ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.7,JULI, 2020


Diterima:01-07-2020 Revisi:03-07-2020 Accepted: 06-07-2020

GAMBARAN STATUS GIZI ANAK BERDASARKAN POLA MAKAN DAN POLA ASUH DI SEKOLAH DASAR NEGERI 3 BATUR

Christiana Hertiningdyah Sulistiani1, Luh Seri Ani2

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana1 Departemen KMKP Fakultas Kedokteran Universitas Udayana2 Koresponden : Christiana Hertiningdyah [email protected]

ABSTRAK

Malnutrisi pada anak masih menjadi masalah kesehatan pada anak usia sekolah di negara yang memiliki sumber daya terbatas, termasuk di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran status gizi anak usia sekolah (6-12 tahun) berdasarkan pola makan dan pola asuh. Penelitian ini merupakan studi deskriptif yang menggunakan desain cross-sectional. Subyek penelitian terdiri dari siswa kelas 5 dan 6 di Sekolah Dasar Negeri 3 Batur, Kintamani, Bali. Sebanyak 43 anak sekolah dasar (SD) yang dipilih menggunakan metode stratified random sampling dilibatkan dalam penelitian ini. Data penelitian diperoleh melalui pengukuran langsung dan wawancara. Pengukuran langsung atau antropometri dilakukan untuk mendapatkan data tinggi badan dan berat badan. Sedangkan wawancara dilakukan untuk mendapatkan data karakteristik, pola makan, dan pola asuh. Analisis data penelitian dilakukan secara univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian malnutrisi pada anak SD sebesar 30,2% terdiri dari status gizi kurang 2,3% dan status gizi lebih 27,9%. Siswa dengan status gizi kurang dijumpai lebih banyak pada anak yang sarapan setiap hari (2,6%), membawa makanan dari rumah setiap hari (10%), jajan di sekolah setiap hari (2,6%), makan camilan kadang-kadang (5,9%), tidak vegetarian (2,7%), dan mendapatkan pola asuh demokratis (3,6%). Siswa dengan status gizi lebih dijumpai lebih banyak pada anak yang tidak pernah sarapan (100%), tidak pernah membawa makanan dari rumah (31%), jajan di sekolah setiap hari (29%), kebiasaan makan camilan setiap hari (44,4%), tidak vegetarian (30,6%), dan mendapatkan pola asuh permisif (50%). Kejadian malnutrisi pada anak SD cukup tinggi sehingga diperlukan strategi atau upaya untuk menurunkan kejadian malnutrisi beserta dampaknya pada siswa.

Kata kunci: status gizi, sekolah dasar, pola makan, pola asuh

ABSTRACT

Malnutrition in children remains as a public health problem in school-aged children in countries with limited resources, including Indonesia. The aim of this study is to know the description of the nutritional status of school-aged children (6-12 years) based on diet and parenting. This is a descriptive study with cross-sectional research design. The subjects were 5th and 6th grade students at Batur 3 Elementary School, Kintamani, Bali. A total of 43 elementary school children were selected using a stratified random sampling method was involved in this study. The data of this study was obtained by direct measurements and interviews. Direct measurements or anthropometric were carried out to obtain height and weight data. Whereas interviews were conducted to obtain data on characteristics, diet, and parenting. Data analysis done in univariate and bivariate. The results showed that the incidence of malnutrition in elementary school children by 30.2% consisted of an under nutritional status of 2.3% and over

nutritional status of 27.9%. Students with under nutritional status were found in children with daily breakfast habits (2.6%), the habit of bringing food from home every day (10%), snacking habits at school every day (2.6%), snack eating habits sometimes (5.9%), not vegetarian (2.7%), and with democratic parenting (3.6%). Students with over nutritional status were found in children who never had breakfast (100%), never brought food from home (31%), daily snacking habits at school (29%), daily snacking habits (44.4%), no vegetarian (30.6%), and with permissive parenting (50%). Malnutrition in elementary school children is high enough so strategies or efforts are needed to reduce the incidence of malnutrition in students and their impact on students.

