ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.9,SEPTEMBER, 2020

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS



Diterima:08-08-2020 Revisi:12-08-2020 Accepted: 13-09-2020

HUBUNGAN KADAR HbA1c TERHADAP TERAPI OBAT ANTI DIABETES ORAL DAN KOMBINASI OBAT ANTI DIABETES ORALINSULIN PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI POLIKLINIK DIABETES RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2016

Ni Made Alit Arini1, I Made Pande Dwipayana2

1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar [email protected]

ABSTRAK

Diabetes melitus tipe 2 memiliki angka kejadian relatif lebih tinggi daripada tipe 1 dan terus mengalami kenaikan. Sebagian besar peningkatan berdampak dari pengelolaan pasien yang kurang tepat dan berujung pada pesatnya perkembangan komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler. Menurut algoritme tatalaksana pasien diabetes melitus (DM), terdapat pengobatan dengan monoterapi dan kombinasi. Berdasarkan penelitian, terapi kombinasi obat anti diabetes (OAD) oral dan insulin memberikan efek penurunan HbA1c lebih baik dibandingkan monoterapi OAD. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan kadar HbA1c terhadap terapi OAD oral dan kombinasi OAD oral-insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUP Sanglah sehingga hasil penelitian dapat digunakan sebagai studi konfirmatif. Penelitian ini termasuk penelitian analitik cross-sectional dengan sampel penelitian adalah semua pasien DM tipe 2 di poliklinik diabetes RSUP Sanglah yang mendapat terapi OAD oral atau kombinasi dengan insulin dan memenuhi kriteria inklusi. Teknik pemilihan sampel adalah simple random sampling dan jumlah minimal adalah 76 sampel. Analisis univariat menunjukkan jumlah sampel terbanyak pada kelompok usia ≥50 tahun (53,95%), laki-laki (51,3%), mayoritas aktivitas ringan (50%), tanpa riwayat merokok 85,5% dan 57,9% dengan riwayat hipertensi. Sebanyak 56,6% sampel menderita DM tipe 2 selama <10 tahun, dengan tingkat kepatuhan terapi tinggi (80,3%), dan dominan ras Bali, serta kadar HbA1c <7% sebanyak 64,47%. Analisis bivariat menunjukkan terapi kombinasi OAD-insulin dan monoterapi OAD berhubungan dengan penurunan HbA1c. Terapi kombinasi OAD-insulin memberikan hasil yang lebih baik dengan nilai p 0,012. Terdapat hubungan antara kadar HbA1c dan terapi OAD oral dan kombinasi OAD oral-insulin pada pasien DM tipe 2 di Poliklinik Diabetes RSUP Sanglah dengan terapi kombinasi memberikan efek penurunan HbA1c yang lebih baik. Kata Kunci : diabetes melitus tipe 2, HbA1c, OAD.

ABSTRACT

Type 2 diabetes mellitus has relatively higher incidence than type 1 and continues to increase. Most of the improvements have resulted from inappropriate management of patients and have led to the rapid development of macrovasculer and microvasculer complications. According to the management procedures of diabetic patients, there are treatments with monotherapy and combinations. Based on the research, the combination therapy of oral anti diabetic (OAD) and insulin give a better effect of decreasing HbA1c than OAD monotherapy. This study aims to determine the relationship of HbA1c levels to

