KARAKTERISTIK MANIFESTASI KLINIS PASIEN SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS DI POLIKLINIK REMATOLOGI RSUP SANGLAH PERIODE JUNI – SEPTEMBER 2018
on

ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.5,MEI, 2020
I—srΛ λ Idirectoryof 1 OPEN ACCESS
L√ O∕-Λ^ JOURNALS

Diterima:04-04-2020 Revisi:09-04-2020 Accepted: 18-04-2020
KARAKTERISTIK MANIFESTASI KLINIS PASIEN SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS DI POLIKLINIK REMATOLOGI RSUP SANGLAH PERIODE JUNI – SEPTEMBER 2018
Nyoman Angga P Darma1, Tjokorda Istri Anom Saturti2, Pande Ketut Kurniari2 1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2SMF Ilmu Penyakit Dalam Divisi Reumatologi RSUP Sanglah Denpasar Koresponding author: Nyoman Angga P Darma
Email : pramahartaangga@gmail.com
ABSTRAK
Systemic Lupus Erytmatosus (SLE) adalah penyakit autoimun yang melibatkan berbagai organ dengan manifestasi klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat. Tingkat prevalensi SLE di dunia berkisar antara 20 sampai 70 per 100.000 penduduk. Kepala Badan Litbang Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, dr. Dr. Trihono,MSc menyatakan bahwa di Indonesia, orang penderita lupus (ODAPUS) diperkirakan berjumlah 1,5 juta orang dengan 100.000 ODAPUS baru ditemukan setiap tahunnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran manifestasi klinis yang dialami oleh pasien SLE di Poliklinik Imun-Rematologi RSUP Sanglah Denpasar periode Juni – September 2018. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif yang menggunakan data sekunder yaitu rekam medis pasien. Sampel penelitian adalah 56 pasien SLE yang dipilih secara random sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 56 pasien mayoritas berada pada rentang usia 20-29 tahun yaitu sebanyak 24 pasien (42,85%). 51 pasen merupakan perempuan (91,07%). Manifestasi terbanyak yang dialami adalah fatigue ( 55,35%) diikuti demam (51,78%), nyeri sendi (44,64%), ruam malar (35,71%), Sindrom (33,93%), Fotosensitifitas (30,35%), Anemia (28,57%), rambut rontok (26,78%), gangguan pencernaan (23,21%), trombositopenia (16,07%), leukopenia ( 14,28%), xerostomia (14,28%), fenomena raynaud, serositis (7,14%), gangguan pernapasan (7,14%), gangguan neurologi (7,14%), dan ulser oral (3,57%).
Kata Kunci : SLE, Manifestasi Klinis
ABSTRACT
Systemic Lupus Erytmatosus (SLE) is an autoimmune disease involving various organs with clinical manifestations varying from mild to severe. The prevalence of SLE in the world ranges from 20 to 70 per 100,000 population. Head of the Health Research and Development Agency of the Indonesian Ministry of Health, dr. Dr. Trihono, MSc stated that in Indonesia, people with lupus (ODAPUS) are estimated at 1.5 million people with 100.000 new ODAPUSs found each year. This study aims to describe the clinical manifestations experienced by SLE patients in the Immun-Polyclinic of Sanglah Hospital Denpasar, June - September 2018. This study is a retrospective descriptive study that uses secondary data, namely the patient's medical record. The study sample was 56 SLE patients selected by random sampling. The results of the study showed that of 56 patients the majority were in the age range of 20-29 years as many as 24 patients (42.85%). 51 pasen are women (91.07%). The most manifestations experienced were fatigue (55.35%) followed by fever (51.78%), joint pain (44.64%), malar rash (35.71%), syndrome (33.93%), photosensitivity (30 , 35%), anemia (28.57%), hair loss (26.78%), digestive disorders (23.21%), thrombocytopenia (16.07%), leukopenia (14.28%), xerostomia (14 , 28%), raynaud phenomena, serositis (7.14%), respiratory disorders (7.14%), neurological disorders (7.14%), and oral ulcers (3.57%).
