ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.8,AGUSTUS, 2020

DOAJ


DIRECTORY OF


JOURNALS


Diterima:08-07-2020 Revisi:12-07-2020 Accepted: 13-08-2020

PREVALENSI DAN PROFIL HERPES ZOSTER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE APRIL 2015 SAMPAI MARET 2016

Rania Ayu Permata Putri Kornia1, I Gusti Ayu Agung Dwi Karmila2 1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian/SMF Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar Korsponding author: Rania Ayu Permata Putri Kornia

Email: raniaayu21@yahoo.com

ABSTRAK

Herpes zoster atau yang juga sering disebut shingles merupakan penyakit yang disebabkan reaktivasi virus varisela zoster laten di akar sensoris dorsal atau ganglia saraf kranialis, dan biasanya bermanifestasi sebagai ruam vesikuler yang nyeri di sepanjang distribusi dermatom. Beberapa faktor risiko terjadinya herpes zoster adalah usia tua, orang yang imunokompromais, dan jenis kelamin wanita. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan profil herpes zoster di RSUP Sanglah Denpasar periode April 2015 sampai Maret 2016. Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif. Sampel penelitian ini adalah seluruh pasien yang terdiagnosis herpes zoster pada rekam medis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar periode April 2015 sampai Maret 2016. Data penelitian diambil dari rekam medis di RSUP Sanglah Denpasar periode April 2015 sampai Maret 2016. Hasil penelitian didapatkan prevalensi herpes zoster di RSUP Sanglah Denpasar periode April 2015 sampai Maret 2016 sebanyak 28 penderita. Laki-laki 60,7% dan perempuan 39,3%, usia terbanyak adalah 45-64 tahun (50%), pekerjaan terbanyak adalah pekerja swasta dan ibu rumah tangga (masing-masing 21,4%), lokasi lesi tersering adalah torakalis (32,1%), penyakit penyerta terbanyak adalah DM dan hipertensi (masing-masing 10,7%), komplikasi terbanyak adalah PHN (14,3%), antivirus yang paling banyak diberikan adalah asiklovir (82,1%), dan lebih banyak penderita yang diberikan pengobatan antivirus lebih dari 72 jam sejak munculnya gejala (57,1%). Dapat disimpulkan bahwa kejadian herpes zoster masih banyak terjadi di masyarakat dan cenderung meningkat.

Kata Kunci: herpes zoster, prevalensi, profil.

ABSTRACT

Herpes zoster also called with shingles is a disease caused by reactivation of latent varicella zoster virus in sensory dorsal root or cranial nerve ganglia, and usually, manifests as a painful vesicular rash along a dermatomal distribution. Several risk factors for herpes zoster is older population, immunocompromised person, and female gender. The purpose of this study is to know the prevalence and profile of herpes zoster in Sanglah Public General Hospital Denpasar period April 2015 until March 2016. The research method is descriptive retrospective. Samples were all patients diagnosed with herpes zoster in medical records at Sanglah Public General Hospital Denpasar period April 2015 until March 2016. Data were taken from medical records in Sanglah Public General Hospital Denpasar period April 2015 until March 2016. The result showed the prevalence of herpes zoster in Sanglah Public General Hospital Denpasar period April 2015 until March 2016 as 28 patients. Male 60.7% and female 39.3%, the most common age was 45-64 years old (50%), the most common occupation were private workers and housewives (21.4% each), the most common location of lesion was thoracic (32.1%), the most common comorbidities were DM and hypertension (10.7% each), the most common complication was PHN (14.3%), the most common antiviral treatment given was

acyclovir (82.1%), and more patients are given antiviral treatment more than 72 hours from onset of symptoms (57.1%). It can be concluded that herpes zoster is still a lot happening in the community and is likely to increase.

Keywords: herpes zoster, prevalence, profile.