Keywords: nutritional status, primary school, diet, parenting style

PENDAHULUAN

Malnutrisi pada anak masih menjadi masalah kesehatan masyarakat anak usia sekolah di negara yang memiliki sumber daya yang terbatas, termasuk di Indonesia.1 World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa kematian pada tahun 2010 sebanyak 7,6 juta, dimana 64% diantaranya disebabkan oleh penyebab infeksi namun diperburuk oleh kekurangan gizi karena mereka tidak mampu meningkatkan respon imun yang efektif.2,3 Pada tahun 2014, sekitar 95 juta anak berusia di bawah lima tahun yang tinggal di negara berkembang mengalami berat badan kurang. Asia Selatan memiliki prevalensi tertinggi yaitu sebesar 28% yang selanjutnya diikuti oleh Afrika Barat sebesar 20%.1

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi anak pendek pada anak berusia 5-12 tahun mencapai 30,7% yang terdiri dari anak sangat pendek sebanyak 12,3% dan anak pendek sebanyak 18,4%.4 Prevalensi kurus nasional pada kategori usia ini adalah 11,2%, dimana anak sangat kurus sebesar 4% dan anak kurus sebesar 7,2%. Sedangkan prevalensi kegemukan pada kategori usia ini relatif tinggi yaitu sebesar 18,8%. Angka tersebut meningkat bila dibandingkan dengan data tahun 2010 yaitu sebesar 9,2%. Provinsi Bali termasuk dalam 15 provinsi dengan prevalensi anak sangat gemuk lebih tinggi dari prevalensi nasional.

World Health Organization (WHO) menyarankan upaya untuk mengatasi masalah nutrisi pada anak melalui pendidikan tentang makanan dan nutrisi serta melibatkan orang tua untuk melakukan monitoring dan evaluasi.5 Pemantauan nutrisi pada anak di Indonesia dilakukan melalui kegiatan upaya kesehatan sekolah (UKS) di awal semester setiap tahunnya. Pemantauan rutin dilakukan hanya melalui pengukuran     antropometri.      Sedangkan

pemantauan pola makan dan pola asuh jarang dilakukan.

Penelitian terkait hubungan antara status gizi anak dengan pola makan dan pola asuh sudah banyak dilakukan di dalam negeri maupun di luar https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i7.P03

negeri, namun hasilnya masih kontroversi. Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Mesir menunjukkan terdapat hubungan antara status gizi anak dengan pola makan.6 Namun penelitian di Brazil justru menunjukkan hasil yang sebaliknya.7 Penelitian serupa yang dilakukan di Indonesia pun memiliki hasil yang kontroversi. Penelitian di Kota Banjarbaru menyebutkan adanya hubungan antara status gizi dengan pola makan pada anak yang bersekolah di SD wilayah kelurahan Cempaka.8 Hasil serupa juga ditemukan pada penelitian di SD Muhammadiyah Bendo Srandakan Bantul.9 Namun penelitian lain yang dilakukan di Tangerang justru memberikan hasil sebaliknya.10 Penelitian yang dilakukan di Kanada menunjukkan bahwa status gizi anak usia prasekolah berhubungan dengan pola asuh yang diterapkan orang tua.11 Namun penelitian yang dilakukan di Portugis dan Iran justru menunjukkan tidak adanya hubungan antara status gizi anak dengan pola asuh yang didapat.12,13 Hasil yang kontroversi pun juga didapatkan di Indonesia. Penelitian yang dilakukan di Bogor dan Wonosobo menunjukkan adanya hubungan antara status gizi dengan pola asuh yang diterapkan orang tua pada anak usia sekolah dasar.14,15 Sedangkan penelitian yang dilakukan di Surakarta memberikan hasil yang sebaliknya.16