Keywords : SLE, Clinical Manifestation
PENDAHULUAN
Systemic Lupus Erytmatosus (SLE) adalah penyakit rematik autoimun dengan inflamasi pada tubuh secara luas, yang melibatkan beberapa organ dan menimbulkan manifestasi klinis yang bervariasi pada setiap pasien baik yang ringan hingga menifestasi berat. SLE berkaitan dengan pengendapan kompleks imun dan antibodi, sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.1,2
Tingkat prevalensi SLE berkisar antara 20 sampai 70 per 100.000 penduduk. Pada wanita, prevalensi bervariasi dari 164 per 100.000 pada wanita kulit putih dan 406 per 100.000 pada afrika-amerika. SLE pada anak-anak memiliki tingkat prevalensi yang lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa.3
Etiopatologi dari SLE masih belum diketahui dengan pasti. Patogenesis penyakit SLE ini merupakan interaksi multifaktorial antara faktor lingkunga dan variasi genetik.4
Respon imun terhadap antigen endogen merupakan karakteristik dari SLE. Autoantigen yang dilepaskan oleh sel apoptotik akan dipresentasikan oleh sel dendrit kepada sel T dan akan mengaktivasi sel T. Aktivasi dari sel T ini akan mengubah menginduksi sel B untuk memproduksi antibodi terhadap antigen. Belum diketahui secara pasti bagaimana antibodi dapat menimbulkan manifestasi klinis, beberapa ahli melaporkan bahwa manifestasi ini dapat timbul sebagai efek langusng dari antibodi dan pembentukan komplek imun.4
Manifestasi klinis SLE bervariasi sesuai dengan organ yang terlibat dan dapat menyerang banyak organ tubuh melalui perjalanan klinis yang sangat bervariasi, rumit, kompleks, dan memiliki beberapa tanda yang berupa seraangan akut, periode aktif, rumit, dan SLE seringkali tidak dikenali pada keadaan awal.
Manifestasi konstitusional seperti kelelahan, demam, arthealgia¸ dan berat badan yang menurun merupakan gejala yang lazim dialami oleh pasien SLE. Manifestasi mukokutaneus SLE yang pertama adalah ruam kupu-kupu yaitu ruam eritem pada pipi dan batang hidung. Kemudian menifestasi lain adalah fotosensitifitas yaitu munculnya ruam atau eksaserbasi setelah terpapar sinar matahari. Fototsensitifitas ini mungcul pada 30-70% dari pasien SLE. Selain itu juga terdapat ruam diskoid. Manifestasi muskuloskeletal dialami oleh pasien SLE. Umumnya pasien mengalami poliatritis yang simetris dengan pada 90% kasus terdapat atralgia. Manifestasi pleuropulmonary paling umum pada penderita SLE adalah pleuritis. Manifestasi jantung dan pembulu darah pada penderita SLE antara lain perikardial, dapat berupa perikarditis, dan penebalan perikardial yang diawali efusi perikardial. Keterlibatan ginjal sebagian besar ditemukan setelah 5 tahun pasien menderita SLE dengan prevalensi 3050%. Manifestasi ginjal menjadi salah satu penyebab https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i5.P06
utama kematian pasien SLE. Manifestasi hematologi juga sering dijumpai pada pasien SLE, yaitu anemia ringan dan anemia hemolitik, trombositopenia (platelet <100x109/l) dan leukopenia persistent (<4.0 x 109/l). Salah satu kriteria sebagai penegak diagnosis SLE berdasarkan kriteria ACR 1997 adalah ulser rongga mulut. Sebuah studi mengenai ulserasi orofaringeal mendapatkan prevalensi pasiel SLE dengan ulserasi orofaringeal berjumlah 15%. Manifestasi neurologis dari SLE dijumpai 25% sampai 75% pada pasien SLE dan melibatkan seluruh bagian sistem saraf.5,6,7
Penatalaksanaan SLE sebaiknya dikombinasikan agar dapat tercapai hasil yang maksimal, beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah menghindari sinar matahari, terapi NSAIDs dan terapi kortikosteroid.5
BAHAN DAN METODE
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif non analitik yaitu penelitian yang memiliki tujuan utama mebuat deskripsi maupun gambaran suatu keadaan dengan objektif dan melihat ke belakang. Data sekunder dengan variabel penelitian yang didapatkan dari catatan rekam medis rawat jalan pasien SLE di Poliklinik Imun-Rematologi RSUP Sanglah periode Juni-September 2018 merupakan sumber data penelitian ini.