PENDAHULUAN

Herpes zoster (HZ) berasal dari bahasa Yunani “herpein” yaitu “menjalar” dan “zoster” yaitu “ikat pinggang”.1 HZ atau yang juga sering disebut “shingles” merupakan penyakit yang disebabkan reaktivasi virus varisela zoster (VVZ). Setelah infeksi primer atau vaksinasi, VVZ tetap laten dalam sel ganglion akar sensoris dorsal. Virus mulai bereplikasi pada beberapa waktu kemudian, lalu menyusuri saraf sensoris menuju kulit. HZ biasanya bermanifestasi sebagai ruam vesikuler yang menyakitkan sepanjang distribusi dermatom.2

Sekitar satu juta kasus HZ terjadi di Amerika Serikat setiap tahun, dengan insiden 3,2 kasus per 1.000 orang-tahun.3 Sebuah studi menunjukkan bahwa kejadian HZ meningkat.4

Faktor risiko utama dari HZ adalah usia yang lebih tua. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sekitar sepertiga dari populasi akan mengalami HZ selama masa hidup mereka dengan insiden yang meningkat terutama setelah usia 60 tahun. Di bawah usia 45 tahun, insiden HZ kurang dari satu per 1.000 orang dalam setahun, sedangkan untuk usia di atas 75 tahun, angkanya lebih dari empat kali lebih besar.1,2 Faktor risiko utama lainnya adalah orang yang imunokompromais. Pasien imunokompromais memiliki risiko 20-100 kali lebih besar untuk terkena HZ daripada individu imunokompeten pada usia yang sama. Selain risiko untuk terkena HZ, komplikasinya juga lebih besar pada orang imunokompromais.1,5 Selain itu, jenis kelamin juga dikatakan sebagai faktor risiko HZ. Sekitar 60% kasus HZ terjadi pada wanita.3

Post herpetic neuralgia (PHN) merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan dari HZ. PHN telah bervariasi didefinisikan sebagai nyeri setelah ruam sembuh atau nyeri setelah satu bulan, tiga bulan, empat bulan, atau enam bulan dari onset ruam.5 Nyeri kronis PHN dapat bertahan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah fase akut penyakit. Dalam sebuah studi terhadap pasien berusia ≥ 65 tahun, durasi rata-rata nyeri adalah 3,3 tahun, dan berkisar antara tiga bulan hingga lebih dari 10 tahun. PHN menyebabkan hilangnya fungsi fisik, pasien mengalami kelelahan, penurunan berat badan, mobilitas berkurang, gangguan tidur, dan penurunan kesehatan secara keseluruhan.6

Terapi antivirus merupakan pengobatan HZ lini utama dan harus dimulai dalam waktu 72 jam dari onset ruam untuk meningkatkan laju penyembuhan dan mengurangi rasa sakit.3 Asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir telah disetujui oleh food and drug administration (FDA) untuk pengobatan HZ. Agen

ini dianggap aman dan ditoleransi dengan baik dengan efek samping minimal (misal sakit kepala dan mual), mempercepat resolusi lesi, mengurangi pembentukan lesi baru, mengurangi pelepasan virus, dan mengurangi keparahan nyeri akut.4

Rumah sakit yang menjadi pusat pelayanan kesehatan di Bali adalah Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar, sehingga pasien dengan berbagai penyakit ringan sampai berat akan mendatangi rumah sakit ini, termasuk penderita HZ. Selain itu data mengenai HZ di Indonesia juga masih kurang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan profil HZ di RSUP Sanglah Denpasar periode April 2015 sampai Maret 2016 menurut variabel jenis kelamin, usia, pekerjaan, lokasi lesi, penyakit penyerta, komplikasi, pengobatan antivirus yang diberikan, dan waktu mulai pengobatan antivirus yang diberikan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan sumber data dari rekam medis di RSUP Sanglah Denpasar, dan dilakukan di SMF Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar pada bulan Maret sampai Desember 2016. Penelitian ini telah mendapat ijin layak etik dengan nomor 1256/UN.14.2/Litbang/2016. Populasi adalah seluruh pasien HZ di RSUP Sanglah Denpasar periode April 2015 sampai Maret 2016. Variabel berupa jenis kelamin, usia, pekerjaan, lokasi lesi, penyakit penyerta, komplikasi, pengobatan antivirus yang diberikan, dan waktu mulai pengobatan antivirus yang diberikan. Teknik yang digunakan adalah total sampling sesuai kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian data diolah menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2007.

HASIL

Dari hasil penelitian didapatkan prevalensi HZ periode April 2015 sampai Maret 2016 di RSUP Sanglah Denpasar adalah 28 orang.

Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan lebih banyak penderita laki-laki dibandingkan perempuan, yakni 60,7%.

Tabel 1. Profil penderita HZ berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin

N

%

Laki-laki

17

60,7

Perempuan

11

39,3

Jumlah

28

100

Kelompok usia terbanyak adalah 45-64 tahun yaitu sebanyak 14 orang (50%), dengan usia terendah adalah 7 tahun dan tertingginya 76 tahun.