Berdasarkan data tersebut diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran status gizi anak usia sekolah (6-12 tahun) berdasarkan pola makan dan pola asuh.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan rancangan studi deskriptif dengan desain penelitian crosssectional, dimana data variabel bebas dan variabel tergantung dikumpulkan pada satu waktu. Pola makan dan pola asuh sebagai variabel bebas dan status gizi sebagai variabel tergantung. Populasi penelitian ini adalah semua anak yang sekolah dan terdaftar di Sekolah Dasar Negeri 3 Batur tahun ajaran 2015-2016 dan dipilih melalui metode stratified random sampling. Sekolah Dasar Negeri 3 Batur terletak di daerah pegunungan

yang berada di sebelah utara Pulau Bali, Indonesia. Kriteria inklusi penelitian ini yaitu siswa kelas 5 dan 6 di Sekolah Dasar Negeri 3 Batur tahun ajaran 2015-2016 yang diizinkan serta bersedia menjadi responden penelitian, sedangkan kriteria eksklusi adalah siswa yang sedang menderita penyakit kronis dan tidak masuk sekolah saat pengambilan data dilakukan. Penelitian ini menggunakan data primer, yaitu data status gizi yang didapatkan dari pengukuran antropometri serta data pola makan dan pola asuh yang didapatkan melalui wawancara. Data antropometri diukur menggunakan alat yang sudah dikalibrasi sesuai standar penelitian dimana data tinggi badan diukur menggunakan stature meter dengan satuan sentimeter dan berat badan diukur menggunakan timbangan injak dengan satuan kilogram.

Data yang diperoleh dianalisis secara univariat untuk melihat distribusi frekuensi dari setiap variabel yang diteliti dan secara bivariat untuk mendapatkan gambaran status gizi anak berdasarkan pola makan dan pola asuh. Penelitian ini telah mendapatkan keterangan kelaikan etik (ethical clearance) dengan nomor 26/UN.14.2/KEP/2017.

HASIL

Pada Tabel 1. dijumpai bahwa proporsi terbanyak siswa di kelas 6 (51,2%), jenis kelamin lelaki (51,2%), dan usia 11 tahun (76,7%).

Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden

Karakteristik responden

Frekuensi n (%)

Kelas

- V

21 (48,8)

- VI

22 (51,2)

Jenis kelamin

- Lelaki

22 (51,2)

- Perempuan

21 (48,8)

Usia

-  10 tahun

8 (18,6)

-  11 tahun

33 (76,7)

-  12 tahun

2 (4,7)

Tabel 2. Distribusi frekuensi status gizi, pola makan, dan pola asuh

Variabel

Frekuensi n (%)

Status gizi

- Kurang

1 (2,3)

- Normal

30 (69,8)

- Lebih

12 (27,9)

Pola makan

Kebiasaan sarapan

- Tidak pernah

1 (2,3)

- Kadang-kadang

4 (9,3)

- Setiap hari

38 (88,4)

Kebiasaan membawa makanan dari

rumah

- Tidak pernah

29 (67,4)

- Kadang-kadang

4 (9,3)

- Setiap hari

10 (23,3)

Kebiasaan jajan di sekolah

- Tidak pernah

1 (2,3)

- Kadang-kadang

4 (9,3)

- Setiap hari

38 (88,4)

Kebiasaan makan camilan

- Tidak pernah

8 (18,6)

- Kadang-kadang

17 (39,5)

- Setiap hari

18 (41,9)

Vegetarian

- Ya

7 (16,3)

- Tidak

36 (83,7)

Pola Asuh

Demokratis

28 (65,1)

Otoriter

7 (16,3)

Permisif

8 (18,6)

Pada Tabel 3. ditemukan bahwa anak yang memiliki gizi lebih sebagian besar tidak pernah sarapan (100%), tidak pernah membawa makanan dari rumah (31%), jajan di sekolah setiap hari (29%), makan camilan setiap hari (44,4%), dan tidak vegetarian (30,6%). Sedangkan anak yang memiliki gizi kurang sebagian besar sarapan setiap hari (2,6%), membawa makanan dari rumah setiap hari (10%), jajan di sekolah setiap hari (2,6%), kadang-kadang makan camilan (5,9%), dan tidak vegetarian (2,7%).

Pada Tabel 2. dijumpai bahwa proporsi malnutrisi sebesar 30,2% dimana status gizi kurang sebesar 2,3% dan status gizi lebih sebesar 27,9%. Sebagian besar anak terbiasa sarapan setiap hari (88,4%), tidak pernah membawa makanan dari rumah (67,4%), terbiasa jajan di sekolah setiap hari (88,4%), terbiasa makan camilan setiap hari (41,9%), tidak vegetarian (83,7%), dan mendapatkan pola asuh demokratis (65,1%).

