ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.12,DESEMBER, 2021


Diterima: 2020-12-16 Revisi: 2021-01-31 Accepted: 2022-01-16

PENGGUNAAN JARUM SPINAL ATRAUMATIC DALAM MENURUNKAN KEJADIAN POST-DURAL PUNCTURE HEADACHE: TELAAH SISTEMATIS

Maria Preicilia Pragra1, PontisomayaaParami2, IdaaBagus KrisnaaJaya Sutawan2, TjahyaaAryasa EM2, I Gusti Agung Gede Utara Hartawan2

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 2Departemen Anestesi dan Terapi Intensif, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

e-mail: maria.preicilia@gmail.com

ABSTRAK

Post-dural puncture headache (PDPH) merupakan salah satu komplikasi pasca anestesi spinal yang ditandai dengan nyeri kepala. Kejadian PDPH dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah jenis jarum spinal. Telaah sistematis ini bertujuan untuk mengetahui peran penggunaan jarum spinal atraumatic terhadap kejadian PDPH dibandingkan dengan jarum spinal traumatic pada pasien anestesi spinal. Pencarian literatur studi randomized controlled trial (RCT) dari tahun 2015 sampai 2020 yang membandingkan kejadian PDPH menggunakan jarum atraumatic dan jarum traumatic pada pasien anestesi spinal dilakukan melalui Google Scholar, PubMed, dan hand-searching secara manual. Seleksi studi dilakukan berdasarkan panduan diagram alir PRISMA 2009. Risiko bias masing-masing studi dinilai menggunakan Jadad Scale. Sintesis data didapatkan dari 19 studi dengan jumlah total sampel 4.414 pasien tanpa adanya batasan umur dan jenis kelamin. Berdasarkan studi yang ditemukan, seluruhnya menyatakan bahwa kejadian PDPH dengan jarum atraumatic lebih rendah dibandingkan dengan jarum traumatic dan ditemukan paling tinggi pada pasien operasi cesar. Kejadian PDPH tertinggi sebesar 22% dengan jarum traumatic 25G quincke, sedangkan kejadian terendah sebesar 0% dengan jarum atraumatic 25G sprotte, 27G sprotte, 25G whitacre, dan 27G whitacre. Kegagalan anestesi spinal ditemukan lebih tinggi pada jarum atraumatic dibandingkan dengan jarum traumatic, akan tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan. Oleh karena itu, penggunaan jarum atraumatic lebih direkomendasikan dalam tindakan anestesi spinal untuk mencegah terjadinya PDPH.

Kata kunci : post-dural puncture headache, anestesi spinal, jarum atraumatic

ABSTRACT

Post-dural puncture headache (PDPH) is known as one of the complications of spinal anesthesia which is characterized by headache. The incidence of PDPH is influenced by several factors, one of which is the spinal needle’s tip design. This systematic review aims to determine the role of using atraumatic needles in the incidence of PDPH compared to traumatic needles in spinal anesthesia patients.Literature research for randomized controlled study (RCT) from 2015 until 2020, which compared the incidence of PDPH using atraumatic and traumatic needles in spinal anesthesia patients was conducted through Google Scholar, PubMed, and hand-searching. The risk of bias in each study was assessed using the Jadad Scale. Studies selection were conducted based on PRISMA Flow Diagram 2009. Data synthesis was obtained from 19 studies with a total sample size of 4,414 patients without any age and gender restrictions.Based on the studies found, all stated that atraumatic needle was associated with a lower incidence of PDPH compared with traumatic needle and the highest incidence of PDPH was found in caesarean section patients. The highest incidence of PDPH was 22% using 25G quincke traumatic needle, while the lowest incidence was 0% using 25G sprotte, 27G sprotte, 25G whitacre, and 27G whitacre atraumatic needle. The failure rate of spinal anesthesia was found to be higher when using atraumatic needle compared to traumatic needle, but the difference was not significant. Therefore, the use of atraumatic needle is recommended in spinal anesthesia to prevent PDPH.

Keywords : post-dural puncture headache, spinal anesthesia, atraumatic needle

PENGGUNAAN JARUM SPINAL ATRAUMATIC DALAM MENURUNKAN KEJADIAN POST-DURAL PUNCTURE HEADACHE.,, Maria Preicilia Pragra1, PontisomayaaParami2, IdaaBagus KrisnaaJaya Sutawan2, TjahyaaAryasa EM2, I Gusti Agung Gede Utara Hartawan2

  • 1.    PENDAHULUAN

Anestesi spinal merupakah salah satu teknik anestesi regional sederhana yang umum dilakukan dengan cara menginjeksikan agen anestesi ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi diinjeksikan pada bagian lumbar bagian tengah atau bawah, serta banyak digunakan dalam berbagai prosedur antara lain operasi abdomen bawah, operasi ekstremitas bawah, operasi ortopedi, operasi cesar, dan lain-lain. Hal ini didasari karena anestesi spinal lebih praktis dan memberikan efek yang lebih cepat serta adekuat pasca injeksi. Walaupun praktis dan sering kali digunakan, prosedur anestesi spinal memiliki beberapa komplikasi yang salah satunya adalah post-dural puncture headache (PDPH).1