Tabel 2. Profil penderita

HZ berdasarkan

usia

Usia

N

%

1-14 tahun

1

3,6

15-24 tahun

1

3,6

25-44 tahun

3

10,7

45-64 tahun

14

50

>65 tahun

9

32,1

Jumlah

28

100

Penderita dengan pekerjaan swasta dan ibu rumah tangga menduduki proporsi terbanyak yaitu masing-masing 21,4%, diikuti dengan pekerjaan petani sebanyak 17,8%.

Tabel 3. Profil penderita HZ berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan

N

%

Pensiun PNS

1

3,6

Swasta

6

21,4

Ibu rumah tangga

6

21,4

TNI/polri

1

3,6

Pedagang

1

3,6

Pelajar

1

3,6

PNS

1

3,6

Wiraswasta

3

10,7

Petani

5

17,8

Tidak bekerja

3

10,7

Jumlah

28

100

Lokasi lesi HZ terbanyak yang didapatkan adalah torakalis (32,1%), diikuti oftalmikus (21,4%), dan fasialis (14,3%).

Tabel 4. Profil penderita HZ berdasarkan lokasi lesi

Lokasi lesi

N

%

Oftalmikus

6

21,4

Otikus

1

3,6

Fasialis

4

14,3

Servikalis

2

7,1

Torakalis

9

32,1

Torakolumbalis

1

3,6

Lumbalis

1

3,6

Lumbosakralis

2

7,1

Sakralis

1

3,6

Genitalis

1

3,6

Jumlah

28

100

Penyakit penyerta yang didapatkan dari penelitian ini bervariasi, dengan penyakit penyerta paling banyak adalah diabetes mellitus (DM) dan hipertensi dengan masing-masing sebanyak 10,7%.

Tabel 5. Profil penderita HZ berdasarkan penyakit penyerta

Penyakit penyerta

N

% (total=28)

PVD (Posterior Vitreous

1

3,6

Detachment) Ca serviks

2

7,1

Ca laring

1

3,6

LABC (Locally Advanced Breast

2

7,1

Cancer)

DM (Diabetes Mellitus)

3

10,7

Hipertensi

3

10,7

CKD (Chronic

1

3,6

Kidney Disease)

ACKD (Acquired Cystic Kidney

1

3,6

Disease) CAD (Coronary Artery Disease)

1

3,6

Hipertiroid

1

3,6

Urtikaria akut

1

3,6

Multiple nodul

1

3,6

tiroid

RA (Rheumatoid Arthritis)

1

3,6

PPOK (Penyakit Paru Obstruktif

1

3,6

Kronis) Pneumotoraks

1

3,6

UTI (Urinary

1

3,6

Tract Infection)

Komplikasi terbanyak dari penderita HZ pada penelitian ini yaitu PHN sebanyak 14,3%.

Tabel  6.  Profil

komplikasi

penderita  HZ

berdasarkan

Komplikasi

N

% (total=28)

Blefarokonjungtivitis

2

7,1

Konjungtivitis

1

3,6

PHN (Post Herpetic

4

143

Neuralgia)

Ramsay Hunt

1

36

Syndrome

Bell’s Palsy

1

3,6

Pengobatan antivirus yang paling banyak diberikan adalah asiklovir yaitu sebanyak 23 orang (82,1%), dan terdapat 4 orang (14,3%) yang tidak diberikan antivirus.

Tabel  7.  Profil

penderita  HZ

berdasarkan

pengobatan antivirus yang diberikan

Pengobatan

antivirus yang

N

%

diberikan

Asiklovir

23

82,1

Valasiklovir

1

3,6

Tidak diberikan

/1

antivirus

4

14,3

Jumlah

28

100

Berdasarkan waktu mulai pengobatan antivirus yang diberikan, pada penelitian ini terdapat 25% yang diberikan dalam waktu kurang dari atau sama dengan 72 jam dan 57,1% yang diberikan dalam waktu lebih dari 72 jam sejak munculnya gejala.

Tabel 8. Profil penderita HZ berdasarkan waktu mulai pengobatan antivirus yang diberikan

Waktu mulai pengobatan antivirus yang diberikan

N

%

≤72 jam

7

25

>72 jam

16

57,1

Tidak diketahui

1

3,6

Tidak diberikan

antivirus

14,3

Jumlah

28

100

PEMBAHASAN

Prevalensi HZ di RSUP Sanglah Denpasar periode April 2015 sampai Maret 2016 adalah 28 orang. Jumlah penderita pada penelitian ini lebih banyak dari jumlah penderita pada penelitian yang dilakukan di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado pada tahun 2012 yaitu 22 orang dan penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2013 dengan jumlah penderita 19 orang. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian HZ masih banyak terjadi di masyarakat dan cenderung meningkat. Insiden HZ dapat bervariasi antar populasi, bahkan di antara individu tertua.