Kriteria sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah pasien SLE yang datang ke poliklinik imun-rematoid RSUP Sanglah saat pengambilan sample dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi yaitu memiliki catatan rekam medis pada Instalasi Rekam Medis RSUP Sanglah dan kriterie ekslusi yaitu memiliki penyakit lain yang dapat mempengaruhi munculnya manifestasi seperti penyakit keganasan dan immunodefisiensi.
Teknik penentuan sampel adalah simple random sampling dimana data diambil secara acak. Sampel dalam proporsi tunggal dengan P = 0,5 maka Q = 1 – P = 0,5. Besar ketetapan relatif yang ditetapkan yaitu 15% (d = 0,15). Besarnya Zα = 1,96. Berdasarkan pperhitungan, dibutuhkan minimal dibutuhkan minimal 43 pasien SLE sebagai subyek penelitian.
Instrumen penelitian pada penelitian ini adalah lembar observasi yang digunakan untuk mencatat data diri pasien dan keluhan-keluhan pasien SLE yang diambil dari data rekam medis RSUP Sanglah.
Pengolahan data dilakukan dengan cara manual, ditabulasi, lalu dikonversikan ke tabel. Analisis data menggunakan analisis univariat. Data univariat disajikan dalam simple bar chart.
Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana sesuai dengan surat laik etik No.1034/UN14.2.2/PD/KEP/2018
HASIL
Karakteristik pasien SLE pada Poliklinik Imun-Rematologi RSUP Sanglah dipaparkan dalam usia dan jenis kelamin, dan karakteristik manifestasi klinis yaitu fatigue atau kelelahan yang diikuti demam, nyeri sendi, ruam malar ,sindrom nefrotik, fotosensitifitas, anemia, rambut rontok atau
alopecia, gangguan pencernaan, trombositopenia,
Grafik 1. Deskripsi Subyek Berdasarkan Usia (tahun)
Pada Grafik 1 menunjukan distribusi umur pada sampel penelitian didapatkan pasien pada rentangan umur terbanyak yaitu pada umur 20-29 tahun yaitu sebanyak 24 orang( 42,85%), dilanjutkan dengan rentangan umur 30-39 tahun sebanyak 14 orang (25%), 40-49 tahun sebanyak 9 orang (16,07%), 1019 tahun sebanyak 4 orang (7,14%), 50-59 tahun yang juga sebanyak 4 orang (7,14%) dan 60-69 tahun sebanyak 1 orang (1,79%).
Tabel 1. Deskripsi Subyek Berdasarkan Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis |
Jumlah Pasien SLE (%) |
Fatigue |
31 |
(55,35) | |
Demam |
29 |
(51,78) | |
Nyeri sendi |
25 |
(44,64) | |
Ruam malar |
20 |
(35,71) |
(33,93)
(30,35)
(28,57)
(26,78)
(23,21)
Trombositopenia 9 (16,07)
Gangguan Jantung & 8 (14,28)
Pembulu darah
Leukopenia 8 (14,28)
Xerostomia 8
(14,28)
Fenomena Raynaud 5 (8,93)
Serositis 4 (7,14)
Gangguan pernapasan 4 (7,14)
Gangguan neurologi 4 (7,14)
Ulser oral 2 (7,14)
Total 56 (100)
Berdasarkan Tabel 1. Berdasarkan karakteristik manifestasi klinis yang dialami pasien SLE, manifestasi terbanyak yang dialami adalah fatigue atau kelelahan yang diikuti demam, nyeri sendi, ruam malar ,sindrom nefrotik, fotosensitifitas, anemia, rambut rontok atau alopecia, gangguan pencernaan, trombositopenia, leukopenia, xerostomia, fenomena raynaud, serositis, gangguan pernapasan, gangguan neurologi, dan ulser oral.