Post-dural puncture headache (PDPH) merupakan komplikasi utama dari anastesi neuraksial yang terjadi akibat tusukan atau robekan pada duramater selama dilakukannya anestesi. PDPH ditandai dengan rasa nyeri kepala yang umumnya diikuti kaku leher dan/ atau gangguan pendengaran. Nyeri kepala muncul dalam rentan waktu lima hari setelah dilakukannya tusukan duramater dan akan menghilang secara spontan dalam dua minggu atau hilang dalam 48 jam apabila dilakukan epidural blood patch (EBP).2 Epidural blood patch merupakan suatu teknik pengobatan dengan cara menginjeksikan darah autologous ke ruang epidural untuk menutup robekan duramater dan memberhentikan kebocoran cerebrospinal fluid (CSF).3 Rasa sakit kepala akan bertambah ketika pasien melakukan gerakan berdiri atau duduk dan berkurang apabila dalam supinasi atau tidur.2 Dalam studi lainnya, dilaporkan bahwa PDPH juga dapat disertai gejala mual, pusing, dan gangguan penglihatan yang muncul dalam rentan waktu 3 hari ataupun berlangsung lebih lama dari 14 hari.4

Kejadian post-dural puncture headache (PDPH) sangat dipengaruhi oleh jenis jarum yang digunakan. Beberapa penelitian, melaporkan bahwa pemakaian jarum spinal traumatic/ cutting menimbulkan kejadian PDPH yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis jarum spinal atraumatic/ pencil-point. Hal ini dikarenakan jarum atraumatic/ pencil-point, membuat lubang dengan membelah serat duramater, bukan memotong seperti jarum traumatic, sehingga ketika jarum dilepaskan, serat duramater yang elastis akan kembali menyatu ke posisi semula. Oleh karena itu, kebocoran CSF berkurang dan berefek pada menurunya kejadian PDPH.5 Walaupun begitu, dalam beberapa studi masih ada ketidakjelasan jenis jarum mana yang lebih baik untuk mengurangi PDPH dan penggunaan jarum traumatic lebih umum digunakan oleh praktisi kesehatan. Atas dasar tersebut, maka akan dilakukan telaah sistematis untuk mengetahui peran penggunaan jarum atraumatic dibandingkan dengan jarum traumatic terhadap kejadian PDPH.

  • 2.    METODE

Telaah sistematis ini disusun berdasarkan panduan Preferred Items for Systematic Review and Meta-Analyses (PRISMA) 2009.6

  • 2.1    KriteriaaEligibilitas

Kriteria eligibilitas dari telaah sistematis disusun berdasarkan PICOS (participants, intervention, comparison, outcome, study design), yaitu penelitian yang membandingkan penggunaan jarum spinal atraumatic dengan jarum traumatic terhadap kejadian post-dural puncture headache pada pasien yang menjalani anestesi spinal, dengan rincian sebagai berikut:

  • a.    Participants: semua pasien tanpa adanya batasan umur dan jenis kelamin yang menjalani anestesi spinal

  • b.    Intervention: jarum spinal atraumatic/ pencil-point/ noncutting

  • c.    Comparison: jarum spinal traumatic/ cutting

  • d.    Outcome: kejadian post-dural puncture headache (PDPH) pasca anestesi spinal

  • e.    Study design: studi dengan desain Randomized Controlled Trial (RCT) yang dipublikasikan dalam Bahasa Inggris.

Studi penelitian yang tidak memenuhi kriteria eligibilitas, maka akan dieksklusikan dari telaah sistematis ini.

  • 2.2    Strategi PenelusuranaLiteratur

Pencarian studi literatur menggunakan database jurnal elektronik yaitu, Google Scholar dan PubMed, serta handsearching secara manual dari sitasi studi yang sudah didapatkan. Pencarian literatur dibatasi dari tahun 2015 sampai dengan Oktober 2020. Pencarian literatur menggunkan kata kunci post-dural puncture headache, post-lumbar puncture headache, spinal anesthesia, lumbar puncture, dural puncture, spinal needle, needle type, needle tip, needle design yang dikombinasikan menggunakan logika Boolean.

  • 2.3    SeleksiaLiteratur

Seleksi literatur dilakukan berdasarkan panduan diagram alir PRISMA 2009.6 Langkah pertama, mengidentifikasi dan menggabungkan seluruh studi penelitian yang ditemukan dari database jurnal elektronik dan hand-searching. Kemudian, mengeksklusi studi penelitian yang berduplikasi. Langkah kedua, skrining judul dan abstrak pada semua studi penelitian. Langkah ketiga, pembacaan full-text pada sejumlah studi. Langkah keempat, menentukan studi penelitian yang akan diinklusi dalam telaah sistematis untuk sintesis data berdasarkan kriteria eligibilitas. Proses seleksi studi dilakukan oleh dua penulis, jika ada perbedaan pendapat, maka akan diselesaikan lewat diskusi atau dengan penulis ketiga.