HUBUNGAN KADAR HbA1c TERHADAP TERAPI OBAT ANTI DIABETES ORAL DAN KOMBINASI OBAT ANTI DIABETES, Ni Made Alit Arini1, I Made Pande Dwipayana2

oral OAD therapy and a combination of OAD-insulin in type 2 diabetic patients at Sanglah Hospital so that the results of the study can be used as confirmatory studies. This study included cross-sectional analytic research with a study sample of all type 2 diabetic patients in the diabetic center of Sanglah hospital who received OAD therapy or a combination with insulin and fulfilled the inclusion criteria. The sample selection technique is simple random sampling and the minimum number is 76 samples. Univariate analysis showed the highest number of samples in the age group ≥50 years (53.95%), men (51.3%), the majority of light activities (50%), without smoking history 85.5% and 57.9 % with a history of hypertension. As 56.6% of the sample suffered from type 2 diabetes mellitus for <10 years, with high levels of adherence to therapy (80.3%), and dominant Balinese race, and HbA1c levels <7% as much as 64.47%. Bivariate analysis showed that combination OAD-insulin therapy and OAD monotherapy were associated with a decrease in HbA1c. OAD-insulin combination therapy provides better results with a p value 0.012. There is a relationship between HbA1c levels with OAD therapy and a combination of OAD-insulin in type 2 diabetic patients at the Diabetic Center of Sanglah Hospital with combination therapy providing a better reduction in HbA1c.

Keywords : type 2 diabetes mellitus, HbA1c, OAD.

PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis yang umum di hampir semua negara dan terus mengalami peningkatan jumlah penderita. Peningkatan ini dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti gaya hidup yang salah, kurangnya aktivitas fisik, dan obesitas.1 Menilik pada tahun 2010, didapatkan data 285 juta orang menderita DM di seluruh dunia dan jumlah tersebut mengalami peningkatan dua kali lipat lebih banyak selama tiga dekade terakhir.1,2 Berdasarkan laporan Riset kesehatan dasar tahun 2013, angka kejadian DM di Indonesia sebesar 1,5%.3 Menurut studi pendahuluan di RSUP Sanglah Denpasar, didapatkan 3156 pasien dirawat jalan di bulan Januari 2011 sampai Agustus 2013 akibat DM.4 Di salah satu wilayah kerja puskesmas di Bali didapatkan data penderita DM tipe 2 mengalami peningkatan dari 177 kasus menjadi 433 kasus tahun 2012 hingga 2013.5

Peningkatan prevalensi penderita DM tipe 2 di Indonesia menjadi masalah yang serius, sebab hal ini berkaitan dengan pengelolaan pasien DM yang jika dilakukan tidak tepat maka dapat berakibat fatal, yaitu menyebabkan munculnya komplikasi-komplikasi kronis, seperti semakin cepat berkembangnya penyakit kardiovaskular, penyakit ginjal stadium akhir, hilangnya ketajaman visual, hingga kaki diabetes.1

Salah satu modalitas terapi yang dapat diterapkan untuk mereduksi angka kejadian komplikasi tersebut adalah dengan terapi farmakologi, seperti penggunaan obat anti diabetes (OAD) oral atau dengan kombinasi OAD oral dengan insulin. Pada penelitian

yang dilakukan di China terhadap 217 sampel, didapatkan bahwa terapi menggunakan continuous subcutaneous insulin infusion (CSII) dan kombinasi CSII-sitagliptin memberikan efek pada kendali glikemik dan mencegah komplikasi sekunder dari DM tipe 2. Terlebih lagi, penggunaan kombinasi CSII-sitagliptin memberikan efek lebih besar daripada penggunaan monoterapi CSII.6

Obat anti diabetes (OAD) oral merupakan obat anti diabetes yang berfungsi untuk mengontrol kadar glikemik tubuh melalui beberapa cara, seperti mengurangi resistensi terhadap insulin, merangsang pankreas untuk memproduksi insulin lebih banyak, dan menghambat penyerapan karbohidrat dari usus. Pada awalnya, pengobatan pasien DM tipe 2 sering memakai satu jenis OAD oral, namun untuk meningkatkan efektivitas pengobatan dalam mengontrol kadar glikemik pasien, kadang diperlukan lebih dari satu macam OAD oral atau dapat juga dikombinasikan dengan terapi insulin.7

Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel β pankreas dan berperan dalam pengaturan kadar gula darah sehingga hingga kini dipilih sebagai salah satu manajemen pengobatan DM tipe 2, karena dapat diberikan sesuai dengan pola sekresi insulin endogennya.8 Insulin memiliki efek menghambat glikogenolisis, menghambat pembentukan badan keton akibat perubahan asam lemak dan asam amino, mengubah glukosa menjadi glikogen, serta membantu dalam sintesis trigliserida dan pembentukan VLDL.9

Berdasarkan penelitian United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS), target terapi pasien DM tipe 2 diarahkan pada pencapaian kadar glikemik pada rentang non-diabetik, yaitu rata-rata HbA1c adalah 7%. Target glikemik terbaru dari American Diabetes Association (ADA) dibuat berdasarkan kepraktisan dan proyeksi penurunan kejadian komplikasi, yaitu HbA1c <7%.10 Ketika kadar HbA1c ≥7%, maka hal ini dianggap sebagai alarm untuk memulai

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini termasuk jenis penelitian analitik dengan rancangan cross sectional yang dilakukan di poliklinik diabetes RSUP Sanglah Denpasar. Sampel diambil dari populasi pasien DM tipe 2 yang mendapatkan terapi OAD oral dan kombinasi OAD oralinsulin di Poliklinik Diabetes RSUP Sanglah pada rentang waktu Februari hingga Agustus 2016 dan memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi yang telah ditetapkan, yaitu pasien DM tipe 2 yang menerima terapi OAD oral atau kombinasi OAD oral-insulin di Poliklinik Diabetes RSUP Sanglah, serta kriteria eksklusi yang ditetapkan, yaitu pasien DM tipe 2 dengan riwayat diabetic ketosis dan pasien DM tipe 2 dengan riwayat penyakit kronik.

Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus uji beda dua proporsi dan didapatkan jumlah sampel adalah 76 sampel dengan teknik sampling adalah simple random sampling. Variabel penelitian yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah variabel usia, jenis kelamin, durasi penyakit, tingkat kepatuhan, riwayat merokok, riwayat hipertensi, aktivitas fisik, penggunaan OAD oral dan kombinasi OAD oral-insulin serta kadar HbA1c. Data yang diperoleh termasuk data sekunder yang dapat dilihat pada rekam medis pasien dan Data akan dikumpulkan

terapi dengan target HbA1c <7% demi mengurangi komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler. Menilik bahwa DM merupakan penyakit seumur hidup dan beberapa penelitian menunjukkan hasil bahwa faktor-faktor di atas berpengaruh terhadap kendali glikemik, maka peneliti tertarik untuk mengkonfirmasi hasil tersebut di populasi di Bali melalui penelitian di Poliklinik Diabetes RSUP Sanglah.

dalam form ekstraksi data. Selanjutnya data akan dianalisis univariat untuk melihat karakteristik demografi sampel dan dilanjutkan dengan analisis bivariat dengan chi square untuk menilai adanya hubungan antara variabel bebas dan terikat. Penelitian ini telah mendapatkan izin kelayakan dengan nomor 880/UN.14.2/Litbang/2016 tertanggal 14 April 2016.

HASIL

Penelitian ini telah dilaksanakan di Poliklinik Diabetes RSUP Sanglah pada bulan Februari-Agustus 2016. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi adalah 76 sampel. Berdasarkan analisis univariat, didapatkan jumlah sampel terbanyak berada pada kelompok usia ≥50 tahun dengan jenis kelamin laki-laki lebih dominan. Sebanyak 50% sampel memiliki aktivitas yang tergolong ringan, dengan 65 orang sampel tidak memiliki riwayat merokok dan 44 orang dari jumlah sampel memiliki riwayat hipertensi. Sejumlah 56,6% sampel telah menderita DM tipe 2 dengan durasi kurang dari 10 tahun, dengan tingkat kepatuhan terapi termasuk tinggi. Pada penelitian ini dominan sampel merupakan responden yang berasal asli dari Bali dan kadar HbA1c sampel terbanyak tergolong dalam diabetes yang terkontrol.