Tabel 3. Status gizi berdasarkan pola makan

Pola makan

Status gizi

Kurang n (%)

Normal n (%)

Lebih n (%)

Kebiasaan sarapan

- Tidak pernah

0 (0)

0 (0)

1 (100)

- Kadang-kadang

0 (0)

2 (50)

2 (50)

- Setiap hari

1 (2,6)

28 (73,7)

9 (23,7)

Kebiasaan    membawa

makanan dari rumah

- Tidak pernah

0 (0)

20 (69)

9 (31)

- Kadang-kadang

0 (0)

3 (75)

1 (25)

- Setiap hari

1 (10)

7 (70)

2 (20)

Kebiasaan jajan di sekolah

- Tidak pernah

0 (0)

1 (100)

0 (0)

- Kadang-kadang

0 (0)

3 (75)

1 (25)

- Setiap hari

1 (2,6)

26 (68,4)

11 (29)

Kebiasaan makan camilan

- Tidak pernah

0 (0)

7 (87,5)

1 (12,5)

- Kadang-kadang

1 (5,9)

13 (76,5)

3 (17,6)

- Setiap hari

0 (0)

10 (55,6)

8 (44,4)

Vegetarian

- Ya

0 (0)

6 (85,7)

1 (14,3)

- Tidak

1 (2,7)

24 (66,7)

11 (30,6)

Pada Tabel 4. dijumpai bahwa anak yang memiliki gizi lebih sebagian besar mendapatkan pola asuh permisif (50%), sedangkan anak dengan status gizi kurang sebagian besar mendapatkan pola asuh demokratis (3,6%).

Tabel 4. Status gizi berdasarkan pola asuh

Pola asuh

Status gizi

Kurang n (%)

Normal n (%)

Lebih n (%)

Demokratis

1 (3,6)

20 (71,4)

7 (25)

Otoriter

0 (0)

6 (85,7)

1 (14,3)

Permisif

0 (0)

4 (50)

4 (50)

PEMBAHASAN

Status gizi lebih berdasarkan data yang didapatkan mencapai 27,9%. Persentase tersebut cukup tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya di Kecamatan Rajeg, Tangerang, Banten dimana anak yang memiliki status gizi lebih sebesar 7,3%.10 Perbedaan ini dimungkinkan disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik lokasi penelitian dan jumlah sampel. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 3 Batur yang letaknya di daerah pegunungan dengan jumlah responden sebanyak 43 anak. Sedangkan penelitian di Banten dilakukan di daerah dataran rendah dengan jumlah responden sebanyak 124 anak. Adanya perbedaan karakter lokasi ini memungkinkan adanya perbedaan jenis makanan sehingga menyebabkan persentase status gizi yang berbeda juga. Jika dilihat berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, Bali dan Banten masuk

dalam kategori provinsi dengan prevalensi sangat gemuk diatas nasional yang artinya kedua provinsi ini memang memiliki prevalensi status gizi lebih yang tinggi.4

Persentase anak dengan status gizi kurang dalam penelitian ini sebesar 2,3%. Persentase tersebut berbeda dibandingkan hasil penelitian yang dilakukan di SD Muhammadiyah Bendo Srandakan Bantul yang persentasenya mencapai 72,3%.9 Perbedaan persentase yang jauh ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan metode penelitian yang digunakan. Penelitian ini merupakan rancangan studi deskriptif dengan desain penelitian cross-sectional dan pengambilan sampel menggunakan metode stratified random sampling. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Bantul merupakan penelitian analitik korelasi dengan desain penelitian retrospective dan pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling.9 Hal tersebut menunjukkan bahwa pengambilan sampel pada penelitian di Bantul disesuaikan dengan kebutuhan peneliti sehingga menyebabkan hasil persentase anak dengan status gizi kurang jauh lebih tinggi dibandingkan penelitian ini.