  • 2.4    Ekstrasi dan PengumpulanaData

Data yang akan diesktrasi dari studi berupa indikasi anestesi spinal, jumlah sampel, umur sampel, jenis kelamin sampel, nama jarum yang digunakan, kejadian PDPH dengan jarum spinal atraumatic dan traumatic, serta p value. Pengumpulan data dilakukan secara manual oleh penulis dan dirangkum dalam bentuk tabel menggunakan program Microsoft excel.

  • 2.5    Penilaian RisikoaBias

Penilaian kualitas studi RCT yang diinklusikan dalam telaah sistematis akan dilakukan dengan menganalisa risiko bias masing-masing studi menggunakan Jadad Scale.7 Penilaian mencangkup tiga aspek utama yaitu, randomization, blinding, dan withdrawal. Penilaian heterogenitas antar studi dilihat berdasarkan nilai statistik I2.

  • 3.    HASIL

    • 3.1    SeleksiaStudi

Seleksi studi dilakukan berdasarkan diagram alir PRISMA 2009 (Gambar 1). Pada tahap identifikasi, pencarian studi melalui Google scholar, PubMed, dan hand-searching, ditemukan sebanyak 828 studi. Setelah, mengeluarkan studi yang berduplikasi, tersisa 783 studi. Skrining judul dan abstrak dilakukan pada 783 studi ini, sebanyak 756 studi dieksklusi karena tidak sesuai dengan kriteria eligibilitas yang telah disusun. Selanjutnya, dilakukan pembacaan full-text pada 27 studi yang tersisa. Sebanyak delapan studi tidak memenuhi kriteria eligibilitas sehingga dieksklusikan dengan alasan, dua studi tidak memiliki outcome yang dicari, tiga studi menggunakan studi desain non-RCT, dan tiga studi lainnya dilakukan bukan pada pasien anestesi spinal. Oleh karena itu, didapatkan sebanyak 19 studi yang akan disintesis secara kualitatif dalam telaah sistematis ini.

Gambar 1.       Seleksi studi berdasarkan diagram alir

PRISMA 2009

  • 3.2    KarakteristikzStudi

Studi penelitian yang diinklusi dalam telaah sistematis adalah 19 studi RCT dengan jumlah total sampel sebanyak 4,414 pasien dengan rentangan jumlah sampel 100 hingga 646 pasien (Tabel 1). Sepuluh studi dilakukan pada pasien obstetrik yang menjalani anestesi spinal untuk operasi cesar,8, 10-12, 19-23, 26 satu studi dilakukan pada pasien yang menjalani operasi ekstremitas bawah, perineal, dan abdomen bagian bawah,18 lima studi dilakukan pada pasien yang menjalani operasi ekstremitas bawah dan abdomen bagian bawah,9, 14, 16, 24, 25 satu studi dilakukan hanya pada pasien yang menjalani operasi abdomen bagian bawah,17 satu studi dilakukan pada pasien dengan indikasi operasi ortopedi,15 dan satu studi lainnya dilakukan pada pasien dengan indikasi operasi caesar, artroskopi, ureterorenoskopi, reseksi transuretral, operasi anorektal.13

Variasi rentangan umur pada setiap studi sangat beragam, terdapat dua studi yang tidak membatasi umur sampel pada kriteria inklusinya8, 23 dan terdapat satu studi yang dilakukan pada pasien berumur tua, yaitu diatas 60 tahun,15 dan studi lainnya berkisar antara 16-60 tahun.9-14, 16-22, 24-26 Selain itu, terdapat empat studi yang tidak menyebutkan rasio jenis kelamin pasien.14, 17, 18, 25 Sisa 15 studi lainnya yang menyebutkan rasio jenis kelamin, rasio perempuan jauh lebih banyak, yaitu terdapat 2.255 pasien perempuan dan 653 pasien laki-laki. Hal ini dikarenakan ada 10 studi dengan indikasi operasi cesar tentunya hanya dilakukan pada pasien perempuan.

Penggunaan jenis jarum atraumatic dan traumatic yang digunakan pada setiap studi berbeda. Semua studi menggunakan jarum quincke sebagai jarum  traumatic.

Sedangkan, untuk jenis jarum atraumatic, sebanyak 15 studi yang menggunakan jarum whitacre,9-12,  14-16,  18-22, 24-26 satu studi