Tabel 1. Karakteristik Demografi Sampel

Data Demografi

F (%)

Rerata ± SB

Median

Usia (tahun)

<50

35 (46,05)

54,46 ± 7,76

54

≥50

41 (53,95)

Jenis Kelamin

Laki-laki

39 (51,3)

Perempuan

37 (48,7)

Aktivitas Fisik

Ringan

38 (50)

Sedang

29 (38,2)

1,6 ± 1,2

1,56

Berat

9 (11,8)

Riwayat Merokok

Ya

Tidak

11 (14,5)

65 (85,5)

Riwayat Hipertensi

Hipertensi

44 (57,9)

Tidak Hipertensi

32 (42,1)

Durasi Penyakit (tahun)

<10

43 (56,6)              7,78 ± 2,4                10

≥10

33 (43,4)

Tingkat Kepatuhan

Rendah

15 (19,7)

Tinggi

61 (80,3)

Ras

Melayu Mongoloid

33 (43,4)

Bali

43 (56,6)

HbA1c

Diabetes Terkontrol

Diabetes          Tidak

49 (64,47)            6,12 ± 2,76             6,66

Terkontrol

27 (35,53)

Jenis Terapi

OAD Oral

38 (50)

Kombinasi OAD oral-

38 (50)

Insulin

Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara kadar HbA1c dengan pemberian terapi farmakologi pada pasien DM tipe 2 di Poliklinik Diabetes RSUP

Sanglah, maka akan dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi square dengan IK 95%.

Tabel 2. Hasil Uji Chi Square Hubungan Kadar HbA1c Terhadap Penggunaan Terapi Farmakologi Pada Pasien DM Tipe 2 di RSUP Sanglah

Terapi Farmakologi

HbA1c Terkontrol (<7%)

HbA1c Tidak

Terkontrol (≥7%)

p

OAD oral (n=38)

16

22

OAD oral-Insulin (n=38)

33

5

0,012

Hasil analisis menunjukkan bahwa distribusi dua kelompok pengguna terapi farmakologi, yaitu OAD oral dan kombinasi OAD-insulin berdasarkan HbA1c adalah 16 orang pengguna OAD oral memiliki HbA1c terkontrol dan 22 orang tidak terkontrol. Pada pasien DM tipe 2 yang menggunakan terapi kombinasi OAD oral-insulin, terdapat 33 orang memiliki HbA1c terkontrol dan 5 orang tidak terkontrol. Analisis ini menunjukkan bahwa terapi OAD oral dan kombinasi OAD oral-insulin memberikan efek terapi yang signifikan, dilihat dari nilai p<0,05. Nilai p<0,012 pada kombinasi terapi OAD oral dan insulin membuktikan bahwa pemberian terapi kombinasi memberikan hasil yang lebih baik terhadap penurunan kadar HbA1c pada pasien DM tipe 2 di Poliklinik Diabetes RSUP Sanglah.

PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis bivariat dengan menggunakan uji statistik chi square dengan IK 95%, diperoleh p<0,012, sehingga Ho ditolak yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara kadar HbA1c dan terapi farmakologi yang diberikan kepada pasien DM tipe 2 di RSUP Sanglah.

Hasil tersebut menyatakan bahwa diantara sampel yang menggunakan OAD oral terdapat 16 orang memiliki HbA1c terkontrol dan 22 orang tidak terkontrol. Pada pasien DM tipe 2 yang menggunakan terapi kombinasi OAD oral-insulin, terdapat 33 orang memiliki HbA1c terkontrol dan 5 orang tidak terkontrol. Berdasarkan penelitian serupa, disebutkan bahwa penggunaan terapi kombinasi memiliki efektivitas lebih tinggi dibandingkan dengan monoterapi.11 Hal yang senada juga dinyatakan dalam penelitian lain, dimana dinyatakan bahwa pada awal pengobatan, pasien diabetes melitus tipe 2, biasanya menggunakan satu jenis OAD,

namun untuk lebih efektif untuk mengontrol kadar glikemik pasien, kadang diperlukan lebih dari satu macam OAD atau dapat juga dikombinasikan dengan terapi insulin.7 Hal ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas terapi dan meningkatkan tingkat kepatuhan terapi oleh pasien.

Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian mengenai efektivitas terapi kombinasi untuk menurunkan kadar HbA1c yang tinggi yang dilakukan oleh Davis, dkk.12 Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa beberapa jenis kombinasi OAD-insulin yang berbeda memberikan efek pada penurunan kadar HbA1c yang berbeda pula, seperti pada sulfonylurea-insulin (penurunan HbA1c antara grup placebo dan kontrol adalah 9,9% dan 7,6%), metformin-insulin (penurunan HbA1c dari 9,7 menjadi 7,2 atau menurun 0,2%), thiazolidinediones-insulin (penurunan HbA1c terjadi antara kisaran 0,6-1,2%), alpha glucosidase inhibitors-insulin (penurunan HbA1c terjadi sekitar 0,4%), dan OAD oral-insulin glargine (mengalami penurunan HbA1c yang lambat dan mengalami kestabilan pada minggu ke-18).12 Penggunaan terapi kombinasi OAD-insulin pada penderita DM tipe 2 selalu mengacu pada penggunaan OAD siang hari dan penggunaan insulin malam hari dengan jenis insulin kerja intermediet atau kerja panjang.

Sedangkan pada penggunaan monoterapi (OAD oral saja), berdasarkan hasil penelitian di Poliklinik Diabetes RSUP Sanglah didapatkan sebagian besar responden masih memiliki kadar HbA1c yang tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian UMHS yang menyatakan bahwa metformin merupakan OAD oral lini pertama yang efektif dalam proses penurunan kadar HbA1c dan sulfonylurea merupakan lini kedua yang juga dapat digunakan.13 Namun, jika setelah 4 minggu pemakaian dan apabila saat evaluasi ditemukan tidak ada perbaikan pada kendali glikemik yang ditandai dengan pemeriksaan HbA1c, maka sebaiknya dianjurkan untuk melakukan kombinasi terapi dengan insulin sebab sesuai penelitian insulin juga memiliki efek terapi yang baik terhadap perbaikan klinis penderita.13 Pada initinya penggunaan terapi kombinasi memiliki efek yang lebih signifikan untuk menurunkan kadar HbA1c.

Selain jenis terapi yang diterima responden, terdapat faktor-faktor lain yang secara tidak langsung dapat juga mempengaruhi perubahan kadar HbA1c responden. Beberapa faktor tersebut adalah usia responden, jenis kelamin, aktivitas fisik,

riwayat merokok, riwayat hipertensi, durasi penyakit DM, tingkat kepatuhan konsumsi obat, dan ras. Masing-masing faktor memberikan efek yang berbeda-beda. Seperti yang dinyatakan dalam penelitian Ahmad, dkk14 dan laporan Kemenkes15, DM tipe 2 dapat dihindari dan dihambat progresifitasnya dengan mengatasi faktor-faktor risiko yang biasa menyertainya. Hal ini didukung oleh peneltian Astuti16 dan Chua dan Chan17, yang menyatakan faktor usia, durasi penyakit, obat-obatan, kepatuhan minum obat, aktivitas fisik, dan merokok sangat mempengaruhi perubahan kadar HbA1c.

SIMPULAN

Terdapat hubungan antara kadar HbA1c terhadap terapi OAD dan kombinasi OAD oral-insulin pada penderita DM tipe 2 di Poliklinik Diabetes RSUP Sanglah dengan terapi kombinasi OAD oral-insulin memberikan efek penurunan kadar HbA1c yang lebih baik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi studi konfirmatif dan dijadikan sebagai dasar peneitian lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Shaw, J., Sicree, R., Zimmet, P. Global estimates of the prevalence of diabetes for 2010 and 2030. Diabetes Research Clinical Practice. 2010 ; 87 : 4–14.

