terjadinya obesitas pada anak adalah status sosial ekonomi. Anak-anak dan remaja yang tinggal di perkotaan dengan status sosial ekonomi yang tinggi memiliki risiko delapan belas kali lipat mengalami obesitas dibandingkan dengan anak atau remaja yang tinggal di pedesaan dengan status sosial ekonomi yang rendah.1 Namun dari penelitian, status ekonomiX yangX ditunjukkanX denganX variabel tingkat pendapatan keluarga per-bulannya menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (p value = 1 > 0,05) antara anak obesitas dengan tingkat pendapatan keluarga tinggi dan anak obesitas dengan tingkat pendapatan keluarga rendah.
Faktor risiko kelima yang dapat menyebabkan terjadinya obesitas pada anak adalah sedentary lifestyle. Sedentary lifestyle seperti meningkatnya jumlah waktu yang dihabiskan untuk menonton TV per hari dapat meningkatkan prevalensi obesitas sebesar 2%.1 Namun dari hasil penelitian, berdasarkan uji ‘Pearson Chi Square’ didapatkan nilai p value = 1 > alpha (0,05) artinya proporsi anak obesitas dengan sedentary lifestyle yang tinggi tidak berbeda bermakna dengan proporsi anak obesitas dengan sedentary lifestyle yang rendah.
Faktor risiko lain yang dapat menyebabkan obesitas yaitu asupan protein dan asupan lemak yang tinggi. Risiko obesitas pada kelompok high protein 2,43 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok low protein. Makanan cepat saji dan konsumsi sugar-sweetened beverages (SSBs) juga dapat meningkatkan asupan energi dan lemak sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya obesitas. Namun dari hasil penelitian, asupan protein dan lemak yang ditunjukkan dengan variabel diet protein (frekuensi konsumsi fast food dan minuman bersoda dalam satu bulan terakhir) dan diet lemak (frekuensi konsumsi susu dan hasil olahannya dalam satu bulan terakhir) menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik (p value > 0,05) antara anak obesitas yang diet protein dan diet lemaknya sering dengan anak obesitas yang diet protein dan diet lemaknya jarang.
Meningkatkan aktivitas fisik, mengurangi asupan kalori serta meningkatkan asupan serat dan air dapat mengatasi kejadian obesitas. Kebutuhan serat dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi berbagai macam buah dan sayuran, tetapi tingkat asupan buah dan sayuran pada anak masih sangat rendah dari yang dianjurkan.10 Penelitian yang dilakukan pada anak usia 7 sampai 11 tahun menunjukkan ada peningkatan 10% lemak tubuh viseral dengan penurunan asupan serat.16 Dari penelitian, hasil analisa menggunakan uji regresi logistik didapatkan nilai p value = 0,007 < 0,05 artinya ada perbedaan yang signifikan jumlah serat yang dikonsumsi (pada buah dan sayur saja) anak obesitas dengan anak
non-obesitas atau dengan kata lain secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara serat yang dikonsumsi (pada buah dan sayur saja) dengan kejadian obesitas pada anak (Tabel 3). Hasil uji t-test didapatkan p value = 0,004 < 0,05 artinya ada perbedaan yang signifikan rerata jumlah serat yang dikonsumsi (pada buah dan sayur saja) anak obesitas dengan anak non-obesitas, dimana pada anak obesitas rata-rata serat yang dikonsumsi sebesar 0,1366 ± 0,40207 gram perhari dan rata-rata jumlah serat yang dikonsumsi (pada buah dan sayur saja) anak non-obesitas sebesar 0,4027 ± 0,35679 gram perhari (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan selama 5 tahun, dimana didapatkan peningkatan rata-rata asupan serat dikaitkan dengan penurunan IMT (p = 0,02) pada anak perempuan dan penurunan lingkar pinggang (p = 0,002) pada anak laki-laki.17
Proses penelitian ini sebagian besar dilakukan secara tidak langsung (online) karena kondisi pandemi Covid-19. Sehingga prosedur penelitian tidak berjalan sesuai rencana seperti misalnya pemeriksaan antropometri yang seharusnya dilakukan secara langsung, tetapi dilakukan secara online. Variasi pengukuran BB/TB menjadi kelemahan pada penelitian ini karena variasi alat ukur yang digunakan oleh orangtua siswa. Tetapi saat pemeriksaan antropometri, responden sebelumnya sudah diberikan penjelasan mengenai bagaimana cara melakukan pengukuran berat badan maupun tinggi badan yang benar. Jadi pengukuran berat badan dan tinggi badan terstandarisasi walaupun dikerjakan oleh orang yang berbeda.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara diet serat pada buah dan sayur dengan kejadian obesitas pada anak usia prasekolah di Kota Denpasar.