menggunakan  jarum  whitacre dan sprotte,17  satu  studi

menggunakan  jarum  sprotte dan atraucan,8  dua  studi

menyebutkan menggunakan jarum pencil- point.13, 23

Tabel 1. Karakteristik dari masing- masing studi

Penulis studi

Indikasi anestesi spinal

N

Umur

L/P

Intervensi

Jarum atraumatic

Jarum traumatic

Batova dkk., 2019

operasi cesar

646

-

0/100

25S, 27S 26A

25Q

Irkal dkk., 2018

operasi ekstremitas dan abdomen bawah

100

20-60

45/55

25W

25Q

Ghosh dkk., 2017

operasi cesar

200

18-35

0/200

25W

25Q

Veereshman dkk., 2015

operasi cesar

200

18-35

0/200

25W

25Q

Mondal dkk., 2019

operasi cesar

324

18-35

0/324

25W

25Q

Pirbudak dkk., 2019

ureterorenoskopi, artroskopi, reseksi transurethral, operasi anorektal dan cesar

602

>18

289/313

25PP, 26PP

25Q, 26Q

Singla dkk., 2020

operasi ekstremitas dan abdomen bawah

120

20-60

-

25W

25Q

Aly dkk., 2015

operasi ortopedi

326

>60

184/142

25W

25Q

George dkk., 2016

operasi ekstremitas dan abdomen bawah

100

18-45

51/49

25W

25Q

Arathi dkk., 2016

operasi abdomen bawah

150

20-50

-

27W, 27S

25Q

Kanojiya dkk., 2016

operasi abdomen, dan ekstremitas bawah, perineal

200

20-60

-

25W

25Q

Nellore dkk., 2016

operasi cesar

100

20-45

0/100

23W, 25W

23Q, 25Q

Tang dkk., 2017

operasi cesar

196

18-40

0/100

25W

22Q

Bhat dkk., 2017

operasi cesar

100

18-30

0/100

25W

25Q

Malini dkk., 2015

operasi cesar

240

20-36

0/240

25W

25Q

Ahmad dkk., 2016

operasi cesar

100

-

0/100

25PP

25Q

Karigar dkk., 2016

operasi ekstremitas dan abdomen bawah

196

20-60

84/112

27W

27Q

Riswee dkk., 2019

operasi ekstremitas dan abdomen bawah

394

16-40

-

27W

27Q

Shah dkk., 2015

operasi cesar

120

18-40

0/120

25W

25Q

N: jumlah sampel, L: laki-laki, P: perempuan, S: sprotte, A: atraucan, W: whitacre, Q: quincke, PP: pencil-point

menggunakan jarum quincke sebagai jarum traumatic. Sedangkan, untuk jenis jarum atraumatic, sebanyak 15 studi yang menggunakan jarum whitacre,9-12, 14-16, 18-22, 24-26 satu studi menggunakan jarum whitacre dan sprotte,17 satu studi menggunakan jarum sprotte dan atraucan,8 dua studi menyebutkan menggunakan jarum pencil-point.13, 23

  • 3.2    RisikoaBias Studi

Risiko bias dari setiap 19 studi penelitian dievaluasi berdasarkan penilaian Jadad Scale (Tabel 2). Penilaian Jadad Scale berdasarkan tiga poin utama, yaitu randomization dengan skor 0-2 poin, blinding dengan skor 0-2, dan withdrawal dengan skor 0-1. Sebanyak tujuh studi yang memiliki total skor empat,

Seluruh studi menyebutkan secara jelas jumlah sampel hingga akhir studi sehingga mendapatkan. Pasien yang dieksklusikan karena masalah teknis saat pemberian anestesi spinal, hilang selama proses follow-up, ataupun alasan lainnya dipaparkan dengan jelas.

Tabel 2. Penilaian risikoabias dengan Jadad Scale

Penulis studi                      Total skor

Batova dkk., 20193

Irkal dkk., 20183

Ghosh dkk., 20174

Veereshman dkk., 20152

Mondal dkk., 20192

Pirbudak dkk., 20193

Singla dkk., 20202

Aly dkk., 20154

George dkk., 20163

Arathi dkk., 20162

Kanojiya dkk., 20162

enam studi dengan total skor tiga, dan enam studi dengan total skor dua (Tabel 2).

Sebanyak 19 studi menyebutkan bahwa penelitian menggunakan randomization. Namun, hanya 12 studi yang menyebutkan cara randomisasi sampel, yaitu dengan pengacakan komputer, amplop, koin, dan tabel acak.8-10, 13, 15, 20-26 Sedangkan, tujuh studi lainnya tidak menyebutkan cara randomisasi sampel.11, 12, 14, 16-19 Delapan studi menyebutkan bahwa penelitian menggunakan blinding10, 15, 16, 20-22, 25, 26 dan 11 studi lainnya tidak menyebutkan adanya blinding.8, 9, 11-14, 17-19, 23, 24 Namun, dalam pemberian anestesi spinal, sulit melakukan blinding pada praktisi yang melakukan anestesi karena jarum anestesi spinal yang digunakan dapat dibedakan oleh praktisi, sehingga blinding hanya memungkinkan dilakukan pada pasien dan observer yang memantau kejadian PDPH pasca anestesi spinal.

Nellore dkk., 2016

2

Tang dkk., 2017

4

Bhat dkk., 2017

4

Malini dkk., 2015

4

Ahmad dkk., 2016

3

Karigar dkk., 2016

3

Riswee dkk., 2019

4

Shah dkk., 2015

4

Heterogenitas seluruh studi berdasarkan nilai I2 didapatkan sebesar 0%, sehingga menunjukan bahwa tidak ada heterogenitas antara studi.