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, pada pasien didominasi oleh jenos kelamin perempuan yaitu sebanyak 51 orang (91,07%) sedangkan laki-laki sebanyak 5 orang (8,97%).
PEMBAHASAN
Berdasarkan umur, paling banyak dijumpai pada rentangan umur 20-29 tahun dan dilanjutkan
dengan umur 30-39 tahun. Ini menunjukan bahwa penderita SLE terbanyak adalah pada usia reproduktif. Hal ini sesuai dengan literatur epidemiologi SLE yaitu puncak frekuensi terjadinya SLE pada usia reproduktif yaitu 20-30 tahun.8,9
Berdasarkan jenis kelamin didapatkan proporsi pasien SLE perempuan pada sample sebesar 91,07% dan pada laki-laki sebesar 8,97%. Hasil ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang menunjukan bahwa SLE lebih banyak diderita oleh perempuan dibandingkan laki-laki dengan ratio sebesar 9:1. Dominannya perempuan pada pasien SLE menimbulkan berbagai teori yang muncul dan menunjukan berbagai perbedaan pada laki-laki dan perempuan yang menjadi penyebab dari perbedaan yang cukup signifikan pada jenis kelamin. Perbedaan utama antara laki-laki dan perempuan adalah perempuan memiliki reprofuktif plasenta. Peningkatan IFN-α memegang peranan pathogenic pada sle, dimana sitokin ini diekspresikan oleh plasenta, dan kluster gene yang menkoding sitoin ini mengalami evolusi yang signifikan pada plasenta mamalia. Selain itu adapula teori yang menunjukan hal yang mendasar perbedaan laki-laki dan perempuan yang meningngkatkan risiko SLE adalah jumlah dari kromosom X. Baik jumlah kromosom dan variasi genetik yang dihasilkan berhubungan dengan peningkatan risiko SLE. Dua fungsional kromosom X, baik karena sex atau akbiat duplikasi, translokasi, menunjukan risiko yang lebih besar menderita SLE.8,9
Manifestasi terbannyak yang dialami pasien adalah fatigue dengan proporsi 55,35%. Kelelahan merupakan manifestatsi konstitusional yang sering terjadi, ini bisa disebabkan karena SLE aktif atau akibat dari medikasi dan gaya hidup. Kelelahan biasanya dibarengi dengan manifestasi klinis lainnya. Hasil yang didapatkan peneliti sejalan dengan tinjauan pustaka yang menunjukan bahwa fatigue merupakan manifestasi terbanyak yang dialami pasien SLE yaitu 50 – 75 %. Manifestasi konstitusional lain yang cukup tinggi dialami oleh pasien SLE adalah demam dengan proporsi 51,78%. Demam yang dialami pasien cenderung hilang-timbul dan berlangsung lebih dari 2 minggu dan tanpa adanya bukti infeksi lain. Demam jua disertai oleh manifestasi lain yang muncul secara bersamaan.2,10
Manifestasi pada muskuloskeletal yang dijumpai pada pasien adalah nyeri sendi. 44,64% dari pasien mengeluhkan nyeri sendi. Nyeri sendi yang dikeluhkan berlangsung cukup lama dan umumnya terjadi pada pergelangan tangan, panggul, lutut dan beberapa pasen mengeluhkan terjadi di seluruh tubuhnya.10
Ruam malar yaitu eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada daerah malar dialami oleh 35,71% pasien dan terjadi sekitar pipi dan batang hidung. Hasil yang didapatkan lebih rendah dari https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i5.P06
sebuah penelitian yang dilakukan di Belinson Medical Center pada tahun 2002 yang menunjukan ruam malar terjadi pada 58% pasien. Hasil yang didapatkan lebih rendah karena kelemahan penelitian yang menggunakan data sekunder sehingga manifestasi ruam yang terjadi pada awal diagnosis tidak tercatat. Masih berkaitan dengan ruam malar, yaitu fotosensitifitas ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar matahari terjadi pada 30,35% dari pasien. Angka ini sejalan dengan tinjauan pustaka yang mengatakan bahwa 30-70% pasien SLE memiliki manifestasi fotosensitifitas. Sinar UV-A dan UV-B memegang peranan dalam terjadinya fotosensitifitas. Paparan sinar near-UV (360- sampai 400-nm light) akan merangsang limfosit mengeluarkan clastogenic factor yang akan menghasilkan photoactived agent. Photoactive agen inilah yang akan menimbulkan lesi pada kulit pasien setelah terpapar sinar matahari.6,10