Anak yang memiliki gizi lebih sebagian besar tidak pernah sarapan (100%), tidak pernah membawa makanan dari rumah (31%), jajan di sekolah setiap hari (29%), makan camilan setiap hari (44,4%), dan tidak vegetarian (30,6%). Hal tersebut sesuai dengan teori dimana anak yang tidak sarapan atau tidak membawa makanan dari rumah cenderung jajan di sekolah dan makan camilan setiap hari sehingga dapat menyebabkan status gizi anak menjadi lebih.6,7 Begitu pula anak yang tidak vegetarian dapat menjadi kegemukan apabila tidak dikontrol karena mereka tidak dibatasi oleh jenis makanan tertentu. Selain itu, anak yang tidak vegetarian akan cenderung mengkonsumsi makanan yang tinggi kalori dan tinggi lemak yang berisiko mengalami gizi lebih yang selanjutnya dapat menjadi kegemukan.6

Sedangkan anak yang memiliki gizi kurang sebagian besar sarapan setiap hari (2,6%), membawa makanan dari rumah setiap hari (10%), jajan di sekolah setiap hari (2,6%), kadang-kadang makan camilan (5,9%), dan tidak vegetarian (2,7%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa anak yang biasa sarapan pagi dan membawa bekal dari rumah pun masih dapat menjadi anak dengan status gizi kurang. Hal ini sebenarnya kurang sesuai dengan teori. Namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi diantaranya aktivitas yang dilakukan anak setiap harinya, jumlah dan jenis makanan yang menjadi menu sarapan, cara pengolahan bahan-bahan, dan komponen penyusun makanannya.5 Sayangnya,

faktor tersebut tidak diteliti dalam penelitian ini, sehingga pada anak yang terbiasa sarapan setiap hari pun dapat mengalami gizi kurang maupun gizi lebih. Anak yang jajan di sekolah setiap hari dan kadang-kadang makan camilan dapat memiliki status gizi kurang. Hal ini dapat terjadi karena jajan di sekolah atau makan camilan akan menyebabkan perut lebih cepat kenyang dan anak akan mengurangi porsi makanan utama yang selanjutnya akan mengurangi jumlah nutrisi yang seharusnya dapat memenuhi kebutuhan dalam sehari.

Anak yang memiliki gizi lebih sebagian besar mendapatkan pola asuh permisif (50%). Hal ini disebabkan oleh karena anak yang mendapatkan pola asuh permisif cenderung dibebaskan untuk melakukan apa saja sehingga anak tidak pernah belajar untuk mengendalikan perilaku mereka.12 Penerapan pola asuh seperti ini cenderung bersikap tidak peduli pada anaknya termasuk dalam hal pemenuhan nutrisi sang anak. Oleh karena itu, anak usia sekolah yang umumnya belum cukup mengerti tentang pemenuhan nutrisi dan mendapatkan pola asuh permisif dapat memiliki status gizi lebih.

Sedangkan anak yang memiliki status gizi kurang dijumpai lebih banyak pada anak yang mendapatkan pola asuh demokratis (3,6%). Hal tersebut kurang sesuai dengan literatur yang ada karena orang tua yang menggunakan pola asuh ini seharusnya dapat mengontrol pemenuhan nutrisi anak. Orang tua dengan pola asuh demokratis akan mengikut sertakan anak dalam pengambilan keputusan namun tingkah laku anak tetap diawasi secara ketat. Berdasarkan rekomendasi WHO, ada faktor lain yang terlibat dalam pemenuhan nutrisi anak yaitu pendidikan tentang makanan dan nutrisi dan melibatkan orang tua serta guru sebagai pelaku monitoring dan evaluasi.5 Namun sayangnya pengetahuan orang tua dan guru tentang pemenuhan nutrisi anak tidak diteliti dalam penelitian ini.

Adanya keterbatasan peneliti menyebabkan adanya beberapa kekurangan dalam penelitian ini yaitu penelitian ini menggunakan siswa kelas 5 dan 6 saja sebagai responden sehingga kurang merepresentasikan anak sekolah dasar dan pengambilan data yang diambil dalam satu waktu menyebabkan faktor lain yang berpengaruh tidak dapat diukur secara akurat.