  • 4.    PEMBAHASAN

    • 4.1    RingkasanaBukti

Telaah sistematis menginklusikan sebanyak 19 studi RCT yang membandingkan jarum atraumatic dan jarum traumatic terhadap kejadian post-dural puncture headache pada 4,414 pasien anestesi spinal. Anestesi spinal merupakan teknik yang

sering digunakan dalam regional anestesia karena dinilai lebih aman, ekonomis, mudah dilakukan, dan memberikan efek anestesi yang kuat dengan tetap menjaga kesadaran dan respirasi pasien selama tindakan, serta meminimalkan perawatan pasca operasi.9 Walaupun begitu, anestesi spinal memiliki beberapa komplikasi, salah satunya adalah post-dural puncture headache (PDPH).

PDPH diduga terjadi karena kebocoran cairan CSF pasca tusukan duramater. Rendahnya volume dan tekanan CSF diduga dapat menyebabkan hilangnya efek

bantalan dan menyebabkan traksi pada struktur intrakranial. Struktur tersebut sensitif terhadap rasa nyeri sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri pada PDPH.9 Robekan lapisan duramater dapat diketahui melalui pemeriksaan mikroskop elektron dengan perbesaran 100 μm (Gambar 2).27

Gambar 2. (a) Robekan duramater dari sisi permukaan epidural, (b) robekan duramater dari sisi permukaan intratekal27

Jenis jarum yang digunakan untuk anestesi spinal dianggap sebagai salah satu faktor risiko terhadap kejadian PDPH. Jarum traumatic memiliki ujung yang tajam dan dapat memotong jaringan sehingga menimbulkan laserasi yang dapat meningkatkan potensi kebocoran CSF. Sebaliknya, jarum atraumatic memiliki ujung yang lebih tumpul sehingga dalam penggunaanya hanya memisahkan serabut-serabut duramater dan membuat bekas lubang yang lebih kecil serta menurunkan tingkat kebocoran CSF (Gambar 3).28

Gambar 3. Ujung jarum spinal atraumatic (kiri) dan jarum spinal traumatic (kanan)28

Jarum traumatic quincke dikenal sebagai jarum standar sehingga lebih umum digunakan. Jarum tersebut memiliki karakteristik permukaan yang tajam serta posisi lubang berada di garis tengah jarum. Sedangkan, jarum whitacre dan sprotte merupakan jarum atraumatic/ pencil-point. Ujung jarum whitacre berbentuk seperti diamond dan lubang jarum terletak 1mm dari ujung jarum. Berbeda dengan whitacre, jarum sprotte memiliki ujung dengan bentuk conical. Posisi lobang pada kedua jarum pencil-point ini berada di belakang ujung jarum. Berbeda dengan kedua jarum tersebut, jarum atraumatic atraucan memiliki posisi lubang di ujung jarumnya.29