Penelitian ini menunjukkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita HZ, sesuai dengan data yang terdapat di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado pada tahun 2012 dimana jumlah penderita laki-laki (54,5%) lebih besar daripada perempuan (45,5%). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2010 sampai 2013 yang menyatakan bahwa jumlah penderita HZ perempuan (55,9%) lebih banyak daripada laki-laki (44,1%). Pada penelitian tersebut diduga penyebab perempuan lebih banyak terkena HZ adalah karena perempuan lebih sering mencari pengobatan untuk penyakitnya dibandingkan laki-laki dan lebih sering kontak dengan anaknya yang

terinfeksi varisela.7 Namun untuk penyebab laki-laki lebih banyak terkena HZ dibandingkan perempuan belum diketahui secara pasti.

Sebagian besar penderita HZ pada penelitian ini berasal dari kelompok umur 45-64 tahun. Hasil ini sesuai dengan data yang terdapat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2010-2013 dimana didapatkan paling banyak pada kelompok usia 45-64 tahun yaitu 48 orang dari 118 orang total penderita (40,7%). Penelitian yang dilakukan di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado pada tahun 2012 juga menyebutkan pada usia 45-64 tahun merupakan usia dimana kasus HZ paling banyak terjadi yaitu 73%. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa meningkatnya usia jelas merupakan faktor risiko dari HZ, sehingga insiden HZ akan meningkat pada usia tua. Pada usia tua terjadi penurunan imunitas seluler yang merupakan faktor utama penyebab reaktivasi.8

Pada penelitian ini juga dilihat dari pekerjaan penderita. Penderita dengan pekerjaan swasta dan ibu rumah tangga menduduki proporsi terbanyak yaitu masing-masing 6 orang dari 28 orang total (21,4%), diikuti oleh pekerjaan petani terdapat 5 orang dari 28 orang total (17,8%).

Lokasi lesi terbanyak yang didapatkan dari penelitian ini adalah torakalis, lalu diikuti dengan oftalmikus. Hasil ini sesuai dengan data yang terdapat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2010-2013 dimana lokasi lesi terbanyak dijumpai di torakalis yaitu 37 orang dari 118 orang total (31,4%), diikuti dengan oftalmikus yaitu 28 orang dari 118 orang total (23,7%). Literatur lain juga menyebutkan lokasi HZ yang paling sering adalah torakalis yaitu sebanyak 55%.2 Penyebab HZ lebih banyak terjadi di lokasi torakalis belum diketahui secara pasti, namun penderita HZ yang terkena pada lokasi oftalmikus tercatat cukup banyak diduga karena jika kena area mata maka pasien merasa keluhan tersebut harus mendapat pengobatan dari dokter ahli sehingga pasien akan menuju ke rumah sakit, sedangkan jika terkena pada lokasi lainnya dikatakan dapat ditangani oleh dokter umum di Puskesmas.9

Penyakit penyerta paling banyak yang didapatkan pada penelitian ini adalah DM dan hipertensi. Hasil ini sesuai dengan penelitian di RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2010-2013 yang menyatakan penyakit penyerta yang paling banyak adalah hipertensi yaitu 17 orang dari 118 orang total penderita (14,4%), lalu diikuti dengan DM dengan 10 orang dari 118 orang total penderita (8,5%).

Komplikasi terbanyak yang didapatkan adalah PHN sebanyak 14,3%. Hasil ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa PHN merupakan komplikasi yang paling umum dari HZ dan meningkat seiring dengan usia.1 Nyeri kronis PHN dapat bertahan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah fase akut penyakit.6