SIMPULAN

Penelitian ini memiliki proporsi malnutrisi sebesar 30,2% yang terdiri dari status gizi kurang sebesar 2,3% dan status gizi lebih sebesar 27,9%. Anak yang memiliki gizi lebih sebagian besar tidak pernah sarapan (100%), tidak

pernah membawa makanan dari rumah (31%), jajan di sekolah setiap hari (29%), makan camilan setiap hari (44,4%), dan tidak vegetarian (30,6%). Sedangkan anak yang memiliki gizi kurang sebagian besar sarapan setiap hari (2,6%), membawa makanan dari rumah setiap hari (10%), jajan di sekolah setiap hari (2,6%), kadang-kadang makan camilan (5,9%), dan tidak vegetarian (2,7%). Anak yang memiliki gizi lebih sebagian besar mendapatkan pola asuh permisif (50%), sedangkan anak yang memiliki status gizi kurang dijumpai lebih banyak pada anak yang mendapatkan pola asuh demokratis (3,6%).

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Lardner D, Giordano J, Jung MK, dkk. Evaluation of nutritional status among school-aged children in rural Kwahu-Eastern region, Ghana; anthropometric measures and environmental influences. AJFANDce. 2015;15(3):9996–10012.

  • 2.    Liu L, Johnson HL, Cousens S, dkk. Child health epidemiology reference group of WHO and UNICEF. Lancet. 2012; 379(9832):2151-61.

  • 3.    Rice AL, Sacco L, Hyder A, dkk. Malnutrition as an underlying cause of childhood deaths associated with infectious diseases in developing countries. World Health Organization. 2000; 78(10):1207-21.

  • 4.    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta:   Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2013.

  • 5.    Barnekow V, Branca F, Collins E, dkk. Food and nutrition policy for schools. Copenhagen:      World      Health

Organization; 2006.

  • 6.    Abdelaziz SB, Youssef MR, Sedrak AS, dkk. Nutritional status and dietary habits of school children in Beni-suef governorate, Egypt. Food and Nutr Sci. 2015;6:54-63.

  • 7.    Coelho LG, Candiso AP, Machado-Coelho GL, dkk. Association between nutritional status, food habits and physical activity level in schoolchildren. J Pediatr Rio J. 2012;88(5):406-12.

  • 8.      Rahmayanti D dan Astika E.

Pola makan anak dengan status gizi anak usia 6-8 tahun di SD wilayah kelurahan

Cempaka.     Dunia    keperawatan.

2016;4(1):8-13.

  • 9.    Yulyastri R. Hubungan pola makan pagi dengan status gizi siswa di SD Muhammadiyah Bendo Srandakan Bantul. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan 'Aisyiyah Yogyakarta. 2014.

  • 10.    Anzarkusuma IS, Mulyani EY, Jus’at I, dkk. Status gizi berdasarkan pola makan anak sekolah dasar di kecamatan rajeg tangerang. Indo J Human Nutr. 2014;1(2):135-48.

  • 11.    Watterworth JC, Mackay JM, Buchholz AC, dkk. Food parenting practices and their association with child nutrition risk status: comparing mothers and fathers. Appl Physiol Nutr Metabol. 2017.

  • 12.    Rochinha J dan Teixeira VH. Parenting styles, nutritional intake and anthropometric parameters in children from a football school. Revista de Alimentacao Humana. 2013;19:51-59.

  • 13.    Morowatisharifabad MA, Khankolabi M, Mozaffari-Khosravi H, dkk. Parenting style, parental feeding practices and children's nutritional status in authoritative parenting style model: a structural equation modeling. Iran Red Crescent Med J. 2017;19(3):e41401.

  • 14.    Pamungkasay P. Hubungan pola asuh dan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi pada anak usia sekolah dasar di kota Bogor. Institut Pertanian Bogor. 2018.

  • 15.    Sutadi YF. Hbungan pola asuh orangtua dengan status gizi anak tunagrahita mampu didik kelas dasar di SLB C Budi Asih Wonosobo. Universitas Negeri Yogyakarta. 2016.

  • 16.    Siwi SA. Hubungan antara pola asuh dengan status gizi pada balita usia 2-5 tahun. Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2015.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V9.i7.P03

17