Tabel 3. Hasil dari masing-masing studi

n: jumlah kasus PDPH, N: jumlah sampel, s: significant, ns: not significant

Penulisastudi

Kejadian PDPH (n/N, %)                 P value

Jarum atraumatic             Jarum traumatic

Batova dkk., 2019

25G sprotte: 0/166, 0%        25G quincke midline: 8/111, 7,2%      s

27G sprotte: 0/111, 0%       25G quincke paramedian: 3/110,

26G atraucan: 3/120, 2,5%    2,7%

Irkal dkk., 2018

Ghosh dkk., 2017

Veereshman dkk., 2015

Mondal dkk., 2019

Pirbudak dkk., 2019

25G whitacre: 1/50, 2%       25G quincke: 9/50, 18%               s

25G whitacre: 5/100, 5%      25G quincke: 22/100, 22%           s

25G whitacre: 2/100, 2%      25G quincke: 10/100, 10%            s

25G whitacre: 5/162, 3,09%   25G quincke: 13/162, 8,02%           s

25G & 26G pencil-point:      25G & 26G quincke: 27/298, 9,1%     s

10/304, 3,2%

Singla dkk., 2020

Aly dkk., 2015

George dkk., 2016

Arathi dkk., 2016

25G whitacre: 1/60, 1,6%     25G quincke: 9/60, 15%               s

25G whitacre: 2/161, 1,24%   25G quincke: 3/165, 1,8%             ns

25G whitacre: 1/50, 2%       25G quincke: 7/50, 14%               s

27G whitacre: 0/50, 0%       25G quincke: 3/50, 6%               s

27G sprotte: 1/50, 2%

Kanojiya dkk., 2016

Nellore dkk., 2016

25G whitacre: 0/100, 0%      25G quincke: 7/100, 7%              -

23G whitacre: 1/25, 4%       23G quincke: 3/25, 12%             ns

25G whitacre: 0/25, 0%       25G quincke: 2/25, 8%

Tang dkk., 2017

Bhat dkk., 2017

25G whitacre: 8/97, 8,2%     22G quincke: 10/99, 10,1%           ns

25G whitacre: 1/33, 3,03%    23G quincke: 7/34, 20,5%             -

25G quincke: 3/33, 9,09%

Malini dkk., 2015

Ahmad dkk., 2016

Karigar dkk., 2016

Riswee dkk., 2019

Shah dkk., 2015

25G whitacre: 4/120, 3,33%   25G quincke: 13/120, 10,83%          s

25G pencil-point: 2/50, 4%    25G quincke: 7/50, 14%              ns

27G whitacre: 1/98, 1,1%     27G quincke: 3/98, 3,1%              s

27G whitacre: 4/197, 2,03%   27G quincke: 12/197, 6,09%           s

25G whitacre: 1/60, 1,67%    25G quincke: 8/60, 13,34%            s

Berdasarkan hasil dari 19 studi RCT yang diinklusikan dalam telaah sistematis, seluruhnya menyebutkan bahwa kejadian PDPH dengan menggunakan jarum atraumatic lebih rendah daripada jarum traumatic (Tabel 3). Hasil dari 13 studi tersebut menyatakan adanya penurunan kejadian PDPH yang signifikan dengan menggunakan jarum atraumatic,8-14, 16, 17, 22, 24-26 sedangkan empat studi menyatakan perbedaan yang tidak signifikan,15, 19, 20, 23 dan dua studi lainya tidak melakukan uji signifikansi.18, 21

Pada penggunaan jarum atraumatic, kejadian PDPH tertinggi sebesar 8,2% dengan jarum 25G whitacre pada pasien operasi caesar. Sedangkan kejadian PDPH terendah sebesar 0% dilaporkan pada empat studi, yaitu jarum 25G dan 27G sprotte,8 dengan jarum 27G whitacre,17 dengan jarum 25G whitacre,18 dan. dengan jarum 25G whitacre.19 Pada penggunaan jarum traumatic, kejadian PDPH tertinggi kejadian PDPH terendah sebesar 0% dilaporkan pada pasien operasi cesar.10 Sedangkan kejadian PDPH terendah sebesar 1,8% dengan jarum 25G quincke.15

Berdasarkan seluruh studi, kejadian PDPH dengan jarum atraumatic dan traumatic paling tinggi ditemukan pada studi dengan pasien indikasi operasi

cesar. Pasien hamil dan jenis kelamin perempuan berisiko lebih tinggi terhadap PDPH. Pasien yang sedang hamil memiliki tekanan intra-abdomen yang lebih tinggi dikarenakan

menyempitnya rungan epidural sehingga dapat menaikkan tingkat kebocoran dari CSF lewat robekan duramater dan berujung pada timbulnya traksi di struktur meninges yang sensitif terhadap nyeri.13

Selain itu, umur juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian PDPH. Kejadian PDPH lebih tinggi pada kelompok usia 18-30 tahun dan lebih rendah pada pasien lansia. Hal ini berkaitan dengan berkurangnya elastisitas duramater pada usia tua. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Aly dkk. pada kelompok usia diatas 60 tahun yang menjalani operasi ortopedi, kejadian PDPH pada kelompok usia tersebut sangat rendah dan perbedaan antara kedua kelompok jarum tidak signifikan sehingga dinyatakan bahwa kejadian PDPH pada pasien lansia tidak dipengaruhi oleh jenis jarum.15

Dalam penggunaanya, jarum whitacre memiliki ujung yang lebih tumpul sehingga lebih sulit digunakan karena memerlukan tenaga lebih besar untuk memasukan jarum ke ruang duramater dan lebih resisten saat dilakukan injeksi anestesi spinal. Maka dari itu, kegagalan anestesi spinal lebih rendah pada jarum traumatic quincke daripada jarum atraumatic whitacre.15 Studi oleh Irkal dkk. mencatat kegagalan anestesi spinal pada kelompok jarum quincke adalah 4% lebih sedikit daripada pada jarum whitacre sebesar 10%.9 Sejalan dengan temuan tersebut, studi oleh Singla dkk. juga mencatat kejadian kegagalan anestesi spinal dengan jarum quincke 3,33% dan 11,6% pada jarum whitacre.14 Namun,

perbedaan antara kedua kelompok tersebut dinilai tidak signifikan.9, 14

  • 4.2    Keterbatasan

Dalam penyusunan, terdapat beberapa keterbatasan dari telaah sistematis ini. Pertama, beberapa studi membandingkan jarum atraumatic dan traumatic dengan ukuran yang berbeda. Ukuran diameter jarum yang lebih kecil akan mengurangi kebocoran CSF dan menurunkan kejadian PDPH pasca anestesi spinal.30 Kedua, ada beberapa studi yang memiliki jumlah sampel sedikit pada masing-masing kelompok jenis jarum. Ketiga, semua studi yang diinklusikan menggunakan Bahasa Inggris sehingga memungkinkan adanya language bias. Terakhir, studi-studi yang didapatkan merupakan studi dari negara lain sehingga kurang dapat digeneralisasikan untuk populasi di Indonesia.