Selain itu 26,78% dari pasien mengeluhkan rambut rontok atau alopecia. Angka ini berada dibawah penelitian di Korea Selatan dengan proporsi alopecia pada pasien SLE adalah sebesar 56. Akan tetapi hasil ini sejalan dengan literatur yang menunjukan bahwa prevalensi alopecia pada penderita SLE berkisar antara 23-54%. Rambut rontok ini terjadi akibat reaksi autoimun yang ditimbulkan.11
Manifestasi lain pada kulit adalah Fenomena Raynaud yang hanya terjadi pada 8,93% sampel. Sebuah penelitian di Brazil mengungkapkan bahwa walaupun fenomena raynaud bukan merupakan tanda spesifik pada SLE, namun bermakna penting jika diasosiasikan dengan profil autoantibodi pada pasien SLE.10
Sindrom nefrotik dan gangguan pada ginjal menempati urutan kelima sebagai manifestasi terbanyak yang dialami oleh sampel. Kelainan pada glomerulus umunya sudah ada sejak tahun pertama terdiagnosis, tetapi umumnya bersifat asimptomatik. Manifestasi ini timbul karena deposisi dari imun kompleks pada glomerulus. Sebesar 33,93% sampel menunjukan adanya bengkak pada wajah dan kaki, serta proteinuria yang menunjukan > +3. Karena manifestasi memerlukan waktu untuk dapat diamati maka proporsi munculnya manifestasi ini masih bisa bertambah. Hasil ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang memperlihatkan manifestasi renal pada pasien SLE adalah sekitar 30-50%.4
Kelainan hematologi juga dapat kita lihat pada pasien SLE. Manifestasi hematologi terbanyak adalah anemia dengan proprosi 23,21% sampel. Anemia yang dialami adalah anemia ringan dan juga beberapa pasien mengalami anemia hemolitik. Trombositopenia didapatkan pada 16,07% sampel. Trombositopenia pada pasien umumnya bersifat ringan (>50.000/mm3). Pada literatur sejalan dengan hasil penelitian dimana pasien SLE yang mengalami trombositopenia sebesar 7-30%. Trombositopenia 32
juga menunjukan tingkat keparahan dari SLE, manifestasi ini berkaitan dengan manifestasi lain seperti anemia hemolitik, dan gangguan ginjal. Tingkat keparahan trombositopenia dapat digunakan sebagai prognostic factor SLE. Manifestasi hematologi lainnya adalah leukopenia. Leukopenia dialami 14,28% sampel. Leukopenia pada pasien SLE tidak sampai menyebabkan munculnya infeksi pada pasien. Hasil yang didapatkan lebih rendah dibandingkan dengan angka pada tinjauan pustaka yaiut 20-80% pasien mengalami leukopenia.12
Gangguan pencernaan cukup banyak ditemui pada sampel yaitu 23,21% dari sampel. Mual dan muntah serta nyeri abdomen merupakah keluhan yang disampaikan pasien SLE. Pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2016 di Cairo University Hospital didapatkan prevalensi yang sedikit lebih besar yaitu 42,5%. Umumnya sampel terdiagnosis gastritis akut, hepatitis, dan hepatosplenomegali. Walaupun kasusnya tidak sebanyak lupus nefritis, tetapi manifestasi gastrointestinal bermanfaat secara klinis karena beberapa kasus dapat mengancam jiwa pasien SLE. Penyebab dari munculnya masalah pada gastrointestinal adalah efek samping dari obat yang dikonsumsi dan infeksi virus.13
Manifestasi kardiovaskular ditemukan pada 14,28% sampel. Sebagian diantaranya bermanifestasi vaskulitis atau peradangan pada pembuluh darah. Hasil yang didapatkan sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyebutkan bahwa 11-36% pasien SLE mengalami manifestasi kardiovaskular.10