  • 2.    Danaei, G., Finucane, M., Yuan, L. Singh, G. National, regional, and global trends in fasting plasma glucose and diabetes prevalence since 1980   :

systematic    analysis    of health

examination surveys and epidemiological studies with 370 country-years and 2.7 million participants. Lancet. 2011 ; 378 : 31–40.

  • 3.    Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013.    Badan    Penelitian    dan

Pengembangan Republik Indonesia. 2013 : hal 369.

  • 4.    Widyastuti, R. Pengaruh Kombinasi Pengaturan Pola Diit DM dan Senam Diabetes Terhadap Kadar Gula Darah pada Pasien DM Tipe II. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2015 ; 3 : 5.

  • 5.    Paramartha. Gambaran Riwayat Diabetes Melitus Keluarga, Indeks Massa Tubuh, Aktivitas Fisik, Kebiasaan Merokok, dan Konsumsi Alkohol serta Hipertensi pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Manggis 1

Tahun 2013. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2013 ; 2 : 1-10.

  • 6.  Yuan, G., Hu, H., Wang, S., Yang, Q,

dkk.   Improvement of Betha-Cell

Function    Ameliorated    Glycemic

Variability In Patients With Newly Diagnosed Type 2 Diabetes After ShortTerm Continuous Subcutneous Insulin Infusion or In Combination With Sitagliptin Treatment : A Randomized Control Trial. Endocrine Journa. 2013 ; 62 (9) : 817-820.

  • 7.  Seino, Y., Nanjo, K.., Tajima, N.,

Kadowaki, T., dkk. Report of the Committee on the Classification and Diagnostic Criteria of Diabetes Mellitus. Journal of Diabetes Investigation. 2010 ; 1 : 1-7.

  • 8.    Swastika. Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Penderita Diabetes mellitus. Konsensus Insulin. 2011 ; 10-16.

  • 9.    Sorli, C., Heile, M.  Identifying and

meeting the challenges of insulin therapy in type 2 diabetes.Journal of Multidisciplinary Healthcare. 2014 ; 267 : 272-278.

  • 10.    American    Diabetes    Association.

Standards of Medical Care in Diabetes. The Journal of Clinical and Applied Research and Education-Diabetes Care. 2015 ; 39 : 21-97.

  • 11.    Alvin, C. Endocrinology : Classification of Diabetes mellitus. Harrison’s. 2013 ; 3 : 261-262.

  • 12.    Davis, E. Insulin Therapy in Type 2 Diabetes. Elsevier Journal. 2004 ; 8 : 865-895.

  • 13.    UMHS. Guidelines for Clinical Care Ambulatory : Management of Type 2 Diabetes Mellitus. Clinical Alignment & Performance Excellence University of Michigan. 2012 : hal 1-29.

  • 14.    Ahmad, N., Islahudin, F., Paraidathathu, T. Factors Associated with Good Glycemic Control Among Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. Journal of Diabetes Investigation. 2014 ; 5 : 565568.

  • 15.    Kementerian   Kesehatan   Republik

Indonesia.      Rencana      Strategis

Kementerian Kesehatan Tahun 20102014. Jakarta. 2010 : hal 37-42.

  • 16.    Astuti, C. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah pasien Diabetes Melitus tipe 2 rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang tahun 2013. Perpustakaan Universitas Indonesia. Jakarta. 2013 ; 8 : 1-3.

  • 17.    Chua, S., Chan, S. Medication adherence and achievement of glycaemictargets in ambulatory type 2 diabetic patients. Journal of Applied Pharmaceutical Science.    2011    ;    1    :    55-59.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V9.i9.P16

99