  • 5.    SIMPULAN DANaSARAN

Post-dural puncture headache merupakan komplikasi yang dapat terjadi pasca anestesi spinal. Anestesi spinal menyebabkan robekan duramater dan menimbulkan kebocoran CSF sehingga menyebabkan rasa nyeri kepala. Kejadian PDPH dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah jenis jarum.

Berdasarkan studi-studi dalam telaah sistematis, penggunaan jarum atraumatic dapat menurunkan kejadian post-dural puncture headache dibandingkan dengan jarum traumatic pada pasien anestesi spinal. Walaupun tingkat kegagalan anestesi spinal pada jarum atraumatic lebih tinggi daripada jarum traumatic, akan tetapi perbedaan tersebut dinilai tidak signifikan.

Penggunaan jarum atraumatic disarankan bagi para tenaga kesehatan yang melakukan anestesi spinal dalam praktek klinis sehari-hari untuk menurunkan kejadian PDPH. Selain itu, kedepannya perlu dikembangkan studi-studi lainnya terutama penelitian dengan populasi masyarakat Indonesia yang membandingkan jenis jarum dengan ukuran sama dan memiliki jumlah sampel yang lebih besar untuk evaluasi lebih lanjut.

DAFTARAPUSTAKA

  • 1.  OlawinaAm., dan J. M. Das. SpinalaAnesthesia.

TreasureaIsland (Fl): StatpearlsaPublishing [Internet].

2020.                   Diunduh                  dari:

https://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Books/Nbk537299/

  • 2.  InternationalaHeadacheaSociety.     The International

ClassificationaOf TheaHeadache Disorders, 3rd Edition. Cephalagia. 2018;38[1]:103

  • 3.  NarouzeaS.. Epidural\Blood Patch is an Iatrogenic

EpiduralaHematoma:aAsymptomaticaor

Symptomatic?aThis is theaQuestion. Regional Anesthesia & Pain Medicine. 2019;0:1-4.

  • 4.  KwakaK.       H.       PostduralaPunctureaHeadache.

KoreanaJournalaO aAnesthesiology.a2017;70[2]:136–143.

  • 5.    Lee,aS.,  dkk.   Impact o aSpinal NeedleaType on

PostduralaPuncture     HeadacheaAmong     Women

UndergoingaCesareanaSectionaSurgeryaUnder

SpinalaAnesthesia: AaMeta-Analysis. Journal of Evidence-BasedaMedicine. 2018;11[3]:136-144.

  • 6.    MoheraD., dkk. PreferredaReportingaItems for Systematic Reviewsaand                      Meta-Analyses:aThe

PRISMAaStatement.aPLoS Med. 2009;6[7]

  • 7.  Jadad,aA.R., dkk. Assessingathe Qualityaof Reports of

RandomizedaClinicalaTrials:aIs     BlindingaNecessary?.

ControlledaClinical Trials. 1996;17[1]:1–12.

  • 8.    Batova,aR. dan Georgiev,aS.,    Impactao aSpinal

NeedleaDesignaand  ApproachaToaPostdural  Puncture

Headacheaand SpinalaAnesthesia Failure inaObstetrics. AnaesthesiologyaIntensive Therapy. 2019;51[2]:77-82.

  • 9.    IrkalaJn, dkk. Incidenceaof Post-Dural Puncture Headache: AaComparisonaof                     Quinckes’aVersus

Whitacres’aSpinalaNeedles.     KarnatakaaAnaesth     J.

2016;2:81-5.

  • 10.    Ghosh,aS.,  Nayak,aS. dan Roy,aS. Assessment of

PostaDuralaPunctureaHeadacheain              Patients

UndergoingaCaesareanaSection:          AaComparison

Betweena25    GaQuinke    V/S    WhitacreaNeedles.

BritishaJournal  o aMedicine  andaMedical Research.

2017;19[9]:1-7.

  • 11.    Veeresham,aM.,  G, V. dan  Prasuna,aJ. Randomized

ControlledaStudy   foraPostaDuralaPuncture   Headache

Comparing with 25 Gauge Quincke and WhitacreaSpinal Needlesain ObstetricaPatients.    Journalao aEvolution

o aMedical andaDental Sciences. 2015;4[75]:12967-84.

  • 12.    Mondal,aP., Chakraborty,aI. dan Acharjee,aA., Incidenceaof PostaDural PunctureaHeadache in CaesareanaSection: AaComparison Of 25 G Quincke and 25 G WhitacreaNeedle. Paripex IndianaJournal of Research. 2019;8[12]:73-76.

  • 13.    Pirbudak,aL.,      Ozcan,aH.      dan      Tumturk,aP.

PostduralaPunctureaHeadache:aIncidenceaand PredisposingaFactorsain A UniversityaHospital. The Journal Of The TurkishaSociety Of Algology. 2018;31[1]:1-8.

  • 14.    Singla,aM., dkk. A Clinical Study toaCompare 25 G Whitacreaand  QuinckeaSpinalaNeedlesafor Incidenceaof

PostaDuralaPunctureaHeadache      (PDPH)      and

FailedaSpinalaAnaesthesia.aIndian Journal of Public HealthaResearcha& Development. 2020;11[5]:216-220.