Xerostomia bermanifestasi sebanyak 14,28% pada sampel. Pada sebuah penelitian di Brazil ditemukan bahwa proporsi manifestasi xerostomia pada penderita SLE adalah sebesar 78%. Hasil yang didapatkan jauh lebih tinggi dari hasil yang didapatkan peneliti karena kelemahan penelitian ini yaitu data sekunder yang digunakan peneliti, pasien SLE tidak mengeluhkan xerostomia saat kunjungan di poliklinik karena berasumsi bahwa hal ini tidak mengganggu atau bukan karena penyakit SLE yang diderita. Xerostomia atau mulut kering ini sering terjadi pada penyakit-penyakit kronis seperti pada SLE. Penelitian lain melihat histopatologi dan direct imunoflouresence pada kelenjar liur pasien SLE dan ditemukan bahwa terjadi inflamasi dan deposisi IgG pada saluran ekskretori kelenjar ludah sehingga membuat saliva sulit untuk keluar dan membuat mulut pasien terasa kering.14
Serositis bermanifestasi 7,14% pada sampel dan 75% diantaranya mengeluhkan nyeri saat menarik nafas dan menunjukan adanya efusi pleura. Sedangkan 25% lainnya mengeluhkan adanya asites dan nyeri abdomen. Hasil penelitian ini berada sedikit dibawah sebuah penelitian di Republik Rakyat Cina pada tahun 2005 dengan prevalensi serositis sebesar 12%. Mekanisme pasti serositis pada pasien SLE masih sullit dipahami.15
Manifestasi respirasi pada sampel ditemukan sebanyak 7,14% dari sampel. Manifstasi pada sistem respirasi ini tidak spesifik dan pasien mengeluhkan batuk dan nyeri menelan yang disebabkan karena infeksi bakteri atau virus.7
Manifestasi neurologi ditemukan pada 5,35% dari sampel. Angka ini berada dibawah prevalensi yang dipaparkan oleh literatur yang menyatakan bahwa 25-75% pasien mengalami gangguan neurologi. Pada sampel ditemukan keluhan kesemutan, sulit menutup kelopak mata, bibir mencong dan kejang. NP-SLE merupakan suatu autoantibodi, produksi lokal mediator inflamasi, dan abnormalitas vaskuler yang mendasari munculnya manifestasi primer neuropsikiatri. 7
Ulser oral dialami oleh 3,57% sampel. Hasil yang didapatkan berada dibawah prevalensi pada literatur yang menunjukan bahwa ulser oral bermanifestasi pada 8-45%. Ulkus tidak dirasakan nyeri oleh pasien.6
SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian “Karakteristik Manifestasi Klinis Pasien Sistemik Lupus Eritematosus di Poliklinik RSUP Sanglah Juli-September 2018” dapat disimpulkan bahwa berdasarkan jenis kelamin ditemukan dominan pasien SLE adalah perempuan dengan proporsi 91,07% dan laki-laki 8,93%, berdasarkan umur sample, ditemukan bahwa usia terbanyak pasien SLE pada sampel adalah rentang umur 20-29 tahun dengan proporsi 42,85%, dan berdasarkan karakteristik manifestasi klinis yang dialami pasien SLE, manifestasi terbanyak yang dialami adalah fatigue atau kelelahan yang diikuti demam, nyeri sendi, ruam malar ,sindrom nefrotik, fotosensitifitas, anemia, rambut rontok atau alopecia, gangguan pencernaan, trombositopenia, leukopenia,
xerostomia, fenomena raynaud, serositis, gangguan pernapasan, gangguan neurologi, dan ulser oral.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar, variabel lebih banyak, serta cakupan area yang luas. Dalam penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menggunakan data primer untuk meminimalisir terjadinya tidak bisa mendapatkan data lain yang tidak tercatat di rekam medis dan bisa terjadinya kesalahan dalam ekstraksi data rekam medis.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Isbagio, H., Kasjmir, Y., Setyohadi, B . &
Suarjana, N. Lupus Eritematosus Sistemik. In: Sudoyo, A., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiadi, 33
Siti. Ilmu Penyakit Dalam. 5th Edition. Jakarta : EGC. 2009.h.2565 – 2570
-
2. Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri R., Wardhani W. & Setiowulan, W. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. 2000.h.322-330
-
3. Pons-Estel GJ, Alarcon GS, Scofield L. Understanding the epidemiology and progression of systemic lupus erythematosus. Semin Arthritis Rheum; 2010;39:257.