Pada penelitian ini, pengobatan antivirus yang paling banyak diberikan adalah asiklovir yaitu sebanyak 23 orang (82,1%), dan terdapat 4 orang (14,3%) yang tidak diberikan antivirus. Penderita yang tidak diberikan antivirus pada penelitian ini dikarenakan pada saat penderita datang sudah tidak ada lesi baru lagi atau lesi pada tubuhnya sudah membaik, sehingga tidak diberikan pengobatan antivirus lagi. Hasil ini sesuai dengan data yang terdapat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2010-2013 dimana pengobatan utama yang diberikan kepada penderita HZ berupa antivirus yaitu 99,2% mendapat asiklovir dan 0,8% mendapat valasiklovir. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang mengatakan bahwa terapi antivirus merupakan pengobatan HZ lini utama yang pemberiannya harus dimulai dalam waktu 72 jam dari onset ruam dan asiklovir menjadi standar pengobatannya.3

Berdasarkan waktu mulai pengobatan antivirus yang diberikan, lebih banyak penderita yang diberikan pengobatan antivirus lebih dari 72 jam sejak munculnya gejala daripada kurang dari atau sama dengan 72 jam sejak munculnya gejala. Namun sebuah literatur menyatakan pemberian antivirus harus dimulai dalam waktu 72 jam dari onset ruam untuk mengurangi rasa sakit, durasi penyakit, keparahan, dan waktu penyembuhan akan lebih singkat.1,4 Pada penelitian ini, diduga banyaknya penderita yang mendapatkan pengobatan antivirus lebih dari 72 jam sejak munculnya gejala disebabkan karena begitu muncul gejala HZ, penderita tidak langsung ke puskesmas atau rumah sakit untuk mengkonsultasikan keluhannya, namun lebih memilih mengobati sendiri atau didiamkan. Begitu keluhan semakin memberat dan mengganggu kualitas hidup sehari-hari, baru penderita memilih untuk berkonsultasi ke dokter dengan menuju ke puskesmas atau rumah sakit, dan biasanya saat itu sudah lebih dari 72 jam (tiga hari) sejak munculnya gejala. Pada penelitian ini juga didapatkan 4% yang tidak diketahui kapan diberikan antivirus, dikarenakan kapan munculnya gejala pertama kali tidak tercatat di rekam medis.

SIMPULAN

Prevalensi HZ di RSUP Sanglah Denpasar periode April 2015 sampai Maret 2016 adalah 26 penderita. Ditemukan pasien laki-laki lebih banyak dengan kelompok usia yang paling banyak adalah 45-64 tahun. Pekerjaan terbanyak adalah pekerja swasta dan ibu rumah tangga. Lokasi lesi didapatkan paling banyak di torakalis, lalu diikuti dengan oftalmikus. Penyakit penyerta terbanyak adalah DM dan hipertensi, dan komplikasi yang paling banyak didapatkan adalah PHN. Antivirus yang diberikan didapatkan paling banyak asiklovir, dengan waktu mulai pengobatan antivirus yang diberikan lebih banyak yang diberikan lebih dari 72 jam sejak munculnya gejala.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Wehrhahn, M. C. & Dwyer, D. E. Herpes zoster:  epidemiology, clinical features,

treatment and prevention. Aust Prescr. 2012; 35(5): 143-7.

  • 2.    James, W. D., Elston D. M. & Berger, T. G. Andrews' diseases of the skin clinical dermatology. Edisi ke-11. Kanada: Elsevier Health Science. 2011.

  • 3.  Fashner, J. & Bell, A. L. Herpes Zoster and

Postherpetic Neuralgia:  Prevention and

Management. American Family Physician.

2011; 83(12): 1432-7.

  • 4.  Cohen, J. I. Herpes Zoster. The New

England Journal of  Medicine.  2013;

369(3): 255-63.

  • 5.    Goldsmith, L. A., Katz S. I., Gilchrest B. A., Paller A. S., Leffell D. J. & Wolff K. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill Medical. 2012.

  • 6.    Johnson, R. W., Bouhassira, D., Kassianos, G., Leplège, A., Schmader, K. E. & Weinke, T. The impact of herpes zoster and post-herpetic neuralgia on quality-of-life. BMC Medicine. 2010; 8(1): 37.

  • 7.    Ayuningati, L. K. & Indramaya, D. M. Studi Retrospektif: Karakteristik Pasien Herpes Zoster. BIKKK-Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2015; 27(3): 211-7.

  • 8.  Thomas, S. L. & Hall, A. J. What does

epidemiology tell us about risk factor for herpes zoster?. The Lancet Infectious Diseases. 2004; 4(1): 26-33.

  • 9.    Sahriani, H. R., Kapantow, M. G. & Pandaleke, H. E. Profil Herpes Zoster di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado Periode Januari-Desember 2012. e-clinic JIK. 2014; 2(1): 1-7.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V9.i8.P08

46