  • 15.    Aly,aM. dan Ibrahim,aA., Comparison Of 25 Gauge Quinckeawith WhitacreaNeedles for Post Dural PunctureaHeadache inaElderly Orthopedic Patients.aAl-Azhar AssiutaMedical Journal. 2015;13[4]: 61-65.

  • 16.    George,aL.,   Post DuralaPuncture Headache in

LoweraLimbaand        LoweraAbdominalaSurgeries–A

ComparativeaStudyaBetweena25g           Quinckeaand

25gaWhitacreaSpinalaNeedle. [disetasi]. [Chennai]: The TamilnaduaDr. Mgr MedicalaUniversity; 2016.

  • 17.    Arathi,aB.  dan Ranganaath,aN.  Comparison Of Post

DuralaPuncture HeadacheaUsing Three DifferentaTypes o aNeedles onaSubaArachnoid Block: A Clinical Study. IndianaJournal ofaClinical Anaesthesia. 2016. 3(4):518-524.

  • 18.    Kanojiya,aS., Mehta,aV. dan VaP, J. Comparative Studyaof Post-DuralaPuncture  HeadacheaUsing Two Typesaof

NeedlesaQuincke's andaWhitacre. Journal o aEvolution o aMedical andaDental Sciences. 2016;5[32]:1707-9.

  • 19.    Nellore,aD. dan Suraj,aS. ToaCompare the Incidence of PostaDuralaPuncture Headache using 23G and 25G Quincke and 23G anda25G Whitacre Needle in PatientsaUndergoingaElectiveaCesarean Section. Journal of MedicalaScience andaclinical Research. 2019;7[8]:312-320.

  • 20.    Tang,aL., dkk. SpinalaAnaesthesia foraEmergency Caesarean  Section Better Using 25-GaugeaPencil

PointaNeedle or 22-Gauge Cutting Needle:   A

SingleaCentreaProspectiveaStudy. Int JaClin Exp Med. 2017;10[8]:12293-12300.

  • 21.    Bhat,aM. dan Hegde,aB. SpinalaAnaesthesia for Caesarean Section:aComparison of 25GaWhitacre Needles with 25Gaand       23GaQuincke       Needles       for

TechnicalaProblemsaandaPost- Operative Complications. IndianaJournalaofaClinical Anaesthesia. 2017;4[2]:202-207.

  • 22.    Malini,aG.   ProspectiveaRandomised Control Study

Comparing theaIncidence of PostduralaPuncture Headache FollowingaSpinal Anaesthesia Using 25 GaugeaWhitacre SpinalaNeedle and 25 Gauge Quincke SpinalaNeedle in Obstetric Patients [disertasi]. [Chennai]: The TamilnaduaDr. M.G.R.Medical University. 2020.

  • 23.    Ahmad,aK., dkk. Comparison Of Frequency Of PDPHain ObstetricalaPatients After Caesarean SectionaUnder SpinalaAnaesthesia with 25G Quincke (Cutting) Needle 25G PencilaPoint Needlea(Non Cutting). Pakistan Journal o aMedical andaHealthaSciences. 2016;10[3]:703-707.

  • 24.    KarigaraL., S. dan Patil,aB. A ComparativeaStudy to Knowathe      Incidenceaof      Post-DuralaPuncture

HeadacheaFollowing     SubarachnoidaBlock     Using

27GaQuincke’s    andaWhitacre Needles - A

RandomizedaClinicalaTrial. Journal o aEvolution of Medical and DentalaSciences. 2016;5[49]:3136-3139.

  • 25.    RizweeaShahnawaz,  dkk.  A ComparativeaStudy  of

27GaQuinckeaand WhitacreaSpinalaNeedleafor Evalution o aPostduralaPunctureaHeadache. MedPulseaInternational Journalaof Anesthesiology. 2019;11[2]:149-153.

  • 26.    Shah,aR. dan Nag,aT.,  Comparisonaof  PostaDural

PunctureaHeadache with  25g  Quinckeaand Whitacre

SpinalaNeedles in ObstetricsaPatients. VivekanandaaInstitute of MedicalaSciences Journal. 2015;2[4].

  • 27.    ReinaaMA, dkk.  ElectronaMicroscopyaof  Dural and

ArachnoidaDisruptionsaAfteraSubarachnoid        Block.

RegaAnesthaPain Med. 2017;42[6]:709-718.

  • 28.    NathaSiddharth,         dkk.         AtraumaticaVersus

ConventionalaLumbar              PunctureaNeedles:aA

SystematicaReview andaMeta-Analysis. TheaLancet. 2017.

  • 29.    ErtürkaE., dan   Kutanis,aD.   Post DuralaPuncture

Headache.aInternational Journal o aAnesthesiology and Research. 2016;348-351.

  • 30.    ArevaloaRodriguez, dkk. NeedleaGauge and Tip DesignsaforaPreventingaPost-DuralaPuncture Headachea(PDPH).     TheaCochraneaDatabase     of

SystematicaReviews.                             2017;4[4]

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2021.V11.i11.P08

53