-
4. Bertsias, G., Cervera R. & Boumpas DT. Systemic Lupus Erythematosus: Pathogenesis and Clinical Features. 2012.h.476 – 505.
-
5. Utomo, Wicaksono N. “Hubungan Antara Aktivitas Penyakit Dengan Status Kesehatan Pada Pasien LES (Lupus Eritematosus Sistemik) di RSUP dr. Kariadi, Semarang”. Semarang : Universitas Diponegoro. 2012
-
6. Putri, Atika. “Prevalensi Manifestasi Oral Pada Pasien Systemic Lupus Ertythematosus di Komunitas Lupus (Cinta Kupu) Sumatera Utara”. Medan :Universitas Sumatera Utara. 2014
-
7. Cojocaru, M., Mihaela, I., Silosi, I., Vrabie, CD.Manifestasions of SystemicLupus
Erythematosus. 2011 [online] Tersedia di :
emedicine.medscape.com/article/332244-clinica (Diunduh 20 Juli 2016)
-
8. Lopez P, Mozo L, Gutierrez C, Suarez A. Epidemiology of systemic lupus erythematosus in a northern Spanish population: gender and age influence on immunological features. Lupus 2003;12(11):860–865. [PubMed: 14667105]
-
9. Petri M. Epidemiology of systemic lupus erythematosus. Best Pract Res Clin Rheumatol 2002;16(5):847–858. [PubMed: 12473278]
-
10. D’Cruz DP, Khamashta MA, Hughes GR – Systemic lupus erythematosus. Lancet 2007; 369: 587-96.
-
11. YUN, S., LEE, J., YOON, H., LEE, S., KIM, S., LEE, J., LEE, S., WON, Y. and KIM, S. Crosssectional study of hair loss patterns in 122 Korean systemic lupus erythematosus patients: A frequent finding of non-scarring patch alopecia. The Journal of Dermatology. 2007;
34(7):451-455.
-
12. Ktona, E., Barbullushi, M., Backa, T., Idrizi, A., Shpata, V. and Roshi, E. Evaluation of Thrombocytopenia in Systemic Lupus Erythematosus and Correlation with Different Organs Damages. Materia Socio Medica. 2014; 26(2):122.
-
13. Fawzy, M., Edrees, A., Okasha, H., El Ashmaui, A. and Ragab, G. Gastrointestinal manifestations in systemic lupus
erythematosus. Lupus. 2016; 25(13): 1456
1462.
-
14. Fernandes, J., Nico, M., Aoki, V., Bologna, S., Romiti, R., Levy-Neto, M. and Lourenço, S. Xerostomia in Sjögren's syndrome and lupus erythematosus: a comparative histological and immunofluorescence study of minor salivary glands alterations. Journal of Cutaneous Pathology. 2010; 37(4):432-438.
-
15. Man, B. and Mok, C. Serositis related to systemic lupus erythematosus: prevalence and
outcome. Lupus. 2010; 14(10):822-826.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2020.V9.i5.P06
34
Discussion and feedback