Saran dari penelitian ini yaitu perlu adanya penyuluhan mengenai pentingnya konsumsi serat pada buah dan sayur kepada orangtua sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kejadian obesitas terutama pada anak usia prasekolah. Penelitian lebih lanjut dengan metode kohort prospektif juga diperlukan agar biasX yangX diakibatkanXkarena subyek (biasX ingatan) dapatXdihindari.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Bhadoria A, Sahoo K, Sahoo B, Choudhury A, Sufi N, Kumar R. Childhood obesity: Causes and consequences. J Fam Med Prim Care. 2015; 4(2):187.
-
2. Baron A, Bedore LM, Peña ED, Lovgren-Uribe SD, López AA, Villagran E. Research article. Am J Speech-Language Pathol. 2018; 27(3):975–87.
-
3. Kelsey MM, Zaepfel A, Bjornstad P, Nadeau KJ. Age-related consequences of childhood obesity. Gerontology. 2014; 60(3):222–8.
-
4. Hales CM, Carroll MD, Fryar CD, Ogden CL. Prevalence of Obesity Among Adults and Youth: United States, 2015-2016. NCHS data brief, no 288. 2015; (288):2015–6.
-
5. WHO. Obesity and overweight: Fact sheet. WHO Media Centre. 2016.
-
6. Ministry of Health RI. Indonesia health profile at 2018. 2019;
-
7. Sudiawan KD, Sidiartha IGL. Program Studi Pendidikan Dokter Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah ABSTRAK Indonesia bahkan global sedang menghadapi permasalahan obesitas. Pada tahun 2008, lebih dari setengah miliar mengalami obesit. 2017; 6(6):3–6.
-
8. IDAI. Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja. Ikat Dr Anak Indones. 2014;1.
-
9. Kang MJ. The adiposity rebound in the 21st century children: Meaning for what? Korean J Pediatr. 2018; 61(12):375–80.
-
10. Damayanti T, Murbawani EA, Fitranti DY. Hubungan Usia Pengenalan Sayur Dan Buah Dengan Tingkat Konsumsi Sayur Dan Buah Pada Anak Prasekolah Usia 3-5 Tahun. J Nutr Coll. 2018; 7(1):1.
-
11. Kemenkes RI. Riskesdas 2018. Development. 2018;
-
12. World Health Organization. Promoting fruit and vegetable consumption around the world. Global Strategy on Diet, Physical Activity and Health: Information Sheet. 2016.
-
13. ÖZDOĞAN Y. Nutrition Education in Preschool Children. J Int Educ Sci. 2015; 2(5):449–449.
-
14. Suriani S, Cipto S. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kegemukan Pada Balita di Kelurahan W arnasari Kecamatan Citangkil Kota Cilegon. 2019; 6(1):1–10.
-
15. Wijaya PAW, Sidiartha IGL. Hubungan berat badan lahir dengan status obesitas pada anak sekolah dasar. Univ Udayana. 2010; 585.
-
16. Huang JY, Qi SJ. Childhood obesity and food intake. World J Pediatr. 2015; 11(2):101–7.
-
17. Edwards CA, Xie C, Garcia AL. Dietary fibre and health in children and adolescents. Proc Nutr Soc. 2015;74(3):292–302.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2022.V11.i2.P16
97
Discussion and feedback